Winter Scent

By VanadiumZoe

3.7K 1K 306

Diusia pernikahan yang hampir menginjak 5 tahun, Taehyung dan Bora belum berencana memiliki anak, tetapi kedu... More

Hai! It's KTH Again
INTRO: HER
1
2
3
HURT
2
3
4

1

219 92 37
By VanadiumZoe

"Tanganmu—kenapa?"

Bora mengambil tangan kanan Taehyung yang buku-bukunya memar, ada sisa darah kering dan goresan kecil-kecil di sepanjang buku tangan itu. Dia tampak cemas, karena baru tahu tentang luka Taehyung pagi ini. Selepas pertengkaran mereka semalam, Taehyung masuk kamar setelah dia tidur.

Dia bergegas mengambil obat dan perban, tetapi kemudian mengganti dengan plester sewarna kulit agar tidak terlalu mencolok. Sepanjang Bora mengobati luka, Taehyung diam saja. Mereka berdiri di depan wastafel kamar mandi yang bersih dan terang benderang, masih sama-sama mengenakan handuk mandi.

Diamnya Taehyung menandakan bahwasannya pria itu masih marah, Bora bahkan tidak berani menatap Taehyung dan fokus pada tangan yang tengah diobati. Dia meletakan tangan Taehyung yang selesai diobati diatas telapak tangannya, mengamati luka itu sampai kemudian jari-jemari Taehyung bergerak menggenggam balik tangannya.

"Terima kasih," kata Taehyung, melepas genggaman dan keluar kamar mandi lebih dulu.

Taehyung berjalan tegas dan cepat ke walk in closet, melepas handuk yang melilit pinggang dan melemparnya ke dalam keranjang. Selagi memakai pakaiannya, dia memikirkan jalan keluar terbaik yang akan diambil demi kebaikan Bora dan Ibunya. Dua wanita yang menduduki posisi sama penting di hidupnya.

Sesungguhnya Taehyung tahu Bora tidak sepenuhnya salah, Ibunya faktor menyebab dari semua kekacauan ini. Psikis Bora tidak stabil ditambah tekanan yang dihantarkan Ibunya bertubi-tubi jelas mempengaruhi Bora terlalu banyak, sampai-sampai Bora berani mengambil keputusan sepihak tanpa pernah membicarakan dulu kepadanya.

Taehyung mengambil jeda saat ingin menarik satu kemeja di lemari, menyadari Bora berdiri di belakangnya sejak tadi. Satu gerakan cepat dia memutar bahu, tidak menyangka Bora berdiri sedekat itu dan membuat kening Bora menabrak dadanya yang bidang.

"Aahh!!" Bora meringis selagi mengusap kening, dia mendongak dan seketika keduanya tertawa begitu bersitatap.

Semudah itu mencairkan suasana di antara mereka, kini Taehyung sudah sibuk mengusap-usap kening Bora sembari menciumnya berulang-ulang.

"Masih sakit?" tanya Taehyung, memandangi Bora yang terlihat sangat cantik selepas mandi.

Kulit Bora yang sebening kaca, putih selayak susu murni, terasa halus di tangan Taehyung. Dia mengusap bahu Bora yang terbuka, nyaris menarik handuk pendek yang melilit tubuh istrinya andai Bora tidak mengintrupsi.

"Kenapa berbalik tiba-tiba? Jadi nabrak 'kan?"

"Kau yang berdiri terlalu dekat, Sayang."

Bora mencibir lalu menarik satu kemeja putih untuk Taehyung. Dia melipir ke sisi lemari paling kanan dan memilih pakaian kerjanya, lalu memakainnya di bawah tatapan buas Taehyung yang serasa ingin memangsanya sekarang juga.

"Kenapa akhir-akhir ini kau tampak terlalu menggoda?" bisik Taehyung di telinga Bora, seraya membantu menarik resleting dress selutut yang dipakai istrinya. Tangan Taehyung yang besar merangkak naik ke dada Bora dan mengusapnya, sampai sang istri berjingkat, memutar badan ke arahnya.

"Taehyung, jangan bercanda, aku ada meeting pagi."

"Kenapa ukurannya bertambah?"

"A-apa?" Bora melihat suaminya, lalu pandangannya turun ke arah dadanya sendiri. "Mana bisa ukuran dada bertambah, kalau lemak di tubuhku saja tidak bergerak dari angka 45. Sudahlah, jangan dipandangi, aku sedang buru-buru."

Bora berlalu ke depan laci-laci meja di tengah ruangan untuk memilih dasi, lalu mengambil jas hitam Stevano Ricci dan memberikannya pada Taehyung. Bora naik ke bangku kecil, Taehyung minta dibantu memasangkan dasi. Postur Taehyung yang menjulang sampai 188 senti, terlalu tinggi untuk dia yang hanya 163 senti.

"Nah, selesai." Bora berkata, tersenyum saat Taehyung mencium kening dan pelipisnya.

"Hari ini aku akan bicara dengan Ibu." Taehyung menahan pinggang Bora pakai satu lengan, melihat raut wajah sang istri berubah secepat detik jam menjadi pasi. "Tidak ada surogasi langsung apa lagi pernikahan. Kalau memang kita ingin memakai Ibu pengganti, aku hanya menyetujui pakai cara gestasional."

"Ta-tapi—"

"Tidak ada negosiasi, Han Bora. Ini sudah final."

Tak ada kalimat sanggahan yang bisa Bora gunakan untuk mematahkan pernyataan Taehyung, pria yng kini memeluk seraya mengangkat tubuhnya turun dari bangku. Taehyung memandangi dirinya lembut dan hangat, cara pandang yang tidak pernah berubah sedari dulu. Seolah-olah Taehyung akan mati, jika mengalihkan pandang darinya dan hal itu membuat Bora berdebar.

"Jangan pernah lagi berpikir memintaku menikah dengan orang lain, tidak ada hal-hal seperti itu di dunia nyata. Kau mengerti?"

Bora mengangguk samar, meskipun dia tidak terlalu yakin dengan dirinya sendiri.

"Aku tunggu di bawah. Jangan dandan terlalu cantik," tukas Taehyung sambil tertawa kecil, lalu keluar lebih dulu untuk menyiapkan sarapan.

Sepeninggalan Taehyung Bora duduk di depan meja rias, memoles makeup tidak bersemangat. Pikiran Bora melayang-layang, pandanganya terpaku pada sosok di kaca. Berbagi kegundahan pada satu-satunya sosok yang bisa memahami dirinya, ketakutannya, kecemasan akan fakta Ibu mertua yang sedang berusaha mengambil Taehyung dari hidupnya.

Ibu akan merebut Taehyung darimu dengan bantuan gadis itu, Bora berkata pada diri sendiri.

Ya, Taehyung bisa saja tidak setuju dan menentang, tapi dia yakin Minjung tidak akan menyerah begitu saja, mencari akal untuk mengambil suaminya dengan cara apa pun.

Ingat, gadis itu jauh lebih muda dan cantik. Semua pria sama saja, pada akhirnya Taehyung akan lebih memilih gadis yang bisa memberinya keturunan dan meninggalkanmu, Han Bora.

"Ti-tidak!" Bora buru-buru beranjak dari kursi sampai dengkulnya tersandung meja, menahan rasa ngilu di antara usaha menjauh dari bayangannya sendiri.

Bora bergegas menyambar tas dan sepatunya lalu keluar dari kamar, berjalan cepat sebelum dia berlari di sepanjang menelusuri tangga sampai selasar rumah yang terasa sangat panjang. Bora ingin berteriak memanggil Taehyung tapi suaranya tidak keluar, sementara bayangan gelap itu semakin mengejarnya.

Bora menoleh ke belakang, lalu saat dia mengarah ke depan lagi, sepasang lengan yang dikenali oleh indra kesadarannya sudah merengkuh dirinya protektif.

"Hei! Sayang, hati-hati. Kenapa kau senang sekali menabrakku pagi ini?" ucap Taehyung, masih memegangi Bora yang nyaris menabraknya saat baru keluar dari pintu dapur.

"Ah, itu—aku buru-buru." Bora berusaha tersenyum selagi menjauh dari Taehyung, dia duduk di kursi makan lalu minum satu gelas air. Masih terlalu pagi mengeluhkan kecemasannya pada Taehyung, lagipula Bora tidak ingin menyusahkan suaminya yang kelewat sering direpotkan hampir 24 jam.

Taehyung membuat dua roti panggang dengan selai alpukat dan madu, menambahkn potongan tomat cherry untuk Bora dan potongan telur rebus untuk dirinya sendiri. Sepanjang sarapan dia memperhatikan jari-jari Bora gemetaran, dia menjauhkan garpu yang dipegang Bora tanpa kata lalu menggenggamnya.

"Hari ini selesai jam berapa?" tanya Taehyung, masih memegangi tangan istrinya.

"Aku sedang menyiapkan Cover untuk bulan depan, belum tahu selesai jam berapa. Aku pulang sendiri, tidak usah dijemput." Bora berusaha melepaskan tangannya dari Taehyung, tapi tidak berhasil. "Taehyung, aku tidak apa-apa," tambahnya, setelah itu barulah Taehyung melepaskan genggaman tangannya.

"Oke, telepon aku kalau kau merasa tidak baik." Taehyung mengusap pipi Bora yang agak pucat.

Keduanya memerlukan waktu lima belas menit menyelesaikan sarapan tanpa obrolan, sebelum keluar dari rumah bersama setumpuk pekerjaan masing-masing dengan perasaan janggal.

🍁🍁🍁

Butuh dua puluh menit untuk tiba di pelataran gedung HEUR Magazine, Bora bergegas turun dan menunggu sampai mobil Taehyung menjauh dari pandangan. Bora buru-buru memasuki kantornya dan duduk sendirian dalam keheningan di meja kerjanya, tenggelam dalam pikiran.

Hari ini Taehyung akan membicarakan penolakan rencana pernikahan kontrak kepada ibunya, menentang cara surrogasi yang diinginkan oleh Ibu mertuanya. Bora cemas membayangkan Minjung pasti akan menyalahkan dirinya, menuduh dia tidak berusaha, menuduh dia sengaja mempenggaruhi Taehyung untuk menolak rencana itu.

Kontrak. Pernikahan kontrak antara Yunhee dan Taehyung, berlaku sampai Yunhee hamil dan melahirkan anak laki-laki yang sehat dan normal, setelah itu pernikahan keduanya berakhir.

Minjung telah menjelaskan perjanjian yang akan mereka sepakati dengan Yunhee, saat mereka bertemu di kafe waktu itu. Semacam kontrak kerja dibuat tanpa paksaan dan atas persetujuan resmi dari pihak Ibu pengganti, meski belum ada kesepakatan yang sebenarnya, tetapi dari pembicaraan awal Bora melihat tidak ada unsur paksaan dan Yunhee memahami statusnya.

Bora mengecek jam tangannya, pukul delapan lewat dua puluh menit. Seharusnya Jungkook sudah datang, mereka ada meeting pagi dengan divisi pemotretan untuk hasil foto-foto yang direvisi. Tidak biasanya Jungkook datang terlambat, asistennya itu selalu tepat waktu. Entah hanya perasaannya saja atau kenyataannya memang demikian, sejak bangun pagi dia merasa ada yang janggal tapi tidak tahu tentang apa.

Apanya yang janggal? pikir Bora, pandangannya menerawang jauh melewati dinding kaca yang bersih dan cemerlang.

Suara ketukan pintu mengalihkan lamunannya. Asistennya muncul di muka pintu kaca bersama senyum lebar yang jelas tampak berlebihan. Bora bersedekap, menunggu penjelasan Jungkook yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.

"Maaf, aku terlambat hari ini." Jungkook mulai bicara, sadar betul dengan kesalahannya. "Sera mendadak sakit, jadi aku ke rumah sakit dulu untuk memastikan keadaannya."

"Bukannya dia dokter?"

"Memangnya kalau dokter tidak boleh sakit?" Jungkook tampak lelah, menghela napas kelewat panjang. "Sera keracunan jamur, dia tidak tahu spaghetti yang dipesan temannya ditambahkan saus mushroom."

"Apa benar-benar parah?" cara pandang Bora meredup seketika, dia meminta Jungkook duduk selagi berbicara.

Meskipun Bora tidak punya hubungan akrab dengan Cho Sera, kekasih Jungkook sejak masih di bangku SMA, tapi dari beberapa kali mereka bertemu gadis itu terlihat sangat baik dan ramah.

"Nyaris sesak napas, tapi sekarang sudah membaik. Dia baik-baik saja," tambah Jungkook.

"Syukurlah, Sera harus memberitahu teman-teman terdekat perihal alerginya itu. Tidak semua orang berpikir alergi makanan bisa membahayakan nyawa manusia, sebagian menganggapnya terlalu sepele."

"Ya, aku juga sudah mengingatkannya. Oke, lupakan perihal pacarku yang keracunan, ada hal yang lebih penting, Mr. Edgar menunggumu di ruangannya."

"Untuk apa Edgar menemuiku? Apa aku ada janji temu dengannya?"

"Direktur tidak harus selalu punya alasan untuk bertemu dengan kepala editornya, mungkin ada hal mendesak yang perlu dibicarakan sekarang. Dia tahu kita ada meeting dan meminta meeting dimundurkan satu jam."

"Oh, baiklah." Bora berdiri dari kursinya, melipir ke pintu.

"Satu lagi, aku melihat Ibu mertuamu di ruangan Edgar."

Tangan Bora menggantung di atas pegangan pintu, selama dua detik Bora tampak seperti tidak bernapas. Jungkook memperhatikan, menangkap cara berdiri Bora terlihat tidak seimbang.

"Perlu kutemani?" kata Jungkook. Dia tahu hubungan tidak baik di antara Bora dan Ibu mertua, ditambah riwayat kecemasan yang diderita atasannya itu, jelas membuatnya khawatir.

"Tidak perlu. Siapkan saja semua dokumen yang diperlukan, kita ketemu di ruang meeting jam sepuluh. Kuusahakan ini tidak lama," tukas Bora sebelum berlalu dari ruangan.

Bora berjalan cepat menelusuri selasar sebelum masuk ke lift, menarik napas panjang-panjang selama lift membawanya ke lantai 12. Dia tidak mau menebak alasan Minjung menemui atasan nya, meskipun faktanya Minjung salah satu pemegang saham tersebar di HEUR Magazine. Akan tetapi fakta itu dirasa Bora belum cukup menjadi alasan, Minjung datang ke kantornya sepagi ini untuk menemui bosnya.

Bora menggetuk pintu ruangan Edgar, begitu dia masuk sambutan hangat Minjung memenuhi rungunya. Ibu mertuanya tampak senang saat memeluknya, sepersekian detik Bora merasa dunianya berhenti. Sudah lama sekali Minjung tidak memeluknya sehangat pagi ini, padahal dulu sosok Minjung sedekat Ibu kandungnya sendiri.

Bora mengerjap saat merasakan matanya agak lembab, sebelum balas tersenyum lalu duduk di depan Edgar yang ikut menyapanya ramah.

"Bora, kenapa kau terlihat sangat terkejut?" tanya Edgar. "Lupa, kalau Ibu mertuamu ini adalah kakak sepupuku?" Edgar tertawa kecil, melihat editornya masih tampak tidak nyaman.

"Sayang, tidak ada yang penting." Minjung berkata, sambil mengusap lengan Bora. "Ibu hanya berkunjung sebentar, sekalian mengundang Edgar untuk acara ulang tahun ayahku. Kau tidak lupa dengan ulang tahun kakeknya Taehyung 'kan?"

Bora terkesiap, sungguh dia melupakan acara keluarga itu.

"Ah, sepertinya kau lupa." Senyum Minjung hilang begitu saja, dia mengalihkan pandang pada Edgar yang justru memberi ekspresi lelah kepadanya.

"Nuna, ayolah! Bora sangat sibuk, jadi wajar saja dia lupa. Kau tahu, pekerjaannya bahkan lebih banyak dari pekerjaanku. Menantumu ini sangat hebat, aku bangga sekali punya Bora sebagai kepala editor."

Senyum tulus Edgar menghangatkan meja kaca di antara mereka, Bora tersenyum santun pada atasannya yang berusaha keras membuatnya nyaman dan tidak disalahkan oleh Minjung. Pria pertengahan 40 tahun yang sudah Bora anggap sebagai pamannya sendiri. Direktur yang sangat dihormati sebab professional, juga berhati lembut kepada stafnya sampai ke lapisan terbawah.

"Sepertinya semua orang senang sekali membelamu, Ibu jadi terlihat sangat jahat padamu."

"Ibu, maaf aku benar-benar lupa. Aku ingat bulan ini ulang tahun kakek, tapi aku lupa tanggal tepatnya."

"Han Bora." Edgar menyela. "Aku mempertimbangkan tentang penambahan asisten pribadimu, Minjung bilang kau sedang berada diprogram kehamilan. Aku takut kau kelelahan, jadi mulai hari ini akan ada asisten tambahan untukmu selain Jungkook."

"Program hamil?" Bora menatap Minjung tidak percaya, meminta penjelasan pada Ibu mertua yang terlihat kelewat santai.

"Bukankah kau dan Taehyung setuju untuk program bayi tabung?" ucap Minjung, tenang dan terukur.

"Oh, aku bahkan baru tahu." Bora tidak mau repot-repot menutupi keterkejutannya, dia tidak berniat berpura-pura sepaham dengan Minjung. "Memangnya, Taehyung telah menyetujuinya?"

"Iya, Taehyung setuju." Minjung tersenyum, tetapi rahangnya lamat-lamat mengeras melihat sikap Bora yang membangkang.

"Oke! Aku akan memanggil asisten barumu, Bora." Edgar menyela sekali lagi, menengahi aura tidak sejalan dan ketegangan antara Minjung dan Bora.

Bora sebisa mungkin tidak menyela Edgar, tanpa diberitahu pun dia sudah bisa menebak siapa asisten barunya. Ibunya tidak mungkin datang kepada Edgar tanpa tujuan, yang menurut Bora sangat terlihat sejak awal Ibunya akan memakai segala cara untuk mendesaknya. Kemunculan gadis cantik di pintu ruangan Edgar, kian menyulut api permusuhan Bora pada Minjung.

"Bora, Yunhee sekarang asistenmu. Dia akan membantumu sebanyak yang Jungkook lakukan," tukas Edgar, tanpa ikut-ikutan ke dalam ketengan Bora dan kakak sepupunya.

Bora hanya tersenyum samar atas eksistensi Yunhee yang kini duduk di seberang meja, gadis itu tampak kikuk begitu mereka bersitatap. Tetapi sikap Yunhee mendadak mencair disaat Minjung menyapa ramah, sikap yang ditunjukkan Minjung sama persis seperti saat mereka bertemu di kafe tempo hari. Namun yang membuat Bora muak, keduanya seolah-olah asing dan bersikap sebagai orang baru kenal.

"Halo, Yunhee, senang bisa melihatmu di sini. Aku Hwang Minjung, Ibu mertuanya Bora. Aku merasa tenang putriku ada yang membantu, terima kasih."

Yunhee mengangguk sopan. "Sudah tugasku, Nyonya Hwang," katanya, lembut dan halus.

Cara bicara Yunhee berbeda jauh dari Bora, nada suara Bora selalu terkesan tegas juga dingin dan Minjung terlihat tidak menyukainya. Miris, padahal dulu sikap tegas Bora yang membuat Minjung menyukai menantunya.

"Mr. Edgar, maaf aku ada meeting." Bora menyela suasana yang membuat tarikan napasnya jadi berat. "Ibu, jika tidak ada hal lain lagi, aku permisi dulu. Ada meeting, stafku telah menunggu," tukasnya.

Bora membungkuk hormat pada keduanya, lalu beranjak pergi tanpa kata tambahan. Bora tidak tahu Yunhee memandanginya di belakang, sampai dia hilang saat pintu terayun dan tertutup.

🍁🍁🍁

"Ms Han, tunggu!"

Bora menghela napas panjang sebelum berhenti dan berbalik, di ujung selasar Yunhee bergegas mendekatinya. Gadis itu membungkuk sopan, Bora memperhatikan keseluruhan wajah Yunhee dengan lebih seksama, dan barulah dia ingat kalau Yunhee jauh lebih tinggi darinya.

Bora merasa Park Yunhee jauh lebih cantik darinya, gadis itu adalah definisi sosok perempuan jelita yang terpahat nyaris tanpa cela. Tidak ada yang bisa dia koreksi dari struktur keseluruhan wajah Yunhee yang cantik, dengan mata hitam bening dan senyum kelewat lembut, memberi kesan bersahaja seperti butiran salju yang turun pertama.

Berbeda dengan Bora yng memiliki garis mata seperti kucing, cara pandang Bora terlalu rendah dan mengintimidasi, memberi kesan angkuh dan tidak bersahabat. Ditambah sikap Bora yang terkadang sulit mengontrol emosi, seolah-olah dia selalu marah dan memberi perintah kepada semua orang tanpa empati.

"Mulai hari ini aku asistenmu. Mr Edgar memintaku menemanimu meeting," kata Yunhee.

"Aku punya Jungkook." Bora menjawab kelewat datar. "Jungkook bisa mengerjakan apa pun yang kubutuhkan, jadi sejujurnya kau tidak diperlukan, Park Yunhee."

Bora tidak bermaksud berbicara sedatar itu, tetapi cara bicaranya memang seperti itu. Kepala Editor yang membawahi ratusan karyawan, secara alami dituntut bersikap tegas agar tidak ada karyawan melewati batas. Namun pada dasarnya Han Bora memang sudah seperti itu sejak awal dan hanya Taehyung yang bisa mengendalikan sikap dominan Bora.

"Ms Han, aku mohon padamu, tolong jangan mencampur masalah pribadi kita di kantor."

"Sayangnya, Ibu mertuaku terlanjur mencampur dua situasi dengan mengangkatmu sebagai asistenku," sahut Bora. "Kau bisa menolak posisi ini, kecuali memang kau menginginkannya."

"Ms Han, a-aku tidak seperti itu." Yunhee berusaha menegaskan suaranya tapi tidak berhasil, sikap bermusuhan yang diperlihatkan Bora membuat suaranya tercekat. "Aku benar-benar tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman, aku juga baru diberitahu pagi ini."

Bora bergeming.

"Seperti yang telah kukatakan padamu di pertemuan pertama. Aku tidak tahu kalau kau yang membutuhkan bantuan, aku benar-benar tidak menyangka yang akan kubantu adalah teman kakakku sendiri. Kalau aku tahu kau adalah istri dari mantan kakakku, aku pasti akan menolak."

"Oke, aku mengerti." Bora memangkas obrolan yang membuatnya jengah, lalu memutar badan tanpa peduli pada Yunhee yang terlihat diambang tangis.

Bora ingin sekali percaya Yunhee tidak tahu apa-apa. Sialnya, bayangan pertemuan pertamanya dengan Yunhee, disaat gadis itu tersenyum terlalu lebar, tampak sangat gembira, jauh dari apa yang Bora pikirkan sebelumnya tentang seorang Ibu Pengganti. Ditambah lagi, Yunhee adalah adik dari mantan pacar pertama Taehyung yang menghilang begitu saja, dan wajah keduanya sangat mirip.

Pemikiran itu membawa Bora pada fakta; bagaimana kalau Yunhee hanya dijadikan jalan, agar Taehyung kembali mengingat Park Ryuna sebelum keduanya kembali ... jatuh. Sebab Bora tahu, masih ada sisa kisah di antara Taehyung dan Ryuna yang belum selesai.

[ ... ]

👑 🐹 👑

Han Bora ⬆️ 27 tahun | 163 senti
Editor-in-Chief HEUR Magazine

👑 🐺 👑

Park Yun Hee ⬆️ 24 tahun | 170 senti
Staf divisi perencanaan HEUR Magazine

Continue Reading

You'll Also Like

89.5K 10.9K 35
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
130K 13.1K 35
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
106K 7.7K 51
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
50.3K 11.1K 126
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...