BROKEN VOW

Door iLaDira69

28K 3.3K 166

Judul : Broken Vow Author : iLaDira69 Publish : 14 November 2023 🪴🪴🪴 Allen akan memilih meneruskan tidur p... Meer

Prolog
Part 1 - Pecahan Kaca
Part 2 - Lelaki Yang Tidak Bertanggung Jawab
Part 3 - Kunjungan Kontrol
Part 4 - Pengkhianat
Part 5 - Permintaan Julia
Part 6 - Finn
Part 7 - Perpisahan
Part 9 - Kehilangan Kendali
Part 10 - Teka-teki
Part 11 - Kesempatan
Part 12 - Berkemas
Part 13 - Rumah Budhe
Part 14 - Sertifikat
Part 15 - Pantai
Part 16 - Jebakan
Part 17 - Dress Code
Part 18 - Cah Kailan
Part 19 - Tergila-gila
Part 20 - Karyawan Baru
Part 21 - Kantor Baru
Part 22 - Penawaran

Part 8 - Bertemu Kembali

1.4K 202 3
Door iLaDira69

Di ruang rapat, tim terdiri dari lima lelaki yang hampir sebaya, sedang sibuk mempersiapkan presentasi. Sebuah blueprint besar terpampang di dinding, menampilkan sketsa awal serta konsep desain yang akan diterapkan. Di tengah ruangan, layar besar menampilkan visualisasi proyek yang direncanakan: sebuah cottage bergaya retro yang megah berdiri di atas air laut yang jernih.

Wajah-wajah mereka bersinar penuh semangat dan antusiasme, siap untuk menyajikan konsep yang mereka ciptakan.

"Semuanya luar biasa dan sesuai dengan permintaan klien," ujar Allen setelah tim menyelesaikan presentasi visual. "Hanya ada sedikit tambahan; klien baru saja menghubungi saya beberapa jam yang lalu. Penyusunan cottage terlalu konvensional jika hanya dibentuk memanjang seperti ini. Saya menawarkan bentuk cordate, dan klien setuju."

"Seperti ini?" tanya Ander sambil menunjukkan hasil coretan abstrak.

"Ya, persis seperti itu," sahut Allen.

Alaric mengangguk paham, "Bagus. Pengunjung pasti akan memfoto gapura. Dengan desain seperti ini, hampir semua cottage akan terdokumentasi."

"Saya setuju, dan menurut saya, perlu ditambahkan taman kecil di setiap sisi. Lebarnya sekitar setengah meter," tambah Tahir.

"Apa tidak lebih baik menggunakan pot saja?" Leopold sedikit ragu dengan tambahan taman.

"Mungkin pot bisa diletakkan di sini?" Tahir menunjuk ke ujung lantai cottage.

Mereka melanjutkan diskusi hingga saat jam istirahat. Setelah itu, mereka kembali ke pekerjaan masing-masing hingga waktu pulang.

Allen sudah tidak lagi memerlukan tongkat untuk berjalan. Ia telah berjalan normal seperti biasa.

Tiga bulan setelah Julia meninggalkan rumahnya, tidak ada lagi kabar dari wanita itu. Mereka menjalani kehidupan masing-masing.

Sebenarnya, Allen sedikit mengetahui tentang kabar Julia dari Zinnia, yang selalu memberikan informasi melalui Seren.

Seren dan Zinnia tetap berkomunikasi dengan lancar. Putrinya masih melanjutkan sekolah dan membantu Julia merawat Finn. Mereka bertiga tinggal di sebuah apartemen yang tidak terlalu jauh dari rumah Allen.

"Mohon maaf, Pak. Saya ingin memberikan informasi tentang Ibu dan Finn. Sekarang Finn sudah besar, Pak. Bapak ingin melihat fotonya?" tanya Zinnia dengan hati-hati sambil melayani Allen saat makan malam. "Ini, Pak. Finn sedang belajar duduk, di sini dia sedang bercanda dengan tawa yang keras, sudah bisa tengkurap dan berbalik badan sendiri."

Tanpa menunggu persetujuan dari Allen, Zinnia menampilkan foto-foto dan video dari ponselnya yang sudah disiapkan agar Allen bisa melihatnya, mungkin agar lelaki itu tersentuh dan ingin menjemput anak dan istrinya pulang.

Namun, sayangnya, Allen hanya melempar pandangan sekilas. Ia menjawab singkat ketika Zinnia meminta pendapatnya, membuat wanita itu merasa sedikit sedih.

"Mereka masih tinggal di apartemen itu, Pak," tambah Zinnia, secara tidak langsung berharap Allen akan bertemu dengan mereka.

"Iya," jawab Allen, tetap tidak menunjukkan minat.

Zinnia sadar akan batasannya sebagai asisten rumah tangga. Tugasnya hanya sebatas memberikan informasi dan sedikit pandangan agar Allen tidak menyia-nyiakan keluarganya.

Wanita itu kemudian pergi meninggalkan Allen yang melanjutkan makan malam seorang diri.

Allen sebenarnya sama sekali tidak ingin tahu. Informasi dari Zinnia tentang kabar mereka sudah cukup baginya. Hanya saja, Allen tidak ingin melanjutkan hubungannya dengan Julia lagi.

Allen telah menetapkan keputusan mutlak dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, apapun yang dikatakan oleh Julia, tidak akan membuat Allen percaya, terutama jika melibatkan ide tentang pernikahan.

Bagi Allen, hal itu terasa sangat tidak mungkin. Ia tidak percaya bahwa dirinya akan membuat keputusan sebegitu tidak masuk akal.

***

Keesokan harinya, Allen menghadiri acara konferensi dan seminar arsitektur yang diadakan di sebuah gedung. Bagi Allen, ini adalah momen yang jarang ia alami sejak kecelakaan itu, di mana ia bisa berinteraksi dengan rekan-rekan seprofesinya dan mendapatkan inspirasi dari pameran untuk merancang desain baru.

Allen bertemu beberapa teman lama serta berkenalan dengan beberapa wajah baru. Acara tersebut penuh dengan kegembiraan dan sukses.

Setelah cukup berinteraksi dengan para tamu, lelaki itu memilih untuk menyendiri dan mengamati pameran. Dengan penuh ketekunan, ia memperhatikan setiap detail dengan seksama, mendalami dan mempelajari dengan sungguh-sungguh.


"Permisi,"

Allen mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Meskipun mencoba mengabaikannya dan fokus pada kegiatannya, suara itu semakin jelas. Dia menoleh dan menemukan wanita yang sedang mendorong stroller dan berbicara dengan seorang lelaki.

Allen berusaha untuk tetap tenang; wanita itu seprofesi dengannya, tidak aneh jika mereka bertemu di pameran seperti ini.

Dia berdiri tidak jauh dari Allen, sangat fokus dengan lawan bicaranya, dan ketika wanita itu pamit, dia tetap melambaikan tangan tanpa menghentikan langkahnya, sehingga saat dia melanjutkan langkahnya ke depan, Allen berdiri tepat di hadapannya.

Julia memekik terkejut saat tiba-tiba bertemu dengan Allen. Nyaris terjungkal, hak tinggi yang dipakainya tergelincir, dan Allen segera menangkap gagang stroller serta tangan Julia.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Allen khawatir.

"Nggak," Julia menggeleng cepat, namun rasa sakit di kakinya tidak bisa disembunyikan dengan ringisan kecil. "Terima kasih."

Julia melepaskan tangannya dari genggaman Allen dan hendak menjauh. Namun, baru dua langkah, tubuhnya tidak seimbang dan hampir jatuh.

Allen mendekat dan menawarkan bantuan. "Kaki kamu sepertinya keseleo."

Julia melihat kakinya yang memerah. Benar, dia mengalami cidera dan tidak sanggup berjalan lagi sambil mendorong stroller.

Beberapa tamu juga menawarkan bantuan kepada Julia, namun Allen, yang memiliki rasa kemanusiaan, mendahului orang lain. Meskipun pernah ada rasa benci yang mendalam dalam hatinya terhadap Julia, namun itu tidak akan membuatnya membiarkan seorang wanita kesulitan.

Julia tidak ingin menciptakan kekacauan atau menarik perhatian, sehingga dia tidak menolak tawaran bantuan dari Allen.

Mereka menyingkir ke tempat yang lebih sepi, di mana Allen membantu Julia duduk dan mengamankan stroller.

"Maaf, boleh saya periksa kaki kamu?" tanya Allen dengan sedikit canggung.

"Nggak apa-apa kok, sudah nggak terlalu sakit," tolak Julia.

Allen tetap bersikeras, berjongkok untuk memeriksa kaki Julia sambil melepaskan hak tinggi yang dipakainya.

Tindakan mendadak Allen membuat Julia kembali terkejut. Dia merasa sakit saat kaki ditahan dan ditekan pelan oleh Allen. Julia merintih kesakitan karena kakinya mulai membengkak.

"Kita perlu membawamu ke rumah sakit atau klinik," kata Allen sambil memandang Julia.

"Oke,"

"Biar saya antar,"

"Jangan, aku bisa sendiri," tolak Julia lagi.

"Saya nggak bisa membiarkan seseorang kesulitan. Saya nggak punya maksud lain," jelas Allen agar Julia tidak salah paham.

Julia mencoba berdiri, tapi kakinya terlalu sakit. Allen membantu dengan sigap, dan akhirnya Julia bersedia diajak ke klinik terdekat.

Allen melihat Finn tertidur pulas di stroller. Ia tidak bisa membawa keduanya sekaligus.

Allen kembali ke acara seminar dan meminta tolong kepada salah satu kenalannya untuk mendorong stroller ke klinik terdekat.

"Vi, bisa tolong bawa bayi?" pinta Allen sambil menunjuk stroller bayi.

"Tidur pulas, ya," gumam EVi. "Lucunya," Evi langsung tertarik dengan bayi itu.

"Allen," Julia memekik ketika lelaki itu menggendongnya. "Turunkan aku,"

"Tenanglah, kaki kamu nggak bisa digunakan untuk sementara waktu," bisik Allen dengan tenang.

Julia tidak berani berkata lebih banyak. Dengan ragu, ia memeluk leher Allen dan menundukkan kepalanya agar tidak bertatapan dengannya.

Mereka mengunjungi sebuah klinik di depan mal yang hanya membutuhkan berjalan kaki saja.

Evi menunggu di luar ruangan selagi Julia diperiksa oleh dokter. Evi menjaga Finn di luar sambil asyik bermain ponsel.

Sementara, Allen tetap mendampingi Julia bersama dokter, memperhatikan dengan cermat instruksi dari tenaga medis. Pada akhirnya, kaki Julia dibalut dengan perban.

Setelah selesai, Allen hendak menggendong Julia sambil memegang hak tinggi yang dipakainya.

"Allen, aku bisa sendiri," ucap Julia, mencoba menghentikan Allen agar menurunkan tubuhnya.

"Ingat kata dokter tadi. Kamu harus istirahat," jawab Allen, mengingatkan. "Vi, tolong bawain ke basement ya? Saya akan mengantar Julia pulang."

"Oke," jawab Evi dengan santai.

"Terima kasih, Evi," ucap Julia dengan ramah.

"Santai aja, Mbak."

Allen membawa Julia ke mobilnya. Wanita itu jelas panik, dia juga membawa kendaraannya. Sangat repot jika dia meninggalkan mobilnya di sana.

"Aku bawa mobil. Mobilku di sana,"

"Baiklah," Allen melanjutkan langkahnya ke mobil Julia. "Di mana kuncinya?"

"Ini," Julia mencoba mengeluarkan kunci dari tas kecil di pangkuannya. Setelah membuka kunci, lampu sein menyala.

Allen meletakkan Julia di kursi penumpang.

"Aku bisa mengemudi sendiri," protes Julia, menolak bantuan Allen untuk mengantarnya pulang.

"Gimana kamu bisa mengemudi dengan kaki yang dibalut perban seperti ini?" tanya Allen, mengingatkan Julia tentang keterbatasannya.

Allen menutup pintu mobil dan mengurus Finn di jok belakang beserta stroller. Julia menahan napas, melirik dari kaca spion, mengamati langkah-langkah Allen dengan cermat.

Ketika Allen kembali ke kursi pengemudi, Julia memprotes sikap lelaki itu, "Ini berlebihan."

"Saya akan mengantar kamu pulang. Di mana alamat kamu?" tanya Allen sambil mengemudikan mobil keluar dari area basement.

Julia tidak segera menjawab. Ia menundukkan kepala dan diam-diam menarik napas dalam. Julia merasa momen sebelumnya tidak seharusnya terjadi dan mereka berakhir seperti ini.

Setelah tiga bulan berpisah tanpa kabar, tiba-tiba Allen bersikap ramah padanya seolah hubungan mereka terjalin dengan baik.

"Kiri atau kanan?" tanya Allen sambil memperhatikan Julia.

Julia mengoperasikan layar monitor dengan diam, memasukkan alamatnya tanpa bicara. Kemudian, dia bersandar dan memandang keluar jendela.

Mobil terasa sunyi, hanya suara navigasi yang menunjukkan jalur menuju apartemen Julia, yang sudah diinformasikan oleh Zinnia sebelumnya.

Setibanya di apartemen Julia, wanita itu tidak lagi menolak bantuan Allen.

Seorang petugas membantu mereka mendorong stroller hingga ke pintu rumah Julia, sementara Allen menggendong Julia.

Seren sangat terkejut melihat keberadaan Allen hingga melupakan kondisi Julia.

"Seren, tolong bantu Ibu ke kamar," pinta Julia dengan lembut. "Biarkan Seren yang membantu," ucap Julia pada Allen, hendak ke kamarnya. "Terima kasih atas bantuannya."

"Baik, Bu." jawab Seren. "Kenapa kakinya dibalut begini, Bu?"

"Saya hanya keseleo,"

"Ada Bapak di sini, Bu?" bisik Seren penasaran.

Lelaki itu hanya bisa memandang Seren menopang Julia tertatih-tatih menuju kamar.

Dia menoleh pada bayi yang mulai rewel. Allen mengangkat Finn dari stroller dengan hati-hati dan menggendongnya. Bayi itu tampak asing pada lelaki itu, dis cemberut memandang Allen.

Allen mencoba menenangkan Finn dengan lembut, namun bayi itu menolak dengan keras, menangis dengan lantang, mengagetkan Allen.

"Seren, tolong bawa Finn ke sini. Sepertinya dia sudah lapar. Dan tutup pintu, ya," ucap Julia dari kamarnya saat Seren berada di pintu.

Julia sengaja melakukannya untuk mengusir Allen dari apartemennya.

Allen terkejut, merasa tidak dibutuhkan di sana. Tiba-tiba, ia merasakan sensasi Dejavu, berada di situasi yang serupa namun dengan peran yang berbeda.

"Maaf, Pak. Saya akan bawa Finn ke ibu," pinta Seren dengan hati-hati.

Allen enggan melepaskan Finn. Ia ingin terus menggendongnya. Bayi itu begitu mirip dengannya.

Lelaki itu tercekat, terpana oleh kemiripan yang begitu nyata antara mereka. Sesuatu yang selama ini ia tolak begitu keras, kini menyapanya dengan kuat.

***

Jakarta, 28 November 2023

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

19.1K 2.8K 8
(ON HOLD) Hestya tahu bahwa kemudahan dan kenikmatan hidup yang selama ini ia dapatkan berasal dari privilege yang disediakan oleh orangtuanya. Hingg...
1.5K 246 28
Naskah pilihan WattpadRomanceID kategori Kisah Klasik di Sekolah - periode Juli 2023 Terlalu klasik. Jatuh cinta dengan teman, sahabat, atau bahkan s...
3.2M 176K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
2.2M 102K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞