EPHEMERAL [M]

By cleonoona

837 36 6

Apa yang salah dari cinta semacam ini? Bahkan seluruh dunia menyudutkan dan menuding kita berdua, seolah kau... More

Prolog
Sorrow
He Came
Start From Here (⚠️18+)
Half Boiling (⚠️18+)
Beginning

Deal With It

68 4 0
By cleonoona

Please, jangan jadi silent readers!
Tinggalin jejak vote dan komen

Apresiasi kecil buat author biar makin cepet update <3

Jangan lupa follow!
  
  
  

  
  
  
     Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Luca mendapati Kim Aera sudah meloloskan diri dari pintu mobil. Wanita itu berjalan santai menuju ke arah mobil biru elektrik yang sejak tadi menjadi fokus perhatiannya, sekaligus membuat Luca penasaran. Di kejauhan sana, Aera tampak mulai berbincang dengan pria tinggi dan tampan pemilik mobil biru itu.
     "Kim Seokjin."
     Aera menyilangkan kedua lengannya di dada. Dagunya terangkat angkuh dengan tatapan yang tidak gentar sama sekali.
     "Hei..." Seokjin menyahut pelan.
     Aera mengacuhkan Seokjin dan beralih menjatuhkan pandangannya pada sosok wanita yang berdiri di samping pria itu— hanya sekilas.
     "Apa yang kau lakukan di sini?"
     Seokjin terdiam. Tampak jelas bahwa ia sedang berusaha menyusun kalimatnya sebelum menjawab pertanyaan kekasihnya. Lantas pria itu memajukan tubuhnya dan meraih tangan kanan Aera, menggenggamnya dengan lembut.
     Sesuai apa yang seharusnya ia lakukan, Kim Aera melepaskan genggaman tangan Seokjin— menolak mentah-mentah. Tidak menyerah begitu saja, Seokjin tetap berusaha menggapai tangan kecil itu.
     "Siapa wanita ini? Aku tidak pernah melihatnya."
     Dengan cekatan, oknum yang dipanggil langsung memperkenalkan diri.

"Halo, aku Han Sara. Asisten baru managernya Tuan Kim."
Aera tersenyum tipis namun datar. "Senang bertemu denganmu, Nona Han."

     Wanita bernama Sara itu menatap Kim Aera tidak mengerti, lebih tepatnya bingung dengan situasi ini. Kim Seokjin menghela napas lirih. Terlihat dari raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Kau datang bersama siapa? Di mana mobilmu?" tanya Seokjin sambil menatap sekitar area lahan parkir.
"Aku baru selesai makan dan akan kembali ke kantor sekarang," Aera berbohong.

     Wanita itu berbalik meninggalkan Seokjin tanpa penjelasan apapun, membuat si pria Kim langsung menangkap pergelangan tangan kekasihnya, mencegahnya agar tidak pergi.

"Berhenti, kita bicara sekarang."
"Kau tidak dengar? Aku akan kembali ke kantor untuk bekerja."
"Tidak, kita pergi bersama."

     Aera menatap Sara sekilas, membuat wanita itu semakin kebingungan. Ia pasti bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di depannya saat ini. Drama apa ini.

"Aku akan menyuruhnya kembali ke kantor dengan taksi," jelas Seokjin sambil melirik Sara.
"Kau tidak bisa sesuka hati mengganggu waktu kerjaku, Kim Seokjin."
"Aera, kumohon... kita pergi sekarang juga."
"Beri aku alasan, kenapa aku harus menurutimu,” itu bukan pertanyaan namun perintah.
"I beg you, baby..."
"Tidak ada alasan apapun? Maka aku tidak akan membuang waktuku, hari ini aku sangat sibuk."

     Aera hendak memutar tubuhnya kembali namun tiba-tiba ada dua tangan yang menahan bahunya dari belakang. Luca berdiri sejajar di sampingnya tanpa rasa ragu. Aera menoleh ke samping, pria itu menatap lurus pada wajah Kim Seokjin dengan senyum kecilnya.
     "Siapa dia?" tanya Seokjin terlihat kurang suka.
     Belum sempat membuka mulut, Luca sudah menyela terlebih dahulu hak bicara Kim Aera.

"Luca, teman dekat Aera."
Seokjin mengangkat sebelah alisnya, meminta penjelasan. "Teman dekat? Aku tidak pernah melihatnya."
"Aku baru mengenalnya 5 bulan yang lalu," koreksi Luca, tentu saja sebuah kebohongan.

     Aera hanya diam, ia berusaha mengikuti permainan Luca. Akan sampai mana pria itu membantunya dan hanya bisa berharap semoga ia tidak semakin menghancurkannya.
     Aera dapat melihat dengan jelas kini mata Seokjin tersirat amarah kecil. Tangan kirinya mengepal di bawah sana, urat-uratnya timbul dan warna wajahnya sedikit berubah menjadi merah.

"Kim Aera, ayo pergi," pungkas Luca sebelum merangkul bahu kakak tirinya.
"Kau tidak bisa membawanya pergi begitu saja, kami akan pergi bersama, dia kekasihku. Tolong jangan lancang."
Luca memiringkan kepalanya. "Kau kekasih teman dekatku?"
"Berhenti bermain-main, Tuan. Dan biarkan kami pergi."
"Maaf, kurasa kau yang lancang. Aku yang membawanya kesini dan ia harus pulang denganku bukan?"
"Tidak ada alasan bagimu jika kekasihnya sudah ada di hadapannya," tukas Seokjin lalu menggenggam tangan Aera.

     Aera menghela napas pasrah, sedikit merasa lelah dengan sikap Seokjin yang akhir-akhir ini menjadi aneh. Sejujurnya ia sangat malas menghadapi segala tetek bengek yang berhubungan dengan Kim Seokjin. Namun jika tidak secepatnya diselesaikan, rasanya juga percuma, permasalahan mereka akan terus bergentayangan.

"Aku akan pergi dengannya, Luc."
Luca menatap heran. "Noona, kau yakin? Apa semuanya akan baik-baik saja?"
"Nope. Kau bisa pulang sekarang, terima kasih makan siangnya, lain waktu kita bisa kembali lagi ke tempat ini," ujar Aera bersandiwara, sukses membuat napas Kim Seokjin menjadi gusar.
Luca tersenyum manis lalu mengerlingkan mata kanannya. "Of course, Noona. Anything for you. See you later."
  
  
  
****
  
  
  
     Di sinilah mereka sekarang. Duduk di salah satu sofa, di atas rooftop mansion milik Kim Seokjin. Sebelumnya, Aera sudah menghubungi Gyurin jika ia tidak akan kembali ke kantor sampai jam pulang tiba dan meminta tolong pada gadis itu agar membereskan ruangan kerja mereka.
     "I miss you."
     Aera bergeming di tempat. Bahkan ia benar-benar enggan menatap wajah Seokjin yang saat ini tengah duduk di sampingnya sambil menautkan jemari mereka. Semilir angin siang menerpa wajah Aera, setidaknya sedikit memberikan sensasi rileks dan mencegahnya untuk mengumpat atau mengeluarkan emosinya.
     Seokjin menangkup kedua pipi wanita itu. "Hei, look at me, look at me."
     Mau tidak mau, Aera mendongak. Tatapannya bersinggungan dengan iris cokelat terang indah di hadapannya. Ia bisa melihat pantulan dirinya sendiri dari dalam sana. Sangat cocok dan enak dilihat. Siapa yang tidak suka melihat mereka berdua berjalan bersisihan selama kurang lebih 3 tahun ini. Mereka adalah sepasang kekasih dengan visual yang didambakan oleh wanita dan pria manapun. Bahkan beberapa orang menyebut bahwa Seokjin sangat beruntung karena berhasil mengambil hati putri semata wayang Tuan Arthur. Begitu pun sebaliknya, Aera sering digadang-gadangkan memiliki nasib yang baik yaitu jatuh ke tangan seorang Kim Seokjin si pengusaha kopi dan anggur super kaya raya di Gangnam.

"Dengarkan aku... aku hanya ingin kita—"
"Can you just stop and make it easy?" potong Aera.
"Aera... aku meminta padamu juga ada alasannya."
"Katakan dengan jelas— alasannya. Jangan berbohong dan jangan memberikan alasan-alasan palsu lagi seperti tempo lalu."
"Alasan palsu?"
Aera terkekeh sinis, melepaskan tangannya dari genggaman Seokjin. "Aku tahu apa yang sedang kau lakukan."

     Seokjin merapatkan tubuh mereka, meletakkan kedua tangannya di pinggang si wanita Kim, sedikit diremas. "Tell me what?"

"Kau berusaha memanfaatkanku demi keuntungan pamanmu sendiri."
"Keuntungan? Pamanku?"
Lagi-lagi Aera tertawa sinis, pria ini ingin mengajak main sandiwara rupanya? Atau drama teatrikal? Baiklah, let's move this.
"Kenapa kau berpura-pura tidak tahu, Kim Seokjin?"
"Baby, kau tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan sekarang. Yang jelas kau menuduhku berbuat buruk padamu. Aku kekasih 3 tahunmu."
"Berhenti memohon, aku tidak suka itu."
"Dan berhenti menuduhku."
"Aku tidak menuduhmu."

     Aera berdiri menjauh dari sofa, mendekati pagar pembatas untuk menikmati sapuan angin demi meredakan emosinya yang sudah mulai naik ke ubun-ubun. Tidak, ia harus tetap menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin.
     "Tolong jangan seperti ini," ujar Seokjin sambil melingkarkan kedua lengannya di pinggang Aera, erat, menghirup helai rambut milik wanita itu. Aroma yang sangat ia rindukan selama 3 hari ini. Aroma yang kerap kali membuatnya dimabuk kepayang, jatuh dan bertekuk lutut berkali-kali, tidak mengenal kata bosan dan tidak mengenal kata 'tidak'. Di matanya, Aera itu seperti sebuah ruangan VVIP mahal yang desainnya begitu mewah namun tidak berlebihan, memiliki aroma manis yang melekat di mana-mana. Di gorden, di sofa, di ranjang, di langit-langit ruangan, bahkan dindingnya sekalipun. Seperti itulah kira-kira deskripsi sosok Kim Aera bagi Seokjin selama 3 tahun terakhir ini.

"Kau tahu mawar?"
Seokjin menatap pipi Aera dari samping. "Mawar?"
"Iya, bunga mawar."
Pria itu terdiam sejenak, membiarkan Aera meneruskan kalimatnya.
"Mawar itu bunga yang cantik, ranum, keberadaannya hampir selalu dicari, dibutuhkan oleh siapapun, semua kalangan, untuk kebahagiaan bahkan duka."
Seokjin masih diam, tidak berusaha menyela.
"Sayangnya mawar punya duri."

     Seokjin mematung. Ingin berbicara namun mulutnya terasa kelu dan kaku. Seperti... perlahan mulai tertampar oleh sesuatu.

"Seharusnya kau sadar, Seokjin-ah. Kalau pamanmu sedang memperalatmu. Ia tahu persis siapa aku, siapa keluargaku, dan seperti apa kedudukanku. Kim Aera, satu-satunya putri Tuan Arthur yang sering didambakan oleh banyak orang. Pamanmu meminta kau untuk menggunakanku sebagai jembatan agar perusahaan ayahku mau memasukkan hampir 10% saham ke perusahaan miliknya, demi menaikkan pasar bisnisnya. Memang, dia tidak menipu dan melanggar hukum, tetapi sangat jelas cara halusnya itu sedikit demi sedikit bisa masuk lebih leluasa ke dalam lingkup saham perusahaan ayahku. Dan buruknya lagi, jika pamanmu serakah, dia bisa— menghancurkan kami. Jika ia berhasil menguasai hampir 40% saham suatu saat nanti, ini hanya kemungkinan terburuk, itu akan sangat mengancam posisi perusahaan kami. Apalagi ayahku sudah tidak ada. Beruntunglah karena aku belum membicarakan hal ini pada Yoongi. Jika kakakku tahu kau berniat membuat kekacauan denganku, maka kau akan benar-benar habis."

     Kalah telak. Seokjin bungkam. Ia benar-benar sudah kehabisan kata-kata lantaran otaknya sudah mulai mampu mencerna penjelasan panjang lebar dari kekasihnya bahwa— pamannya memang sedang memperalatnya.

"Jadi sekarang, Kim Seokjin..." Aera memutar posisi tubuhnya, menjadi saling berhadapan, lantas mengalungkan kedua tangannya di leher sang kekasih. "Aku ini seperti mawar yang kau genggam, mawar yang kau miliki saat ini. Aku memang mencintaimu dan kau juga sebaliknya. Tetapi sekali lagi, mawar memiliki duri. Duri itu menjadi bukti bahwa secantik dan seanggun apapun, mawar akan tetap berusaha melindungi dirinya sendiri dari hal-hal yang akan merusaknya. Jadi... jika pada kenyataannya kau memang tidak bisa melindungi mawarmu, maka mau tidak mau kau harus melepaskannya."

     Kata-kata di akhir kalimat Aera sukses membuat tubuh Seokjin menegang penuh, hingga membuat kedua tangannya mencengkeram erat pinggang Aera seolah kekasihnya itu akan lepas dan terbang tertiup angin, lalu menghilang.

"Please, don't... don't— jangan berbicara yang tidak-tidak. Kalimatmu membuatku takut setengah mati," pinta Seokjin lirih sambil menyandarkan dahinya di pundak Aera. "Aku mencintaimu, sungguh. Jangan pergi."
"Maaf, Seokjin-ah. Tapi itu jalan terakhir dan satu-satunya. Untukmu, dan untukku."
"No, please. Justjust stay here..." Seokjin mulai mengerang frustasi. "Kau tidak bisa meninggalkanku sesuka hati."
"Sesuka hati? Lalu apa yang kau lakukan belakangan ini terhadapku? Kau berusaha memanfaatkanku bahkan sempat mengancamku jika aku benar-benar tidak mau menuruti keinginan konyol pamanmu itu. Apa kau amnesia?"
"Sayang, aku hanya bingung. Aku tidak bermaksud membuatmu ketakutan dan merasa terancam. Aku hanya bingung apa yang harus kulakukan dengan permintaan pamanku. Aku benar-benar bingung... karena, aku tidak punya siapa-siapa selain dia."

     Aera terdiam menunduk, tidak sanggup menatap wajah Seokjin yang mulai terpukul dengan keadaan. Sejujurnya berat melakukan hal ini di tengah-tengah cinta yang sudah mereka bangun selama 3 tahun. Bahkan 2 bulan sebelum masalah ini muncul, Seokjin sempat membicarakan rencana pernikahan. Namun jika tidak segera dituntaskan langsung dari akarnya, keluarganya lah yang mungkin suatu hari akan jatuh dan hancur. Karena Kim Jaesung, paman terdekat Kim Seokjin itu— orang yang selalu mewajarkan segala cara untuk merealisasikan keinginannya. Sebagai pengacara andalan para petinggi negara, Tuan Arthur pernah dua kali menuntaskan masalah di perusahaan Kim Jaesung dan memenangkannya. Namun dirasa-rasa, hal itu tidak akan cukup membuat Jaesung untuk tidak berbuat buruk pada keluarga mereka meski jelas power keluarga Arthur jauh lebih besar dari keluarga Kim Seokjin.

"Tidak bisa, keputusanku sudah bulat dan aku juga butuh berkali-kali memikirkannya sebelum aku memutuskan hal ini. Maaf."
"Tidak! Kau salah, pikiranmu salah jika kita harus berakhir. Aku akan mencari solusi lain, akan kuusahakan agar pamanku mau berhenti. Ayo bertahan sebentar lagi, kumohon."
"Kim Seokjin, jangan mempersulitku! Atau aku akan benar-benar membiarkan Yoongi tahu hal ini."
"Sayang, tolong... beri aku kesempatan, hm? Aku tidak suka kau meminta berpisah semudah ini, bahkan kita akan segera menikah, aku sudah memikirkan rencana pernikahan."

     Seokjin merangkum kedua pipi Aera lantas mengecup lembut bibir kecil itu. Ia benar-benar ngeri membayangkan bahwa keadaan esok hari akan berubah drastis, di mana ia dan Kim Aera sudah tidak bersama lagi, tidak saling menatap wajah satu sama lain setiap 2 hari sekali, tidak lagi berbagi pelukan hangat, mencium manis dan melumat habis bibir atau kulit tubuh, bahkan tidak lagi mendengar suara lenguhan indah dari wanitanya ketika mereka berakhir di atas ranjang dengan kaki yang sama-sama kebas dan keringat melumer di mana-mana.
     Seokjin menatap wajah kekasihnya dengan sorot mata yang terluka. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa hubungan mereka akan sampai pada tahap seperti ini. Tahap yang menyedihkan.
     "Aku mencintaimu, Kim Aera."
     Seokjin menempelkan bibir keduanya tanpa ingin memikirkan hal lain. Untuk saat ini, ia hanya ingin Aera. Melumat dengan kuat bibir yang ukurannya tidak setebal bibirnya itu. Kedua tangan Seokjin memeluk erat pinggang Aera, sangat erat seolah-olah ia begitu menunjukkan rasa ketakutan yang teramat banyak tentang ditinggalkan dan meninggalkan.
     Di sisi lain, naluri wanita seorang Kim Aera terasa seperti sedang diuji dan terombang-ambing. Pendirian kuatnya untuk meninggalkan Seokjin dengan tegas justru dibuat runtuh seketika. Merasakan bagaimana cara Seokjin melumat bibirnya lembut seperti biasanya membuat ia sadar bahwa pria ini memang sangat mencintainya.
     "Jangan pergi," Seokjin berbisik alih-alih menurunkan bibirnya ke leher Aera, menyesap tulang selangka wanita itu dan sengaja meninggalkan bekas merah di sana. Ingin semua orang tahu bahwa Kim Aera hanyalah miliknya.
     Dengan cekatan, Seokjin melepas satu kancing teratas kemeja hitam Aera lalu menurunkan kerahnya agar ia bisa lebih leluasa bermain-main di sana. Pokoknya ia harus membuat tanda di permukaan kulit pucat ini. Aera tidak boleh pulang dengan bersih. Tidak boleh.
     "Kim Seokjin..." wanita itu meremas rambut belakang kekasihnya sambil menggigit bibir demi menahan suara sialan yang minta dilepaskan. Kini tubuhnya bersandar penuh pada pagar pembatas rooftop lantaran lemas karena otaknya sedang berpikir keras bagaimana cara agar bisa bersikap setegas mungkin dengan hubungan ini.

     Seokjin melepas satu kancing lagi, memperlihatkan belahan dada Kim Aera yang begitu sempurna. Namun tiba-tiba, pergerakan pria itu terhenti. Matanya menangkap sebuah pemandangan aneh yang berhasil membuat hatinya kembali terluka. Di kulit dada sebelah kanan Aera, terdapat satu ruam merah gelap keunguan yang tampak masih ranum alias masih baru. Pria manapun juga tahu bahwa itu merupakan bekas sesapan bibir.
     Seokjin masih diam di tempatnya, menunduk di dekat dada Aera namun tidak melakukan apa-apa, tidak melanjutkan aksinya. Mendadak, jantungnya serasa diremas kuat ketika ia berhasil mengambil kesimpulan buruk bahwa ada pria lain di antara mereka.
     Seokjin menegakkan tubuhnya. Kedua tangannya kembali mengancingkan kemeja Aera lalu merapihkannya— tanpa sepatah kata. Hal itu tentu saja membuat Kim Aera kebingungan. Ditambah setelahnya Seokjin langsung memeluk Aera dengan erat dan mengecup kening wanita itu lama.
     "Aku akan mengantarmu pulang, kau terlihat lelah," ucap Seokjin sambil mengusap punggung Aera lembut. Membuat wanita itu semakin memasang ekspresi keheranan.
     Seokjin kembali mengecup kening Aera. "Maaf membuatmu kesulitan, aku berjanji akan segera menyelesaikan masalah ini— tanpa menyeretmu. Jadi, bisakah kau memberiku kesempatan?"
     Aera terdiam ragu. Ia dapat merasakan detak jantung Seokjin yang berada tepat di samping telinganya lantaran pria itu memeluknya begitu erat. Detak jantungnya terdengar begitu cepat dan terburu-buru. Aera yakin sekali saat ini Seokjin sangat merasa gelisah.

Seokjin melepas pelukannya untuk menatap wajah sang kekasih. "Aera, jawab aku. Beri aku kesempatan, hm?"
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi berikutnya jika aku tetap memberimu kesempatan."
"Jangan pikirkan hal lain, kau cukup percaya saja padaku," ucap Seokjin dan mengusap lembut kedua pipi Aera dengan ibu jarinya.
"Seberapa yakin kau tidak akan melanggar ucapanmu? Dan berapa lama kartu kesempatan ini harus berjalan?"
"Aku tidak bisa menjanjikan waktunya, tapi aku akan berusaha semaksimal mungkin. Untukmu. Untuk hubungan ini."

     Aera menelisik ke dalam iris cokelat almond itu dengan seksama, berusaha menyelam dan mencoba menemukan kejujuran dari dalam sana. Mari kita uji, seberapa hebat kekuatan cinta seorang Kim Seokjin dan sampai mana ia akan bertindak.

"Baiklah, satu kartu kesempatan untukmu. Lakukan dengan benar dan jangan kecewakan aku. Atau kau akan tahu akibatnya."
  
  
  
Vote jangan lupa!
Jangan jadi silent readers

Continue Reading

You'll Also Like

1M 76.3K 57
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
161K 11.9K 86
AREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahu...
92.5K 9.2K 37
FIKSI
815K 59.6K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...