Hakim

By ulagstn_

1.3M 76.2K 3.9K

[Revisi] Kalian percaya cinta pada pandangan pertama? Hakim tidak, awalnya tidak. Bahkan saat hatinya berdesi... More

1. Jayabaya 8-A
2. Lanjutan Kisah Kemarin
3. Kenapa Dipanggil Gus?
4. Di Belakang Asya
5. Kamu Siap?
6. Humaira-nya Saya
7. Asya Suka
8. Bandung dan Kembangnya
9. Rumah Kita
10. Pengering Rambut
11. Suami Asya
12. Wanita Terpantas
13. Satu Dua Hal Penggugur Dosa
14. Mas Hakim Nakal
15. Letupan Kecil
16. Riba Cinta
17. Kita, Bandung dan Hujan
18. Kerikil
19. Janji Hakim
20. Usaha Kita
21. Cemburu Secara Ugal-ugalan
22. Semua Milik Allah
23. Mencintai Kehilangan
24. Hadiah Saya
25. Gara-gara Si Bungsu
26. Karena Allah
27. Penyakit Apa?
28. Nikmat Allah
29. Porsi Ujian
30. Fufu
32. Baginda Ratu
33. Buka Puasa
34. Terima Kasih
35. Ombak
36. Anomali
37. Kembali Ke Pelabuhan
38. Sekali Lagi?
39. Surat Perjanjian
40. Merayu
41. Waktu Yang Berlanjut
42. Satu Tahun
43. Asya Di Sini
44. Baby Blues
45. Obrolan Dini Hari
46. Panas
47. To The Moon And Back
48. Bubu
49. Terima Kasih, Ayah!
50. Nanti Kita Seperti Ini
HiLal
Secret Part
Mas Husain

31. Panas Dingin

21.6K 1.4K 59
By ulagstn_


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Sudah seminggu lebih puasa Ramadhan berlangsung, selama itu juga Asya tetap berpuasa. Setelah kejadian flek terakhir kali, alhamdulilah itu tidak terjadi lagi, hanya saja Asya tetap was-was, dia benar-benar tidak melakukan pekerjaan rumah sama sekali. Memasak dan bersih-bersih digantikan bibi dan mencuci digantikan Hakim karena Asya tidak ingin bajunya dicuci orang lain.

Asya mengembuskan napas kasar, dia sedang merebahkan tubuhnya di sofa, kakinya naik ke paha Hakim yang duduk di ujung sofa yang lain, mereka sedang menonton televisi. Hakim menoleh, tangannya berhenti memijat kaki Asya.

"Kenapa?" Tanya Hakim,
"Bosen deh, main yu Mas." Ajak Asya

Hakim melihat jam dinding, masih pukul enam pagi. Tadi setelah subuh, mereka mengaji sebentar lalu setelahnya turun ke ruang keluarga karena Asya ingin menonton.

"Main kemana jam segini?" Tanya Hakim,

Asya tidak menjawab, dia menatap langit-langit rumah yang terlihat sangat tinggi. Tiba-tiba dia terpikir sesuatu.

"Pengen belanja tapi Asya ga punya uang." Gumam Asya "semenjak nikah, Asya jadi kere." Lanjutnya,

Hakim menaikkan sebelah alisnya, kere? Dia tidak pernah telat mentransfer uang bulanan untuk Asya, dan itu cukup banyak, uang bulanan Asya sudah kembali normal bulan ini.

"Uang bulanannya habis? Kenapa tidak bilang? Sebentar saya trans-"
"Ish kok ga peka sih?!"
"Hah? Ini kan saya mau transfer."
"Bukan itu lho Mas,"
"Terus apa? Katanya uangnya habis?"
"Uang itu masih banyak, tapi dompet Asya yang kosong. Masa gitu aja harus dijelasin?!"

Hakim mengusap tengkuknya pelan, mana dia tahu?

"Ya sudah mana dompetnya?" Tanya Hakim,

Asya tersenyum girang lalu memberikan dompetnya kepada Hakim, sedangkan Hakim hanya menggelengkan kepalanya pelan. Yang Asya inginkan adalah uang jajan, bukan belanja, belanja yang dia maksud adalah jajan.

Hakim mengambil dompetnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dan memasukkannya ke dalam dompet Asya. Setelah itu kembali memberikan dompet itu kepada Asya yang sudah tersenyum sejak tadi.

"Apa bedanya jajan uang tunai sama digital? Ada-ada saja kamu ini." Ucap Hakim, "lagian kamu bisa tarik tunai kalau ingin pegang uang tunai." Lanjut Hakim,

"Kamu ga ikhlas? Ya udah nih nih ambil lagi. Ga perlu Asya uang kamu." Ucap Asya melempar dompetnya lalu berdiri hendak pergi tapi Hakim dengan cepat menahan tangannya.

"Ga gitu sayang, duduk dulu. Tidak boleh emosi, sedang puasa." Ucap Hakim sambil menarik Asya ke pangkuannya lalu mengelus dadanya pelan,

"Sabar, sedang puasa. Sabar ya hati Asya." Ucap Hakim
"Asya tu udah sabar ya, kamunya aja yang nyebelin."
"Iya saya yang salah, tapi kamu tidak boleh langsung pergi seperti itu, apalagi kalau jalan cepat dan lari. Asya sekarang tidak sendiri, sayang. Ada Fufu di perut Asya, jadi harus lebih sabar dan hati-hati ya?"

Asya melengkungkan bibirnya ke bawah, dia kesal karena Hakim benar.

"Saya ikhlas kok, nanti saya yang tarik tunai lebih banyak buat jajan Asya. Kalau habis langsung bilang ya?" Ucap Hakim,

Asya mengangguk pelan, masih cemberut.

"Senyum dong, kan saya sudah minta maaf."
"Ga mau, dari tadi panggilannya Asya Asya terus."

Hakim terkekeh, lalu mengecup pipi Asya.

"Iya humairaku."

Hakim mengangkat Asya pelan agar berdiri, lalu dia ikut berdiri.

"Kita berjemur di halaman belakang, setelah itu baru kira jalan-jalan." Ajak Hakim
"Jalan-jalan kemana?"
"Kemana saja, mumpung saya libur."

Mereka berjalan ke halaman belakang, Hakim mengambil kursi plastik kecil dan menyuruh Asya untuk duduk, sedangkan dia berdiri di belakang. Halaman belakang rumah mereka berukuran kecil, sebenarnya hanya untuk menjemur baju dan menyimpan barang tidak terpakai, dikelilingi tembok tinggi tapi cahaya matahari bisa masuk dengan mudah, mungkin kedepannya Hakim akan membuat bangku dari kayu dan menanam rumput agar terlihat lebih bagus.

Hakim membuka khimar Asya, menyimpannya di gantungan jemuran, lalu membuka ikatan rambutnya.

"Jadi tidak potong rambut?" Tanya Hakim, Asya menoleh.
"Cantikan pendek atau panjang?" Tanya Asya
"Pendek cantik, panjang juga cantik, humaira mau botak sekalipun tetap cantik, sayang."
"Gombal."

Hakim terkekeh, menyisir rambut Asya pelan menggunakan tangannya lalu mengkepangnya.

"Asya ga bisa kepang rambut, kalo misal nanti Fufu itu Khadijah terus dia minta kepang rambut, gimana dong?"
"Ya ga gimana gimana, kan saya bisa."
"Mas kok bisa kepang rambut?"
"Dulu waktu kecil rambut saya sama bang Hilmi itu panjang, rambut kita sering dikepang sama bunda, jadi saya juga bisa kepang."
"Masa? Bukan bisa karena suka kepangin rambut cewe lain kan?"
"Astagfirullah ya engga dong sayang."
"Kali aja."

Hakim menghela napas pelan, menyelesaikan kepangan rambut Asya lalu kembali memakaikan khimarnya. Setelah itu mereka sama-sama diam menikmati rasa hangat dari cahaya matahari. Hakim mengambil ponsel dari sakunya, ada pesan masuk.

"Kenapa?" Tanya Asya,

Hakim menunjukkan ponselnya kepada Asya, pesan dari Sandi. Seorang penyuplai ingin mengirim barangnya hari ini.

"Boleh saya pergi?" Tanya Hakim,
"Katanya mau jalan-jalan, kan ini hari Minggu. Besok aja gitu, atau kak Sandi aja."
"Ya sudah, ayo ke dalam, sudah mulai panas."

Mereka kembali ke dalam, duduk di sofa dan kembali menyalakan televisi. Hakim membalas pesan Sandi, Asya hanya memperhatikan.

"Ya udah deh, kalo mau pergi gapapa. Sore aja jalan-jalannya." Ucap Asya pelan, Hakim menoleh.
"Bener?"
"Heem, tapi harus jadi."
"Kalau tidak bisa sore, malam saja ya? Setelah tarawih, boleh?"
"Kalo malem Asya keburu ngantuk, Mas tau sendiri sekarang Asya tidur cepet terus. Ya udah deh ga usah, gapapa."
"Ya sudah saya tidak usah pergi, kita jalan-jalan siang saja ya."

Asya menggeleng pelan, mungkin pekerjaan di kantor penting. Dia juga sedikit lelah dan ingin tidur saja siang ini.

"Beneran gapapa, Asya juga mau tidur sambil nunggu Mas pulang."
"Tapi kamu sendirian di rumah."
"Gapapa, Mas."

Ponsel Asya berdering membuat percakapan mereka terhenti, nama Hanum tertera di layar. Asya menunjukkan pada Hakim dan Hakim langsung mengangguk.

"Assalamualaikum Hanum."
"Waalaikumsalam Sya, main yu Sya. Udah lama ga main."
"Main? Kemana? Tiba-tiba banget."
"Kemana aja, mumpung aku dapet libur."
"Males ah."
"Mentang mentang udah nikah, sekarang ga mau main sama aku ya?"
"Ga gitu Hanum cantik, ya udah bentar aku izin suami dulu."

Asya langsung menoleh ke arah Hakim,

"Boleh ga main sama Hanum?" Tanya Asya
"Kemana?"
"Ga tau."
"Tanya dulu."

Asya mengangguk, kali ini langsung menekan tombol pengeras suara agar Hakim bisa langsung mendengar.

"Halo Hanum, kemana katanya?"
"Ga tau sih, kamu lagi haid ga? Aku iya nih, kalo samaan kita jajan aja yu."

Asya kembali menoleh ke arah Hakim, dan kali ini Hakim langsung menggeleng.

"Main di rumah saja, suruh Hanum ke sini. Nanti setelah Hanum ke sini, baru saya pergi." Ucap Hakim,

Asya cemberut tapi tetap menurut, mengatakan kepada Hanum untuk datang ke rumahnya. Hanum langsung mengiyakan, dia memang sudah beberapa kali berkunjung.

"Walaupun Asya memang boleh untuk tidak berpuasa, tapi kalau batal hanya demi jajan bareng sama teman kan tidak baik, sayang." Ucap Hakim mengingatkan saat melihat Asya masih cemberut. Hakim menarik Asya ke pelukannya lalu mengecupi wajah Asya.

"Belum pergi saja, saya sudah kangen sama kamu."
"Jangan lama-lama ya."
"Saya usahakan pulang sebelum asar, atau paling telat jam lima."

Asya mengangguk, mereka beranjak ke kamar, Hakim membersihkan dirinya lalu berganti baju dengan baju yang sudah Asya siapkan. Asya juga mengganti abaya dan khimarnya. Tidak lama kemudian, terdengar suara bel. Mereka kembali turun, dan ternyata Hanum sudah sampai.

"Assalamualaikum," salam Hanum,
"Waalaikumsalam." Jawab Asya dan Hakim,

Hanum dipersilakan masuk, sekarang dia sudah lebih ramah kepada Hakim.

"Maaf ya, saya ada urusan, tidak bisa menemani kalian." Ucap Hakim kepada Hanum sebelum dia pergi, Hanum hanya mengangguk.

"Nitip Asya ya, Num. Jewer saja kalau aneh-aneh." Lanjut Hakim membuat Asya melotot,

"Udah sana pergi, udah siang." Usir Asya
"Iya iya, hati-hati di rumah Assalamualaikum." Ucap Hakim lalu mencup kening Asya dan berjalan ke luar rumah.

Asya kembali ke ruang keluarga, mengambilkan minum untuk Hanum yang sedang tidak berpuasa.

"Maaf ya aku haus banget." Ucap Hanum diangguki Asya. Asya juga membuat cemilan dadakan untuk Hanum, sambil mengobrol di dapur.

"Kamu punya kenalan yg kaya Gus Hakim ga?" Tanya Hanum
"Kaya Gus Hakim?"
"Iya, Gus juga atau Ustadz, jodohin aku dong. Kan lagi tren tuh dijodohin temen sampe pelaminan."

Asya tertawa pelan. Sepanjang siang, mereka mengobrol kesana kemari, sudah dua kali Asya membuat cemilan untuk Hanum, dia juga baru selesai sholat asar, tapi Hakim belum kembali. Tiba-tiba, berbunyi dan terdengar ketukan pintu.

Tok.. tok..

"Assalamualaikum Bu Asya."

Asya berjalan ke depan dan membuka pintu sambil menjawab salam. Ternyata bu RT.

"Iuran wajib, Bu." Ucap bu RT
"Oh iya, sebentar ya Bu, saya ambil kartu sama uangnya dulu."

Asya mempersilakan bu RT untuk masuk dan menunggu di dalam selagi dia mengambil kartu. Untung saja tadi Hakim memberinya uang tunai. Asya kembali membawa kartunya dan menyerahkannya kepada bu RT,

"Bu Asya ga ke bazar?"
"Bazar? Di mana Bu?"
"Di dekat masjid, sudah pada buka lho, saya juga jualan nanti di sana."
"Oh iya? Insyaallah nanti saya ke sana deh."
"Mampir ya Bu, jajan di saya."

Asya terkekeh lalu mengangguk, setelah selesai, dia kembali ke dalam dan mengajak Hanum untuk jajan.

"Eh bentar, izin dulu." Ucap Asya kembali duduk di sofa, Hanum hanya mendengus sebal.

Kini giliran Asya yang mendengus sebal, bagaimana bisa jajan hanya lima belas menit? Asya menghela napas, tidak apa lah, daripada tidak jadi, pikirnya. Mereka keluar dan mengunci pintu, lalu berjalan ke arah masjid. Terlihat dari jauh memang sudah ramai, terutama anak kecil.

Tujuan pertama Asya adalah penjual pisang aroma, harum sekali, Asya hampir meneteskan air liurnya saat berjalan mendekat.

"Kina?"

Asya dan Hanum menoleh, ada Sulaiman di sana, menggendong seorang anak kecil.

"Siapa Papa?" Tanyanya pelan,
"Tante Kina, ayo kenalan dulu."

Anak kecil itu turun dari gendongan Sulaiman lalu mengulurkan tangannya. Asya dengan ragu membalas uluran tangannya.

"Nama aku Iblahim,"
"Nama Tante Asya."
"Bukan Kina?"
"Bukan, Asya."

Anak itu mengangguk, lalu berkenalan dengan Hanum, setelah itu kembali menggenggam tangan Sulaiman.

"Ini Ibrahim, anak aku." Ucap Sulaiman memperjelas,

Asya hanya mengangguk kecil, kembali memandang ke arah lain.

"Kamu atau Hanum yang tinggal di daerah sini? Saya baru pindah beberapa hari lalu ke komplek sini." Tanya Sulaiman,

Asya tidak menjawab, tapi Sulaiman langsung paham.

"Kina, bisa ga kira-kira kalau ada waktu, kita bicara berdua?" Tanya Sulaiman, Asya langsung menoleh dan mengangkat sebelah alisnya.

"Maksudnya-"

"Humaira." Panggilan itu membuat mereka menoleh, Hakim sedang tersenyum berjalan ke arah mereka. Asya langsung menyalami Hakim. Dan Hakim langsung menyapa mereka.

"Oh kamu juga tinggal di sini?" Tanya Hakim,
"Iya baru pindah," jawab Sulaiman diangguki Hakim, pandangan Hakim beralih kepada anak kecil di samping Sulaiman,

"Halo adek, namanya siapa?" Tanya Hakim,
"Iblahim."

Hakim tersenyum lalu mengajak mereka sedikit mengobrol, setelah selesai, Asya langsung mengajak Hanum dan Hakim ke penjual yang lain.

"Kayanya aku harus pulang." Ucap Hanum pelan saat merasakan atmosfer di sekitar mereka memanas, tidak ada percakapan lagi diantara mereka. Akhirnya Hanum memutuskan untuk pulang setelah selesai membeli jajan, dia langsung memesan ojek online dan pulang dari tempat bazar tanpa kembali ke rumah Hakim dan Asya.

Sedangkan Asya dan Hakim berjalan pulang dalam keadaan hening. Sampai di rumah, Asya langsung ke dapur dan menyimpan semua jajanannya untuk buka nanti, juga mulai mempersiapkan untuk buka nanti.

"Kamu tahu dia pindah ke komplek ini?" Tanya Hakim,
"Engga." Jawab Asya singkat,
"Kamu kasih tahu dia kalau kita tinggal di sini?"

Asya berbalik dan menatap Hakim garang, kenapa Hakim berpikir seperti itu?

"Maksudnya apa? Kok tanya kaya gitu?" Tanya Asya
"Kali aja kamu kasih tahu dia."
"Kamu ni anggap aku apa sih? Emang aku kelihatan kaya cewe yang suka berhubungan sama mantan? Berkabar haha hihi jalan sama mantan, iya?"
"Saya cuma tanya-"
"Ga masuk akal pertanyaannya. Mikir dong, emang selama ini respon aku ke dia kelihatan baik kah? Kalo bisa pilih untuk ga ketemu juga aku pilih ga ketemu dia lagi selamanya. Masalah dia pindah ke sini ya tanya aja sama dia, kenapa malah jadi tuduh aku kasih tau dia tempat tinggal kita? Tanya noh sama si duda."

Asya berjalan meninggalkan Hakim, dia kesal. Jalan-jalan mereka batal, bertemu dengan Sulaiman dan sekarang pertanyaan Hakim. Asya ingin berteriak rasanya.

Hakim yang hendak menyusul terhenti saat ponselnya berdering. Bundanya yang menelpon dan langsung menanyakan Asya. Hakim menghela napas, berjalan ke kamar dan memberikan ponselnya kepada Asya.

"Assalamualaikum Bun, Asya mau aja sih, tanya aja Mas Hakim. Oh iya, iya Bun."

Asya mengembalikan ponsel Hakim, bundanya menyuruh mereka untuk berbuka di rumah bunda, dan meminta Asya untuk membuat bolu.

"Ayo siap-siap." Ucap Hakim lalu turun terlebih dahulu, kepala mereka masih dalam keadaan panas. Asya mengambil tasnya lalu memasukkan semua jajanan yang tadi dia beli, juga memasukkan susu hamil yang sudah dipindahkan ke dalam kotak kecil yang cukup untuk tiga gelas.

Perjalanan ke rumah orang tua Hakim sangat hening, Hakim tahu dia harus meminta maaf, tapi hatinya masih panas mengingat Sulaiman akan sering berada di sekitar mereka. Sampai di rumah bunda, Asya langsung ke dapur, sudah ada Laila juga di sana. Asya langsung menyelesaikan permintaan bundanya.

"Asya mau ke belakang dulu ya, Bun. Gerah." Ucap Asya saat selesai memasukkan bolu ke dalam oven,
"Jangan lama-lama ya, sebentar lagi adzan."

Asya mengangguk lalu berjalan melewati Hakim yang sedang mengobrol dengan Hilmi dan Ayah.

"Mau kemana?" Tanya Hakim, Asya tida menjawab,

"Ga usah ke luar, sebentar lagi adzan." Ucap Hakim lagi tapi Asya menghiraukannya,

"Kalian berantem?" Tanya Ayah,
"Engga, dia lagi bete aja." Jawab Hakim,
"Istri bete tuh di bujuk, Kim. Jangan dibiarin lama-lama." Ucap Hilmi
"Nanti aja."

Tidak sampai sepuluh menit, terdengar teriakan memanggil Hakim dari arah belakang. Hakim yang panik langsung berlari diikuti yang lain.

"Kenapa?" Tanya Hakim,
"Tangan Asya kejepit pintu hiks.." Ucap Asya yang sudah menangis berdiri di balik pintu,

Hakim menghela napas, lalu melihat ke arah sela pintu, dia mendorong sedikit pintunya berusaha melepaskan jari tangan Asya.

"Makanya nek diomongi sama suami tuh dengar, jangan ngeyel to, Neng, Neng." Ucap Hakim setelah akhirnya jari tangan Asya terlepas.

Mereka kembali masuk,

"Kompres air es Kim, biar ga bengkak." Ucap Laila, Hakim membawa Asya ke dapur dan mengkompres tangan Asya.

Sedangkan bunda tiba-tiba menarik tangan ayah ke kamar.

"Apa to Bun?" Tanya ayah

Bunda tiba-tiba tertawa terbahak,

"Ya Allah, Yah, mimpi apa kita punya mantu kaya Asya. Umur dua empat jari kejepit pintu," ucap bunda masih tertawa,

"Heh, sudah nanti Asya dengar dia makin sedih."
"Boleh ga Yah, kita suruh Hakim sama Asya tinggal di sini aja? Lucu banget ya ampun si Asya tuh. Bisa awet muda Bunda ketawa terus liat tingkah dia."

Ayah hanya menggelengkan kepalanya heran, lalu segera kembali keluar karena adzan magrib sudah berkumandang.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Halo, terima kasih udah baca sampe akhir. Jangan lupa sholat.

See u 🧚🏻‍♀️

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
22 November 2023

Continue Reading

You'll Also Like

945 296 10
Menceritakan kisah Seorang gadis beasiswa dengan penuh perjuangannya yang berat membuatkan hasil sukses dimasa depannya dan seorang gadis Konglomerat...
1.1M 106K 64
Apakah mungkin Tasbih bersatu dengan Rosario atau akan menjadi satu tasbih dalam dua tangan
13.6K 662 19
Dimana hari kelulusan sekolah adalah hal yang dinanti nantikan oleh semua siswa-siswi, tapi tidak dengan Aisyah ia malah mendapat kabar bahwa sang ay...
464 67 32
Menceritakan seorang gadis yang bernama SHEREN ARTAMA WIJAYA Tentang percintaannya, perpisahan,pertemuan, penghianatan, persahabatan Dan indahnya ta...