Retak

By kalabiru01

131 18 1

Namaku Queenie. Umurku 16 tahun. Orangtuaku bercerai saat umurku 10 tahun dan Mamiku menenggelamkan dirinya h... More

Prolog
II - Sebungkus Tisu
III - Penyusup
IV - Mimpi Buruk
V - Birthday Party

I - Diego

22 4 0
By kalabiru01


Waktu kesadaranku mulai kembali, hal pertama yang kulihat adalah wajah seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, tertidur pulas disebelahku dengan jari jempol dimulutnya. Semalam ia mendatangiku setengah menangis ketakutan karena hujan deras disertai petir yang menyambar diluar dan bertanya apakah ia boleh tidur besamaku. Aku dengan senang hati menerimanya.

It's true that I didn't like his Mother. By that, I mean I hate her. So much. Bagaimana aku tidak membenci Tante Shae? Dia adalah wanita yang merebut Papi, membuat Mami depresi, dan merenggut semua yang kumiliki saat itu. Bahkan ia juga menghancurkan semua mimpi-mimpiku! Tentu saja aku membencinya. And I will never forget pr forgive her for doing that. Aku masih ingat wajah tanpa bersalahnya ketika pertama kali ia muncul di halaman rumahku.

Hari itu dibuka dengan pagi yang cerah dan penuh kehangatan. Mami membangunkanku dengan kecupan hangat serta sebuah donat sisa semalam yang saat itu dihias dengan lilin putih yang biasa digunakan saat mati lampu. Aku tersenyum bahagia. Hari itu usiaku tepat 7 tahun.

Mami mendoaanku segala hal yang baik dan aku mengamini dalam hati. Selanjutnya Mami mengajakku untuk ikut mendekorasi ruang tamu karena sore itu kami akan mengadkan pesta ulangtahunku. Total 35 undangan telah disebar, 34 undangan merupakan seluruh teman sekelasku diekolah dan satunya lagi untuk tetangga sekaligus sahabat terbaikku saat itu, Mars.

Kedua orangtuaku sudah menyiapkan segala keperluan pesta ulangtahunku selama sebulan penuh. Membeli gaun, memesan makanan dan kue, menyiapkan hiasan seperti topi kerucut, balon, kertas krep, dan lain-lain. I was very happy that day, until I realize that Papi isn't there. It was Saturday so, he must be home.

"Papi lagi ada urusan kantor sebentar. Sebelum pesta kamu dimulai, Papi juga sudah pulang. I promise." kata Mami menenagkanku.

Aku menarik napas lega. Lalu lanjut menggunting kertas krep dengan gunting plastik miliku.

Saat aku dan Mami sedang berbincang sambil menggunting kertas krep untuk dekorasi pesta ulangtahunku, bel rumah kami berbunyi. Mami segera pergi keluar dengan dugaan yang memencet bel adalah kurir dari tempat Mami memesan kue ulangtahunku. Mami menyuruhku menunggu, tapi karena aku bukan anak penurut dan penuh rasa ingin tahu, maka aku mengikuti Mami dari belakang.

That's when my endless nightmare started. Berdiri diatas teras rumahku, seorang wanita muda berpakaian formal. Aku tidak tahu berapa umurnya saat itu, mungkin sekitar 25 tahun. Wanita itu sangat cantik, rambutnya menjuntai kebawah serta berkilau ala princess yang kulihat di TV. Ia nyaris sempurna karena pada bagian perutnya sedikit buncit. Bahkan perut Mami lebih rata dibanding dirinya.

"Selamat pagi." Wanita itu menjabat tangan Mami sambil tersenyum ramah. "Saya Shae."

"Pagi," jawab Mami. "Maaf, mau mencari siapa?"

Wanita bernama Shae itu tidak langsung menjawab, melainkan melirikku yang tengah bersembunyi dibalik tubuh Mami. "Bisa bicara sebentar?"

"Silahkan masuk."

Mami mengajak Tante Shae masuk ke dalam rumah kami dan mempersilahkannya duduk diruang tamu sementara Mami berjalan ke dapur untuk membuatkan minuman.

"Wah, ada yang ulangtahun ya?" Tante Shae itu berkata sambil tersenyum lebar, sepertinya bicara padaku karena hanya ada kami berdua di ruang tamu. Tante Shae menatapku lembut. "Kamu yang ulangtahun ya?"

Aku mengangguk malu.

"Yah, Tante nggak tahu kalau kamu ulangtahun hari ini. Kalau tahu, tadi Tante mampir beli hadiah."

Sebelum aku menjawab, Mami datang dan berkata. "Nggak perlu repot-repot. Terimakasih."

Mami menyuguhkan teh manis hangat diatas meja dan mempesilahkan Tante Shae meminumya.

"Terimakasiih." kata Tante Shae lalu ia meneguk teh buatan Mami.

"Tehnya enak sekali," puji Tante Shae. "Terimakasih sekali lagi."

"Itu teh chamomile, kesukaan saya."

Tante Shae tersenyum lagi. "Sebelumnya saya mau meminta maaf karena datang kesini diwaktu yang nggak tepat. Saya Shae, sekretaris Bapak Rudi."

"Ya, ada perlu apa? Bukannya suami saya ada kerjaan di kantor?"

Tante Shae melirikku. "Bisa saya bicara empat mata dengan Mbak Harum?"

Mami menyuruhku naik ke atas kamar. Let me remind you, aku bukan ada penurut dan sedang ingin tahu banyak hal pada saat itu, jadi aku tidak naik keatas melainkan bersembunyi dibalik tembok pemisah antara ruang tamu dan ruang keluarga.

Tante Shae mulai bicara, tapi pelan sekali. Aku harus menempelkan telingaku ketembok agar mendengar percakapan mereka. Suasana hening setelah Tante Shae berkata bahwa ia sedang mengandung anak dari Bapak Rudi yang mana adalah Papiku. Jadi, perutnya buncit karena sedang hamil ya? Tante Shae sedang mengandung adik bayi dari Papiku, itu artinya aku akan punya adik? Mami pernah menjelaskan bagaimana adik bayi bisa lahir dan hidup pada saat aku umur 5 tahun dan saat itu aku merengek ingin punya adik karena beberapa temanku memilikinya dan Mami berjanji akan memberiku adik disaat yang tepat. Apakah itu saat yang tepat? Tapi kenapa malah Tante Shae yang hamil dan bukan Mami? Itulah pikiran anak 7 tahun yang menguping obrolan orang dewasa saat itu.

Keadaan masih hening untuk beberapa saar kemudian minggu pintu rumahku dibuka dan suara Papi terdengar memanggil namaku. Aku ingin sekali berlari menghampiri Papi dan memeluknya tapi aku kan sedang bersembunyi. Kalau Mami tahu aku tidak naik ke atas kamar, bagaimana?

"Shae, kamu sedang apa disini?" suara Papi terdengar berbeda, seperti orang ketakutan.

Yang selanjutnya terjadi sungguh diluar dugaanku. Mami berteriak meminta kejelasan sambil menangis, diikuti suara tamparan keras beberapa kali. Aku gemetar. Siapa yang ditampar? Papi? Atau Mami? Aku ingin sekali keluar dan memeluk Mami, aku ingin membantu Mami! Tapi aku takut! Sangat takut.

Aku mengintip dari balik tembok, Papi sedang memegang kedua lengan Mami dan mencoba menenagkannya tapi Mami terus memberontak dan berteriak kencang sambil memukul dada Papi berkali-kali. Aku langsung bersembunyi lagi, aku takut.. aku belum perah melihat Mami semarah itu.

Seluruh tubuhku gemetar. Aku takut sekali.. Mami terus berteriak memaki Papi dan Tante Shae. Papi hanya diam dan meminta maaf kepada Mami tapi Mami terus berteriak diikuti bunyi tamparan keras. Aku menghapus air mataku yang tanpa sadar telah jatuh membasahi pipi, lalu bergegas menaiki tangga. Aku masuk kedalam kamar dan menenggelamkan tubuhku dibawah selimut hello kitty milikku.

Aku pernah beberapa kali mendengar kedua orangtuaku bertengkar namu tidak pernah sehebat saat itu. Bahkan dari dalam kamarku dilantai dua, suara teriakan Mami masih nyaring terdengar. Papi mulai ikut membentak Mami. Lalu mereka saling berteriak satu sama lain. Lima menit... sepuluh menit.. isakan tangis Mami semakin menjadi. Aku ingi membantu Mami.. aku ingin membantu Mami.. aku ingin memeluknya..

Aku terbangun karena seseorang menarik selimutku. Ketika aku membuka mata, Mars sudah ada disampingku. Kulihat jendela kamarku, langit sudah gelap. Aku ketiduran hingga malam hari dan hasilnya kepalaku jadi sakit sekali. Mars tersenyum lebar seakan tidak terjadi apa-apa pada keluargaku pagi tadi. Ia memberiku sekotak hadiah berisi music box dengan figure ballerina didalamnya. Aku hanya tersenyum. Untuk bicara saja rasanya berat sekali.

Mars cerita tadi pagi ia dan Mamanya, Tante Garin, mendengar keributan dari rumahku dan Tante Garin berinisiatif mendatangi rumahku dan terkejut dengan peperangan yang terjadi antara Mami dan Papi yang disebabkan oleh Tante Shae. Tate Garin lalu menelfon Pak RT dan beberapa tetanggaku untuk membantu karena pertengkaran kedua orangtuaku sangat mengkhawatirkan. Aku tidak tahu apa lagi yang terjadi karena Mars hanya bercerita sampai situ saja.

Pesta ulangtahunku yang ke-7 dibatalkan. Tante Garin membantu Mami menghubungi orangtua teman-temanku dan memberitahu mereka bahwa pesta sore itu dibatalkan karena aku tiba-tiba sakit. Bingkisan makanan yang telah disediakan dikirim oleh Tante Garin menggunakan ojek ke alamat rumah temanku masing-masing.

Sejak saat itu, semua berubah. Mami dan Papi bercerai 1 bulan kemudian dan hak asuhku jatuh ditangan Mami. Aku dan Mami tinggal disalah satu villa milik Mars yang berada didaerah Puncak. For your information, my mom was an orphan. Her parents abandoned her when she was 5 months old. She has nobody. Literary nobody. See, how pathetic my mom's life right? Meskipun tinggal dipanti asuhan, Mamiku sangat rajin dan pandai. Mami selalu dapat beasiswa disekolah bagus dan bergengsi.

Saat melanjutkan pendidikan tinggi dibidang keperawatan, disanalah Mami bertemu dengan Tante Garin dan bersahabat dengannya hingga maut memisahkan. Tante Garin yang membantu kami melewati segalanya sejak Papi pergi meninggalkan kami demi Tante Shae. Mami dan Tante Garin sahabat yang tidak terpisahkan. Itulah sebabnya aku dan Mars jadi berteman bahkan bisa dibilang bersahabat.

Mami depresi. Dan tepat 1 tahun kemudian, terjadilah sesuatu yang sangat membuatku trauma.. sebuah mimpi buruk yang hingga detik ini tidak pernah usai.

Sentuhan hangat dipipi menarikku kembali dari kenangan pahir yang terjadi bebeerapa tahun yang lalu. Sepasang bola mata cokelat kini menatapku teduh. Lengkungan dibibir munggilnya menggugah diriku untuk ikut tersenyum juga.

Diego.. my little brother.. despite what his mother did to me and mt family, I still love him, and always be. Karena Diego tidak tahu apa yang terjadi dimasa lalu. Dan aku tidak punya niat sedikitpun untuk mebeberkan apa yang telah dilakukan oleh Bundanya sendiri terhadapku. Diego tidak salah apa-apa. Yang salah adalah perbuatan Tante Shae dan Papi. Aku sudah menganggap Diego seperti adik kandungku sendiri, yang lahir dari rahim Mami.

Sebuah ketukan terdengar dari pintu kamarku, diikuti oleh suara Tante Shae. She's looking for Diego, of course. Aku menyuruh Diego bangun dan mengantarnya sampai ke depan pintu kamarku. Disanalah ia berdiri, masih menggunakan gaun tidurnya dengan senyum yang tidak lepas dari wajah pucatnya.

"Tante sudah buatkan Queen sarapan. Habis mandi, makan bareng dibawah ya.."

"Nggak perlu," jawabku ketus. "Aku makan disekolah."

Tante Shae menghela napas menerima penolakkanku yang entah keberapa ribu kali. "Kalau gitu, makanannya dibawa kesekolah saja ya?"

"Nggak perlu."

Tanpa menunggu jawabannya, aku menutup pintu dengan sedikit membantingnya. Harusnya ia tahu aku tidak akan pernah menyicipi makanan buatannya. Sampai kapanpu. Kenapa ia tidak pernah lelah berusaha padahal sudah tahu akan mendapat penolakan dariku?

Mungkin sebagian dari kalian berpikir, kalau aku membenci semua orang dirumah ini-kecuali Diego- mengapa aku tidak pergi saja dari tempat yang penuh kenangan pahit ini? Well, I will. But, not now. Usiaku belum genap 17 tahun dan statusku saat ini masih pelajar. Akan lebih mudah apabila aku meninggalkan rumah ini ketika aku sudah bukan anak SMA lagi. Aku sedang mempersiapkan segalanya. Segala hal yang kuperlu untuk rencana kaburku suatu hari nanti.

Continue Reading

You'll Also Like

835K 62.9K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
10.6M 674K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...
540K 26.4K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
5.9M 389K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...