BROKEN VOW

By iLaDira69

28.1K 3.3K 166

Judul : Broken Vow Author : iLaDira69 Publish : 14 November 2023 🪴🪴🪴 Allen akan memilih meneruskan tidur p... More

Prolog
Part 1 - Pecahan Kaca
Part 3 - Kunjungan Kontrol
Part 4 - Pengkhianat
Part 5 - Permintaan Julia
Part 6 - Finn
Part 7 - Perpisahan
Part 8 - Bertemu Kembali
Part 9 - Kehilangan Kendali
Part 10 - Teka-teki
Part 11 - Kesempatan
Part 12 - Berkemas
Part 13 - Rumah Budhe
Part 14 - Sertifikat
Part 15 - Pantai
Part 16 - Jebakan
Part 17 - Dress Code
Part 18 - Cah Kailan
Part 19 - Tergila-gila
Part 20 - Karyawan Baru
Part 21 - Kantor Baru
Part 22 - Penawaran

Part 2 - Lelaki Yang Tidak Bertanggung Jawab

1.2K 153 5
By iLaDira69

Beberapa hari setelahnya, Allen hampir tidak pernah bertemu dengan Julia. Wanita itu hanya berbaring di kamarnya, tidak lagi memiliki waktu makan bersama, yang setidaknya dapat meredakan emosi Allen.

Allen akhirnya merasa seperti di rumahnya sendiri. Zinnia selalu memberitahu Allen tentang kondisi Julia. Mereka sudah memanggil dokter untuk mengecek keadaan wanita itu.

Bagi Allen, itu bukan berita yang penting. Ia hanya menyetujuinya tanpa pernah benar-benar melihat atau memperhatikan kondisi Julia. Rasa benci telah memenuhi hati Allen dan membuatnya gelap.

Dengan hati-hati, Allen mendorong kursi rodanya ke taman belakang, menikmati semilir angin senja yang menyegarkan. Meski terbatas pada kursi roda, dia gigih berlatih berjalan dengan bantuan Walker.

Setiap sore, Allen menghabiskan waktu berlama-lama di sana, berjalan bolak-balik dengan tekun hingga keringat membasahi wajahnya.

Taman adalah salah satu favorit Allen. Seiring berjalannya waktu, ia menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk merancang dan membangun rumahnya, menginvestasikan sejumlah besar dana untuk memastikan setiap detailnya sempurna.

Menuangkan imajinasi dan pengetahuan arsitekturalnya, Allen mengubah rumahnya menjadi sebuah karya seni yang hidup, terutama taman.

Dengan cermat, ia menata lanskap, memilih setiap tanaman, batu, dan elemen dekoratif lainnya dengan teliti.

Setiap bagian taman memiliki peran dalam cerita yang ia ingin sampaikan, menceritakan tentang kreativitasnya yang tak terbatas dan kecintaannya pada keindahan alam.

Di sudut-sudut taman, bunga-bunga mekar dalam warna-warni yang semarak, menciptakan tampilan yang menakjubkan di bawah cahaya matahari. Batu-batu yang dipilih dengan hati-hati diatur sedemikian rupa, memberikan kesan alami yang terorganisir dan harmonis.

Dan setiap kali ia melangkah di rumah itu dan menyaksikan keindahan yang ia ciptakan, Allen merasa bahwa investasi waktu, pikiran, dan energinya terbayar dengan keindahan yang tak terkira.

Bibir Allen berkerut. Julia terlihat santai di kursi ayunan, membaca majalah.

Ketika pandangan mereka bertemu, Allen memutuskan lebih dulu. Dia memutar kursi roda, membatalkan niat menggunakan Walker.

"Allen," panggil Julia dengan lembut, menempatkan majalahnya dan mengubah posisi tubuhnya.

Turun dengan hati-hati dan memeluk perutnya. Allen mengabaikan Julia, wanita itu dengan cepat bergerak dan menangkap gagang kursi roda.

"Kamu mau pake Walker?"

Allen tetap diam. Menghentikan dorongannya karena Julia menahannya.

"Aku bantuin ya?"

"Nggak usah!"

"Biar kamu nggak jatuh." ujar Julia enteng, memutar kursi roda Allen dan mendorong kembali ke taman.

"Kamu ngerti nggak sih?" ujar Allen dengan nada tajam. "Aku bilang nggak, ya nggak! Kenapa jadi kamu yang maksa?"

"Aku tahu kamu benci banget sama aku. Tapi, tolong ..., jangan nolak bantuan aku. Aku mau bantuin kamu jalan sampai sembuh."

"Aku nggak butuh bantuan kamu!" Allen menegaskan lagi. "Apa lagi yang kamu rencanakan sekarang? Nggak bosan kamu pura-pura selama ini dan memanfaatkan aku?"

"Aku nggak memanfaatkan kamu!" potong wanita itu tegas. "Allen, kamu ...," Julia berhenti. Menahan napas agar pandangannya tidak kabur.

"Aku nggak bakalan kena tipu lagi ya! Aku tahu apa yang kamu rencanakan. Hal yang harus kamu tahu, kamu nggak bakalan dapet apa-apa dari aku! Kamu nggak bisa memanfaatkan aku lagi."

"Aku nggak memanfaatkan kamu."

"Aku kasih kamu waktu dua bulan lagi. Sampai kamu melahirkan, setelah itu aku nggak mau melihat kamu lagi! Sekarang terserah kamu masih mau tinggal di sini atau nggak."

"Aku nggak mau test DNA!" teguh sikap Julia.

Allen tersenyum sinis. Jelas Julia menolak untuk mengungkapkan rahasianya.

Menghela napas panjang, Julia mengernyit dan air matanya mengalir tanpa meninggalkan bekas di pipi.

"Terserah kamu! Aku juga nggak perlu bertanggung jawab atas kamu dan anak kamu."

"Allen, please! Ini bukan waktunya buat kita berantem. Kita hanya perlu fokus sama kesehatan kamu."

"Fokus gimana? Aku nggak bisa fokus kalau kamu datang dan memanfaatkan aku. Kamu kira aku percaya kita menikah dan bayi itu anakku?"

"Kamu kehilangan sebagai ingatan, Allen."

"Hilang bagaimana? Apa yang hilang?" geram Allen. Dia telah berkali-kali mengungkapkan hal tersebut; Allen tidak kehilangan ingatannya. Dia hanya mengalami kecelakaan dan dalam keadaan koma selama tiga bulan.

Itu saja. Tidak ada yang aneh dari kecelakaan tersebut.

"Aku ingat proyek-proyek yang kutangani sebelum kecelakaan. Rumah Mediterania untuk anak Pak Nurdin Halid yang baru menikah. Aku diundang sebagai salah satu narasumber dalam acara konferensi arsitektur di Kemang pada 26 Januari yang lalu. Pak Rachmat mengalami serangan jantung pada 3 Februari, dan aku pergi menjenguknya di rumah sakit. Desember tahun lalu, aku membeli Lexus SUV secara tunai. Pada bulan November, anak Kang Heri masuk rumah sakit karena DBD. Aku ingat semuanya! Aku masih ingat kapan Mbak Zinnia dan Seren mulai bekerja di rumah. Apa alasan lain yang membuatmu menuduh aku lupa? Aku juga ingat pernikahan Tahir pada bulan Juli tahun lalu."

Lelaki itu mengekspresikan emosinya yang meluap. Ingatannya tetap terjaga dengan jelas, bahkan dalam detail-detail waktu yang spesifik, Allen mampu mengingat semuanya.

Napas Allen naik turun dengan kasar. Seperti yang dia duga, Julia tampaknya hanya akan menggunakan air mata untuk menyempurnakan aksinya.

"Kamu melupakan aku," bisik Julia dengan kesedihan. "Aku bersama kamu sepanjang tahun. Aku menemani kamu di semua acara yang kamu sebutkan tadi!"

Allen tertawa dengan nada yang sinis. Drama yang selalu diulang dalam setiap pertengkaran mereka.

"Kamu di mana?"

"Aku sudah menunjukkan semua bukti. Aku ada bersama kamu, kita punya foto."

"Apa sih yang nggak bisa dilakukan sekarang? Photoshop bisa mengubah apapun."

"Kamu nggak mungkin memeluk wanita sembarangan di samping kamu!"

"Zaman sekarang itu bukan hal yang aneh. Semua wanita yang menemaniku ke acara, nggak pernah mempermasalahkan itu. Cuma pelukan di pinggang nggak akan mengubah apapun. Dan, kamu memanfaatkannya, seolah-olah mereka adalah kamu dan aku merangkul pinggang kamu. Kamu nggak berubah, Julia. Aku udah nggak bisa kamu tipu. Lebih baik kamu berhenti dari pada aku makin benci sama kamu!"

Allen tersenyum dengan sikap yang sinis. Pertahanan Julia terlihat kokoh, bertahan di sisi Allen seolah-olah dia yang paling terluka.

"Apa yang kamu inginkan? Jelaskan padaku. Kamu hanya buang-buang waktu. Kita udah selesai. Aku nggak mau bermusuhan dengan masa lalu. Siapa laki-laki yang nggak mau bertanggung jawab itu? Aku akan bantu. Kamu butuh pengacara? Atau butuh asset Skylinearch?" tawar lelaki itu dengan nada mencemooh.

"Kamu. Kamu orang yang nggak bertanggung jawab itu!"

Wajah Allen mengeras, emosinya mulai kian menanas. Allen bicara baik-baik, menawarkan bantuan agar wanita itu segera menjauh dari kehidupannya.

"Aku nggak bercanda."

"Kamu pikir, aku juga bercanda?" Julia menyuarakan dengan nada tajam. Beberapa detik kemudian, dia merintih kesakitan sambil memeluk perutnya.

Allen tidak tertarik. Julia yang mengajaknya berdebat. Sekarang wanita itu berpura-pura kesakitan agar Allen mengalah.

Sungguh picik!

"Sudahlah, aku nggak ada waktu buat drama ini. Kita udah selesai. Kamu sendiri yang memutuskan hubungan kita."

Allen mendorong kursi roda ke kamar, membiarkan Julia meraba-raba dinding dan berusaha menahan tubuhnya agar tidak jatuh.

"Mbak ...," jerit Julia memanggil Zinnia. "Mbak ...," Tubuhnya mulai gemetar, kedua kakinya tidak sanggup menopang tubuhnya.

"Iya, Bu." Zinnia berlari keluar dari dapur. Menangkap tubuh Julia dan memapahnya ke sofa. "Kram lagi ya, Bu?"

Julia hanya mengangguk dengan napas naik turun kasar. "Saya mau ke kamar, Mbak."

"Mari, Bu." Zinnia mengangguk, membopongnya.

Seren datang menyusul, mengelap tangan pada rok. Dia cepat-cepat menyangga bagian kiri Julia. Kemudian mereka bertiga menuju kamar Julia.

Dengan hati-hati mereka membantu Julia duduk, Seren memperbaiki posisi bantal, sementara Zinnia mengangkat kedua kakinya dan meletakkannya di atas ranjang.

Seren berlari ke dapur untuk mengambil air hangat, dan hanya dalam hitungan detik dia kembali. Wajah khawatir tidak dapat disembunyikan oleh gadis remaja itu.

"Ibu, minum dulu," Zinnia menerima gelas dari putrinya. Dia membantu Julia minum secara perlahan dan bertahap.

Napas Julia masih terengah-engah. Sedikit lebih baik setelah air hangat mengalir ke tubuhnya.

Seren memperhatikan Julia dengan cermat, mengambil gelas dari tangan Zinnia, lalu dengan lembut ia mengusap-usap perut Julia.

Julia merebahkan badannya dibantu Zinnia. Istirahat dengan posisi menyamping dan memeluk bantal khusus.

Julia dibantu oleh Zinnia untuk merebahkan badannya. Dia beristirahat dengan posisi menyamping sambil memeluk bantal khusus.

Seren memahami sebagian tentang kesulitan menjadi wanita hamil, terutama jika bayinya besar, lebih besar dari ukuran bayi pada umumnya. Dokter mengatakan bahwa bayi tersebut nantinya akan memiliki postur tubuh yang tinggi.

"Ibu mau berendam pakai air hangat?" tawar Zinnia setelah Julia mulai tenang.

"Iya. Tolong pakai air hangat ya?"

"Baik, Bu."

Zinnia segera pergi dari ranjang untuk mengisi bath up dengan air hangat. Sementara itu, Seren memilih pakaian untuk Julia.

"Ibu mau pakai gaun ini?" Sebuah gaun biru polos yang diambil dari lemari tanpa merusak lipatannya.

"Boleh," Julia setuju.

Seren melanjutkan pekerjaannya, memilih pakaian dalam, mengumpulkan wewangian, dan krim. Semuanya diletakkan di samping Julia.

Seren juga membantu Julia bangkit dari tempat tidurnya. Menanggalkan pakaiannya dan mulai mengatur untuk berendam.

Berendam dengan air hangat dapat membantu meredakan rasa kram. Ada beberapa metode yang dianjurkan oleh dokter, namun berendam dianggap paling efektif bagi Julia.


***

Jakarta, 16 November 2023

Continue Reading

You'll Also Like

6.5M 329K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
36.1K 4.4K 13
published : 17-01-2019 republish : 31-10-2020 Cerita absurd percintaan idol yang nggak kalah absurd [ re: Lucas ] ⚠ Non baku ⚠ Harsh word ⚠ Cringeee...
49.4K 6.4K 74
This is the story between you and me This story dedicated for person who likes sweet, simple love story Enjoy And please don't copy my works
10.2K 1K 12
Side story of Ales and Sean's life that have safely landed on their destination ❤️