Hak Asasi Money 21+ [On Going]

By barageni

31.9K 289 11

*** WARNING!!! CERITA DEWASA PENUH ADEGAN SEKS KOMPLEKS, KATA-KATA KOTOR, VULGAR, DAN SEDIKIT SARKAS. DIMOHON... More

DISCLAIMER
INTRO
PROLOG
PERTEMUAN
TIBA
Salam Olahraga
Hai, Princess
Dimulai!
Netek
Istanbul
Panas
Ronde Kedua
Siapa Ratu?
Ratu Geni
Para Singa Betina
Kejutan
Fakta
Misi Baru
Rumah Bordil Darmo
Duel Dua Kstaria
Sang Idol
Tawaran
Resmi
Darah Biru
Sang Penjagal
Keluarga
Idu Geni

Ingon-Ingon

363 9 0
By barageni

***

Mada memberi Bara waktu 15 menit untuk berdiskusi bersama Firly. Ada bawahan Mada yang mendampingi dari kejauhan. Hanya sebatas memantau dan melayani tamu kehormatan Rumah Bordil Darmo malam ini. Tamu yang kedatangannya membuat geger nama-nama besar Radical Raiders yang tengah menahan emosi di posnya masing-masing.

Namun, apalah daya para petinggi RR tak bisa bertindak lebih jauh. Mereka juga terkena getah kecerobohan Kuro yang seumur-umur belum pernah mereka mendengar sebuah kegagalan dari sosok Kstaria Pedang tersebut.

Dari kamera CCTV, entah bagaimana seorang Kuro terlibat perdebatan penuh emosi dengan Bara. Debat panas berujung pertarungan bertemakan memperjuangkan keadilan yang mereka percayai. Bersama anak buahnya, Kuro harus absen menghirup udara bumi selamanya.

Ya, beberapa menit setelah Kuro ditangani tim medis, lelaki Jepang itu dinyatakan meninggal dunia kekurangan cairan darah. Tepatnya, Kuro dan anak buahnya mati mengering dengan luka gigitan bekas taring di leher. Pelakunya ... siapa?

"Bathory." Bara menggumamkan sebuah nama.

Kontan saja Firly yang duduk di seberang meja pendek berbentuk persegi, mengernyit bingung. "Sorry?"

"Oh, enggak. Tiba-tiba aku jadi pengen batagor," elak Bara.

Mata Firly tak bisa ditipu. Ia tahu Bara sedang berbohong. Selain itu, sepersekian detik sebelum Bara berkedip, Firly melihat perubahan manik mata Bara. Merah darah dengan pupil kecil bak predator.

"Jadi, apa yang ingin Kak Bara obrolkan?"

"Lho? Perasaan sebelum ke sini kamu emosi banget. Sekarang kok jadi kalem gini? Kamu nggak lagi pakai obat, kan?" cerca Bara, menohok.

"Marah salah, kalem salah. Maumu apa, sih, Kak?" mood Firly seketika anjlok.

"Jadi gini ..." Bara memperhatikan Firly beberapa saat, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Mengambil sebatang, lantas membakarnya. Sebelum kembali berkata, "aku datang untuk menjemputmu."

"Terus?"

"Bilang apa?"

"Nggak-nggak! Jelasin dulu, jemput dalam arti apa dulu? Kalau jemput pengen ngajak main di luar, aku nggak bisa. Aturan di tempat ini absolut. Main di sini, bayar di tempat, lalu selesai." Firly menjelaskan panjang lebar, tanpa tahu makna sebenarnya dari ucapan Bara. Kesimpulan searah seorang wanita yang paham betul akan situasi realistis yang ada.

Tak Firly sangka, Bara justru menatapnya sinis. Tertangkap jelas di telinga Firly decakan keras meluncur dari bibir coklat terpapar rokok pemuda itu. Yang kemudian, satu kepalan tangan menggebrak kuat meja hingga bergetar.

Sejurus, Bara mengeluarkan sebuah perkamen dari dalam sling bag. Perkamen berisikan surat penandatanganan penebusan dengan mahar satu miliar. Firly bukanlah wanita bodoh untuk tak bisa memahami maksud Bara melakukan itu. Hanya saja, Firly tak bisa menerima begitu saja. Ia muak diatur.

Pandangan Firly menelisik mengamati wajah angkuh Bara. Sama sekali tak berubah. Tanpa mengucapkan sepatah kata, Firly sedikit memahami jika Bara bukanlah tipe orang yang suka basa-basi.

Dagu Bara mengedik tajam ke Firly. "Kemasi barang-barangmu. Aku akan mengantarkan kamu pulang ke rumah orang tuamu sekarang."

"Kenapa?"

"Mamamu khawatir sama kamu."

"Kenapa ... kenapa kamu peduli sama aku? Padahal kita sama sekali tidak saling mengenal?"

"Aku nggak mau buang-buang waktu di sini. Aku juga nggak memaksa. Selain itu, kamu punya dua pilihan. Tetap di sini menjadi budak, atau ikut bersamaku dan membuka lembaran baru. Pilihan ada di tanganmu."

Firly mengacungkan telunjuk ke depan. "Sebentar. Beri aku waktu untuk berpikir."

"Tiga puluh detik," jawab Bara, singkat.

"Kamu bercanda, Kak?!" Firly meradang. Emosinya benar-benar dipermainkan oleh Bara. Tak bisa Firly bayangkan jikalau pangeran penyelamatnya adalah seorang lelaki menyebalkan kelewat menjengkelkan.

"Aku tetap di sini. Sekarang, Kak Bara bisa pergi." Firly menjawab tegas. "Pembicaraan kita selesai."

"Baiklah." Bara menghisap rokoknya dalam-dalam, lantas menghembuskannya ke samping kanan. Tajam lirikannya bagai anak panah menghujam dada. "Selamat malam." Bara berdiri. Balik badan. Lalu, menoleh ke belakang. "Kamu kira aku bakal mengatakan itu? Mimpi. Sekarang kamu siap-siap. Berada di tempat ini dalam waktu yang lama membuatku mual."

"Brengsek! Enak banget kamu ngomongnya? Jadi cowok jangan egois, napa? Jangan kamu anggep aku barang, yang bisa seenak udelmu mengaturku, lelaki bajingan!"

"Nyatanya, kamu memang barang. Barang murah." Bara melangkah. Menggeser pintu shoji, lalu suaranya menggema sebelum akhirnya lenyap tertahan kegelapan malam.

"Anjing! Anjing! Anjing!" Firly menjambak-jambak rambutnya. Berantakan. Ia berteriak kesetanan. Menggebrak dan mengacak-acak seisi ruangan. Melampiaskan emosinya yang meletup panas. "Apa, sih? Apa, sih? Argh! Apa, sih? Anjing! Cowok anjing! Egois! Sok keren! Sok cool! Sok ... sok ... sok apa, ya? Argh! Fuck, fuck, fuck! Aku benar-benar benci kamu, gondrong anjing!"

Benang takdir Firly berubah tanpa bisa ia tebak ke mana arah takdir membimbingnya. Berurusan dengan Bara yang super duper menguras kesabaran sampai titik maksimal, sudah cukup menjadi alasan Firly untuk tak ingin menikah.

Menikah? Jangan bercanda. Apa itu mungkin, mengingat Firly yang malam ini resmi berstatus mantan pelacur, mendapatkan hujan cinta dari seorang lelaki tulus di luar sana yang menerima Firly apa adanya? Sekali lagi, apa itu mungkin?

***

Sebuah Grab yang disewa Bara meluncur membelah jalanan malam sektor selatan. Arah yang dituju adalah sektor timur tempat di mana kostan Rantai Hitam berada. Meninggalkan Berto untuk membawa motornya sendiri. Walaupun nantinya Bara bakal diomeli Loki karena luput menjaga Berto agar tidak tersesat di jalan, Bara memiliki alasan tersendiri membiarkan Berto tetap berkeliara di Rumah Bordil Darmo. Setidaknya, rencana tambahan yang mereka susun secara spontan sebelum berpisah beberapa menit yang lalu dapat Berto jalankan tanpa menarik perhatian.

Sekarang, di keheningan malam. Terjadi aksi memalingkan muka dua sosok pemuda-pemudi di jok belakang mobil HRV putih susu yang bergerak dengan kecepatan 80 km/jam.

Bara yang malas mengobrol. Dan Firly yang malas melihat wajah si sableng.

Tapi tak lama, kebekuan yang terasa sunyi itu mulai cair saat di mana mobil Grab mengerem mendadak. Menerbangkan beberapa benda, berikut Firly yang tak siap akan guncangan tiba-tiba, jatuh telungkup ke bawah. Lucu.

Tak ada niatan Bara untuk membantu gadis Jepang itu. Bara justru menimpa sebelah kaki ke kaki yang lain. Kepala tangan kanannya menopang pipi, sembari menatap tak minat kekonyolan di depan mata.

"Sebaiknya kamu tetap begitu kalau nggak ingin melihat apa yang terjadi di luar," terang Bara dengan ekspresi mati.

Wajah Firly mendongak. Ada bekas merah di keningnya akibat berbenturan dengan benda keras. Berkedip dua kali, Firly menatap Bara dengan sorot antara kesal dan penuh tanda tanya. "Bantuin dulu kek. Ngeselin lho kamu, Kak."

"Manja. Bangun sendiri."

Saat Firly berusaha bangun, Bara mengulurkan tangan. Firly menyambut. Segera Bara menariknya. Sedikit kuat. Kontan badan Firly doyong ke depan. Jatuh ke dalam pelukan Bara.

Pandangan mereka bertemu. Kendati hanya beberapa detik, kontak mata barusan sanggup membuat dada Firly menghangat. Entahlah. Bara ini memiliki daya tarik tersendiri di balik wajahnya yang menyebalkan.

"Sakit?" bisik Bara, sembari mendaratkan jempol guna mengelus pelan kening Firly.

Tak lagi bisa ditahan. Semburat merah tomat mengubah pipi putih menjadi merah. Tersipu akan act of service yang Bara lakukan. Sederhana, tapi tak semua orang bisa.

"Hm." Inginnya langsung memeluk dan nyosor bibir seksi Bara, respon Firly justru jual mahal. Yang aneh, Firly tak mencoba melepas pelukan. Rasa hangat serta kenyamanan dalam kungkungan pemuda jangkung itu begitu menghanyutkan. Terasa bagi Firly jikalau dibalik badan kurus Bara, menyimpan otot-otot kokoh idaman para betina.

"Hehehe." Bara terkekeh geli melihat tingkah si gadis Jepang. Senang rasanya menjahili gadis itu sampai kebingungan. "Duduk. Kamu tunggu di sini, Prily."

"Firly, woi. F-i fi fi. R. L-y ly ly. Firly!"

"Udah cocok tuh kamu jadi mentor anak-anak bisu, Prily."

"Kak! Bisa nggak sih kamu nggak bikin aku kesel?!" bentak Firly. Moodnya buruk lagi, setelah beberapa menit sebelumnya naik.

"Berisik, Prily. Tuh, lihat di luar. Orang-orang bisunya udah pada nunggu." Tunjuk Bara dengan dagu.

Sedetik kemudian, leher Firly menoleh kaku mengikuti dagu Bara. Mengamati gerangan apa maksud Bara mengatakan itu dan menyuruhnya melihat ke luar yang membuat mobil tiba-tiba berhenti?

Tercengang. Mulut Firly terbuka lebar. Melongo. Pemandangan menggelikan di luar sana jelas bukanlah hal yang lumrah. Adalah kawanan fans Firly garis keras. Mengibarkan bendera dengan wajah Firly. Mereka, para lelaki, berjumlah belasan. Memblokade jalan dengan belasan mobil sport warna-warni.

"I-ini apa?"

Bara berdecak keras. "Buta matamu?" cetusnya. Wajah Bara lurus ke depan. Ia menggeser Firly untuk duduk sendiri. Kemudian, Bara memajukan badan menjangkau si supir Grab. "Setelah aku keluar, kunci pintunya. Matikan mesin, matikan lampu. Apapun yang terjadi, jangan biarkan kecoak-kecoak di depan sana masuk. Kalau aku nggak kembali, segera bawa cewek manja ini ke kost Rantai Hitam. Mengerti?"

Terlalu banyak informasi yang masuk di kepala si supir. Badannya lemas. Ketakutan bertajuk kengerian menyelimuti pikirannya yang penuh hal negatif. Memori-memori kelam si supir akan sebuah tragedi yang melibatkan kelompok Rantai Hitam. Tak lagi si supir bisa berpikir jernih. Ia hanya mengangguk patuh, lalu menunduk.

Saat Bara membuka pintu, pergelangan tangannya dicekal oleh Firly. Bibir tipis si Jepang mengerucut ke depan.

Alis Bara menukik tajam. Ia berkata 'apa?' dengan gerakan bibir tanpa suara.

"Jangan tinggalin aku sendiri, Kak." Dengan seratus persen keimutan, Firly berkata pelan.

"Rencananya sih aku mau jadiin kamu tumbal proyek."

"Jahat!"

"Lepas. Aku mau memberi pelajaran sama fansmu. Tebakanku, berita soal kamu yang keluar dari Rumah Bordil lagi viral."

"Aku nggak tahu kalau itu."

"Top global lonte. Wajar disorot banyak orang. Dan sekarang, aku sedang menculiknya. Huahahahaha."

Firly menggelembungkan pipinya. Cosplay ikan buntal. "Aku berusaha nggak berkata-kata kasar sama cowok sengklek kayak kamu ini, Kak."

"Mosok?" (Masa?)

"Iyo!" (Iya!)

"Mosok aku ngurus." (Masa aku peduli.)

"KAK BARAAAA!!!"

HAHAHAHAHA!

Bara keluar dari pintu samping. Terlebih dahulu ia membakar rokok. Menjadi satu-satunya cahaya di tengah kegelapan malam yang mencekam.

Sambil berjalan santai, Bara mengamati satu persatu para lelaki yang di dominasi kawula muda. Belasan orang bersenjata tajam. Hanya satu-dua orang yang nampak memegang senjata api. Sisanya tangan kosong. Menarik.

Kepulan asap rokok dari kolaborasi mulut dan hidung Bara menjadi pembuka ketegangan di antara kedua belah pihak.

"Selamat malam orang-orang lemah. Yang kalau nyukur jembut sendirian." Bara menyapa. Seringainya melengkung sempurna.

"Woi, kerempeng! Di mana kamu menyembunyikan Firly?" tukas seorang pemuda berkacamata, sambil mengacungkan parang.

"Wibu bau bawang bombay emang doyan cewek nyata?" Bara balas bertanya. Memang jago memprovokasi dan membuat sekitarnya kesal.

"Firly milik kami! Takkan kami biarkan tangan kotor tikus got sepertimu menyentuhnya, sialan!"

"Benarkah? Coba tunjukkan effort kalian, siapa tahu nanti aku berubah pikiran untuk berbagi Prily sama kalian."

Tak ayal, semua orang geram akan sikap Bara yang sedemikian minta di tebas. Bara harus dihukum. Dan dengan gerakan cepat, satu orang maju menerjang. Tangannya membawa belati tajam. Ketajaman yang luar biasa menarget dada Bara. Tetapi, belati itu terhenti sebelum mengenai sasaran. Itu karena Bara memegang tangan orang itu seraya mengebulkan asap rokok di wajahnya.

Krak!

BLAM!

Telat. Tangan orang itu sudah lebih dahulu dipelintir. Kontan belati terlepas dari tangan. Dan sedetik, Bara membanting badannya hingga telungkup di atas apal.

BEGH! BEGH! BEGH!

Tak berhenti di situ, Bara tambahi tiga kali injakan keras yang mengenai kepala belakang, punggung, dan leher. Kemudian, terdengarlah suara favorit Bara. Suara tulang patah, erang kesakitan, dipadukan dengan darah segar mengucur pada hidung orang pertama yang menjadi korban keberingasan Bara.

Seringai Bara semakin lebar. Bau darah membuat adrenalin terpacu. Seru kemarahan semua orang mulai meledak. Mereka semua menerjang maju tanpa tedeng aling-aling.

Bara menyambut. Berlari. Melompat beberapa centi dari tanah menuju ke arah salah satu orang terdekat, di arah jam 12. Orang kedua yang menjadi target Bara balas menyambut pertarungan secara terbuka dibarengi tatapan setajam pedang yang ia pegang.

Kalah jumlah, menang nyali. Secepat capung, Bara menginjak tangan kanan orang kedua sampai pedangnya terlepas. Kemudian, Bara memegangi kepala belakang orang kedua menggunakan satu tangan, lalu ia adu wajahnya dengan lutut keras yang telah disiapkan.

Tak bisa menghindar. Nyaring sekali bunyi retakan dan teriakan orang kedua. Tanpa sempat memberikan perlawana lebih, ia roboh ke belakang. Kpalanya mendarat pada aspal. Cukup keras. Bersimbah darahlah wajah orang kedua. Jangan salahkan lutut Bara jika
mengenai telak bagian mulut dan hidung. Dalam hitungan detik, orang kedua sudah tak sadarkan diri.

"Segini doang? Buang aja senjata kalian, ganti pistol air." Bara mengejek.

Tiba-tiba, seseorang sudah berdiri di belakang Bara, berikut sebuah celurit melengkung di leher Bara.

Tanpa semua orang sadari, lekuk tajam itu justru berpindah tempat. Dan dalam sekali gerakan ... SRET! Celurit sudah memisahkan kepala orang itu dari tubuhnya. Semua dilakukan sangat cepat, halus, bak memotong tahu.

Selagi masih ada cahaya dari bara rokok yang menerangi, semua orang bisa melihat dengan jelas sosok Bara yang bertengger di atas tubuh korban ketiganya dengan tangan kiri menggenggam celurit bernoda darah.

Bedebum keras jatuh ke aspal tubuh tanpa kepala, Bara ikut terhempas. Namun sedetik, Bara suzah mendarat mulus di aspal sambil memainkan celurit di tangan kiri.

"Sepertinya kalian ingin bermain-main denganku. Baiklah ..." Bara menghisap sisa rokok di tangan kanan. Dalam sekali. Setelahnya, membuang puntung rokok ke bawah, menginjaknya sampai baranya mati. Sejurus, Bara menguatkan aura intimidasi. Sosok jangkung itu menegakkan badan, lalu berkata berat, "aku akan meladeni kalian sampai kalian sadar jika yang ada di hadapan kalian adalah dewa kematian."

Sisa para fans garis keras Firly sedikit gentar. Gemetar. Menyaksikan secara langsung kematian teman mereka. Tanpa disuruh, mereka mundur satu langkah sambil menyebut nama Tuhan, lalu maju dua langkah untuk melunasi hutang mundurnya barusan, menegaskan pada Bara jika mereka tidak takut.

"Maju kalian semua, para kecoak!" seru Bara dengan wajah bengis.

"Bajingan!"

"Aku akan membunuhmu, kurus!"

"Bersiaplah menggali kuburanmu di sini, anak haram!"

Mereka maju bersamaan. Mengepung Bara, lalu menyerang silih berganti. Denting adu senjata terdengar meriah. Satu persatu fans garis keras Firly tumbang. Permainan celurit di tangan Bara memberi luka serius pada setiap musuh dalam jangkauan. Tak mengherankan bila beberapa orang yang masih sayang nyawa segera menjaga jarak.

Terhitung 14 orang telah tumbang bersimbah darah. Erang dan rintih kesakitan menjadi untaian melodi di malam berdarah.

Tersisa tiga orang. Mereka tangan kosong. Tak ada senjata tajam. Mereka lebih pintar dari teman-temannya. Bara rasa, mereka bisa menghiburnya. Sedikit.

Celurit, Bara buang. Ia menyeka wajahnya yang sebelumnya terciprat darah musuh. Yang kemudian, setelah wajah tampan penuh perhitungan itu bersih, ia memperkecil jarak. Maju selangkah demi selangkah sambil menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri.

Sesaat, salah satu dari petarung tangan kosong bergerak maju menyerang menggunakan kepalan tangan, Bara dengan gesit menunduk. Melepaskan kekuatan penuh tinju tangan kanan ke arah tulang iga sebelah kiri si petarung pertama.

"ARGHHHHH! FUCK!" petarung pertama berteriak. Meraung keras akibat pukulan telak yang dilepaskan Bara mengenai tulang iga. Patah, kah?

Masih lanjut. Bara belum puas. Ia daratkan tinju tangannya yang lain menghantam wajah si petarung pertama. Tak ayal, lelaki yang salah pilih lawan itu roboh ke samping. Sejurus, Bara selesaikan dengan tendangan menggunakan telapak kaki tepat di dadanya hingga terlontar sejauh 5 meter ke belakang. menggelepar. Kejang-kejang. Lalu, pingsan.

Dua petarung tangan kosong tak terima kawannya menjadi bulan-bulanan sosok angkuh Bara. Maju bersama, dan mendapat sambutan pukulan dari Bara mengenai dagu. Yang satunya Bara berikan sebuah serangan menggunakan siku tepat mengenai jakun.

Mereka berdua terjatuh.

Langkah Bara santai mendatangi keduanya yang tergeletak di atas aspal tengah mengatur nafas. Sadis, Bara mengarahkan injakan demi injakan ke wajah keduanya.

Entah seberapa hancurnya wajah dua orang malang itu, Bara sama sekali tak peduli. Benar-benar tak peduli.

Sesaat, Bara mengambil sebuah pistol yang tergeletak. Tanpa ampun, ia menarik pelatuk.

Dor!

Dor!

Dua tembakan timah panas tepat mengenai kepala dua petarung tangan kosong. Darah segar, sesegar pantat bahenol Mia Khalifa, jelas muncrat ke mana-mana. Sekilas dari kepala mereka yang berlubang, otak mereka tercerai-berai. Pemandangan yang sangat amat menjijikkan.

"Untuk membuktikan sesuatu, yang dibutuhkan adalah saksi mata." Bara berbicara sendiri.

Sebelum mendatangi petarung pertama, tangan kiri Bara mengais sebuah parang. Duduk setengah jongkok, Bara meletakkan pistol di aspal. Yang kemudian menggunakan tangannya yang bebas untuk menjambak rambut si petarung pertama, lalu menegakkan badan lelaki itu, yang matanya memancarkan ketakutan dan dendam luar biasa.

SRET!

Si petarung pertama meraung keras menerima rasa sakit di tangannya. Itu karena Bara baru saja memotongnya dari siku ke bawah.

"Ba ... ji ... ngan ...."

"Masih bisa bicara? Huh?" Bara semakin bergairah. Ia mengambil pistol, lalu mengarahkannya tepat di dalam mulut si petarung pertama.

Dor!

Sebelum mati, lelehan air mata mengalir deras di pipi si petarung pertama. Tanpa sempat memperkenalkan diri. Ia mati menyusul teman-temannya tanpa ada seorang pun yang datang memberi pertolongan.

Sedingin hembusan angin malam, wajah Bara menengadah ke atas. Menatap rembulan malam yang mengintip dari balik awan. Semilir udara yang menyapu wajah Bara, berikut menerbangkan surai rambut panjangnya, Bara mememamkan mata. Membuang seluruh energi negatif yang baru saja ia keluarkan. Pembantaian berkedok membela diri telah Bara lakukan. Sekarang waktunya ... pembersihan.

"Bathory." Bara memanggil sebuah nama.

Hanya sekali, satu sosok hitam muncul. Entitas astral membentuk tulang, dibalut daging. Sosok iblis wanita yang cantik menggoda berpakaian ala putri keraton muncul tepat di hadapan Bara. Kemudian, iblis cantik itu menundukkan kepala memberi salam.

"Sudah waktunya untuk mukbang." Bara memegang dagu iblis itu. Mencoba kontak mata. Manik mata hitam Bara berubah merah darah seperti milik iblis itu. "Jangan sisakan satu pun, Bathory."

"Sesuai perintah Anda, Tuan Bara." Senyum mengerikan si iblis terpampang jelas. Dua taring di gigi terlihat tajam sekali. Sosok iblis jenis vampir yang hanya ada satu di dunia. Bathory, sang iblis darah!

Continue Reading

You'll Also Like

95.1K 10.1K 17
Kim Doyoung tidak tahu harus merasa bahagia atau menyesal ketika ia diterima bekerja menjadi manager artis sekelas NCT yang namanya sedang naik daun...
1.3M 4.3K 8
WARNING! 21+| Harap bijak dalam membaca cerita ini khusus dewasa jadi yang dibawah umur harap bijak dalam memilih bacaan.
105K 14.8K 59
".....karena kita keluarga shinobi, kuatkanlah hati mu." Fumime Uchiha Satu-satunya anak perempuan dalam keluarga inti Fugaku Uchiha. Kehilangan oran...
84.3K 4.9K 20
namakamu & iqbaale story's