Winter Scent

By VanadiumZoe

3.7K 1K 306

Diusia pernikahan yang hampir menginjak 5 tahun, Taehyung dan Bora belum berencana memiliki anak, tetapi kedu... More

Hai! It's KTH Again
INTRO: HER
1
2
3
HURT
1
2
3

4

223 87 35
By VanadiumZoe


Han Bora mondar mandir di ruang dokter psikiater selama sesi wawancara psikiatri, dia tidak tenang menunggu tanggapan Taehyung, setelah merencanakan pertemuan Taehyung dengan Yunhee tanpa pemberitahuan. Dalam kecemasan membuncah, Bora menjawab pertanyaan Seokjin yang duduk tenang di depannya.

"Kau tidak minum obatmu tepat waktu?"

"Aku tidak ingat harus minum obat." Bora menggigit kuku-kukunya, dia berhenti bergerak lalu duduk lagi di sofa. "Pekerjaanku sedang banyak sekali—Dokter Jin, kenapa Taehyung tidak juga meneleponku?"

"Bora, kau tidak bisa begini terus. Jika kau tidak percaya pada suamimu, kau harus mencoba untuk hamil lagi."

"Tidak!" sahut Bora cepat, kecemasan yang sangat besar menerjangnya bagai gulungan ombak lalu menenggelamkan dirinya.

"Kau tidak akan mencelakai bayimu. Selama kau yakin dan mengikuti terapi rutin, bayimu akan baik-baik saja."

"Aku membunuhnya."

"Itu kecelakaan Bora, kau tergelincir dari tangga bukan sengaja menjatuhkan diri dari tangga."

"Kenyataannya bayiku meninggal, Dokter Jin. Aku melihat darahnya mengalir di kakiku tanpa bisa menolongnya, aku bahkan tidak melakukan apa-apa untuk menyelamatkannya." Air mata Bora berjatuhan di setiap kata yang dia ucapkan, bayangan kecelakaan yang menyebabkan dia keguguran memenuhi pandangan matanya.

Hari itu tanggal 30 Desember, bertepatan dengan ulang tahun suaminya. Bora telah menyiapkan kue cokelat dan seikat besar bunga gypsophila, bersiap menyambut Taehyung yang hari ini akan menjemputnya di kantor. Langit senja keunguan sedang menyebar butiran salju kecil-kecil, dari balik dinding kaca kantornya Bora menyapu pandangan di sepanjang halaman.

Tangan kanan Bora mengusap-usap perutnya yang mulai terlihat buncit diusia kandungan enam bulan, dia tersenyum mengingat Taehyung sudah menyiapkan nama untuk calon bayi mereka yang diprediksi berjenis kelamin laki-laki. Bora bersyukur kehamilannya lancar, tanpa gangguan morning sickness atau semacamnya, mood-nya selalu baik dan dia sangat semangat bekerja.

Calon putranya punya sifat seperti Taehyung sejak di kandungan; tidak pernah menyusahkan Ibunya dan selalu membuatnya bahagia. Bora bahkan merasa tidak membutuhkan apa-apa lagi semenjak menikah dengan Taehyung, definisi 'bahagia' sudah direalisasikan dengan sempurna oleh suaminya.

"Sayang, kenapa kau mirip sekali dengan ayahmu." Bora mengusap perutnya sambil tersenyum, menyadari bila daya kerja dan kreativitasnya juga meningkat semenjak hamil.

Bosan menunggu Bora keluar dari lobi kantor yang sepi, semua karyawan sudah pulang untuk menikmati liburan akhir tahun. Bora menengadah, membiarkan butiran salju berjatuhan di atas wajahnya, dia berjalan pelan menyusuri halaman luas sembari menunggu Taehyung. Di tengah halaman ada tangga kecil menuju kolam ikan Koi. Dia berdiri di ujung tangga, kepingin turun ke bawah tapi takut dimarahi Taehyung kalau ketahuan.

Tangganya licin—batin Bora, dia hendak berbalik, tetapi sayangnya dia terpeleset. Kejadian selanjutnya terasa begitu cepat; tubuhnya oleng ke depan, tangannya tidak mampu meraih tumpuan pada birai tangga, seketika dia berguling ke bawah dengan posisi tertelungkup.

"Aargghh!!!" Bora merintih kesakitan, berusaha membalikkan badannya.

Kemudian rasa sakit yang teramat besar menerjang perutnya saat dia berhasil duduk, perlahan-lahan darah segar dari pangkal paha mengalir di kakinya. Bora tidak bisa bergerak karena rasa sakit yang begitu hebat, dia berusaha berteriak meminta bantuan tetapi tidak ada satu petugas keamanan yang mendengarnya.

Sementara darah kian membanjiri kakinya, mengubah putihnya salju menjadi genangan merah yang pekat dan lengket. Hal terakhir yang bisa Bora ingat, dia berteriak memanggil Taehyung disaat ponselnya yang terpelanting berdering. Sebelum kesadaran Bora lamat-lamat memudar, hilang sepenuhnya.

☘☘☘

"TAEHYUNG!!!"

Bagai tersedot ke dalam lubang hitam dan muncul mendadak, Bora kembali terjaga dari mimpi yang terasa sangat nyata, berdengap dengan mata terbelalak. Dia tidak mampu untuk sekedar mengerjap di antara deru napas yang memburu cepat, mulutnya kering, tidak ada suara yang berhasil keluar dari tenggorokan saat dia memanggil Taehyung.

Dia menarik napasnya panjang-panjang, lalu terkesiap sekali lagi begitu merasakan sentuhan hangat di lengannya, mendapati Taehyung berada di dekatnya. Detik berikutnya, tubuh Bora yang gemetaran sudah tenggelam di balik dekapan Taehyung yang erat dan hangat.

"Bora, tidak ada yang terjadi. Aku di sini, yang kau lihat tadi hanya mimpi."

Bora mengerjap lebih sering dalam pelukan yang dikenali, mengaliri aliran darah, membuatnya tenang dan aman. Dia bersandar nyaman di dada Taehyung yang luas dan hangat, tangannya melingkar erat di seputaran punggung Taehyung selama pria itu mengusap puncak kepala dan menciuminya berkali-kali.

Bora nyaris ketiduran lagi, tetapi kemudian dia sadar sesuatu dan melerai pelukan buru-buru. Bora memperhatikan Taehyung seksama, Taehyung balas menatap dalam pandangan lembut dan teduh sampai pipi Bora yang pucat lamat-lamat merona malu. Manik mata Taehung yang sehitam jelaga tampak begitu dalam, meski Bora sudah hidup dengan pria itu bertahun-tahun efeknya tetap saja memabukkan.

"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Bora, sambil menutupi mata Taehyung dengan sebelah tangannya. "Taehyung, jangan memandangiku."

Taehyung tersenyum sembari menggenggam tangan Bora, dia mencium telapak tangan istrinya sembari menjawab. "Jungkook meneleponku." Tangan Taehyung kini menelusuri helaian surai hitam Bora yang tergerai.

"Katanya kau sedang terapi hari ini. Jadi aku ke sini untuk menjemputmu, tapi yang kujemput malah sedang jadi putri tidur," tukasnya.

"Aku ketiduran," gumam Bora.

"Dokter Seokjin sudah menjelaskan status psikiatrimu hari ini." Taehyung beranjak dari ranjang. "Mau teh Chamomile?" tambahnya selagi mendekati water dispenser, mengambil cangkir dan teh di rak kecil di atas meja samping mesin air.

Bora mengangguk sembari turun dari ranjang pasien, duduk di sofa dekat jendela. Paska kolaps dan minum obat, Seokjin meminta dia istirahat di ruang perawatan sampai kondisinya membaik.

"Oh, terima kasih."

Bora menerima cangkir teh dari Taehyung, mata kanannya memejam saat Taehyung mencium pelipisnya sebelum duduk di sofa di depannya. Taehyung juga minum teh, keduanya terdiam selama minum teh sambil memandangi halaman rumah sakit yang kemerahan di bawah senja yang mulai melukis kaki langit.

"Aku sampai lupa." Bora tiba-tiba berkata, meletakkan tehnya di meja. "Di mana Jungkook?"

"Tadi dia ke ruang perawatan Sera, katanya gadis itu sedang sakit."

"Sera keracunan jamur." Bora mengambil ponselnya dan menelepon Jungkook, tetapi sebelum tersambung, Jungkook sudah muncul di ruangannya bersama Sera.

"Hai!" Sera menyapa Bora lebih dulu, menunduk singkat pada Taehyung saat mereka bersitatap. "Sudah lebih baik?" tanyanya, dia melepas genggaman Jungkook saat mendekati Bora.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu, kau baik-baik saja?" ucap Bora, memandangi Sera yang tampak sedikit pucat.

"Aku? Oh, tidak parah kok." Sera berkata, lalu dia dan Jungkook duduk di depan Bora.

"Jungkook, terima kasih sudah mengantar Bora ke dokter Seokjin," kata Taehyung, sungguh-sungguh.

Hubungan Taehyung dan Jungkook tidak akrab, dia hanya sekedar tahu Jungkook adalah teman sekaligus asisten Bora di kantor. Mereka pernah beberapa kali bertemu di acara perayaan satu sama lain, Taehyung baru memperhatikan cincin biru dengan model yang mirip melingkari jari manis Jungkook dan Sera.

"Tidak masalah," jawab Jungkook. "Keadaan Bora sedang tidak memungkinkan menyetir sendiri dan kebetulan aku juga ingin ke rumah sakit, jadi sekalian."

Mereka ngobrol santai selama tujuh menit, sebelum Jungkook melirik Taehyung lalu kedua pria itu melipir keluar. Jungkook memastikan Bora dan Sera masih terlibat obrolan, sebelum berkata pada Taehyung.

"Begini. Aku tidak bermaksud mencampuri urusan kalian, tapi akhir-akhir ini Bora sering sekali kolaps dan emosinya sangat tidak stabil."

Taehyung tidak berkomentar apa-apa, menunggu semua hal yang ingin diutarakan Jungkook.

"Hari ini Bora menemui seseorang di restoran Serendipity, setelah pertemuan itu Bora terserang panik yang sangat hebat sebelum aku membawanya ke dokter Seokjin."

"Bora di restoran itu juga?" Taehyung tidak benar-benar terkejut, dia sempat berpikir Bora ada di restoran selama dia bertemu Yunhee.

"Siapa yang dia temui?" tanya Taehyung. Dia tidak ingin menyebut nama Ibunya, meski hanya sosok sang Ibu yang muncul di kepalanya sebagai sumber anxiety istrinya.

"Kau bisa tanyakan langsung pada Bora, tapi yang pasti panic attack mendera istrimu setelah bertemu dengan orang itu. Keadaan psikis Bora seperti kembali ke awal, sebagai teman dan rekan kerjanya aku sangat khawatir," tukas Jungkook.

"Aku tahu. Terima kasih Jungkook, aku sangat menghargai informasi ini."

Selepas itu Jungkook mengajak Sera undur diri agar Bora bisa istirahat, ditambah kondisi Sera juga masih tampak lemas, dia memutuskan pulang lebih dulu.

"Akhir tahun mereka akan menikah," komentar Bora sambil duduk lagi di sofa, menghabiskan sisa teh sementara Taehyung berdiri di ujung sofa. Dia mendongak menatap Taehyung, menarik tangan Taehyung agar duduk di sebelahnya.

"Ada yang ingin kau jelaskan padaku?" ucap Taehyung kelewat tiba-tiba, nadanya tenang tanpa kesan menuntut tetapi mampu membuat ekspresi Bora berubah tegang dan kaku.

"Kau sudah menemuinya?" kata Bora, melompati pembukaan basa-basi sebab mereka sudah sama-sama memahami situasi rumit yang terjadi sore ini.

"Iya," jawab Taehyung kelewat cepat. "Kau dan Ibu sudah melihatku datang ke restoran kan?"

"Iya, aku dan Ibu ada di sana. Bagaimana dia?"

"Oke."

"Dia cantik 'kan?" tanya Bora, suaranya agak serak.

"Hhmm," jawab Taehyung, menatap Bora yang tampak kalut dan cemas. "Seperti yang kau inginkan, aku menemuinya dan membicarakan perihal rencana yang kau atur bersama Ibu."

"Kau setuju?" Bora bertanya dengan suara bergumam, melatakkan cangkir tehnya yang telah kosong di meja kaca tanpa meninggalkan bunyi.

"Kau ingin aku setuju 'kan?" sahut Taehyung. "Akan kulakukan, selama itu bisa membantumu tidak cemas lagi."

"Taehyung, maafkan aku—" Manik mata Bora mulai berkaca-kaca, "aku minta maaf."

"Tidak boleh menangis lagi." Taehyung berujar tegas, mengusap pipi Bora yang kembali pucat. "Aku sudah melakukan yang kau mau, jadi aku tidak ingin melihatmu sedih lagi."

"Jadi kau benar-benar setuju?"

Bora tidak tahu harus bertanya apa lagi. Dia baru saja meminta suaminya menikah lagi dengan gadis yang lebih muda, jauh lebih cantik darinya, dan Taehyung menyetujui permintaannya itu. Harusnya dia senang, tapi sekarang jantungnya malah memompa kelewat cepat, kakinya mulai mati rasa di bawah meja, pupilnya bergerak-gerak tidak fokus dan sekarang dia gemetaran lagi.

"A-aku perlu menelepon Ibu." Bora mengambil ponselnya, tapi Taehyung buru-buru menahan dan meletakkan ponselnya kembali ke meja. "Taehyung, Ibu harus tahu secepatnya, Ibu pasti senang mendengar berita baik ini."

"Biar aku saja yang menelepon Ibu."

Taehyung melihat ekspresi terguncang Bora, meskipun dia tahu Bora berusaha keras menutup-nutupinya. Menurut laporan dari dokter Seokjin, terapi psikiatri Bora berjalan buruk akhir-akhir ini. Bora selalu enggan merilekskan pikiran selama psikiatri, merasa sudah berada dibatas akhir kemampuan berdamai dengan kecemasan, tidak sanggup memberi maaf pada diri sendiri Bora menanggung beban penyesalan itu sendirian.

"Bora, kau percaya padaku?" Taehyung menggenggam lembut jari-jemari Bora yang mendingin. "Kau percaya aku sangat mencintaimu dan yang kulakukan hari ini semata-mata hanya untukmu?"

Bora bergeming, lalu tiba-tiba dia berkata. "Kau masih mencintai Ryuna?"

Secepat itu Bora bertanya, secepat itu pula dia menyesali sebab raut wajah Taehyung berubah dingin nyaris datar. Pria itu tampak menahan amarah besar hingga deru napasnya memburu kasar, genggaman Taehyung mengencang tanpa sadar sampai Bora meringis kesakitan.

"Jadi selama ini, kau tidak percaya padaku?" ucap Taehyung, nada bicaranya belum berubah, tenang dan hangat. Taehyung memusatkan seluruh atensi pada sosok Bora, seolah-olah dia tengah memadangi seluruh dunianya.

"Aku percaya kau mencintaiku sebanyak aku mencintaimu, tapi bukan itu masalahnya."

"Lantas?"

"Ryuna sakit, karena itulah Yunhee setuju membantu kita, dia butuh biaya untuk Ryuna."

Taehyung mendengus kasar, tidak ingin menuduh tapi pikirannya justru berpikir yang macam-macam. Alasan klise yang satu itu terdengar tidak masuk akal untuknya, ditambah sikap yang ditunjukkan Yunhee kepadanya. Termasuk pengalihan issue tentang keadaan Ryuna, membuat Taehyung jadi bertanya-tanya; apa yang sebenarnya diinginkan oleh wanita-wanita ini darinya.

"Menurutmu alasan itu masuk akal?" katanya, sikapnya yang tak acuh tergambar tanpa empati.

Bora bimbang, dia tidak tahu alasan itu murni dari Yunhee atau termasuk bagian dari rencana Ibu mertuanya. Sikap Minjung sulit ditebak, Minjung menunjukkan keinginan kuat agar rumah tangganya berantakan dengan meminta Taehyung menikah lagi. Namun dari sudut pandang yang berbeda, Minjung seolah-olah menunjukkan simpati teramat besar untuknya.

"Kau tidak ingin menemui Ryuna, menyelesaikan sisa urusan di antara kalian? Bukankah selama ini kau mencarinya?"

"Bukan 'selama ini' tapi selama aku belum bertemu denganmu. Aku pernah mencarinya, tapi dia tidak ingin aku mencarinya," jawab Taehyung, melepas genggamannya pada Bora.

"Bora, aku sudah menyetujui cara yang kau inginkan, jadi tolong jangan menambahnya lagi."

Taehyung beranjak berdiri dengan cangkir teh keduanya, diletakkan di atas meja nakas samping ranjang seraya mengambil tas Bora. Taehyung kembali lagi ke depan Bora, mengulurkan tangan pada Bora yang otomatis menyambutnya dan berdiri.

"Kita pulang. Ajukan cuti beberapa hari, sampai keadaanmu lebih baik. Kau mengerti?" tambah Taehyung, sebelum Bora sempat menyahut.

Kendati dia tidak ingin sendirian di rumah, Bora tetap mengangguk patuh. Sikap Taehyung yang berubah dingin dan kaku, sudah cukup baginya memahami keengganan Taehyung membahas sosok mantan kekasih. Meski dia pun tidak ingin mendengar apa-apa tentang masa lalu sang suami, Bora merasa masalah itu nantinya harus tetap mereka bicarakan sebelum menjadi batu sandungan yang lebih besar.

Bora memang tidak tahu pasti kesalahan yang Taehyung lakukan pada Ryuna sepuluh tahun silam, Taehyung hanya menjelaskan; pernah mencari Ryuna untuk meminta maaf pada gadis itu, jauh sebelum Taehyung bertemu dengannya.

"Taehyung," kata Bora setelah ragu-ragu sejenak, keduanya tengah berdiri di depan Maserati Taehyung di halaman parkiran rumah sakit.

"Hhmm?" Taehyung memutar bahu menghadap Bora, jarak mereka yang awalnya hanya dua langkah, seolah-olah bergeser menjadi sangat jauh saat Bora menuntaskan pertanyaannya.

"Sebenarnya, apa yang sudah kau lakukan pada Ryuna?"

"Aku meninggalkannya untuk keluargaku," jawab Taehyung kelewat cepat dan jelas.

Dedaunan merah musim gugur jatuh dari pohon maple yang menaungi keduanya, mengisi jeda jarak yang memisahkan mereka. Taehyung menatap Bora dalam luapan renjana yang tidak akan bisa disangkal oleh siapa pun. Dia memangkas jarak, sembari menyingkirkan anak rambut yang jatuh di dahi Bora, Taehyung mulai menjelaskan duduk perkara yang belum pernah dijabarkan secara lugas kepada istrinya.

Bora hanya tahu dia punya mantan kekasih bernama Park Ryuna, gadis yang memutuskan pergi dari hidupnya tanpa pernah kembali.

"Pada saat itu Ibu memintaku fokus bekerja dan berkenalan dengan anak kolega ayahku, walau pun hubungan perkenalan itu akhirnya gagal total. Lalu aku bertemu denganmu, ternyata kau murid penerima beasiswa kesayangan Ibuku dan hubungan kita disetujui bahkan sebelum aku memperjuangkan hubungan kita."

Taehyung maju selangkah lagi, mengusap pipi Bora yang kemerahan di antara sapuan angin sore musim gugur yang mulai terasa membekukan.

"Saat aku yakin telah jatuh cinta padamu, aku tidak ingin mengingat Ryuna lagi. Aku ingin melanjutkan hidupku dan menikah denganmu, menjadikanmu satu-satunya pasangan yang berada bersamaku sampai aku menua dan meninggalkan dunia ini."

Taehyung tersenyum pada Bora yang memandanginya dengan manik berkaca-kaca, air mata Bora jatuh perlahan saat dia mencium pelipisnya lalu memeluk Bora selembut yang dia bisa. Kondisi Bora saat ini sedang tidak stabil, Taehyung memutuskan menyimpan fakta terakhir dari hubungannya dengan Ryuna sampai pada saat yang tepat.

Fakta kelam yang terasa begitu menyakiti untuk dia ingat kembali, kenyataan pahit yang pada hari itu menghancurkan dirinya sampai berderai berkeping-keping. Sebelum rasa itu memudar dan menghilang, seiring hubungan asmara enam tahunnya bersama Ryuna hancur tanpa sisa.

☘☘☘

Sementara itu, dari kaca jendela ruang perawatan di lantai tujuh yang jendelanya menghadap pelataran parkiran, Yunhee melihat Taehyung dan Bora dengan rahang mengeras. Yunhee jijik membayangkan perlakukan sempurna Taehyung di hadapan istrinya, dia menduga-duga reaksi apa yang akan didapatnya dari Bora, bila dia menjabarkan keburukan Taehyung di masa lalu.

Apakah Bora masih akan mencintai suami yang telah membuang kakaknya, beserta bayi yang tengah dikandung pada saat itu?

Yunhee merasakan jari-jari seseorang mencengkram lengannya, dia melirik ke samping, melihat Ryuna tengah menatap ke objek yang sama. Jari-jari Ryuna terasa gemetaran, matanya lembab tetapi tidak memalingkan atensi dari Taehyung dan Bora yang saling memeluk di bawah sana.

"Eonni, berhenti menyakiti dirimu sendiri." Yunhee berkata, lalu tanpa aba-aba menarik gorden kuning pucat sampai menutupi semua pandangan di luar.

"Yunhee, bagaimana dia?" tanya Ryuna, menyibak kembali gorden yang sudah tertutup, tetapi kali ini senyumnya meredup sebab Taehyung sudah hilang dari pandangan.

"Sama seperti yang kau ceritakan, tapi versi aslinya lebih menyebalkan. Taehyung bukan pria baik hati yang ramah, dia hanya pria angkuh dan sombong persis seperti istrinya."

"Kau salah, Taehyung pria baik. Jangan sampai kau menyukainya selama rencana ini berjalan," kata Ryuna. Tanpa menyadari dirinya bergerak, dia duduk di kursi samping ranjang pasien dan meminum dua butir obat anti depresan.

"Tidak akan!" sahut Yunhee. "Aku tidak mungkin menyukai pria seperti Taehyung. Kupastikan Taehyung akan berlutut meminta maaf di depanmu, atas semua kesalahan yang dia lakukan."

"Istrinya cantik sekali, kepala editor majalah terkenal."

"Eonni, kau jauh lebih cantik. Bora hanya kepala editor yang sombong," sahut Yunhee.

"Kau yakin bisa menjalankan rencana kita?"

"Ini bukan rencana kita, mereka sendiri yang merencanakan kehancuran keluarga mereka. Bora yang merencanakan pernikahan untuk suaminya, jika pada akhirnya dia ditinggalkan, semua itu akibat dari kesalahannya sendiri."

Ryuna menggerakkan kepalanya, memutar atensi dari Yunhee memandang ke luar jendela.

"Eonni, kau tidak yakin aku mampu?"

"Taehyung pria yang sulit, kecuali kau bisa memastikan dia tidak mencintai istrinya."

Yunhee terdiam, memilih tidak menanggapi lebih banyak. Sejauh yang dia amati, Taehyung sangat mencintai Bora, sampai-sampai dia sendiri tidak yakin apakah mampu menyusup di antara suami istri itu. Di tambah lagi, Taehyung telah membangun tembok tinggi dan tebal, sejak pertemuan pertama mereka yang tidak berjalan sesuai yang Yunhee perkirakan.

Yunhee mengakui, Taehyung jauh dari predikat pria berengsek yang mudah ditipu daya oleh perempuan. Namun, tekat kuat untuk membantu kakaknya membalas perbuatan Taehyung di masa lalu, membuat Yunhee berpikir keras menyingkirkan Bora dari Taehyung apa pun caranya.

[ ... ]

👑 🦊 👑

Park Ryu Na ⬆️ 33 tahun | 165 senti
Mantan pacar Kim Tae Hyung

Continue Reading

You'll Also Like

122K 1K 6
isinya jimin dan kelakuan gilanya
1.4M 80.8K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi šŸ”žšŸ”ž Homophobic? Nagajusey...
48.7K 5.3K 20
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
761K 72.5K 42
š‘«š’Šš’•š’†š’“š’ƒš’Šš’•š’Œš’‚š’ J. Alexander Jaehyun Aleron, seorang Jenderal muda usia 24 tahun, kelahiran 1914. Jenderal angkatan darat yang jatuh cinta ke...