Rafa

By jeochan_

779K 55.9K 2K

[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa ti... More

prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

12

21.9K 1.4K 50
By jeochan_




Mendengar perkataan ayahnya, Rafa segera melepas pelukan pada ibunya. Menegakkan kembali badannya lalu menengadahkan kepalanya untuk menatap sepasang mata sendu milik ayahnya.

"Ayah, jangan bilang seperti itu. Sungguh, Rafa tidak pernah menyalahkan ayah."  Rafa memberikan kalimat penenang untuk ayahnya. Orang tuanya tidak bersalah apa apa. Yang salah itu temannya.

Dan tiba-tiba,

Plakkk!

Lengan Rafa dipukul oleh Helia. Helia yang tadinya menampilkan raut muka sedih, kini tergantikan dengan raut muka emosinya, "Anak nakal. Kenapa tidak memberitahu ibumu hah!" Marah Helia.

Rafa meringis mendapatkan pukulan itu, rasanya perih. Pukulan dari ibunya memang tidak main-main.

"Aduh, sakit bu." Ringis Rafa dengan lirikan mata yang menatap takut pada ibunya.

"Ayahhh…" Adu Rafa kepada Arya. Meminta perlindungan dari amukan ibunya.

"Masih mengharapkan pembelaan?"  Balas Arya dengan menatap tajam anaknya. Ia juga merasa kesal dengan diamnya Rafa atas tindakan teman-temannya. Sebagai orang tua jelas ia dan istrinya tidak terima. Jika sedari dulu ia mengetahui sikap teman-teman Rafa pada anaknya, sudah dari dulu ia memindahkan Rafa ke sekolah baru.

Tidak perlu berpikir ulang, tentang masalah biaya yang semakin menambah ia tidak peduli. Yang penting anaknya hidup aman tentram. Uang bisa dicari lagi.

Kini tatapan Rafa beralih ke keluarga Alarick dan Ganendra. Rafa menyesal menoleh ke mereka, tatapan dingin dari semua abangnya bahkan dari daddy dan mommynya membuat ia semakin terpojok.

"Hehehe." Ringis Rafa dengan canggung.

"Kenapa kamu tidak menceritakan pada kami sayang?" tanya Elisa dengan suara lembutnya. Tak terlintas di dalam benaknya jika anak kesayangannya menjadi korban bullyan. Mendengar kabar ini membuat Elisa kesal. Anak Clara memang harus dihajar dulu oleh putra-putranya agar tau kesalahannya itu benar-benar fatal.

Rafa menundukkan kepalanya dengan jari yang saling bertautan. Abangnya memang tidak memarahi dirinya karena tidak memberitahu mereka, tapi tatapan mereka benar-benar sangat tidak bersahabat. Ingin rasanya lari dari kenyataan.

"Rafa."  Suara dingin berasal dari Dirga yang saat ini mengawasinya dari ujung sana. Duduk dengan tangan yang bertopang di sandaran sofa dan tatapan mengintimidasinya membuat Rafa semakin menundukkan kepalanya.

"Ya daddy?" Jawab Rafa dengan lirih, kepalanya masih tetap tertunduk.

"Angkat pandanganmu ketika diajak bicara. Di mana sopan santun mu?" Sarkas Dean, sepertinya suasana hatinya masih buruk semenjak mendapat kabar mengenai tadi,  terlebih adiknya tidak memberitahu mereka. Sebenarnya mereka itu dianggap oleh Rafa apa tidak.

Merasakan hawa semakin dingin yang menguar dari aura abang-abangnya, Rafa mau tak mau harus menuruti perintah abangnya.

"Maaf, Rafa  tidak ingin merepotkan ibu dan ayah. Maaf, Rafa lemah, Rafa tidak bisa melawan Toni dan teman-temannya. Rafa takut dikeluarkan dari sekolah karena membalas perbuatan Toni. Keluarga Toni lebih berkuasa dari keluargaku, Mereka bisa saja membalikkan situasi yang sebenarnya terjadi"

"Nanti jika Rafa dikeluarkan, Ayah akan menanggung banyak beban. Harus mengeluarkan biaya lagi jika ingin menyekolahkan Rafa. Rafa hanya  tidak ingin berurusan dengan keluarga Toni. Rafa tidak ingin memperpanjang masalah. Rafa baik-baik saja. Sampai sekarang Rafa tetap bertahan. Rafa kuat." Rafa menjelaskan dengan senyum manisnya. Memberitahukan kepada keluarganya bahwa ia sudah biasa dengan ini.

"LALU KENAPA KAU TIDAK MEMBERITAHU KAMI. "

Bentakan dari seseorang membuat suasana ruangan itu menjadi hening. Rafa tentu terkejut, membulatkan matanya dengan tangannya yang gemetar. Bentakan itu membuat hatinya seperti ditusuk ribuan jarum. Apalagi seseorang itu untuk pertama kalinya membentaknya.

Orang itu adalah Vano. Untuk pertama kalinya Vano membentaknya. Salah satu abangnya yang paling dekat dengannya.

Bentakan dari Vano membuat mata bulat Rafa mulai berkaca-kaca. Entah antara sakit hati dan takut pada Vano, membuat ia merasa ingin menangis.

Vania langsung memeluk Rafa dengan elusan lembut di punggungnya yang menenangkan. "Vano, jangan membentak Rafa." Peringat Vania ke putranya yaitu Vano.

Vano memang tidak bisa mengontrol emosinya. Tapi jika dihadapkan dengan Rafa, Vano bisa menahan emosinya. Tapi entah kenapa sekarang tidak, mungkin Vano masih terbawa emosi dengan kabar tadi.

Vano memalingkan mukanya ke samping, mencoba meminimalisir emosi yang membuncah dalam dirinya. Ia sangat marah, kenapa adiknya tidak mengadu kepada mereka. Tapi Vano lebih emosi dengan Toni. Rasanya ia sangat ingin menginjak-injak muka Toni si sialan itu.

"Tidak apa apa, Vano hanya khawatir padamu." Vania menenangkan Rafa dalam pelukannya. Dapat ia rasakan pelukan erat ketika Rafa membalas pelukannya.

"M-ma-maaf, Rafa hanya tidak ingin merepotkan kalian. Rafa minta maaf huaaaaaaa." Tangis Rafa pecah. Bentakan Vano masih teringat jelas di dalam ingatannya. Rafa kan sedih.

"Kamu bukan beban bagi kami. Jika tidak ingin mendapat amarah lagi dari kita, jangan pernah berpikir jika kau merepotkan kami," ucap James memperingati Rafa agar tidak terus-terusan berpikir jika ia merepotkan mereka.

"Kau adalah adik kesayanganku. Jika kau masih tetap berpikir tidak ingin merepotkan kami, tidak hanya Vano yang bisa membentakmu seperti tadi." Timpal Elang dengan nada ancaman.

"Rafa, ingat perkataan kami." Tambah Arka dengan tatapan tajamnya. Arka bukannya menenangkan Rafa yang menangis, malah semakin membuat Rafa takut.

Anggukan kepala dapat Vania rasakan di dalam pelukannya. Vania menundukkan kepalanya demi melihat keadaan Rafa.

"Iya, Rafa janji akan mengadu pada kalian jika Toni membuat masalah lagi dengan Rafa." Jawab Rafa dengan lirih tapi mereka mampu mendengarnya.

"Tidak perlu," ujar Dirga dengan nada dingin.

Sontak tatapan semuanya beralih menatap Dirga, Rafa yang tadi bersandar di pelukan Vania langsung menegakkan kembali badannya. Mendengar penolakan dari Dirga membuat ia berpikir jika Dirga marah padanya. Raut muka Rafa semakin murung.

"Dad."  Protes Alan. Ada apa dengan daddynya, kenapa menentang ucapan Rafa.

"Hm, Tidak perlu. Karena Rafa tidak akan bersekolah di sekolah itu untuk kedepannya lagi." Mutlak Dirga dengan nada tegas.

Helia dan Arya saling pandang, seolah-olah mereka mengerti dengan maksud Dirga. Arya sebagai ayah kandung dari Rafa tentu sangat setuju dengan keputusan Dirga.

"Jadi?" Tanya Vano memastikan.

"Rafa akan sekolah di SMA WIJAYA."  Kini James yang menimpali. Jika sekolah Rafa tidak memihak pada Rafa, maka Rafa akan mereka pindahkan ke sekolah yang ditempuh oleh Vano, Alan dan Refan.

Elisa dan Vania tersenyum mendengar keputusan itu. Itulah yang mereka inginkan. Sedari dulu mereka sudah meminta Rafa untuk satu sekolah dengan anak mereka, tapi Rafa menolak. Dan setelah mengetahui jika Rafa tidak diperlakukan baik di sekolahnya, mereka akan memaksa Rafa untuk menyetujui perkataan mereka. Orang tua kandung Rafa juga sudah pasti akan menyetujuinya.

"Rafa, kamu senang? Kamu akan satu sekolah dengan Refan, Vano dan juga Alan." Tanya Elisa dengan senyum manisnya.

Rafa termenung, sekolah di SMA WIJAYA memang salah satu keinginannya. Siapa yang tidak mau jika ditawarkan ke sekolat elite dan bergengsi seperti itu. Tapi Rafa masih memikirkan keadaan orang tuanya. Rafa menoleh menatap kedua orang tuanya.

"Ayah, ibu." Rafa memanggil orang tuanya dengan tatapan tersirat meminta pendapat.

Arya dan Helia menganggukkan kepala pertanda setuju. Mereka sangat setuju. Demi Rafa bisa belajar dengan tenang tanpa gangguan dari teman-temannya.

Rafa beranjak dari duduknya. Turun dari Kasur dan berjalan mendekatkan ke arah ayahnya. Saat Rafa sudah berdiri di hadapan Arya, Rafa menjinjit dan mengode ayahnya untuk menundukkan tubuhnya, Rafa ingin membisikkan ayahnya. Arya segera mengikuti kode dari anaknya.

"Ayah, itu pasti mahal." Bisik Rafa dengan suara kecilnya.

Arya tersenyum mendengar perkataan anaknya. Rafa masih memikirkan tentang biaya.

"Tidak apa-apa, ayah akan bekerja keras untuk membayar itu. Rafa hanya tinggal belajar dengan rajin dan banggakan kita ya." Nasihat Arya pada anaknya. Helia ikut tersenyum mendengar percakapan antara anaknya dengan suaminya. Helia tau apa yang dibisikkan Rafa ke suaminya.

"Kami yang akan membiayai sekolah Rafa, " ujar Vania, keluarganya tidak hanya memaksa Rafa untuk pindah ke SMA WIJAYA. Mereka juga akan membiayai sekolah Rafa karena mereka tau jika sekolah itu cukup mahal biayanya.

Arya dan Helia sontak membulatkan matanya. Tidak percaya jika majikannya bersedia menanggung biaya sekolah Rafa. Namun, karena Arya merasa tidak enak, ia mencoba menolaknya.

"Nyonya, terimakasih. Tapi kami yang akan menanggungnya sebisa mungkin. Kami sudah sangat merepotkan nyonya." Tolakan halus dilontarkan oleh Arya.

"Tidak ayah, tidak anak sama saja."  Kesal Alan dengan lirih. Elang yang berada tepat di samping Alan langsung berdeham singkat. Melirik Alan agar diam, tidak ikut campur urusan orang dewasa.

"Tidak apa-apa, Vano juga dulu meminta Rafa untuk satu sekolah dengannya. Mereka bisa berangkat bersama nanti. Masalah biaya, serahkan pada kami. Tidak perlu merasa seperti itu. Pak Arya cukup bekerja keras di mansion kami, itu sudah sepadan dengan ini." Papar Vania agar tawarannya tidak ditolak oleh Arya.

"Kami tidak menerima penolakan. Cukup setujui, semuanya selesai. " Dirga angkat bicara, bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati istrinya. Berdiri tepat di samping Vania.

Arya dan Helia berterimakasih dengan tawaran keluarga Alarick, mereka sangat bersyukur. Mereka masih dikelilingi oleh orang-orang baik. Arya dan Helia membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Tuan dan Nyonya Alarick.

Rafa menoleh menatap ayah dan ibunya yang masih membungkukkan badannya, sepertinya ia harus mengikuti pergerakan ayah dan ibunya. Saat Rafa akan membungkukkan badannya. Panggilan serentak dari Vano dan Refan mengalihkan atensinya. Rafa segera berjalan mendekati ke dua abangnya.

"Ada apa?" Tanya Rafa setelah berdiri di tengah-tengah Vano dan Refan.

"Diam di sini." Perintah Refan dengan tatapan datarnya, sedangkan Vano hanya diam. Perintahnya sudah disampaikan duluan oleh Refan jadi ia tidak perlu mengulanginya.

Setelah Arya dan Helia menegakkan kembali badannya dan mengucapkan ucapan terimakasih setulus-tulusnya, James yang sedari tadi ingin mengucapkan sesuatu harus ia tahan dulu untuk mencari waktu yang pas, dan sekarang adalah waktunya.

"Rafa." James memanggil Rafa yang saat ini berdiri di tengah-tengah antara Vano dan Refan.

"Ya daddy?" Rafa membalas panggilan dari James.

"Bukankah kau tidak bisa melawan temanmu karena keluarganya lebih berkuasa?"  James memastikan perkataan yang sempat Rafa jelaskan, tentang alasan mengapa Rafa tidak bisa melawan Toni.

Rafa menganggukkan kepalanya. Benar, itu alasannya.

"Kalau begitu. Cakra, buat keluarga Fernando bangkrut."

Perintah dari James membuat Rafa terkejut. Cakra yang diberi perintah oleh daddynya segera menjalankan perintahnya, saat Cakra sudah mulai mengetik nomor untuk memanggil seseorang. Ucapan Dirga mampu menghentikan pergerakan Cakra.

"Biar sisanya kami saja James. Dean."  Dirga mengambil alih rencana ini. Keluarga Ganendra sudah menggali informasi-informasi terkait Rafa, sekarang biarlah keluarganya yang mengurus sisanya. James menganggukkan kepala pertanda setuju dengan ucapan Dirga.

Dean langsung keluar untuk menelpon bodyguard kepercayaannya. Membuat bangkrut perusahaan kecil Fernando mudah  bagi mereka.

Rafa ingin tau kenapa keluarga Fernando dibuat bangkrut. Apa hubungannya?

"Untuk apa dad?"  Tanya Rafa dengan ekspresi kebingungan.

"Jika perusahaan Fernando bangkrut, mereka tidak akan menjadi keluarga yang berkuasa lagi. Dan kau Rafa, gunakan kesempatan ini untuk membalas perbuatan temanmu itu. Mereka bukan lagi keluarga yang harus kau takuti." James memberitahu siasatnya.

Fernando bukan apa apa bagi mereka, mereka ibarat serangga kecil yang begitu sombong. Tidak melihat jika diatasnya masih ada yang lebih berkuasa daripada mereka.

"Besok pergi ke sekolah untuk menemui kepala sekolah. Daddy sudah mengabari pihak di sana. Mereka akan mengurus permasalahanmu dengan temanmu itu. Jangan takut, mereka bukan lagi keluarga yang berkuasa," ucap Dirga tak terbantahkan.

Rafa terharu, mereka semua melakukan ini untuk dirinya. Rafa benar-benar  menyayangi mereka. Jujur ia juga ingin sekali pindah sekolah, ingin menikmati pembelajaran tanpa gangguan. Dan akhirnya ia akan disekolahkan ke sekolah impiannya. Rafa sangat-sangat bersyukur bisa berada di lingkup dua keluarga ini.

Dan besok, ia akan masuk ke sekolah itu untuk terakhir kalinya. Ia akan bertemu Toni. Apakah ia bisa membalas perbuatan Toni selama ini? Atau ia tetap dengan pendiriannya yang pesimis?

......

Next chapter abangnya Rafa ngamok wkwkwkk.

Siapa yang kangen Rafa?

Continue Reading

You'll Also Like

244K 9.5K 79
Khalisa yezia akila dan aryan gifari alezra yang di pertemuan di pesantren _ _ _ Saat ini, yezia dan keluarganya sudah sampai di rumah, dan yezia mem...
68.8K 10.9K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
277K 31.7K 42
"Kio gue bentuknya kucing. Sekarang lu kemanain Kio gue?" "Huweee Gazaa.." Cowok mungil itu pun menangis. "Ini Kio, kucingnya Gaza." •﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀...
668K 71.3K 24
Hanya menceritakan kisah seorang remaja yang berumur dua belas tahun, remaja menggemaskan yang bisa membuat siapa saja tak berkedip memandangnya. tin...