EPHEMERAL [M]

By cleonoona

786 34 6

Apa yang salah dari cinta semacam ini? Bahkan seluruh dunia menyudutkan dan menuding kita berdua, seolah kau... More

Prolog
He Came
Start From Here (⚠️18+)
Half Boiling (⚠️18+)
Deal With It
Beginning

Sorrow

159 7 0
By cleonoona

Please, jangan jadi silent readers!
Tinggalin jejak vote dan komen

Apresiasi kecil buat author biar makin cepet update <3

Jangan lupa follow!
  
  
  


  
  
  
     Hujan di pagi hari adalah hujan yang banyak dibenci oleh siapapun. Apalagi jika itu terjadi di West Phynestone. Kota kecil di bagian barat Korea Selatan yang kerap kali diguyur hujan. Nyatanya West Phynestone masih memiliki predikat nomor satu sebagai kota terbasah sepanjang tahun.
     Meski langit sudah mulai menangis sesenggukan diselingi kilatan petir tipis yang berkilau menembus gumpalan awan, namun hal itu tak menjadi penghalang sama sekali bagi kerumunan manusia yang masih berdiri di area pemakaman— mengelilingi satu makam, melantunkan nyanyian-nyanyian rohani dengan pakaian serba hitam dan bola-bola tisu di tangan mereka. Suasana duka yang perih.

     Sejak satu jam yang lalu, hampir keseluruhan media berita di West Phynestone telah menyiarkan berita kematian seorang pria berdarah Italia yang namanya cukup dikenal oleh beberapa kalangan petinggi perusahaan besar di Korea Selatan. Tuan Arthur ditemukan meninggal dunia secara misterius di bathtub kamar mandi apartemennya yang berada di Kota Seoul. Kematian Arthur tentunya langsung menghebohkan seluruh warga dari dua kota tersebut. Polisi dan detektif mulai bergerak dengan hati-hati untuk menyelesaikan kasus yang jika tidak ditangani dengan baik, kemungkinan besar akan berdampak sangat buruk dan bisa menimbulkan pecah belah antar dua negara. Korea Selatan dan Italia.
     Setelah cukup lama diselimuti hawa berkabung dan lantunan lagu-lagu yang menyayat hati, akhirnya upacara pemakaman tersebut selesai. Semua orang berbondong-bondong pergi, kembali ke rumah masing-masing, menyisakan dua manusia yang tampak belum ingin beranjak lantaran masih sangat sulit melepas kepedihan.
     "Ayo kita pulang, kau belum mengisi perut sejak pagi."
     Seorang pria berkulit pucat dengan setelan jas dan celana serba hitam tampak berdiri tak begitu peduli, memperlihatkan wajah datarnya sambil menyembunyikan tangan kiri di saku celana. Benar-benar tidak peduli. Lebih tepatnya tidak peduli pada suasana duka dan kematian ini. Kematian ayahnya sendiri.

"Siapa yang melakukan ini padanya?"
"Aku tidak tahu."
"Kau hanya tidak peduli."
"Aku peduli, sekarang kau harus pulang dan makan."
"Sebentar saja."

     Pria itu terdiam, memberikan selang waktu agar wanita yang masih meringkuk di sebelah makam, tepat di bawah kakinya bisa sedikit melepas kesedihan sebelum mereka benar-benar pulang dan kembali ke rumah.

     Perlahan namun pasti, hujan turun semakin deras. Dua manusia yang masih bertahan di tempatnya dengan kemelut pikiran masing-masing itu benar-benar membiarkan tangis air langit menghantam dan membasahi seluruh tubuh mereka.

     "Kim Aera, ayo pulang. Jika terus seperti ini, maka bukan hanya kau yang akan jatuh sakit tapi aku juga."
     Wanita bergaun hitam sebatas lutut itu mengusap air mata untuk yang terakhir kalinya. Percuma, air mata itu bahkan sudah berbaur dengan hujan. Tangannya bergerak mengusap batu nisan. "Aku pulang, jaga dirimu baik-baik."
 
 
****
 
 
Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position. Also, make sure your seat belt is securely fastened and all carry-on luggage is stowed underneath the seat in front of you or in the overhead bins. Thank you.

     Suara landing announcement membangunkan tidur seorang pria yang wajahnya tampak begitu kusut dan kelelahan akibat terlalu lama terlelap dalam posisi setengah duduk. Perjalanan panjang berdurasi 14 jam Italia - Korea Selatan memang cukup menguras energi.

"Halo?"
[Kau sudah di bandara?]
"Aku hampir mendarat."
[Aku sudah memesan taksi online untukmu.]
"Terima kasih, Hyung. Aku akan meneleponmu kembali jika pesawat sudah mendarat."

     Sambungan telepon berakhir. Pria berambut cokelat gelap itu segera membenahi barang-barangnya karena 10 menit lagi pesawat yang ia tumpangi akan benar-benar mendarat.

     Setelah hampir 20 tahun berlalu, akhirnya ia kembali lagi ke negara kelahirannya. Selamat datang, Luca. Selamat menjalani kehidupan baru di Korea Selatan yang entah akan menjadi menyenangkan atau bahkan menjadi sumber malapetaka baru baginya.
     Luca mendorong kopernya keluar dari pintu bandara. Cuaca siang ini cukup mendung dan basah. Ah ralat, belum siang, ini masih pukul 09.00 Kst pagi. Beberapa orang yang pulang dari perjalanan jauh sama seperti dirinya juga terlihat berdiri sejajar sambil memainkan ponsel, menunggu jemputan.
     "Tuan... Lucario? Lucario Aaad- ad- Adalfiii-eri? Ah maaf, namamu susah sekali."
     Luca tersenyum kecil sambil memandang hangat sosok sopir taksi yang dikirim saudaranya.

"Tidak masalah. Panggil saja Luca."
"Baik, Tuan. Maaf, namamu Italia. Apa kau orang Italia?"
"Iya."
"Tapi wajahmu asia, Tuan."
Luca terkekeh melihat kepolosan sopir taksi itu. "Ini tanah kelahiranku, tapi aku besar dan lebih lama tinggal di Italia. Ayahku orang sana."
"Aaah, kalau begitu silakan masuk. Akan kubereskan kopermu."
"Terima kasih."

     Luca melepas topi hitamnya dan memasrahkan seluruh permukaan punggung pada sandaran kursi mobil. Memejamkan mata sejenak sepertinya tidak buruk.
     "Tu-tuan!"
     Kepala Luca terangkat dengan cepat saat mendengar pekikan kecil dari mulut sopir taksi di depannya yang sedang menunduk entah menatap apa.
     Tiba-tiba saja, pria paruh baya itu mengangkat ponselnya ke depan wajah Luca.
     "Aku baru saja memeriksa dan ternyata aku harus mengantarkanmu ke alamat ini. Ini alamat keluarga besar Tuan Arthur. Aaaahh, jadi kau anak dari mendiang Tuan Arthur? Wah, benarkah?!"
     Sungguh, heboh sekali. Apa ayahnya seterkenal itu di Korea Selatan?

"Kau mengenal ayahku?"
"Tentu saja tidak, memangnya siapa aku sampai kami harus saling kenal. Maksudku, namanya sangat besar di West Phynestone dan Seoul. Jadi rata-rata semua orang tahu ayahmu."
Luca mengangguk sekilas. "Ah begitu."
"Duduklah dengan nyaman, kau pasti sedang berduka. Aku akan mengemudi dengan aman sampai tujuan."

     Luca hanya mengangguk lalu kembali bersandar dan memejamkan mata. Ia tidak terlalu tertarik dengan pemandangan kota di Korea. Bukan apa-apa, hanya saja ia lebih mencintai Italia. Menghabiskan waktu 8 tahun besar di Korea tidak cukup membuatnya menyimpan kenangan baik. Karena memang sama sekali tidak ada kenangan baik tentang hidup di negara ini, baginya.

Drrrttttttt!
Min Yoongi incoming call...

"Ya, Hyung? Aku sudah di dalam taksi."
[Oh baiklah, kalau begitu hati-hati.]
"Apa ada banyak wartawan di rumah?"
[Tidak ada, mereka tidak akan pernah berani berkunjung kemari.]
"Baiklah... aku hanya memastikan karena aku tidak terlalu suka diekspos."
[Tenang saja, kau tidak akan terkekspos sampai kasus ayah tuntas.]
"Terima kasih, Hyung."

     Kedua laki laki itu hampir mirip. Tidak ada ekspresi sedih atau berduka sama sekali di wajah mereka. Benar-benar terlihat seperti angin lewat. Kematian ayahnya seperti bukan apa-apa bagi Luca, dan juga Min Yoongi, saudara angkatnya. Sekalipun menggemparkan hampir seluruh sudut Korea Selatan, namun tak ada yang istimewa bagi mereka berdua sebagai anak angkat sekaligus para pewaris kekayaan Tuan Arthur.
     Berduka? Itu hanya sebagai formalitas belaka di depan layar media. Kita perhalus saja bahasanya sebagai bentuk dari "sopan santun".
     Luca membuka matanya dan menatap pemandangan Kota West Phynestone dari jendela mobil. Sisa gerimis tipis tampak mengembun di permukaan kaca. Ia sedang membayangkan seperti apa Yoongi sekarang. Apakah masih kurus seperti dulu dan kulitnya masih sepucat susu? Terakhir kali mereka bertemu saat ia masih berumur 8 tahun. Setelah itu, Luca benar-benar terbang ke Italia bersama Kevin, tangan kanan ayahnya dan tidak pernah kembali lagi. Setahun sekali, ayahnya akan datang menjenguk. Meski sebenarnya ia tidak pernah meminta ayahnya datang. Alasan Luca dipindahkan ke Italia adalah... karena Arthur tidak suka Luca berdekatan dengan ibu kandungnya. Ya, secara tak langsung pria itu memang sudah memisahkan hubungan antara ibu dan anak. Itulah alasan mengapa Luca- sedikit, membenci ayahnya.
     3 tahun setelah kepindahannya dari Korea, Luca mendapat kabar yang membuatnya bagai tersambar petir di siang bolong.
 
 
/Flashback/

     Suara dentingan sendok dan piring menjadi musik rutin setiap pagi di ruang makan super besar dengan gaya Eropa klasik dan serba bewarna kecokelatan. Jangan membayangkan ada satu keluarga sedang duduk sarapan melingkari meja sambil bercanda hangat. Salah besar. Meja makan itu hanya diisi oleh dua orang, lebih tepatnya dua pria dengan jarak usia yang terpaut jauh. Ya, rumah besar itu dihuni oleh Luca dan Kevin. Tapi Kevin lebih sering sibuk dan banyak bepergian. Jadi, yang paling benar hanya Luca seorang diri yang menghuni ditemani oleh 2 maid yang sudah tahunan bekerja di sana.

"Hei, Luc."
"Hmm?"

     Luca masih sibuk menatap piringnya yang terisi penuh oleh 5 buah Cannoli dan 3 lembar Pancake cokelat besar. Hari ini ia makan sedikit lebih lahap dari biasanya. Suasana hatinya sedang bagus.

"Luc."
"Hmm?"

     Luca yang merasa janggal dengan nada suara Kevin pun mendongak. Menatap Kevin penuh tanda tanya.
     "Apa? Kau mau bicara sesuatu?"
     Kevin meletakkan kedua tangannya di atas meja. Bahasa tubuhnya yang terlihat serba salah semakin membuat Luca penasaran.

"Ada apa, Vin?"
"Maaf aku harus menyampaikan kabar duka ini untukmu, tolong jangan terkejut dan tenangkan dirimu."
"Kabar duka?"

     Kevin tak menjawab. Ia membenahi posisi duduknya lebih tegak lalu menatap Luca dengan serius. Raut wajahnya terlihat sedikit miris dan iba, entah iba pada siapa.
     "Ibumu meninggal dunia pagi ini pukul 05.00 waktu Korea Selatan. Korban tabrak lari dan sekarang jenazahnya sedang diautopsi di rumah sakit. Aku turut berduka cita."
     Seketika itu juga, seluruh isi dunia serasa berputar hebat di kepala Luca. Sejak saat itu, ia merasa hancur selamanya. Merasa tak berguna lagi di kehidupan ini. Membenci dirinya sendiri, membenci ayahnya, membenci hari kelahirannya, membenci Korea Selatan, dan membenci seluruh isi alam semesta.
 
 
 

 
 
 
Jangan lupa follow!

Tinggalin jejak vote dan komen ya <3
Apresiasi kecil buat author biar makin cepet nulis lanjutnya ✨

Continue Reading

You'll Also Like

81.9K 7.8K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
186K 15.6K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
55.3K 8.6K 52
Rahasia dibalik semuanya
827K 87.4K 58
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...