KOSAN CERIA

By PaiBian

170K 16.9K 3K

Asti tidak menyangka Kosan Ceria yang kadang membosankan di setiap harinya karena hanya diisi oleh si Hana, s... More

1 - Kos Ceria
2 - Penghuni Baru
3 - Peluk Cium Peluk Cium
4 - Malam Pertama
5 - Keseruan Malam Pertama
6 - Telanjang Dada
7 - Link Haram
8 - Bewok Banyak Bulunya
9 - Gigit Bibir
10 - Tegang
11 - Simulasi Punya Anak
12 - Adam Sialan
13 - Keluar di Toilet
14 - Mesum
15 - Sesama Perempuan
16 - Burung Keras dan Nasib Menyedihkan
17 - Kado Misterius untuk Bang Adam
18 - Bu Kos Balik!
19 - Menusuk Sampai Jantung
20 - Bubur Penghibur
21 - Hot Sexy
22 - Tetangga Baru
23 - Es Dung-Dung yang Bikin Bingung
24 - Perhatian Prihatin
25 - Kaos Kutang Bikin Melayang
26 - Kepulangan Si Hana
27 - GUE CAPEK!
28 - BEKAS MASA LALU
29 - MASALAH SI HANA, MASALAH WARGA KOSAN JUGA
30 - Dibuat Lemas Akbar
31 - Rian Asti Emosi
32 - PASAR SIAL
33 - AKBAR BAIK TAPI KENAPA?
34 - AKBAR RIAN BIKIN PENASARAN
35 - OM DIYAT DAN PERDEBATAN YANG TIADA USAINYA
36 - AKU CEMBURU
37 - TIAP MASALAH PUNYA JALAN KELUAR
38 - Aku Pacarnya Akbar
40 - DIA KABUR!
41 - Bu Kos & Ustaz Jamili
42 - Salah Semua
43 - Rian dan Perhatian
44 - Ide Liar dan Membahayakan
45 - Perjanjian Permainan
46 - Gibah
47 - Permainan Itu Ada Lagi
48 - Pengakuan Si Hana
49 - Bukan Kabar Burung

39 - DIBANGGAKAN

1.1K 189 22
By PaiBian




SEBELUMNYA, aku mau ngasih tahu kalau Kosan Ceria ada versi chat keseharian mereka. diupload di instagram @ haii.pai, di sana banyak keseruan warga kosan. mampir yaa!!

•••

39 – Dibanggakan

•••

"Beneran gak mau gue anterin? Bisa kok ini gue bonceng tiga," ucap si Rian yang baru datang dengan motornya.

Aku dan Akbar tadinya sudah berjalan lebih dulu, tepat di pertigaan cowok bermotor hitam baru dicuci itu datang menawarkan tumpangan. Aku tidak marah atas niat baiknya, tapi coba pikir sendiri apa motor yang luas dudukannya itu terbatas bisa menampung tiga orang? Belum lagi karung dan beberapa keresek yang kami bawa masing-masing.

"Iya emang bisa. Bisa kempes motor lu. Jangan sampe gue lempar juga ini dodol ke muke lu ye!" Ketusku yang langsung ditanggapi refleks menghindar. Selain aku bawaannya memang selalu kesal setiap kali melihat si Rian, aku juga semakin kesal karena niat baik cowok itu malah mengganggu aksi berduaanku dengan Akbar.

"Kalau kempes tinggal kita dorong aja bareng-bareng."

"Dih, ogah."

Akbar tertawa, disusul si Rian. Di satu sisi aku menjadi awkward karena tidak mengerti kenapa mereka berdua tertawa padahal responsku sudah sangat ketus. Ada momen di mana aku memperhatikan tubuhku sendiri, meraba, menyapu pandangan barang kali ada yang aneh seperti upil hitam di hidung yang sudah kering atau baju yang terkena tai ayam, tapi ternyata tidak ada. Bukan aku yang aneh, tapi mereka.

"Marah-marah mulu ya dia kerjaannya," celetuk si Rian pada Akbar. "Semoga telinga lo enggak rombeng dengerin dia marah-marah terus setiap hari."

Sok Akrab banget,

"Asti kalau enggak marah kayaknya enggak afdol, Yan," sahut Akbar. Aku sedikit kesal karena aku tidak pernah marah-marah atau memaki dia seperti apa yang kulakukan pada si Rian. Cowok itu sesekali memandangku sembari menggigit jari telunjuknya. "Tapi ... kayaknya dia cuma marah-marah ke lo deh, haha."

Aku kontan memandang Akbar, walau pencahayaan jalanan hanya dengan satu lampu temaram tapi aku bisa melihat wajahnya juga terkejut, si Rian juga melakukan hal yang sama. Kali ini kesalku bertambah jadi kepada dua orang, apa maksudnya coba bilang begitu? Kalau nanti si Rian jadi kepedean dan membahas hal itu terus bisa-bisa aku juga ikut marah-marah pada Akbar.

Aku mengedipkan mata berulang kali sampai Akbar merasa bersalah dan meminta maaf canggung. Sesekali kuselipkan helaian rambut ke ujung telinga dan membuat suara batuk dramatis supaya tidak kaku-kaku amat. Kalimat Akbar tadi cukup membuatku tidak berselera untuk marah-marah lagi pada si Rian.

"Gue balik deh kalau gitu."

Kami benar-benar tidak ada percakapan lain. Si Rian pamit dengan senyum tidak jelas menempel di bibirnya, Akbar kembali menggendong beras pemberian Om Diyat setelah sebelumnya memberi ajakan pelan padaku untuk melanjutkan langkah pulang. Sedangkan aku hanya mendapati kebingungan, bingung dengan tingkah mereka berdua, dan bingung ternyata Akbar dan si Rian bisa tampak seakrab itu dan nyambung satu sama lain saat bicara. Padahal, seingatku kalau ketemu di Yang Kusayang mereka tidak begitu sering ngobrol berdua. Atau mungkin hal seperti itu yang selalu dibilang orang-orang? Bahwa laki-laki cenderung mudah mendapatkan teman baru karena mereka sok kenal sok dekat satu sama lain tanpa pernah merasa risi.

Perintah Om Diyat yang menyuruhku jangan datang bersama teman cewek ternyata bukan tanpa alasan, hal itu karena dia memberikan kami sekarung beras dan satu kantong belanjaan oleh-oleh Garut yang tentu saja dodol tidak pernah absen. Kalau tadi aku pergi bareng si Hana bisa-bisa aku menerima tawaran si Rian untuk bonceng tiga, tak peduli nanti akan diteriaki "cabe-cabean!" oleh para bocah, yang penting aku sampai kosan.

"Kalau boleh tahu, kenapa lo suka marah terus ke si Rian, Sti? Ke si Malik juga, ke si Wahyu kayaknya enggak sering. Kenapa?"

Sial. Akbar tiba-tiba bertanya begitu menghunus hening di antara kami, sembari berjalan aku memikirkan jawaban yang semoga tidak membuatku malu sendiri. Tengsin kalau sampai Akbar tahu aku suka padanya, lagipula mana bisa kita marah-marah ke orang yang kita suka. Ditatap beberapa detik saja hati rasanya porak-poranda.

"Gak tahu ya, gue kesel aja gitu kalau denger mereka ngomong. Kayak setiap kata dan pergerakan mereka bikin gue terganggu. Si Rian selalu nyebelin di tempat kerja, si Malik tingkahnya bikin gue susah masuk surga. Menurut lo gue aneh gak, Bar?"

Entahlah, meski sedang dipancing membicarakan orang yang bikin aku kesal saja aku tidak bisa menghilangkan senyum kalau sedang bicara dengan Akbar. Aku senang ada orang yang penasaran, itu artinya dia memperhatikan, dan aku senang diperhatikan Akbar.

"Enggaklah. Lo berhak mau berekspresi kayak gimana pun selama punya alasan." Ada jeda beberapa saat sebelum dia berhenti melangkah dan memusatkan arah pandangnya padaku. "Tapi, kok kayaknya lo gak pernah marah-marah ke gue?"

Tahan. Jangan sampai aku kelihatan salah tingkah. Untung jalanan menuju kosan tidak begitu terang jadi semoga pipi yang mulai terasa panas ini tidak terlihat kemerahan.

"Mana mungkin gue marah sama orang yang udah banyak bantuin orang lain. Kehadiran lo di Kosan Ceria bikin gue ngerasa kayak tadinya ada di ruangan sesak terus lo dateng buka pintu, bikin banyak udara masuk, terus lo juga bikin ruangan itu nyaman buat ditempatin. Bikin gue betah ada di sana. Selama lo gabung jadi warga kosan, banyak perubahan baik yang terjadi ke kita, Bar. Kalau gak ada lo, mungkin si Ica udah habis kali kita jambak-jambakin. Mungkin si Hana enggak bakal bisa tegar menerima mantan sama nyokapnya. Si Malik gak bakalan punya temen yang bisa bantu ngasih solusi setiap keluhannya. Dan si Wahyu ... mungkin dia bisa terus diteror pinjol ilegal atau bahkan dikeluarin dari kampus."

Akbar berdecih dengan bibir terbuka nyaris tersenyum. Aku hampir mempertanyakan perkataanku sendiri karena reaksinya hanya sebatas itu, tapi kemudian ada momen aku menyadari kalau Akbar juga tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Gue seberdampak baik itu, kah?"

"Iya. Gak nyadar? Orang baik emang suka enggak sadar kalau dirinya sendiri baik."

"Tapi gue kayaknya bukan orang baik, Sti."

Kenapa? Kenapa kalimat yang Akbar ucapkan dengan sedikit senyum justru matanya tampak memiliki banyak kesedihan, matanya menunjukkan ketidakselarasan. Akbar tidak biasanya menunjukkan mata itu, mata malaikat yang selalu dipandangkan pada orang-orang yang kesusahan dan membantu memberikan pertolongan itu justru kini seperti memerlukan pertolongan.

"Kalau begitu gue bakal jadi orang pertama yang yakin kalau lo orang baik." Aku tidak ingin mata itu berlangsung lama, aku ingin melihat mata akbar yang bercahaya seperti biasanya, jadi aku –kami—melanjutkan berjalan. "Orangtua lo pasti bangga deh punya anak kayak lo, Bar. Berguna buat orang lain. Pantes buat dibanggain." Aku sedikit menekankan kalimat akhir dengan menggerakkan gigi.

Gue mana pernah dibanggain sama orangtua kayak orang-orang.

"Semoga, ya," jawabnya sembari memandang langit malam. "Semoga di universe yang lain, setiap anak dibanggakan orangtuanya."

Mendengar ucapan Akbar aku jadi ikut membayangkan. Aku di dunia yang lain sedang melakukan apa. Apa dia juga diusir dari rumah. Dipisahkan dari keluarganya sendiri. Tinggal di kosan. Apa aku yang lain bertemu dengan Akbar yang lain juga ya, kalau iya itu satu-satunya hal yang wajib disyukuri seperti apa yang kulakukan akhir-akhir ini. Apa ... apa aku yang lain juga seorang karyawan warung kopi ya, meski pekerjaan itu menyenangkan tapi aku berharap aku yang lain dapat mewujudkan mimpi kecilnya. Bisa sekolah di sekolah yang dia mau. Bisa memiliki banyak teman. Memiliki banyak uang untuk membeli segala hal yang dia inginkan. Memakai pakaian lucu yang aku selalu tidak bisa dapatkan. Memiliki hubungan asmara yang baik, dicintai selayaknya belahan hati.

Dan ... semoga di dunia yang lain, semua anak dibanggakan orangtuanya.

Malam ini hujan sudah benar-benar berhenti, tapi Akbar bilang dia kelilipan karena sudah mulai gerimis lagi. Sudah kutadahkan telapak tangan, tapi tidak ada satu air pun yang jatuh. Tetapi Akbar tetap kekeh bahwa sudah mulai gerimis lagi. Dan kini dia berjalan mendahului.

Mungkin hujannya bukan di langit ini, tapi di langit yang lain. Mungkin hujannya bukan dijatuhkan awan, tapi dijatuhkan bola. Bola mata. Mungkin, hujannya tidak di bumi, tapi di pipi.

Tapi Akbar anak yang membanggakan.
Aku bangga padanya.
Kenapa dia menitikan air mata?

•••
NEXT>>
•••

1 kata untuk Akbar?

Continue Reading

You'll Also Like

63.2K 6K 20
lah kok jadi manusia?-Lee Heeseung 2024
475K 7.3K 3
Ini adalah kisah Alvin setelah menikah, siapa sangka ia mendapat istri yang diluar ekspektasi, ada baiknya baca Mantan Kampret 1 dulu biar ngeh ...
11.3K 2.7K 45
⚠️ Beberapa bab belum di revisi Dibuat : 28 Januari 2024 Tamat : 16 Juni 2024 *** Menceritakan seorang gadis remaja bernama lengkap Nayura Claudia An...
726 118 43
Entah bagaimana caramu jatuh cinta pada dirimu sendiri, caraku adalah dengan membencinya lebih dulu.