MANTAN || SUNA RINTAROU X REA...

By coretanpeach

747 100 30

Berpisah karena keadaan memanglah menyakitkan. Namun bagi (Name) itulah satu-satunya cara, satu-satunya jalan... More

01🫧
02🫧
03🫧
04🫧
05🫧

06🫧

80 14 5
By coretanpeach

Piyy ridiingg!

🫧🫧🫧

Laki-laki dengan tinggi 185 lebih itu memasuki ruangan dimana tempat biasa mereka berkumpul setelah menaruh barangnya di kamar asrama.

Kehadirannya membuat atensi beberapa dari rekan tim nya menoleh.

"Hahaha! Kenapa lo? Galau? Makanya potong rambut? " ledek Komori setelah melihat penampilan baru Suna.

Suna mendengus. Ia memang habis memotong pendek rambut nya, kali ini lebih pendek daripada sebelumnya. Jika teman-teman SMA nya melihat, mungkin mereka akan mengatakan bahwa rambut ijuknya telah tiada.

"Emang gue cewek?!." sinis Suna, laki-laki itu mendudukkan diri di samping Washio yang duduk di sofa, mengeluarkan ponselnya dan memiringkannya. Bermain game online.

"Lah? Emang cewek doang yang kalau galau atau stress motong rambut? " tutur Komori lagi.

Suna berdecak, "Diem deh lo." katanya.

"Kemarin sayang banget lo gak ada, Rin. Kita kedatangan tamu, dokter tim medis kita udah ada yang gantiin." ujar laki-laki lain yang telungkup di atas karpet menscroll media sosialnya.

"Siapa?"

"Siapa ya? Gue cuman inget manggil dia mbak dokter sih."

"Gue juga, tapi namanya mirip-mirip nama lo." sahut Washio.

"Rina? " tebak Suna.

"Marga lo!"

"Aaa! Dari kemarin gue lihat wajahnya emang gak asing. Gue baru inget, dia temen SMA lo, Rin. Gue inget pernah liat dia di story WA lo." ujar Komori setelah sedari tadi terdiam berpikir, ternyata sedang mengingat-ingat.

Kening Suna makin mengerut, ia keluar dari game online nya dan membuka galeri nya. Mencari fotonya bersama teman-teman SMA nya sewaktu mereka kelulusan. Setelah dapat, ia pun memperlihatkan pada Komori.

"Yang mana? "

Komori mendekatkan wajahnya pada layar ponsel Suna, matanya seketika berbinar, "Ini siapa? Imut bangeett." pujinya sembari menunjuk Keisya yang berdiri di himpit (Name) dan Atsumu.

Plak!

Dengan tidak berperasaan Suna menampar pelan wajah Komori dengan ekspresi malas dan tatapan datarnya.

"Di samping cewek yang lo puji itu suaminya g*bl*k! "

Washio dan yang lainnya serentak menertawakan Komori yang kesakitan di tampar Suna, walaupun pelan tapi tetap saja terasa perih.

"Ck! Kasar banget sih lo! " celetuknya sembari mengelus pipi, "Yang ini, gaun hitam." jawabnya menunjuk (Name).

Suna sontak tertegun, kembali di tatapnya foto mereka.

"(Name)? "

"Ah, iya! Itu, Fukuichi (Name)! Bener 'kan?! "

Washio mengangguk, "Iya, bener, Fukuichi." sahutnya, "Lo juga keknya deket banget sama yang ini, Rin. Gue gak sengaja ngeliat di feeds ig lo, ada foto lo berdua. Yaa walaupun agak burem, tapi mata gue cukup jeli, cewek ini 'kan yang ada di feed lo? "

Suna mengangguk tanpa bersuara, ia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Benarkah (Name) bekerja sebagi dokter tim medis tim nya? Keberuntungan macam apa ini?

Tapi kenapa (Name) bekerja disini? Bukankah dia sudah menjadi guru tetap di sekolah Akaashi?

🫧🫧🫧

"Bu! Ayo foto bareng! "

(Name) yang hendak pulang karena jam mengajarnya telah selesai, di hadang oleh anak kelas 3-3 yang sepertinya sedang jam kosong.

"Waduh, ga bilang-bilang, ibu lagi kucel banget ini." candanya diselingi kekehan kecil.

"Enggak kucel kok, Bu! Cantik! " sahut salah satu siswa laki-laki dari kelas 3-3 tersebut.

"Hahaha! Pinter banget gombal, belajar dimana? " Laki-laki itu menyengir sembari mengelus belakang kepalanya.

"Ayo lah, Bu, kapan lagi, kata temen-temen, jadwal ngajar ibu udah di kurangin. Ibu mau nikah? " sahut sang ketua kelas.

"Eh, enggak, ibu belum mau nikah."

"Syukurlaahh, masih ada kesempatan." (Name) melototkan mata mendengar penuturan salah satu siswanya.

"Heh, maksudnya apa? " syoknya.

Siswi itu menyengir, "Masih ada kesempatan buat perjuangin Pak direktur."

(Name) sontak meledakkan tawanya, "Ya Ampun, kalian mikir saya mau nikah sama Pak Akaashi?? "

"IYAA BUU! "

"Waduh, ngaco kalian ini. Hahahha.... Yaa walaupun emang idaman banget sih nikah sama Pak Akaashi." katanya dan kembali tertawa diikuti para murid cewek.

"Bener banget tuh, Bu! "

(Name) menggeleng seraya meredakan tawanya, "Udah-udah, katanya mau fotbar. Gak jadi? Ibu pulang nih." ujarnya berancang-ancang untuk pergi.

Namun dengan segera para murid berseru seraya menahannya.

"Yaudah, kalau mau foto, buruan. Saya ada urusan penting setelah ini."

"Heemm... Mau kencan ya, Bu? "

(Name) mengedipkan sebelah matanya pada murid cowok yang menggodanya itu.

"Rahasia negara."

Semuanya serentak berseru heboh. Tak ingin makin memperlama menahan (Name), mereka pun mulai mengambil foto bersama.

Setelah itu, (Name) segera kembali ke ruang guru dan mengganti pakaiannya agar lebih layak untuk ia kenakan ke perusahaan.

Yappss, setelah ini ia harus ke perusahaan EJP untuk memeriksa keadaan para atlet dan juga kesehatan mereka.

Seperti biasa, ia membawa mobil merah yang telah menemani nya sedari awal masuk kuliah. Sebelum keluar dari mobil, tak lupa ia memakai jas putihnya, sebagaimana peraturannya ketika ia bekerja sebagai dokter tim medis atletik.

Menarik napas panjang sebelum benar-benar keluar dari memperhatikan penampilannya dari cermin, jangan sampai ada hal aneh di wajah atau tubuhnya.

Setelah memastikan ia telah siap, dia pun keluar dari mobil seraya memperbaiki anak rambutnya yang ia biarkan terjatuh.

"Selamat siang, Mbak."

Saat hendak memasuki gym, (Name) bertemu dengan Yora.

"Oh, siang, Mbak Yora."

Yora menyerahkan beberapa berkas pada (Name), "Ini data para pemain dan juga hal-hal yang wajib diperiksa serta di catat setiap minggu."

"Oh iya, baik, terima kasih, Mbak."

"Mari, Mbak, sebentar lagi waktu pengecekkan. Beberapa anggota tim medis sudah ada di dalam."

(Name) tersenyum dan mengangguk. Mereka berdua pun masuk, ternyata para anggota telah selesai latihan di lihat dari mereka yang telah ke pinggir meraih botol minum dan juga handuk masing-masing.

"Dokter (Name), anda sudah datang? " sapa Pak Shiroma begitu melihatnya.

(Name) tersenyum dan menyapa balik.

"Mereka baru saja selesai, biasanya mereka akan beristirahat selama 15 menit sebelum melakukan pemeriksaan." jelas Pak Shiroma

(Name) menggangguk mengerti, "Baik, Pak. Sembari menunggu mereka beristirahat, apakah saya boleh bertanya pada mereka tentang kondisi tubuh mereka saat ini? Setelah istirahat, saya akan melakukan pengecekkan fisik."

"Oh iya, silahkan." ucap Pak Shiroma dengan senyum khasnya.

(Name) mengangguk patuh membalas senyuman Pak Shiroma. Ia pun beranjak dari sana menghampiri para anggota seraya menyusun susunan laporan medis tiap anggota.

Dengan sengaja, ia memulai dari sang kapten dan diakhiri dengan sang mantan.

"Dokter (Name)! " sapa beberapa anggota termasuk sang kapten begitu melihat kehadirannya sampai hendak berdiri dari posisi duduk masing-masing.

(Name) tersenyum dan mengangguk membalas sapaan mereka, "Kalian duduk saja, Sembari kalian beristirahat, saya hanya ingin menanyakan beberapa hal."

Mereka pun kembali ke posisi duduk masing-masing.

"Apa ada keluhan atau merasa kesakitan seperti pegal? " (Name) mulai menanyai mereka satu persatu dan tak lupa mencatatnya.

Waktu istirahat mereka yang seharusnya 15 menit memakan sampai 30 menit karena diiringi dengan candaan. Beruntung (Name) sudah lebih dewasa dan profesional saat ini, tapi beda lagi kalau sudah sama Eca dan yang lainnya, yang ada dia yang paling ngakak kencang. Mana dia orangnya receh banget lagi.

Sampai akhirnya yang ingin ia hindari pun tiba, kini giliran Suna untuk dia tanyakan keadaannya. Tanpa memandangi wajah laki-laki itu dan fokus di data rekam medis Suna di tangannya.

"Ada keluhan?" tanyanya singkat, padat dan kurang jelas, menurut Suna.

Suna hanya diam menatap wajah yang sudah lama tak ia pandang sedekat ini, lagi.

Tak mendengar satupun jawaban, (Name) kembali mengulangi pertanyaannya, bahkan sampai tiga kali namun Suna tetap diam tak bersuara.

(Name) berdecak dan memandangi wajah Suna dengan kesal.

"Anda tuli? " ujarnya frontal.

"Akhirnya lo ngeliat ke arah gue lagi." ucap Suna sangat pelan sehingga yang lainnya tidak dapat mendengar perkataannya kebetulan ia yang duduk sedikit memisah dari yang lainnya. Walaupun samar-samar, namun (Name) masih bisa mendengarnya dengan jelas.

(Name) menggigit bibir bagian dalamnya pelan dan segera memalingkan pandangan.

"Sepertinya anda baik-baik saja." Bukannya tidak profesional, (Name) bersikap abai justru ingin bersikap profesional. Tak ingin mencampuri urusan pribadi dengan pekerjaan. Namun Suna tidak bisa diajak bekerja sama, dia yang hendak beranjak lebih dulu ke ruang pemeriksaan malah di cegah oleh Suna dengan menahan tangan kanannya yang tengah memegang pulpen.

Tanpa sadar genggamannya pada pulpen tersebut mengeras hingga terdengar sedikit suara retak dari pulpen tersebut.

"Bahu gue sedikit sakit." ucap Suna.

Selain ingin menahan (Name) untuk tetap di hadapannya, Suna juga berkata demikian agar rekan-rekannya tidak kebingungan dengan perilakunya barusan.

Suna melepaskan genggamannya dan tersenyum tipis, sangat tipis ketika (Name) membalikkan badan sepenuhnya padanya. Gadis itu mencatat sesuatu di kertas yang ia pegang kemudian nampak menganggukkan kepala.

"Ada lagi? " (Name) kembali bertanya tanpa sedikitpun memandang wajah Suna.

"Ada."

Hati gue. Sakit banget ngeliat kita jadi seasing ini.

"Apa yang sakit? " ulang (Name) dengan perasaan dongkol memandang ke arah wajah Suna.

Suna mengalihkan pandangannya, dadanya semakin sesak melihat wajah yang sampai saat ini masih ia harapkan.

Laki-laki itu menggeleng kemudian beranjak dari tempatnya tanpa mengatakan apapun. (Name) yang melihat itu tentu merasa kebingungan.

Bukan hanya (Name), rekan-rekan Suna juga demikian.

"Maafin ya, Mbak Dok, kayaknya moodnya lagi ga bagus." sahut salah satu rekan Suna membuat (Name) menoleh.

"Oh, gak papa." katanya seraya tersenyum agar mereka tidak khawatir.

Padahal mah dalam hati, (Name) pengen banget nampar wajah Suna tadi.

"Mbak Dok sama Rin teman SMA 'kan? Kami pernah lihat story ig nya Rin, ada Mbak Dok disana. Kami lihat-lihat kalian akrab banget, kenapa sekarang jadi asing? "

(Name) terdiam.

Terpaksa asing demi kebaikan masing-masing. Benarkan?

🫧🫧🫧

Beberapa waktu berlalu...

Anggota tim kembali latihan setelah melakukan pemeriksaan fisik dibantu oleh anggota tim medis laki-laki. Tentu saja (Name) memanggil beberapa anggota tim medis untuk membantunya, ia hanya melihat dan mendiagnosa hasilnya.

Walaupun pemeriksaan telah selesai, tetapi (Name) masih enggan meninggalkan lapangan. Padahal Yora sudah memperbolehkan dia untuk pergi.

Yang membuat (Name) enggan untuk pergi adalah karena Suna melewati waktu pemeriksaannya. Laki-laki itu menolak untuk diperiksa. Ingin sekali (Name) bermasa bodo, namun ia tidak bisa karena ini menyangkut keprofesionalannya dalam bekerja. Ia juga khawatir hanya sebatas takut laki-laki itu cedera parah dan makin merepotkan dirinya nantinya.

Kedua mata (Name) nampak menyipit melihat Suna yang seperti meringis setelah melakukan smash hingga memutar tubuhnya hampir 90 derajat.

Hal itu terjadi beberapa kali berdasarkan pengamatan (Name). Terlanjur geram, begitu waktu istirahat tiba, tanpa berucap apapun (Name) menarik paksa Suna keluar dari lapangan.

"Maaf, Pak Shiroma! Orang ini memang perlu di paksa! " ujar (Name) pada Pak Shiroma yang memandang bingung ke arahnya.

"Kenapa sih lo? Gue mau latihan. " ujar Suna sembari menarik tangannya pelan, sebenarnya bisa saja ia langsung menarik paksa tangannya, tetapi ia tidak ingin (Name) kesakitan karenanya. Yaa walaupun dia tak digubris sama sekali oleh (Name).

Gadis itu  terus menarik Suna dengan erat menuju ruang pemeriksaan.

"Sebelumnya Suna menolak di periksa, Pak." ucap Yora membantu menjelaskan pada Pak Shiroma yang nampak kebingungan tadi.

Pak Shiroma memandang ke arah (Name) dan Suna yang sudah masuk ke ruang pemeriksaan, "Tumben dia menolak, sebelumnya 'kan gak pernah."

"Eehh, itu, Pak..." sang kapten menghampiri sembari mengelus belakang kepalanya, "Kayaknya Rin ada masalah pribadi sama Dokter (Name). Setahu saya mereka teman SMA."

"Begitukah? "

"Iya, Pak. Rin yang cerita sebelumnya."




"Duduk! " titah (Name) menunjuk sebuah kursi agar mudah ia periksa bahu laki-laki itu.

"Gue gak sakit, gak usah periksa."

(Name) berdecak, "Memangnya pemeriksaan fisik harus sakit dulu?! Udah buruan buka baju lo! " tukas (Name) seraya memakai sarung tangan.

Suna reflek menyilangkan kedua tangannya di depan dada menatap (Name) dengan horor, "Putus dari gue kok lo jadi mesum?"

"Mesum pala kau! " ujar (Name) melototkan matanya syok, tak menduga kata-kata tersebut akan keluar dari mulut Suna, yaa emang dari dulu kalo ngomong udah tajem sih, "Gue gak mau perkaos lo! Tapi mau periksa! Buka cepetan! "

"Iya-iya, santai napa sih? Marah-marah mulu."

"Yaa elu yang bikin gue marah! "

Suna pun tak berujar apa-apa lagi dan memegang ujung bajunya untuk dia buka, namun posisinya yang menghadap (Name) sontak membuat gadis itu melototkan matanya.

"Heh! Balik belakang dulu baru buka! Bisa ternodai mata gue tau! "

Suna berdecak, "Emang gue kotoran bisa nodain mata lo." katanya sembari memutar tubuhnya membelakangi (Name) karena memang kursi yang ia duduki merupakan kursi yang mudah berputar.

Suna pun telah membuka bajunya, (Name) berdehem pelan berusaha untuk fokus dan profesional. Telah lama putus dan jarang bertemu membuat (Name) tak menyadari bahwa bahu laki-laki itu semakin lebar dan juga kekar.

Menggeleng kuat beberapa saat pikiran-pikiran aneh malah muncul di saat yang tidak tepat, dengan segera (Name) menjalankan tugasnya. Ia memegang bahu kanan Suna dari bagian depan, samping, atas lalu belakang. Berkuliah di ilmu keolahragaan tak membuatnya tidak mengerti mengenai ortropedi, salah satu mata kuliah yang ia dapatkan dengan nilai memuaskan. Yaa walaupun sangat susah menghafal bagian-bagian tulang dan antek-anteknya beserta nama latinnya.

(Name) berdecak, hal itu membuat Suna menolehkan kepalanya ke arah kanan. Suna reflek terdiam karena ternyata posisi wajah (Name) yang cukup dekat dengan bahunya membuat wajahnya juga otomatis akan dekat dengan wajah (Name). Melihat ekspresi (Name), membuat Suna tersadar ternyata (Name) sudah banyak berubah.

Sudah tidak berperilaku semaunya seperti dulu, sekarang sudah terlihat lebih dewasa. Padahal kalau ketemu, ia selalu memperhatikan, tapi kalau dalam jarak sedekat ini, Suna menemukan beberapa hal baru.

"Abis latihan ke rs lo, rontgen tuh bahu lo. Kayaknya geser." ucap (Name) langsung menjauhkan wajahnya dan beranjak melepas sarung tangannya.

Suna memegang bahu kanannya dan sedikit menggerakkannya, yaa sebenarnya dia memang merasa pegal dan sakit sih.

"Apanya? "

"Ya tulangnya lah bego."

Suna mendatarkan tatapannya, kembali memakai bajunya lalu berdiri dari posisinya.

"Lo kenapa kerja disini? Akaashi mecat lo? "

Tatapan (Name) auto menajam, "Nggak." jawabnya lalu membereskan barang-barang dan berkasnya yang akan ia bawa pulang lalu dimasukkannya ke dalam tas miliknya.

"Terus? "

"Yaa gak terus-terus. Emang salah gue punya dua pekerjaan? "

"Jadi guru aja udah capek, apalagi ditambah jadi dokter tim medis." tutur Suna semakin membuat (Name) tidak suka. Apakah ia selemah itu sampai-sampai tidak bisa dipercaya bahwa ia bisa menghandle semua?

Dia juga melakukan ini demi masa depannya, untuk dirinya bukan untuk orang lain.

"Suka-suka gue." kata (Name) lalu memakai tasnya.

"Yang lain tahu? "

"Gak, dan gue harap lo gak bocor." tutur (Name) sembari berjalan menuju pintu keluar.

Belum sempat ia memegang gagang pintu, Suna malah menahannya.

"Gue belum selesai ngomong." ujar Suna.

(Name) berdecak sembari menghempas tangan Suna dari lengannya, "Gue mau pulang! Tugas gue banyak! "

"Kalau begitu berhenti ngajar di sekolahnya Akaashi."

"Nggak! " tanpa berpikir (Name) langsung menolak hal tersebut,  enak saja main berhenti. Akaashi sudah berbaik hati menjadikannya guru padahal dirinya belum selesai kuliah serta membantunya mencari pekerjaan sampingan plus membantu mengurangi jadwal mengajarnya.

"Kenapa? Suka lo sama dia? "

Kedua alis (Name) auto miring mendengar pertanyaan itu, "Apa urusannya sama lo?" ujarnya sewot.

"Urusan gue." ucap Suna menjeda perkataannya sembari menatap lekat kedua bola mata (Name), "Kita masih belum selesai, dan gak akan pernah selesai."

"Itu bagi lo! Bagi gue, kita udah selesai! " (Name) langsung keluar dari ruangan dan tanpa sengaja menutup pintu dengan cukup keras saking terbawa emosi.

To be continue

Halooo! Aku kembali untuk menyapa kalian.

Kalian sehat-sehat kan? Semoga yaa, jaga kesehatan dan jangan lupa beribadah.

Btw mohon maaf lahir dan batin yaa, walaupun udh mau 3 minggu berlalu, maklumin aja hehe🙏🏻

Sini absen cerita mana yg mau aku update???

Mungkin kalian sudah bosan baca permintaan maafku karena slow update heheh. Mungkin ada diantara kalian yg masih jadi readers ku sejak cerita Coldgirl. Coldgirl aku up kyknya di bulan juni 2021, sudah mau tiga tahun sejak saat itu. Cerita itu aku buat sebelum aku masuk ke Perguruan Tinggi, dan yaa, aku sudah mau tiga tahun di PT, artinya saat ini aku ada di semester akhir. Sudah mulai sibuk menyusun skripsi, magang, dan sebentar lagi akan KKN.

Lagi-lagi aku mau minta maaf kalau semua ceritaku yg belum sempat aku tamatin masih gantung sampai sekarang. Entah kapan aku bisa lanjutkan karena emang gak ada waktu buat mikir alur dan cerita yg bagus sebab pikiranku semua sudah dipenuhi sama proposal skripsi, laporan praktikum, tugas kuliah, magang dan masih banyak lagi. Semoga kalian memaklumi lagi yaa.

Terima kasih sudah mau terus bertahan sama cerita-cerita ku, terima kasih atas segala bentuk dukungan dan excited yang kalian tunjukkan. Aku sayang kalian semua.

Terima kasih banyak! 🤍

Continue Reading

You'll Also Like

29.1K 3.5K 13
"WOI GEY" - [name] "UDAH GUE BILANG GUE GAK GEY TOLOL " - Reo wrning - ooc -cringe -harsh words -tidak mengikuti alur asli Semoga suka
68.2K 9.7K 12
cerita pendek dari huruf awal nama (1/6)
19K 2.5K 12
"Akhirnya Aku menikah dengannya" -(y/n) "Aku tidak tau menikah dengannya Akan menjadi seperti ini" -Isogai
1M 86.4K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...