Thank God, It's You

By Minaayaaa

3.7K 761 1.1K

Ada hari di mana aku bangun dan tak ingin melakukan semua pekerjaan menyebalkan itu, hingga melihat siapa yan... More

1. Yang Tersembunyi
2. Tutorial Jadian
3. Solo, Mungkin Berarti Sendiri
4. Metro Pop Scene
5. Pertemuan Keempat
6. Rencana - Rencana
7. Terlalu Cepat
8. Our Fears
9. Roman Picisan
10. Wild Night
11. Kekacauan
12. Outcast
13. Tinggal Bersama
15. Kedatangan Glen
16. Ulang Tahun Mas Wafa
17. Thank God, it's Them
18. Berlatih Punya Anak
19. Masalah Asmara
20. Huru Hara Asmara
21. Bibit Bibit Tak Baik
22. Rintangan
23. Yang Paling Baik (Menurutku)

14. Apa Apaan!

128 31 53
By Minaayaaa


Yudha merasa sangat gugup, sementara Wafa justru tergelak tidak serius di bawah parasutnya yang sudah mulai terkembang.

Gadis itu sebenarnya menolak untuk melakukan kencan ekstrim semacam ini, apalagi terbilang sangat mahal untuknya.

Tapi Wafa mengatakan bahwa kegiatan ini sudah lama diidam idamkannya, dia terus merengek kepada Yudha untuk mau melakukannya dan menganggap ajakannya kali ini adalah hadiah untuk ulang tahunnya sendiri yang sebenarnya masih satu minggu lagi.

Beberapa hari sebelumnya ...

"Paragliding mahal!" Yudha langsung menolak ajakan kencan ekstrim kekasihnya itu.

"Aku yang bayar!" Wafa tetap ngotot.

"Kalau weekend satu orangnya sampai 700 ribu" Yudha langsung saja mencari tahu berapa fee yang harus dibayarkan untuk kegiatan yang membutuhkan guide dan asuransi jiwa itu.

"Aku udah booking yang paket buat berdua, 1juta duaratus aja, udah dapet dokumentasi juga, ayolah Yud" Tapi Wafa tak menyerah, dia tak hanya membujuk, dia memaksa Yudha.

"Astaga, satu juta duaratus bisa buat ngapa-ngapain sebulan?!" Yudha tentu saja melotot, uang segitu bisa untuk biaya makan seluruh orang di rumahnya.

"Sebulan paling dapet apa? Nasi bandeng sama gorengan, mending buat paralayang lah bisa beli kenangan!" Wafa tak biasanya begini, tapi kali ini dia sungguh ingin melakukan kegiatan memacu adrenalin itu bersama Yudha. Yudha harus merasakan debar jantung seperti dirinya.

"Ngapain kenangan kayak begitu, kenangan kita bisa foto atau nonton konser atau yang lain"

"Iya, nanti kita nonton konser habis paralayang, tapi belum ada konser yang aku pengen tonton sama kamu"

"Wafa! Bukan gitu masalahnya!" Mereka terus-terusan beradu argumen.

"Loh terus apa? Ayo lah Yud, plis aku pengen banget paragliding sama kamu!"

"Aku takut itu tinggi banget, nanti kalau kenapa -nama?"

"Eh bicara yang baik, kamu nggak akan kenapa-napa, safetynya oke aku udah cek!"

"Tapi kan , Fa ..."

"Yud, ayo lah, kasih aku early birthday gift" Wafa memotong pembicaraan Yudha.
"Yang lain aja lah kalau gitu!"
"Oke, tapi aku yang mau harganya satu juta dua ratus juga!"

"Wafa! Kamu kok gitu sih!"

Wafa tergelak puas, itu adalah perdebatan pertama mereka yang berakhir dimenangkannya. Kedua orang itu sedang berada di rooftop Solo Grand Mall yang sangat sepi menjelang senja. Tadinya mereka hanya ingin makan sepulang kerja, malah berakhir dengan menelusuri mall tua yang sudah tidak trend, tapi masih mampu bertahan itu.

Yudha sangat senang ke sini, dia bisa jalan-jalan ke mall dengan santai tanpa terlalu keras berpikir akan bertemu dengan murid atau orang tua murid.

Mereka tak akan mau ke sini.

"Ya udah deh, kalau nggak mau paragliding, aku punya penawaran satu juta dua ratus ke kamu sebagai budget perayaan ulang tahunku"

"Boleh"

"Tapi masih area Tawang Mangu dan sekitarnya juga"

"Sure, apa memangnya?"

"Nginep semalem di Hotel Nova Tawang Mangu" Jawab Wafa enteng dengan tatapan nakal sambil menyebutkan hotel bintang lima yang memiliki pemandangan luar biasa di atas pegunungan itu.

Yudha langsung melotot dan mencak mencak.

"Kamu gila!?" Katanya sambil mengamuk Wafa dengan pukulan-pukulannya yang kecil-kecil cabai rawit namun hanya terasa seperti gelitikan di dada wafa yang berbalut kaus hitam polos itu.

Tawa Wafa semakin keras.

"Terus maunya gimana?" Ujarnya lagi masih terkikik puas sambil mencekal lembut lengan kecil Yudha.

"M'masak nginep di hotel berdua, haram tauk!" Gadis itu berkacak pinggang dan membuat pacarnya semakin ingin menggodanya.

"Ya, kan kalau ga ngapa-ngapain juga gapapa kan, eh tau nggak di sana tu ada kolam renang yang diset mirip pantai, bayangin, di atas gunung tapi main pasir gitu seru kan?"

"Stop! Ya udah paralayang, para gliding, suka suka kamu!" Tukas gadis itu cemberut dan tersenyum setelah dihadiahi satu kecupan ringan penuh kemenangan.

Dan di sinilah mereka sekarang ...

Melayang-layang di atas udara yang dingin bersama seorang coach tandem yang berada di belakang samsak tempat duduk di bawah parasut besar yang membentang jauh di atas hutan - hutan pinus dan kebun teh di daerah Kemuning, wilayah pegunungan, satu setengah jam dari Solo.

Yudha sibuk berteriak meluapkan rasa takutnya, sementara Wafa dengan tenang tersenyum-senyum sambil mengabadikan apapun yang dilihatnya dari atas. Dia sudah membayangkan akan membuat beberapa videograph yang akan diunggah ke IG nya yang sudah jadi sarang laba-laba itu.

Wafa terpingkal mendengar suara Yudha yang terus menggema, dari kejauhan.

Satu persatu bucket list nya tercapai, salah satunya , tentu saja memacari gadis lucu itu.

Setengah jam kemudian mereka sudah berada di sebuah rumah teh. Seingat Wafa, ini adalah Tea House pertama di wilayah Kemuning. Letaknya benar-benar di dalam kebun teh yang masih beroperasi.

Hari pun gerimis, jadi mau tak mau mereka minum teh di dalam bangunan belanda itu.

Wafa memesan nasi goreng sementara Yudha hanya mengikuti apapun yang dipesan pacarnya, mereka berbagi chamomile tea dalam satu tea pot cantik, hingga Yudha berkali-kali mengabadikannya.

"Teko terus difoto, aku kapan?" Cibir Wafa sambil memotong telur mata sapinya.

"Mau? Nih nih nih" Yudha mengarahkan kamera ponselnya dan memfoto random kekasihnya yang tiba-tiba tersenyum cerah, berbanding terbalik dengan cuaca di luar.

"Gimana tadi paraglidingnya? Seru kan?" Tanya Wafa

Yudha mengangguk

"Aku itu pengen deh kamu mencoba banyak hal baru, kapan-kapan aku aja snorkling ya, deket-deket aja ke Karimun Jawa"

Yudha senang, tapi sepertinya ada embel-embel dari kalimat Wafa.

"Ya aku mau sih, tapi kesannya kok aku kayak orang kuper gitu yah?" Ujar Yudha bersungut.

Wafa tersenyum kemudian menjawabnya "Ya kamu sih kalau pengetahuan sama teori ini itu udah paling mutakhir sedunia, tapi kan orang perlu praktik, kuliah aja ada KKN nya, masak hidup enggak!"

"Mau bilang aku kurang piknik?"

"Ya gitu sih kasarnya"

Lalu mereka berdua diam, Wafa tiba-tiba kaget sendiri dengan ucapannya , dia terlalu nyaman dengan Yudha sehingga lupa bahwa Yudha bukanlah Dae, atau Glen, atau Chalize yang biasa ceplas ceplos dengannya.

Wafa baru akan meminta maaf, tapi Yudha sudah mendahuluinya.

"Berapa biaya kalau harus ke sana" Ujar gadis itu serius, dia punya uang sebenarnya, tapi tak pernah ada teman atau kesempatan untuk piknik yang agak jauh. Dulu Yudha pernah berharap kalau dia punya pacar, dia akan menggunakan separuh tabungannya untuk bersenang-senang menjelajah banyak tempat bersama. Dan mungkin inilah saatnya.

"Tenang, it's on me!" Jawab Wafa menjaga harga diri patriarkinya.

"Kamu pikir aku kurang piknik karena nggak ada uang! Aku kurang piknik karena nggak ada yang ngajakin!"

"Sumpe?" Ujar Wafa kaget

"Mohon maaf Bapak Wafa Adichandra, saya nggak semiskin yang bapak kira" Kata Yudha santai sambil berpose mohon maaf lahir dan batin .

"Asiik... ini semua kamu yang bayar donk!"

"Boleh, nambah juga boleh!" Kata Yudha senang.

Itulah mengapa Yudha sangat mencintai Wafa, laki-laki itu tak pernah merasa terganggu dengan segala keberdayaannya. Wafa kadang mengeluh, meminta pendapat, minta didengarkan, tak protes kalau dibayari, tak cerewet dengan apapun yang dikenakan Yudha dan menghormati pilihan gadis itu. Di sisi lain, Wafa tetap melindunginya, mengayomi, di saat-saat yang buruk lelaki itu akan selalu memiliki tindakan atau perkataan yang tepat sehingga Yudha tenang memiliki Wafa.

"Kita mau ke mana?" Tanya Yudha sambil mengeratkan pegangannya sebab jalan terus menanjak.

Selepas hujan mereka pun berangkat lagi. Hari ini pokoknya mereka akan piknik seharian, seperti apa yang mereka sepakati.

"Ke Sukuh" Ujar Wafa yang fokus mengendarai motor barunya.

"Candi?"

"Iya lah, ke mana lagi?"

"Ngapain?"

"Nunjukin candi ke kamu, kan belum pernah!"

"Lihat di internet pernah!"

"Dih! Dasar kuper!"

Tak lama mereka pun sampai di depan candi dengan arsitektur unik seperti candi-candi di Inca, padahal tak ada hubungannya.

Yudha sangat suka sejarah, dia suka teori-teori konspirasi aneh yang belum ada buktinya, oleh karenanya Wafa memberinya "makan" semua rasa ingin tahunya itu. Mereka bergandengan tangan di Sukuh yang dingin selepas hujan dan kabut mulai turun.

Hawa mistis namun menyegarkan pun langsung menyelimuti area itu. Wafa berlagak seperti tourguide, menceritakan bagaimana sejarah candi ini bisa ada. Yudha hanya manggut-manggut penuh kekaguman memandangi bentuk arca-arca yang tampak berbeda dengan candi-candi lain di Jawa Tengah.

"Ini mirip alien ya?" Ujar Yudha memperhatikan arca garuda, dan Wafa mengangguk.

"Katanya bentuknya aneh bukan karena alien, tapi karena dibuat oleh tukang kayu, kamu lihat lambang mata hari itu, itu lambang Majapahit, mereka dulu lari terdesak hingga ke sini, sampai-sampai nggak ada tukang andal dari kota untuk membuat candi, ya udah tukang seadanya aja!"

"Tapi hasilnya unik, aku suka banget candi ini, mulai sekarang ini candi favoritku!"

***

"Ngapain ke Candi Borobudur!I Hate that place!" Ujar Glen di sambungan telepon

"Lho , kamu pikir aku enggak! Aku cuma inget kasus perselingkuhan kamu di masa lalu tiap kali aku ke Magelang!" Ujar gadis itu sambil masih memantau laporan penjualan hari ini dari layar laptopnya.

"Udah lah Lize, jangan diinget-inget terus, yang ada malah hubungan kita renggang, mana LDR lagi!" Sungut Glen sambil turun dari treadmill nya di hari Minggu ini tentu saja dia tak bekerja.

"Iya deh iya, sayang ku tuan muda Glen, eh udahan dulu ya, aku harus fokus banget nih!" Kata Chalize.

"Lho, dari pagi kamu belum selesai kerja, udah jam berapa ini ya tuhan, pulang sana! Hampir Maghrib lho!" Glen menjadi panik

"Nggak bisa, kontainernya baru datang satu jam lagi, loadingnya juga bisa dua jam lebih, aku baru bisa pulang jam 10 an lah!" Ujar Chalize dambil berdiri dan merenggangkan badannya.

Sudah hampir satu bulan dia bekerja di Solo, karena Glen juga yang banyak mendukung dan mengajarinya mengenai masalah keuangan dan bisnis, juga tangan kanan papanya, Mas Ari, Chalize sedikit-sedikit sudah mampu mengendalikan perusahaannya. Dia bangun pagi-pagi dan menyetir sendiri sampai ke pabrik. Di pagi hari biasanya dia lalui dengan briefing kemudian memeriksa laporan, agak siang dia akan berkeliling pabrik, menyapa sekaligus mengawasi pekerjaan anak buahnya. Setelah itu dia akan bekerja sampai jam 5 sore kecuali ada loading ekspor seperti ini yang biasanya akan berlangsung dua minggu sekali.

Biasanya loading akan dilakukan di hari kerja, itupun pagi sampai siang, namun karena permintaan sedikit meningkat menjelang natal dan tahun baru, Chalize dan beberapa pegawainya pun terpaksa lembur,

"Lize, aku mau bicara sama Mas Ari kalau gitu!" Glen memang langsung minta dikenalkan dengan semua pegawai kepercayaan Chalize di sana terutama yang laki-laki.

"Nggak bisa, Mas Ari bahkan lebih sibuk dari aku." Jawab Chalize tenang sambil menandatangani beberapa dokumen.

Glen mondar mandir di dalam kamarnya, hari ini rumahnya sepi sebab semua keluarganya sedang piknik ke Borobudur karena Oma dan Opa entah mengapa ingin ke sana.

"Ya udah kalau gitu minta Wafa ke sana buat nemenin kamu, atau jemput kamu!"

"Nggak bisa juga, Mas Wafa lagi pacaran, sama itu ..."

"Si Idha?"

"Idha Idha, Yudha! Awas aja kalau kamu berani ganggu Mas Wafa pacaran!"

"Dih! Emang aku Ibuknya Wafa!"

Chalize memang menceritakan semuanya kepada Glen, lagi pula apa sih essensi pembicaraan LDR mereka kalau bukan membicarakan Wafa. Seseru itu, apalagi waktu Wafa dan ibunya saling mendiamkan satu sama lain selama seminggu penuh sebab Wafa lebih memilih menemui Yudha daripada ikut iring-iringan acara besanan Omnya, hal itu terjadi karena Ibunya tak mengizinkan Wafa mengajak Yudha ke acara keluarga.

Kedua orang itu sama - sama keras kepalanya.

Glen sesungguhnya iba kepada Wafa dan Yudha, tapi kegosipan ini lebih seru daripada semua itu.

"Ya udah sih Glen, nanti kalau kemaleman aku bisa tidur di sini!" Ujar Chalize menyelesaikan halaman terakhir lembar persetujuan barang keluarnya.

"NGGAK! Nggak bisa, aku telepon Dae aja lah!"

"Glen, mas Dae masih di Paris"

"Hah! Ini apa sih sebenernya, gimana sih? Ya udah aku ke sana sekarang!"

"Daripada aku nunggu kamu kan sama aja Glen, kamu pikir sedekat itu?"

Glen frustrasi , dia menyandarkan tubuh bongsor berbalut tshirt abu abu andalannya yang sudah melar dan basah karena keringat itu di tembok kamarnya.

"Aku sedih banget nggak bisa ngapa ngapain!" Ujar Glen

"Kenapa sedih sih, harusnya kamu seneng donk, aku sekarang udah bisa ngapa-ngapain dan nggak terlalu bergantung sama orang"

"Nanti kalau kamu udah mandiri kamu nggak butuh aku"

"Dih! Benci banget sama pikiran kamu! Kalau kamu bukan Glen, aku nggak bisa ngapa - ngapain pun aku nggak butuh kamu!"

Glen menegakkan badannya, mencoba mencerna apa yang dikatakan Chalize. Kemudian lelaki itu tersenyum.

"Aaa... makin sayang deh, I'm so proud of you Lize"

"Ya udah, aku kerja dulu ya!"

"Iya, selamat bekerja, jangan lupa telepon kalau udah selesai, nanti aku temenin selama perjalanan pulang ke rumah Wafa!"

"Siap tuan muda!"

Chalize menutup teleponnya, sesaat sebelum Mas Ari masuk dan mengabarkan bahwa truk kontainernya sudah datang.

***

Benar saja, sekitar jam 9.30 malam Chalize selesai dari pabrik, Glen belum tidur, dengan semangat dia pun menemani Chalize selama 45 menit perjalanan pulang. Chalize memarkirkan mobilnya di lahan sewa parkir mobil, beberapa meter dari rumah Wafa. Jaman sekarang sudah tak boleh lagi memarkir di pinggir jalan, bisa kena denda.

Chalize sudah mengabari ibu Wafa kalau dia akan pulang malam sebab ada pekerjaan, si Ibu hanya mengiakan dan meminta dia berhati-hati.

Chalize sedang berjalan setelah mengucapkan terima kasih kepada bapak penjaga sewa parkir itu menuju rumah wafa, sewaktu sebuah sepeda motor menyebelahinya.

"Naik!" Ujar Wafa sambil tersenyum.

"Lah, baru pulang kencannya!" Ujar Chalize sambil tergelak dan naik ke atas motor Wafa.

"Biasa lah anak muda!"

"Dih ngapain aja, berangkat jam 6 pulang jam berapa nih? Jam 10? Gila banget, aku sama Glen aja nggak segitunya!"

"Ya nggak segitunya orang kalian tidur bareng!"

"Sumpah enggak!"

"Iya! Aduin Dae ah!"

"Enggak ih Mas Wafa!"

Mereka terus bercanda sampai di depan rumah Wafa, yang tampak gelap dan sepi.

"Lho Mas, kok gelap sih? Apa mati lampu? Tapi tetangga-tetangga enggak tuh, eh mobil bapak kok nggak ada?" Tanya Chalize yang mencobamembuka pintu dengan kunci yang dimilikinya.

"Bentar aku telepon ibu dulu ya!"

Chalize mengangguk lalu masuk dan menyalakan semua lampu di rumah yang ternyata kosong itu. Chalize tak berpikir panjang, dia langsung bergegas mandi melepas penat.

"Halo buk, ini Wafa sama Chalize barusan pulang, ibu sama bapak ke mana?" Tanya Wafa di sambungan telepon.

"Oh ibu di rumah Yura, ya udah, kalian sudah makan?" Tanya Si Ibu yang masih menonton sinetron di kamar tamu milik anaknya didampingi suaminya yang mulai mengantuk itu.

"Aku sih udah, nggak tahu kalau Chalize, ibu ini udah mau pulang? Emang kenapa ke rumah Mbak Yura sampai malam? Ada yang sakit?"

"Enggak, semua sehat, ibu pulang besok, kamu di rumah ya, sama Chalize" Ujar ibunya sambil tersenyum licik, kemudian mematikan telepon.

"Memangnya nggak kelewatan Bu?" Ujar ayah Wafa setelah Si Ibu menutup teleponnya.

"Perlu usaha lebih Pak!" Dalih ibu itu

"Buk, nanti kalau kenapa-napa bagaimana?" bapak itu percaya anaknya tidak akan berbuat macam-macam, tapi nafsu setan siapa yang tahu.

"Yah kalau nggak kenapa-napa pun, mereka akan semakin akrab, makin mudah jodohinnya, apalagi kalau kenapa-napa"

"Istighfar Bu"

"Udah, bapak tenang aja, mau nggak punya mantu Chalize?" Ujarnya genit penuh harap.

"Ya mau lah!" Kata bapak yang hanya iya iya saja semenjak pensiun itu.

***

Chalize keluar kamar mandi dengan piama birunya bergambar anjing poodle putih lucu yang dibelikan Glen sewaktu pacarnya itu ke Korea bersama ibunya. Diasaknya rambutnya yang basah dengan handuk putih tanggung lebut itu.

Wafa masuk ke dalam rumah dengan wajah muram super kesal setelah ibunya memutuskan sambungan dan tak menjawab panggilannya lagi. Wafa merasa kali ini orang tuanya benar-benar sudah keterlaluan.

"Mas Wafa kenapa?" Tanya Chalize melihat Wafa

Wafa bingung harus menjawab bagaimana.

"Ibu sama bapak ke mana?"

"Di rumah Mbak Yura"

"Hmm malem banget, emang bapak masih bisa lihat nyetir malem-malem"

"Katanya sih mau pulang besok pagi" Jawab Wafa takut-takut

"Ooo.. ya udah sih, aku tidur dulu ya" Dengan santai Chalize masuk ke kamarnya, dia masih ada janji untuk sleep call dengan Glen yang tak bisa tidur.

Wafa hanya terdiam, dia duduk di ruang makan sambil memijit kepalanya. Panas hantinya dengan semua kelakuan orang tuanya. Tentusaja dia tak enak pada Chalize dan Glen jika seperti ini. Lebih-lebih pada Yudha.

"Ya Tuhan ini aku harus bagaimana, apa sopan di rumah berduaan sama Chalize, masih mending kalau Glen, ya aku tau aku nggak ngapa ngapain, aduh nanti Dae mikir apa?!" Di tengah-tengah kebingungannya, Wafa yang bahkan masih mengenakan bajunya sedari pagi itu mendengar teleponnya berbunyi.

Tanpa melihat siapa peneleponnya dia pun mengangkatnya.

"Ya halo"

"KELUAR NGGAK LO DARI RUMAH ITU! MAU MATI YA, DUA DUAAN DI RUMAH SAMA CHALIZE! BANGSAT!"

Wafa menjauhkan teleponnya sebab Glen sudah berteriak-teriak seperti orang kesurupan.

Glen sebenarnya ingin mengumpat kepada orang tua Wafa, tapi dia masih punya adab dan sopan santun, jadi diamuknya saja Si Wafa.

Wafa sendiri hanya iya iya, tak mungkin juga dijelaskannya duduk perkaranya, hanya akan membuat Glen menjatuhkan bom atom di Solo, Klaten, dan Jogja kemudian menghancurkan peradaban dunia.

"I'iya aku - aku habis ini keluar" Ujarnya sambil menutup telepon.

Tak lama Chalize sudah di ambang pintu

"Mas , Glen marah ya? Maaf aku cerita, aku kira nggak kenapa-napa, tapi dia marah"

"Lize, nggak papa, malah aneh kalau Glen ga marah, ya udah aku cari hotel deh!"

"Tapi Mas, aku takut di rumah sendirian, mas inget kan waktu yang di pabrik, aku tau itu bukan hantu tapi aku takut!" Chalize sudah hampir menangis, ini sudah pukul setengah 11 malam dan dia sangat lelah, tapi mengapa kondisi harus seperti ini.

Wafa berpikir keras, tak lama ponselnya berbunyi, satu dari Glen yang tak perlu dibacanya karena mengandung cacian dan satunya dar Yudha.

"Ah, YUDHA!" Ujar Wafa seolah baru saja menemukan rumus dan berteriak EUREKA!!!

"Pakai jaket bawa hape!" Perintah Wafa

"Mau ke mana Mas?"

"Katanya mau kenalan sama Yudha!"

***

Yudha bangun lagi dari tidurnya saat Wafa menghubunginya, katanya ada masalah penting dan Wafa butuh bantuannya.

Gadis itu belum tahu apa yang terjadi, dia kaget setengah mati ketika membuka pintu rumahnya untuk Wafa, tiba-tiba ada seorang gadis cantik memakai piama nampak dari balik lelaki bongsor itu.

"Yud, kenalin ini Chalize"

Chalize mengulurkan tangannya dengan ramah, sementara Yudha rasanya ingin pingsan. Bayangkan saja harus berkenalan dengan perempuan cantik yang dibonceng pacarnya di malam Senin yang tinggal beberapa jam saja.

Ya tuhan, bukan begini cara berkenalan yang benar. Rasanya Yudha ingin paragliding selamanya atau menjadi arca di Sukuh saja!

Bersambung

Vote! 🧡💙🌼

Komen yang banyak hehehehhe

Continue Reading

You'll Also Like

3.9K 778 13
Dan akhirnya selalu ada batas dalam setiap perjalanan, dan selalu ada kata selesai untuk sesuatu yang dimulai.
12.9K 1.7K 21
Semester tua = Kemacetan lalu lintas kehidupan. BTS - RED VELVET/ FANFICTION / Storyline and Art by Purpleperiwinkle / 2021
3.9M 42.3K 33
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
53.1K 9.3K 60
"Gue pacarin, kalo lo bilang suka gue." "Suka aja nggak apa-apa. Gue udah soalnya."