INCOMPLETED LOVE [✓]

By redeuquinn

13.5K 1.2K 233

Meera Chopra. Putri satu-satunya Mukesh Chopra, seorang konglomerat India, kini berulah lagi. Ini tahun ke ti... More

Tugas Ringan
Saksi Kunci
Penyergapan Anak Kucing
Gara-gara Annu
Dimana Cerita itu Bermula
Tak Semudah Itu
Selamat Hari Holi, Annand!
Sekarang
Terlalu Lelah
Ammar. Hanya Ammar
Undangan
Dress Shopping
Obrolan Ringan
Pengakuan Intensi
Permohonan Kecil
Melodi Kerinduan
Yang Tak Terlupakan
Perjalanan Yang Ditakutkan
Selamat Pagi, London
His Home
Yang Ditinggalkan
Long Time No See
Perasaan Aneh
Sebuah Keputusan
Aku Bersedia
Dia Mendatangi
First Date
Yang Tak Tersampaikan
Yang Tak Terpenuhi
Penjelasan
Bantuan
Tak Terduga
Hingga Akhir
Epilog: Cinta Yang Terlengkapi

Dimana Meera?

463 36 0
By redeuquinn

    
***


Mukesh Chopra membuka pintu bernuansa putih beige milik putrinya. Seseorang berseragam tentara dengan kacamata hitam, mengikuti masuk di belakang.

Sudah tentu, itu Mayor Raichand.

"Ini kamar Meera, Mayor. Kau bisa melihat-lihat. Siapa tau dapat membantu penyelidikanmu."

Sang Mayor tersenyum sopan sebelum melihat sekitar.

"Meooww~"

Tiba-tiba seekor mamalia berkaki empat dan berbulu halus melompat dari kasur yang mengagetkan keduanya.

Mukesh terkekeh. "Ternyata sejak tadi kau disini. Dasar nakal.." ucapnya pada kucing berbulu abu-abu gelap dan bertubuh gempal itu. "Ini Annu, peliharaan Meera." Ia memperkenalkan. Dengan wajah tanpa dosa, si kucing malah merebahkan diri di karpet berwarna putih tulang dan mulai menjilati kaki depannya.

"British shorthair? Jarang sekali ada yang memelihara jenis ini disini." Tebak Mayor Raichand.

"Tentara sepertimu tau tentang kucing juga ternyata." Mukesh terkagum. "Saat kembali dari London, Meera membawa Annu. Annu sudah seperti bayi Meera sejak saat itu."


Mayor Raichand mengangguk, ia kembali memperhatikan kamar Meera. Pada dinding menggantung beberapa lukisan abstrak yang membuat kamar terlihat lebih homey dan aesthetic.


"Anda tau kalau aku bukanlah seorang detektif, Sir. Sebenarnya akupun tidak tau harus melakukan penyelidikan seperti apa dan bagaimana. Tapi melihat kamar putri anda ini, aku yakin kalau dia menyukai seni?"


"Percayakan saja pada instingmu, Mayor. Karan sudah bercerita bagaimana kau saat di wilayah pertempuran. Dia begitu percaya padamu. Dan seperti yang kau tebak, Meera memang menyukai seni. Seni melukis, tepatnya. Lukisan-lukisan di dinding itu adalah hasil karya putriku sendiri. Dia lulusan The Art Castle College di London, lima tahun yang lalu."


Mayor Raichand kembali mengangguk mengerti. Ia berusaha menyimpan informasi-informasi itu di dalam memori. Walaupun ia tak begitu mengerti seni, tapi menurutnya, lukisan Meera cukup mengagumkan. Jika dijual, mungkin ia akan membelinya.


"Baiklah kalau begitu aku tinggal dulu, Mayor. Aku harus ke kantor karena satu jam lagi ada rapat penting. Silahkan melihat-lihat, aku akan mengutus Sayeedah untuk mendampingimu. Dia kepala asisten rumah tangga disini. Tak ada yang Sayeedah tidak tau tentang rumah ini dan juga isinya."


Mukesh melangkah pergi, tapi saat akan mencapai pintu, Mayor Raichand menghentikannya.


"Sir, boleh aku menanyakan sesuatu?"


"Silahkan.."


Pria berseragam loreng itu sedikit ragu. Tapi setelah menarik napas pelan, akhirnya dia kembali membuka mulut. "Apa sebelum ini, anda mengenalku atau mungkin... pernah bertemu?"

Karena kilasan memori buram saat ia mendengar nama Meera kemarin, Mayor Raichand jadi bertanya akan hal itu.


Mukesh memiringkan kepala. Sedikit bingung dengan pertanyaannya. Tapi akhirnya dia ingat dengan apa yang sudah diceritakan Karan.
"Oh? Apa ini berkaitan dengan ingatanmu yang hilang, Mayor? Tapi tidak, seingatku kita belum pernah bertemu atau saling mengenal. Maaf.."


"Ah- Tidak, Pak. Maaf atas pertanyaanku. Tentu saja pengusaha besar seperti anda tak mungkin mengenal tentara biasa sepertiku."


Mukesh tersenyum tipis lalu pamit untuk melanjutkan urusannya.


Mayor Raichand yang akan kembali melihat-lihat, mendengar lagi ngeongan di bawah kakinya. Laki-laki itu baru sadar ternyata Annu, kucing gempal Meera, menghampiri dan kini menggosokan tubuh berbulunya pada boots kulit sang Mayor.

Walaupun sedikit canggung karena tidak pernah mempunyai peliharaan, tapi Mayor Raichand membiarkannya. Ia terus memperhatikan tingkah menggemaskan si kucing. Sampai akhirnya Annu berjalan menjauh dan melompat ke jendela. Mata laki-laki itu membulat begitu melihat Annu dengan rusuh menggaruk-garuk tralis besi jendela tanpa kaca, seperti ingin membukanya. Dan benar saja, kucing itu dapat membuat celah. Satu sudut teralis bergeser terbuka. Dengan pintar Annu memasukan kepala juga memaksakan tubuhnya hingga bisa lolos keluar jendela dan melompat turun ke bawah yang merupakan halaman belakang.

Mayor Raichand mendekati teralis jendela, ternyata satu sekrup teralis hilang yang menyebabkan Annu bisa membuka celah dan meloloskan diri dari kamar.

Ia pun menggeser teralis tersebut, dan dengan mudah celah yang dibuka Annu dapat terbuka lebih lebar. Kini bukan hanya seekor kucing gempal yang bisa keluar masuk melalui teralis itu, tapi seorang manusia dewasa juga.


Apa Meera..?


Mata sang tentara masih mengamati sekitar jendela berteralis besi. Dibaliknya ada pintu jendela kayu sebagai penutup jendela teralis. Kini jendela kayu itu sedang terbuka ke luar, membuat angin berhembus bebas ke kamar.


Jendela ganda?


Mayor Raichand mempertanyakan kegunaannya.

Dari jendela itu ia dapat melihat sebuah rumah lain di halaman belakang. Jaraknya tak sampai 200 meter dari rumah utama. Ia tak tau rumah siapa itu ataupun fungsinya. Dan dibanding rumah keluarga Chopra yang besar seperti istana, rumah di halaman belakang itu lebih terlihat seperti bungalow.

Di belakang Bungalow terlihat hamparan perkebunan canola berkuncup kekuningan yang rimbun milik Mukesh Chopra. Entah kekayaan apa lagi yang dimiliki konglomerat itu. Tentara itu kembali menarik teralis tertutup, seperti tak pernah dibuka Annu sebelumnya.

Tatapannya kembali berkeliling. Di balik pintu bagian dalam, ternyata ada sebuah pintu teralis yang mirip dengan jendela. Dan itu membuat ia berdecak.
"Ini kamar atau penjara? Pantas putrinya kabur. Dia sudah seperti Rapunzel yang dikurung di menara istana. Sebenarnya hubungan ayah dan anak ini baik-baik saja atau tidak?"

Laki-laki itu melangkah lagi, kini menuju nakas di sebelah tempat tidur berukuran queen. Ada dua buah foto berbingkai di sana.
Satu foto, sepertinya, Meera kecil bersama kedua orang tuanya, karena ia dapat mengenali Mukesh Chopra yang terlihat lebih muda. Dan foto satu lagi, sudah pasti wujud Meera dewasa saat ini.

Mayor Raichand meraih dan memandang foto Meera dewasa yang seperti sedang menatapnya sambil tersenyum. Ia melepas kacamata hitamnya, agar dapat lebih jelas melihat seperti apa pemilik kamar Repunzel itu. Rambut panjang hitam yang tergerai bebas bergelombang, mata besar coklat kehijauannya begitu tajam dan dalam, tapi senyum manis Meera entah kenapa membuat Mayor Raichand ikut menarik kecil sudut bibirnya juga.


"Cute.."


Mayor Raichand menaruh foto itu kembali ke atas nakas. Tampaknya benar apa yang dikatakan Mukesh, jika ia dan keluarga Chopra memang tidak saling mengenal, terutama Meera. Wajah Meera saja terlihat sangat asing untuknya. Walaupun ia merasa memorinya, yang entah kenapa, terlalu takut untuk keluar. Tapi sekarang tak ada lagi kilasan ingatan yang terjadi seperti kemarin, setelah melihat wajah Meera. Mungkin kejadian kemarin memang hanya karena ia terlambat minum obat.

Seseorang mengetuk di pintu, Mayor Raichand berbalik.


"Maaf Tuan, Tuan Mukesh meminta saya untuk mendampingi anda. Saya Sayeedah, apa anda perlu sesuatu?"


Mayor Raichand kembali memakai kacamatanya.

"Oh, Sayeedah-ji? Aku Mayor Raichand. Ada yang ingin aku tanyakan, apa kamar Meera berpintu dan jendela ganda seperti ini sejak kecil?"

Wanita paruh baya itu terkekeh. "Tuan Mukesh belum bercerita? Tidak, Tuan. Pintu dan jendela teralis ini baru dibuat sehari sebelum pertemuan keluarga untuk perjodohan Nona Meera. Dan ini dibuat saat Nona sedang tidak di rumah. Tuan Mukesh melakukan ini agar Nona Meera tidak kabur lagi dari perjodohan." Jelasnya. "Tapi entah bagaimana, Nona Meera berhasil kabur untuk yang ke-tiga kalinya..."

Mayor Raichand tersenyum miring saat melirik sekrup teralis jendela yang hilang.

"Ah.. Lalu, rumah siapa itu?" Sang tentara menunjuk rumah di halaman belakang.

"Itu milik Tuan Chopra juga, Tuan. Itu bungalow diperuntukkan para pekerja disini sebagai tempat tinggal. Saya juga tinggal disana."

"Begitu.."

"Ah, Tuan-"

"Mayor saja.." tegur laki-laki itu.

"Tuan Mayor-" Panggilan itu membuat Mayor Raichand hampir tersedak ludahnya sendiri. Tapi tak mengoreksi. "Bagaimana kalau kita mengobrol dibawah? Saya akan membuatkan anda teh. Anda pasti lelah sudah berkeliling rumah ini sejak tadi.." lanjut Sayeedah.

"Hn, baiklah. Tapi apa boleh aku meminta kopi?"

"Tentu, tentu." Sayeedah tersenyum dan mempersilahkan tamunya berjalan duluan. Yang membuat wanita itu dapat melirik ke luar jendela saat Annu mengeong dan berlari menuju bungalow.




***


Sebuah tangan menggenggam lengan seorang gadis dengan kuat dan membuatnya berbalik menghadap pada pemilik genggaman itu. Tapi sebelum ia dapat melihat wajah sang pelaku, tubuhnya sudah ditarik ke sebuah gang sempit dan langsung membekap mulut gadis itu. Hampir saja kacamata berwarna merah yang bertengger di hidungnya jatuh.

"HMMM!"

Ia membelalakan mata dan berusaha untuk menjerit di dalam bekapan.

"SSSHH! Ini aku Pia! Jangan teriak!" Sahut pelaku pembekapan yang memakai salwar kameez berwarna kuning, menutup kepalanya dengan dupatta dan kacamata baca berukuran besar membingkai wajah. Ia pun melepas bekapannya pada gadis itu.

Mendengar suara khas dari pelaku, gadis tersebut menurut. Ia mendorong kacamata merahnya sebelum bicara. "Oh god, Meera! Tum pagal ho*?!" ia berteriak dalam bisikan. Hampir saja ia tak mengenali temannya itu. Karena biasanya seorang Meera Chopra berpakaian modern. "Ada apa denganmu?"

( *Kau gila ya? )


Yang diteriaki menyunggingkan senyum lebar. "I'm sorry. Aku takut ketahuan detektif sewaan papaku." Ucap gadis itu sebelum mengecek sekitar dan menurunkan dupattanya, juga melepas kacamata minus yang sudah bertahun-tahun tidak ia pakai. Rasanya pusing juga.

Mata coklat kehijauannya yang indah kini terlihat jelas. Rambut panjang bergelombang ia biarkan terurai begitu saja. Sang Chopra begitu anggun walaupun dengan dandanan minim.

"Detektif sewaan? Jangan bilang kau kabur lagi?"

"Of course!" Sahut Meera bangga. "Tapi itu akan aku ceritakan nanti, hari ini aku buru-buru. Sekarang yang harus kau lakukan hanyalah membantuku."

Meera meraih dua bungkusan berbentuk persegi panjang yang berukuran 40x60 cm, yang ia simpan di gang itu tadi. Gadis bernama Pia langsung mengetahui apa isinya.

Pia Kapoor, adalah teman satu fakultas Meera saat berkuliah di The Art Castle College. Sekarang gadis itu memiliki galeri seni kecil-kecilan. Karena itu ia mengerti apa yang akan dilakukan Meera.

"Kau mau menjual lukisanmu? Tumben sekali.."

"Aku perlu uang." Balas Meera simpel.

"Oh God, Meera! Kau benar-benar harus menceritakan apa yang sedang terjadi padamu." Dengan menghela napas, Pia meraih dua kanvas terbungkus itu.

"Aku akan segera mentransfer uangnya saat terjual." Pia menambahkan.

"Ah- Jangan. Aku saat ini hanya bisa menerima cash."

Pia kembali mendesah. "Baiklah aku akan menghubungimu-."

"Jangan juga! Aku tidak menggunakan ponselku dalam pelarian kali ini."

"Meera-"

"Aku akan mendatangimu dua hari lagi."

"Tapi aku tak bisa janji lukisan-lukisanmu ini akan terjual secepat itu, Meera. Kau tau kan gallery ku masih kecil."

Meera tersenyum. "Tapi aku yakin kau bisa membantuku, dan juga aku yakin pada lukisanku."

Pia terkekeh. "Baiklah. Baik, nona paling percaya diri. Dua hari lagi kau juga harus menceritakan semuanya. Promise?"

"Promise!" Meera tersenyum lebar dan kembali memakai dupatta juga kacamatanya. "Terimakasih Pia. Aku tau, aku bisa mengandalkanmu.." Ucapnya sebelum pergi.

Melihat punggung temannya yang semakin menjauh, Pia tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Ia melihat sekitar sebelum akhirnya berteriak. "Hei, M! Sekarang kau tinggal dimana?" Ia memanggil nama temannya itu hanya dengan huruf depannya.

Meera berbalik, memandang temannya dan melambai. "Later!" ucapnya dan kembali melangkah pergi. Semakin sedikit ada yang tau dimana ia bersembunyi, semakin baik.

Pia mendesah. "Ada-ada saja kelakuan nona Chopra itu."



***


Pia Kapoor memasuki gallery nya. Ruangan yang tidak terlalu besar tapi cukup nyaman untuk memulai bisnis karena berada dilingkup jalanan yang selalu ramai. Gadis itu tak bekerja sendiri, ada satu pekerja yang bertugas membuka gallery dari pagi dan membatu bersih-bersih tempat tersebut. Karena itu Pia bisa datang lebih siang.

Ia berjalan menuju mejanya untuk langsung membuka bungkus lukisan Meera.

Baru saja Pia merobek ujung bungkusan yang memperlihatkan tanda-tangan Meera, karyawannya yang merupakan seorang gadis berusia duapuluhan awal, menghampirinya.

"Mam.. Ada seseorang yang ingin menemuimu."

Pia yang terlihat bingung, menaruh hasil lukisan Meera di atas meja begitu saja. Ia berpikir sebentar, tampaknya ia tak ada janji bertemu siapapun hari ini.

"Siapa-"

Belum selesai bertanya, dehaman berat seorang pria menghampiri. Kacamata hitam dan baju dinas lorengnya setia menemani.

"Maaf Nona Pia Kapoor, aku akan mengganggumu sebentar. Aku kemari hanya ingin menanyakan sesuatu."

Wajah Pia masih saja terlihat bingung. Ia menajamkan mata dibalik frame perseginya. Dia merasa pernah melihat pria berseragam tentara di depannya itu. Tapi karena kumis dan janggut yang membingkai wajah si pria, ia jadi sangsi dengan ingatannya sendiri.

Tapi mungkin, pria itu memang bukan orang yang ia kenali juga. Jika mereka saling mengenal, mana mungkin ia dipanggil nona.

Pia menyuruh karyawannya pergi, membuat si pria menyuarakan maksud kedatangannya. "Aku datang kemari hanya untuk menanyakan tentang Meera Chopra. Menurut Sayeedah, pengurus rumah keluarga Chopra, dia adalah temanmu saat kuliah di London. Kapan terakhir kali kau melihatnya, Nona Pia?"

Ah! Tentu saja dia detektif sewaan papa Meera. Mungkin Pia pernah beberapa kali berpapasan dengan orang itu saat dia mencari Meera, yang membuat wajahnya tidak asing.


"M-meera?"


Pia tergugup. Sedikit mendesah karena merasa lega temannya itu sudah pergi.

Dia menarik napas dan menghembuskannya pelan agar tak terlihat gugup saat berbohong. "Terakhir aku bertemu Meera.. sekitar satu bulan yang lalu. Memangnya ada keperluan apa dengan Meera?"


Mayor Raichand tersenyum tipis. "Tidak ada, ayah Meera hanya merindukannya." Ucap pria itu tak mau banyak menjelaskan. "Kalau kau mendengar keberadaan Meera, hubungi kediaman Chopra segera. Terima kasih atas informasi darimu, Nona.." ucapnya sebelum melangkah pergi. Tapi saat akan berbalik, ia melihat sebuah bungkusan yang sudutnya tersobek, di atas meja gadis itu. Sang Mayor langsung tersenyum miring saat dengan jelas melihat nama terang yang tersemat.


Liar.

Ia akhirnya menemukan saksi kunci untuk menemukan Meera.


"Sonia*!" Panggil Pia yang masih bingung dengan kedatangan laki-laki berseragam tentara itu. "Aku tidak mendengar namamu."

( *Dengar! )


Si pria berbalik. Membuka kacamata hitamnya sebelum menjawab. "Maaf aku lupa memperkenalkan diri. Aku Mayor Raichand.." Ucapnya sebelum membungkuk kecil untuk pamit meninggalkan gallery.

Mendengar nama itu, mata besar si gadis berkacamata langsung terbelalak. Ia terlihat membeku di tempat.


RAICHAND??


APA DIA A-


Ia menggeplak dahinya. Ternyata benar, Pia mengenal laki-laki itu. Walaupun sekarang penampilannya benar-benar berbeda dengan saat mereka berkuliah.


ASTAGA! Bagaimana caranya aku bisa memberitahu Meera?



Tapi tunggu.. Kenapa sikapnya seperti tidak mengenaliku??




***



< A/N >

Hope you like it!

You can give me some feedback. Just be nice, please^^

Thank you for the Votes and Comments💗



Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 170K 63
The story of Abeer Singh Rathore and Chandni Sharma continue.............. when Destiny bond two strangers in holy bond accidentally ❣️ Cover credit...
2.8M 160K 50
"You all must have heard that a ray of light is definitely visible in the darkness which takes us towards light. But what if instead of light the dev...
3.7M 292K 96
RANKED #1 CUTE #1 COMEDY-ROMANCE #2 YOUNG ADULT #2 BOLLYWOOD #2 LOVE AT FIRST SIGHT #3 PASSION #7 COMEDY-DRAMA #9 LOVE P.S - Do let me know if you...
1.4M 35.1K 47
When young Diovanna is framed for something she didn't do and is sent off to a "boarding school" she feels abandoned and betrayed. But one thing was...