MY CRUEL BOY

By deehl17

1.1M 99.3K 23.2K

"Raka!" "Yes, baby?" "Keparat!" "Keputusan ada di tangan, lo setelah liat video ini," Raka menunjukkan ponse... More

|CHAPTER 001|
|CHAPTER 002|
|CHAPTER 003|
|CHAPTER 004|
|CHAPTER 005|
|CHAPTER 06|
|CHAPTER 07|
|CHAPTER 08|
|CHAPTER 09|
|CHPATER 10|
|CHAPTER 11|
|CHAPTER 12|
|CHAPTER 13|
|CHAPTER 14|
|CHAPTER 15|
|CHAPTER 16|
|CHAPTER 17|
|CHAPTER 18|
|CHAPTER 19|
|CHAPTER 20|
|CHAPTER 21|
|CHAPTER 22|
|CHAPTER 23|
|CHAPTER 24| [<NEW PART>]
|CHAPTER 025|
CHAPTER'026
CHAPTER'027
CHAPTER'028
CHAPTER'029
|CHAPTER'030|
|CHAPTER'031|
|CHAPTER'032|
|CHAPTER'033|
|CHAPTER'034|
|CHAPTER'035|
|CHAPTER'037|
|CHAPTER'038|
|CHAPTER'039|
|CHAPTER'040|
|CHAPTER'041|
|CHAPTER'042|
|CHAPTER'043|
|CHAPTER'044|
|CHAPTER'045|
|CHAPTER'046| SPECIAL PART
|CHAPTER'047|
|CHAPTER'048|
|CHAPTER'049'END'|
|CHAPTER'050'SPECIAL PART|
CHAPTER

|CHAPTER'036|

17.1K 1.3K 234
By deehl17

KALIAN SATSET VOTE AKU JUGA SATSET UPDATE ATUH

TERIMKASIH 900 VOTE🦋

INI PART AMBURADUL ALIAS BAPER TAPI KEZEL MWEHEHE

follow deehl17

JANGAN LUPA KABARIN KALAU UDAH 950 VOTE OKE MCBNLY♥️


SEPERTI BIASA JANGAN LUPA FOLLOW BAGI YANG BELUM🔥




HAPPY READING














Satu minggu berlalu dan ujian kenaikan kelas telah usai. Hari ini semua siswa GIS tengah menunggu pengumuman hasil nilai ujian mereka masing-masing.

Layar mading menyala otomatis, menampilkan deretan nama yang memiliki nilai tertinggi di setiap angkatan.

"Nama lo ada dibarisan pertama," bisik Khatryn sembari menyenggol lengan sahabatnya yang berdiri tepat di sampingnya.

Perlahan Hanna membuka kedua matanya lebar-lebar, dan benar saja, namanya berada di bagian paling atas dan itu artinya ia berhasil meraih nilai paling tinggi seangkatan.

Melebarkan senyumnya, menahan diri agar tidak menjerit kegirangan dengan cara memeluk Khatryn dari samping dengan begitu erat.

"Gue berhasil!" pekik gadis itu bahagia dan bangga tentunya atas pencapaiannya.

"Tiba-tiba dapet nilai paling tinggi, gue harap gak memanfaatkan kecantikan lo biar dapet nilai paling tinggi satu angkatan," celetuk salah satu seorang siswi yang berdiri dibelakang Hanna dan Khatryn.

"Secara gak langsung lo akuin gue cantik, makasih," balas Hanna sembari menoleh sekilas ke belakang.

"Lo mau langsung pulang?" tanya Hanna seraya melirik ke arah samping.

"Gue mampir ke bar sebentar, gimana sama lo?" sahut Khatryn sekaligus balik bertanya.

"Bar?" beo Hanna yang hanya dibalas anggukkan kepala oleh Khatryn.

"Tempat minum yang biasa gue datengin, lo mau ke sana?" tawar Khatryn membuat Hanna tidak langsung menjawab, berpikir sejenak.

"Lain kali gue ikut, gue duluan, bye!!" gadis itu berlari sembari melambai-lambaikan tangannya ke arah Khatryn.

Bagaimana bisa Hanna pergi bersama Khatryn jika mobil Raka saja sudah terparkir di halaman sekolah, pergi secara diam-diam pun akan terlihat oleh lelaki kejam itu.

Hanna berjalan menghampiri mobil yang terletak di beberapa barisan mobil lainnya. Kacanya yang gelap membuat Hanna tidak bisa melihat ke arah dalam.

Hingga kaca jendela mobil turunkan, reflek Hanna menurunkan tangannya kembali sembari melunturkan senyumnya karena yang berada di dalam bukanlah Raka, melainkan Zano.

"Raka minta gue buat jemput lo, dia lagi ada kesibukan," beritahu Zano setelah menurunkan kaca mobil.

"Dimana dia sekarang?" tanya Hanna penasaran.

"Masuk, biar gue jelasin di dalam," suruh Zano yang langsung di setujui oleh Hanna.

"Gue anter ke rumah lo sekarang atau masih ada keperluan lain biar sekalian?" tanya Zano ketika sudah melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan sekolah.

Teringat satu hal, Hanna beralih menatap Zano membuat lelaki itu reflek ikut menoleh meski hanya sebentar.

"Siapa cewek yang waktu itu di club?" tanya Hanna membuat Zano nyaris tersedak ludahnya sendiri.

"S-seharusnya masalah ini udah selesai--"

"Jawab, siapa?" sela Hanna, menatap Zano penuh keseriusan.

"Namanya Zelion, dia Adik dari Naba, salah satu anggota dari PG kita," jawab Zano jujur, karena Raka pun tidak melarangnya jika sewaktu-waktu Hanna bertanya mengenai hal itu.

"PG? Apa itu PG?" tanya Hanna semakin bingung.

"Lo bisa tanya sama Raka--"

"Oke, lanjutin tentang cewek itu--"

"Apa yang mau gue lanjutin?" Zano menyela perkataan Hanna.

"Kenapa dia bisa berani deketin Raka, seharusnya dia tau kalau Raka udah punya pacar bukan?" lontar Hanna bertanya.

"Atau kalian emang selalu ketemu setiap hari?"

Dengan cepat Zano menggelengkan kepalanya, "Gue aja baru kenal kemarin waktu pertemuan di cafe dekat apartemen Raka," sahutnya cepat.

"Gue juga udah bilang, jangan macem-macem pawangnya galak--"

"Sialan!" desis Hanna merasa tidak terima membuat Zano terkekeh pelan.

"Kenapa Raka gak cerita soal ini?" gumam Hanna pelan seraya menopang dagunya berpikir keras.

"Dimana Raka?" tanya Hanna masih penasaran kemana perginya lelaki itu sekaligus mengalihkan topik pembicaraan.

"Raka ada meeting penting, jadi dia minta gue buat jemput lo--"

"Di kantor?"

Zano menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, "Atau, lo mau gue antar ke sana?"

"Gak perlu, gue turun di sini aja--"

"Tapi ini belum sampai di rumah--"

"Gue masih ada urusan, lo bilang sama Raka," sela Hanna berucap. Begitu mobil berhenti, lantas Hanna keluar dari dalam mobil tanpa mengucap sepatah katapun lagi.

"Satu lagi, jangan ikutin gue, ngerti lo?!" sarkas Hanna memberi peringatan kepada Zano yang di percayai oleh Raka.

Hanna meraih ponselnya untuk menghubungi Khatryn, ikut bersamanya sepertinya lebih baik dan menyenangkan. Bukankah Raka sedang sibuk? Jadi, Hanna rasa masih aman untuk pergi ke bar.

Sebuah mobil berhenti di samping jalan, tanpa menunggu lama lagi, Hanna lantas masuk ke dalam mobil dan langsung di sambut oleh Khatryn.

"Bukannya pergi sama cowok lo?" tanya Khatryn sembari melirik sekilas ke samping dan menemukan wajah murung sahabatnya.

"Dia lagi sibuk," sahut Hanna seadanya.

"Risiko yang harus lo tanggung punya pacar pewaris Lazarus group, kesepian," bisik Kathryn sembari terkekeh yang terkesan meledek di pendengaran Hanna.

"Kalau kesepian, ya cari kesenangan, apa susahnya?" gadis itu menyahut santai dengan keadaan kedua mata terpejam.

Khatryn hanya mengangguk-anggukkan kepalanya diiringi tawa pelan lalu kembali fokus mengemudi. Membelokan stir ke arah kanan dan menghentikannya tepat di depan bar yang akan mereka datangi.

Bar itu buka dua puluh empat jam, dan tidak ada salahnya mereka datang di sore hari untuk minum. Bukankah merasa mumet tidak harus di rasakan pada malam hari?

Hanna membenarkan pakaiannya sebelum masuk, seharusnya ini tidak terlalu terbuka meski kini yang melekat di tubuhnya hanya rok jins yang sebagian menutupi pahanya, dan mantel berwarna hitam yang panjangnya sama dengan rok yang dikenakannya.

"Seperti biasa," pinta Khatryn kepada seorang bartender yang selalu melayaninya sehingga sudah tahu minuman apa yang akan di pesan.

"Lo udah urus buat nanti?" tanya Hanna sembari mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru ruangan.

"Udah, tinggal nunggu kabar dari pihak sekolah sana gue di terima atau nggak," jawab Khatryn dengan pandangan fokus pada ponsel.

"Kat--"

"Hm?"

"Lo liat mereka," tunjuk Hanna pada segerombol gadis berseragam SMA yang terang-terangan duduk di atas pangkuan para pria bersetelan jas.

"Mereka jual diri?" tanya Hanna sembari bergidik ngeri. Bahkan ada yang terang-terangan meraba-raba ke area sensitif, sungguh mengerikan.

Tunggu, Hanna menajamkan kedua matanya, bukankah itu Dion? Bagaimana bisa pria itu berada di antara pria yang sedang di kerumuni para gadis berseragam itu?

"Brengsek!" gumam Hanna semakin merasa muak melihat Dion.

"Biasanya mereka kurang perhatian dari pasangannya, jadi, ya cari kesenangan diluar," lontar Khatryn sembari menggoyang-goyangkan gelas yang sudah diisi penuh dengan wine.

"Raka juga bakal cari kesenangan sama cewek diluar sana?" monolog Hanna membuat Khatryn lantas menolehkan kepalanya.

"Lo kurang perhatian sama cowok lo sendiri?"

"Nggak, gue perhatian banget sama dia, bahkan gue selalu mau ciuman sama dia," sahutnya spontan.

Khatryn menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menertawakan kepolosan sahabatnya lalu memberikan satu gelas yang sudah di isi dengan wine.

"Gue jamin dia gak akan cari kesenangan diluar sana," ucap Khatryn lalu mengangkat gelas untuk mengajak Hanna bersulang.

🦋🦋🦋

Zano berjalan masuk ke dalam ruang rapat, menghampiri ke arah Raka yang sedang memimpin rapat dengan para pemilik perusahaan yang akan bekerja sama.

"Hanna pergi ke bar," bisik Zano memberitahu informasi mengenai kekasih Bosnya.

Raka hanya mengangguk singkat, lalu menyuruh Zano untuk kembali ke tempatnya dan melanjutkan bicaranya.

Setelah menyelesaikan rapat, Raka keluar lebih dulu diikuti Zano dibelakang. Melempar jas hitamnya kepada Zano hingga menyisakan kemeja putih yang membalut tubuh shirtless-nya.

Dengan gesit Zano membukakan pintu untuk Raka, ekspresinya yang berubah sembilan puluh derajat membuat Zano takut untuk hanya sekedar menatap kedua matanya.

"Gue udah jemput, tapi dia minta berhenti," ucap Zano apa adanya bahkan sebelum Raka meminta penjelasan.

Tetap bergeming, Raka memfokuskan tatapannya ke layar ponsel untuk menunggu balasan pesan dari gadisnya. Haruskah gadis itu merayakan kemenangannya dengan cara pergi ke bar?

Raka mengulas senyum miring, begitu mobil berhenti tepat di depan bar yang lumayan ramai pengunjung, kemudian Raka keluar tanpa harus menunggu Zano membukakan pintu.

Melangkahkan kakinya masuk ke dalam bar, menelisik setiap manusia yang berada di dalam ruangan sehingga tatapan tajamnya terpaku pada dua gadis yang sedang duduk di depan meja bartender.

Raka menggulung lengan kemejanya sembari berjalan mendekat ke arah mereka. Terlihat sekali jika gadisnya sudah mulai meracau tidak jelas akibat mabuk.

Sedangkan Khatryn yang menyadari kehadiran Raka pun menyenggol lengan Hanna berharap sahabatnya itu paham dan berhenti minum.

"Kenapa sih? Raka gak bakal ke sini, dia lagi sibuk!" racau gadis itu sembari meneguk kembali minumannya namun dengan cepat Raka menepisnya hingga gelas terjatuh ke lantai.

Seolah kesadarannya kembali sempurna, Hanna terperanjat sekaligus turun dari atas kursi. Memaksakan kedua matanya agar terbuka lebar untuk melihat siapa yang berdiri dihadapannya sekarang.

"R-Raka?" Hanna langsung meringis seraya menundukkan kepalanya, bagaimana bisa Raka ada di sini juga?

"Gue gak mabuk, serius!" sergah gadis itu cepat sembari menarik-narik lengan kekar Raka.

Tanpa basa-basi, Raka mengangkat tubuh gadisnya, menggendongnya bak karung beras lalu membawanya keluar dari bar. Tidak lupa Raka menutupi paha gadisnya meski hanya menggunakan kedua lengannya agar tidak terlalu terekspos.

"Ka--" Zano tidak melanjutkan ucapannya dan langsung membukakan pintu dengan kedua tangan gemetarnya.

"Gue dapet nilai tertinggi dari satu angkatan, lo tau?" Gadis itu kembali meracau setelah berada di dalam mobil.

"Gue berharap lo orang pertama yang ucapin selamat dan peluk gue, tapi nyatanya lo sibuk--"

"Lo sibuk sama kerjaan lo--"

"Jadi, apa salahnya gue rayain sama temen gue, hah?"

"Lo mau buat kening gue berdarah lagi? Mau nampar gue lagi? Silakan.."

"Tapi permintaan yang lo tawarin, gue minta kita selesai!"

Bukankah gadisnya sedang mengancamnya? Raka terkekeh sini lalu menarik dagu gadisnya agar bisa menatap puas wajah gadisnya yang kini memerah padam.

"Selesai, hm?" bisik Raka sensual seraya mengusap pelan dagu gadisnya.

"Lo mau kita selesai dan lo lupa sama janji lo sendiri, hm?" Kini usapan Raka beralih ke pipi gadisnya, mengusapnya secara naik-turun.

"Sekalipun gue sibuk, gue gak akan lupa ada siapa yang harus gue perhatiin," ucap Raka dengan nada bicara pelan seolah semuanya baik-baik saja.

"Menurut gue wajar cewek lo pergi minum, dia terbiasa adanya lo sampai gak ada satu hari aja dia ngerasa kesepian," ujar Zano. Melirik lewat spion di atasnya.

Raka tidak membalas ujaran Zano, sorot matanya kini hanya terfokuskan pada wajah Hanna yang nampak kacau karena efek minuman alkohol.

Setelah memakan banyak waktu, mobil milik Raka terhenti di depan lobi apartemen. Setelah dibukakan pintu oleh Zano, segera Raka keluar lalu kembali menggendong Hanna untuk membawanya masuk.

"Balik ke bar, bawa temen cewek gue pulang," pinta Raka kepada Zano yang langsung dituruti oleh lelaki itu.

"Raka--"

"Pelan-pelan, kepala gue pusing," gumam gadis itu ketika Raka mempercepat langkahnya.

Lagi-lagi Raka tidak menggubris gumaman gadisnya, ketika sudah berada di apartemen, Raka membanting tubuh gadisnya di atas sofa panjang membuat sang empu memekik kaget sekaligus meringis kesakitan.

Raka menindih tubuh Hanna, menahan kedua tangan mungilnya dengan cara di simpan di atas kepalanya. Sedangkan satu tangan kanannya lagi memegangi rahang kecilnya dan langsung mencium sekaligus melumat bibirnya dengan sangat brutal.

Ciuman Raka turun ke jenjang leher putih milik gadisnya, menjilatnya habis dan seolah kehilangan akal sehatnya Raka tidak segan menghisap leher gadisnya kuat-kuat hingga meninggalkan jejak merah keunguan di sana.

Persetan! Raka sudah memperingatinya berkali-kali, bukankah gadis itu mengabaikannya? Dan ini peringatan terakhir yang akan Raka berikan kepada gadisnya.

Tidak berhenti di situ, Raka melepas mantel yang masih melekat di tubuh gadisnya sehingga hanya menyisakan kaos polos berwarna putih ketat dan rok jinsnya yang sudah menyingkap ke atas.

"R-Raka--Ah--"

Hanna menangis dibarengi dengan desahan ketika Raka menyesap habis lehernya. Bahkan kedua tangan kekar lelaki itu kini beralih meremas kuat pinggangnya.

"S-stop it, please.." racau gadis itu sembari menggelengkan kepalanya berkali-kali berharap Raka berhenti mencium lehernya.

Ciuman Raka naik kembali ke bibir gadisnya, kembali melumatnya dalam-dalam, di rasa cukup Raka beralih menempelkan bibirnya pada daun telinga gadisnya.

"This is the final warning, babe.." bisik Raka sensual sembari meremas kuat-kuat pinggang gadisnya hingga meringis mengaduh kesakitan.

Hanna memiringkan posisi tidurnya, menangis sesenggukan sembari menutupi bibirnya agar tidak mengeluarkan isak tangisnya.

Benar, jika Hanna diam dan memilih untuk tidak mencari masalah dengan lelaki itu maka Raka tidak akan membuatnya seperti ini.

Bukankah lelaki itu selalu bersikap manis jika Hanna tidak berontak? Tapi, Raka akan melakukan hal yang sebaliknya jika Hanna berontak, seperti berubah menjadi monster yang kejam.

🦋🦋🦋

Saat membuka kedua matanya, Hanna sudah berada di dalam kamar dengan tubuhnya yang di selimuti penuh hingga batas lehernya. Mengedarkan pandangannya meski keadaan ruangan masih sedikit gelap.

Setelah menekan tombol agar gorden terbuka secara otomatis, barulah Hanna beranjak dari tempat tidur meski rasa pusing di kepalanya masih menjalar.

Tidak menemukan Raka di dalam kamar, kemana lelaki itu pergi? Apakah tidak tidur di apartemen dan memilih tidur di rumah Amira?

Hanna berjalan keluar kamar sembari memegangi kepalanya. Langkahnya menuju ruang tengah sekaligus berhadapan langsung dengan pintu utama apartemen.

Seorang lelaki tidur hanya bertelanjang dada tanpa di selimuti dengan posisi tidur terlentang. Benar, itu adalah Raka, lelaki itu memilih tidur di ruang tengah daripada tidur di dalam kamar yang sama dengan Hanna.

Hanna melangkah lamban menghampiri Raka. Namun, mengingat kejadian semalam justru membuat Hanna merasa kesal dan kembali membalikan tubuhnya untuk kembali masuk ke dalam kamar.

Berlari kecil masuk ke dalam kamar mandi untuk memeriksa lehernya, semoga saja itu hanya mimpi buruk yang tidak sengaja datang di kala dirinya tidur.

"Sialan, Raka!" gumam Hanna kesal sembari menengadahkan kepalanya agar bisa melihat jelas bercak merah keunguan di jenjang lehernya.

"Gimana gue keluar?" gadis itu kembali bergumam dengan perasaan kesal dan emosi secara bersamaan.

Hanna terus menggosok-gosoknya lehernya menggunakan tangannya namun hasilnya nihil, justru menambah kemerahan di sekitar lehernya.

"Raka--"

"Hm?"

Spontan terlonjak kaget, Hanna memundurkan langkahnya ketika Raka sudah berdiri di ambang pintu kamar mandi. Sialan, sejak kapan lelaki itu bangun?

"Gimana? Suka sama hasil yang gue buat di leher lo, jalang?" tanya Raka dengan suara berat diiringi senyum miring di sudut bibirnya.

"Brengsek!" umpat Hanna sembari melayangkan tatapan sinis kepada kekasihnya.

"Apa bedanya sama lo yang justru memanfaatkan keadaan dengan alibi kasih gue hukuman?" cecar gadis itu dengan dada yang naik-turun karena emosi.

Bukannya merasa tersinggung justru Raka hanya terkekeh pelan tanpa suara, langkah lebarnya berjalan menghampiri ke arah gadisnya yang masih berdiri di penghujung wastafel. Tidak lupa Raka mengunci pintu kamar mandi agar gadisnya tidak bisa lari begitu saja.

"Seandainya gue memanfaatkan keadaan, lo udah abis di tangan gue, Hanna Dianta," ucap Raka pelan namun terkesan penuh penekanan di setiap kata-katanya.

"Gue buktiin semua ucapan gue, lo berontak gue bisa lebih berontak, lo diem dan duduk manis, maka gue akan lebih dari itu," lanjut Raka berucap. Tangan kanannya terangkat untuk menyentuh kepala Hanna, namun dengan cepat gadis itu menghindar.

Ada ketakutan dalam hatinya meski Hanna yakin Raka tidak mungkin melakukan sesuatu yang diluar batas. Justru sekarang Hanna lebih takut jika Raka kembali menenggelamkannya di dalam bathtub dan menjedotkan kepalanya ke tembok berkali-kali.

"Gue cuma minum, dan gue gak berhubungan sama cowok manapun, lo sendiri tau 'kan?" bantah Hanna seraya memberanikan menatap manik tajam milik kekasihnya.

"Gue gak larang lo pergi ke club, tapi lo sendiri yang janji bukan? Dan bukan berarti gue gak boleh pergi--"

"Sure, silakan pergi kemanapun yang lo mau, Mrs. Dianta.." sela Raka berucap. Senyum tipis terbit di bibir seksinya kemudian Raka memilih masuk ke dalam ruang bilas untuk membersihkan tubuhnya.

Hanna menggerakkan bola matanya mengikuti pergerakan Raka, bukankah lelaki itu baru saja membebaskannya? Bahkan Raka tidak menyebutnya dengan sebutan seperti biasanya.

Jadi, siapa di sini yang harus di salahkan? Kenapa Hanna merasa dirinya yang memilik kesalahan penuh? Bukankah lelaki itu juga membuat kesalahan tadi malam?

"Lo selalu bisa membalikan keadaan, Raka sialan!" gerutu Hanna sembari berjalan keluar kamar mandi.

Apa lagi ini? Raka benar-benar mengganti pin pintu? Apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan? Hanna benar-benar tidak bisa memahami sikapnya yang tidak normal dan seperti iblis.

"Apa maksud, lo ganti pin, Raka sialan?!" teriak Hanna benar-benar melampiaskan amarahnya yang sudah di ujung tanduk.

"Lo sendiri yang bebasin gue, dan apa sekarang? Gimana gue keluar sedangkan gue gak tau berapa pin pintu sialan ini!" Gadis itu kembali berteriak kesal sembari menggedor pintu dengan sangat kencang.

Hanna berjalan sekaligus menghentak-hentakkan kakinya menuju kembali ke dalam kamar lelaki itu. Baru saja sampai di ambang pintu, Hanna dibuat mundur kembali ketika melihat keadaan Raka yang hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya.

"Brengsek!" maki Hanna sembari membalikan tubuhnya dan memilih untuk keluar, menunggu lelaki itu memakai pakaiannya.

"Bukannya ini yang mau lo liat, jalang?"

"Berisik, brengsek!!!" sahut gadis itu berteriak dari arah luar kamar.

Raka hanya terkekeh sembari menggelengkan kepalanya pelan lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaiannya.

Ini sudah memasuki musim libur para anak sekolah, jadi Raka tidak perlu khawatir meski gadisnya tinggal lebih lama di apartemennya.

Setelah memakai pakaian santainya Raka berjalan keluar kamar dan menemukan gadisnya yang tengah duduk di sofa dengan memasang ekspresi datar.

"Keluar dengan keadaan lo kayak gini? Gimana tanggapan orang-orang diluar sana, hm?" tanya Raka sambil mengusap puncak kepala gadisnya namun dengan cepat ditepis kasar olehnya.

"Bukannya ini ulah sialan lo, keparat?!" bentak gadis itu masih emosi.

"Bukannya lo yang selalu nantang gue, jalang manis?" balas Raka berbisik membuat Hanna sontak menjauhkan dirinya dari Raka.

"Bisa kita putus sekarang?" pinta Hanna benar-benar menyerah menghadapi sikap Raka yang terkesan berlebihan menurutnya. Tetapi ketahuilah, hatinya sudah benar-benar diisi penuh oleh lelaki keparat itu.

"Bisa, sebelum putus kita sarapan dulu, gimana?" tawar Raka sembari mengulum bibirnya karena menahan senyum.

"Setelah sarapan kita beneran putus?" Raka menganggukkan kepalanya seolah mengiyakan keinginan gadisnya.

"Dimana kita sarapan?" tanya Hanna sambil beranjak dari tempat duduk.

"Di rumah Nyokap gue, come on.." ajak Raka sembari merangkul pinggang gadisnya mesra agar bisa berjalan beriringan.

"Gimana sama leher gue?"

"Cantik, tambah keliatan seksi," sahut Raka jujur, sejujur-jujurnya.

"Gimana sama leher gue kalau Nyokap lo tau, cabul sialan!!!"

Raka tertawa pelan lalu memeluk tubuh gadisnya dari samping dengan perasaan gemas, mengecupi pipinya berkali-kali hingga basah membuat sang pemilik pipi memekik kesal.

"Ini sebagai tanda peringatan," tunjuk Raka pada bercak merah yang terdapat di leher sebelah kiri gadisnya.

"Dan, ini sebagai tanda kepemilikan, Hanna Dianta cuma milik Raka Kendrick Lazarus.."


BAPER ATUH

TAPI KESEL JUGA ATUH

TAPI SERU KAN

JANGAN LUPA VOTE & KOMEN SEBANYAK BANYAKNYA

950 VOTE AKU TUNGGU KABARIN AKU KALAU SUDAH TEMBUS OKE MCBNLY? TERIMAKSIH💖🦋🔥

aku masih bingung mau mulai konflik darimana atuh yaaa?















Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.9M 279K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
479K 5.8K 22
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
6.3M 677K 93
[SUDAH TERBIT + PART MASIH LENGKAP] "Ck! Gue bakal bikin lo nggak betah!" "Dan gue bakal tetep jagain lo." "Gue nggak bakal nurut sama lo, wlee!" ...
3.9M 309K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...