HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 263K 16.9K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 12

100K 4.9K 31
By ay_ayinnn

"Ma-mama, m-ma-mau mi-num."

Hari ini Elen berhasil menghabiskan makan siangnya yang dibuat khusus oleh pihak rumah sakit. Tentu Vanya senang sebab semakin hari putrinya semakin pulih.

Sudah hari keenam Elen rawat inap di rumah sakit, harapan Vanya setelah ini mereka bisa kembali ke rumah lagi. Pintu kamar terbuka, Ayumi masuk dengan tangan membawa jeruk, buah kesukaan Elen.

"Ne-nenek!!" Girang Elen.

"Apa sayang?" Ucap Ayumi menaruh jeruk di atas nakas.

"K-ke-kenapa ba-baru sekarang ke-si-sininya?" Tanya Elen sedikit marah.

"Maaf, nenek kan juga harus kerja. Rumah juga gak ada yang jagain loh," Ucap Ayumi membuat batin Elen sedikit menenang.

"Ma-mau ge-gendong," Elen merentangkan tangan.

"Elen, kamu udah besar. Kasihan nenek gak kuat gendong kamu," Ucap Vanya mengelus rambut panjang putrinya. "Mama gendong mau?"

Tawar Vanya setelah itu. Gadis kecil itu mengulum bibir. Dia kan rindu nenek, bukan mama.

"Nenek peluk aja sini," Ayumi duduk di tepi brankar. Ia mengambil tubuh kurus Elen dan memeluknya.

"A-aku ri-rin-du ne-nek," Lirih Elen diangguki Ayumi.

"Nenek juga rindu sama Elen."

Di belakang mereka, Vanya mengulas senyum. Tak apa mereka kekurangan harta, setidaknya Elen tak kekurangan kasih sayang sedikitpun.

"Elen udah makan?" Tanya Ayumi memegang kedua pundak gadis kecil itu.

"Udah, Bu. Hari ini Elen pinter banget, makannya habis," Jawab Vanya, Ayumi tersenyum lebar.

"Pinternya... Besok kalau udah boleh pulang, nenek beliin mainan deh!"

"Ne-nenek, be-beneran?" Ayumi mengangguk cepat.

"Ye-yeyy!!" Lanjut Elen kegirangan, Vanya menggeleng-geleng kepala lucu melihat tingkah anak dan ibunya.

"Bu, sekolah Elen udah di izinin?" Tanya Vanya kembali membuka topik. Ayumi mengangguk.

"Ibu izinnya sampai Elen sehat."

"Terima kasih, Bu," Vanya bergerak memeluk Ayumi. Dibalas lah pelukan itu dengan penuh sayang.

•••••

Hari ini Vanya meninggalkan Elen bersama Ayumi di rumah sakit. Dia pergi ke taman yang letaknya tak jauh dari rumah sakit untuk menangkan diri.

Semua itu atas suruhan dari Ayumi. Pasalnya, Ayumi merasa kalau Vanya membutuhkan waktu untuk menenangkan diri sendiri. Kasihan selama ini dia merawat Elen yang rewel seorang diri.

Di sebuah bangku taman, Vanya duduk sembari menikmati sejuknya sore hari. Dia juga sempat memetik beberapa bunga yang ada di taman itu.

"Lucu," Gumam Vanya menatap bunga tersebut.

Hening sejenak untuk Vanya menghirup udara. Udaranya banyak polusi memang, tapi udara disini dan di desa itu berbeda. Lebih-lebih selama 17 tahun Vanya pernah menghirup udara disini.

Flashback.

"Van, lo dicari sama Gavin dkk." Ucap seseorang saat bertemu Vanya di lorong.

"Mereka dimana?" Tanya Vanya yang sudah mulai lelah.

"Tadi sih di kantin. Kalo sekarang gak tahu masih di sana atau enggak." Vanya mengangguk.

Setelah mengucapkan terima kasih kepada orang itu, dia bergegas menemui Gavin dan teman-teman. Semakin hari mental Vanya semakin kuat. Mungkin sebentar lagi mentalnya bakal rusak.

Di kantin, Vanya sama sekali tak melihat batang hidung laki-laki itu. Sudah tahu kebiasaan mereka membuat Vanya langsung berlari menuju gudang belakang sekolah.

"Baru sampe, dari tadi kemana?" Tanya Gavin dengan sikap angkuhnya.

"Aku bawa bekal, jadi nggak ke kantin," Kata Vanya menunduk.

"Alahh, alasan lo!" Sahut Alex menyepelekan Vanya.

"Bilang aja lo gak mau kita suruh-suruh, iya kan?" Lanjut Marvel.

"E-enggak, aku beneran bawa bekal," Gavin berdiri lalu mendekati perempuan itu.

Rambut panjang Vanya ditarik kuat olehnya. Vanya hanya meringis meratapi nasibnya selama ini. Sakit.

"Gak inget sama tugas lo?" Tanya Gavin dingin.

"I-inget," Lirih Vanya yang takut menatap Gavin namun jambakan orang itu memaksanya untuk menatap.

"Udah lah Vin, langsung aja," Mendengar ucapan Juna membuat Gavin memaksa agar badan Vanya jongkok. "Buru, Rel."

Farel berjalan mendekati Gavin dan Vanya. Ia memutari sebentar tubuh gadis itu. Setelah sampai di belakangnya, Farel memakaikan rantai anjing ke leher Vanya.

Ketika rantai itu tak sengaja Farel tarik ke belakang, Vanya sempat tercekik. Ia bahkan sampai menahan rantainya agar tidak terlalu mencekiknya.

Gavin melepas jambakan. Tanpa Vanya duga, laki-laki itu menendang perutnya hingga Vanya terjatuh ke belakang.

"Mau dihukum apa?" Tanya Marvel menatap Vanya yang sedang dipaksa merangkak oleh Farel.

"Bawa ke club aja," Celetuk Alex. "Yang ntar kobam duluan, wajib unboxing dia."

"Gila, serius kita main unboxing-unboxingan?" Tanya Juna.

Alex memicingkan mata lalu terkekeh, "Gak usah sok polos gitu lah, Jun. Liar aja kali di hadapan jalang satu ini."

Farel membawa Vanya kepada teman-temannya. Dia masih sama, merangkak mirip seperti anjing yang sedang dibawa jalan-jalan oleh majikannya.

Dibelakang Vanya, Gavin menendang pantat perempuan itu kasar. Vanya memejamkan mata merasakan semua ini.

Di depan Vanya, Alex, Marvel, dan Juna tertawa lepas. Belum lagi kata-kata yang mereka lontarkan sangat menyakiti mental Vanya. Itu pelecehan.

"Heh Jalang, lo mau kan ntar malem ikut kita ke club?" Tanya Alex menarik rambut Vanya agar kepala gadis itu mendongak ke atas.

Laki-laki disini emang brengsek semua. Gak ada moralnya sama sekali. Begitu-begitu Vanya tidak bodoh, dia menggeleng sebagai jawaban menolak ajakan Alex.

Spontan Juna serta Marvel menendang lengan Vanya hingga seakan-akan Vanya bersujud di atas sepatu Alex. Disitu lah, air matanya mulai menetes. Mentalnya hancur dan itu hanya Vanya yang tahu.

Flashback end.

Vanya mengusap air mata yang bisa-bisanya keluar tanpa izin. Bayangan perempuan itu berkeliaran dimasa menyakitkan beberapa tahun lalu.

Mendadak ia berpikir, bagaimana kalau di Jakarta ini Vanya dipertemukan lagi oleh mereka? Apa yang akan Vanya lakukan?

Lalu, mengingat tentang keluarganya juga membuat Vanya menangis kembali. Sungguh, hidupnya dibuat seperti nano-nano.

"Vanya?" Lirih seseorang dari belakang.

Walaupun sudah lama tak mendengar suara-suaranya, Vanya tetap kenal dengan suara ini. Dia berdiri, lalu memutar badan ke belakang.

Deg.

Bagaimana orang itu bisa menemukan Vanya disini?

•••••

"Ne-nek, Ma-mama ke-ke-kemana?" Tanya Elen sudah bosan bermain dengan Ayumi.

"Sebentar lagi Mama pulang. Emangnya Elen gak suka ya main sama Nenek?"

Tidak menjawab, Elen hanya menunduk. Dia butuh sosok Vanya. Walaupun Ayumi dan Vanya itu tak berbeda jauh namun naluri Elen akan terus membutuhkan sosok Vanya dari pada Ayumi.

"Halo Elen!" Seorang dokter datang ke ruangan Elen.

Ayumi mengulas senyum kepada orang itu. Tadi sebelum pergi, Vanya memberitahu Ayumi kalau akan ada dokter Chelsea yang datang mengecek kondisi Elen.

"Dokter Chelsea ya?" Tanya Ayumi membuat Chelsea menoleh ke arahnya.

Chelsea sempat berkerut kening karena baru melihat orang itu disini. Pikirannya berkata kalau dia adalah neneknya Elen.

"Oh, saya Ayumi, neneknya Elen," Ucap Ayumi memperkenalkan diri.

Mendengar hal itu membuat Chelsea mengangguk sambil tersenyum. Ternyata benar dia itu neneknya Elen.

"Oh neneknya. Maaf, sebelumnya perkenalkan nama saya Chelsea. Dokter yang ditugaskan khusus untuk terapi bicara Elen."

"Iya, dok," Ucap Ayumi ramah.

Masih tersenyum lembut, Chelsea kembali melihat ke arah Elen. Lagi-lagi anak kecil itu terlihat ketakutan.

Chelsea pun mendudukkan diri di tepi brankar. Ia memegang tangan kecil Elen yang tidak ada infusnya.

"Hai? Masih takut sama aku?" Tanya Chelsea lembut. Perlahan demi perlahan Elen mendongak. Chelsea tak tega, gadis kecil ini seperti ingin menangis.

"Jangan takut, kan kita udah berteman beberapa hari lalu," Ucapnya mengusap pipi Elen.

"A-aku e-eng-enggak ma-mau te-terapi," Ucap Elen sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Loh, kenapa nggak mau terapi? Kan terapinya sama aku."

"T-ta-takut," Cicitnya kembali menunduk.

Dibelakang Chelsea, Ayumi diam dan kadang tersenyum melihat interaksi Elen dengan orang yang bukan dari keluarganya.

"Boleh dokter peluk Elen?" Tanya Chelsea meminta izin. Elen mengangguk kecil.

Dipeluk lah tubuh kecil Elen, "Elen mau gak nanti setiap habis terapi dokter kasih coklat?"

Chelsea berbisik ditelinga pasiennya. Hitung-hitung sebagai bujukan agar dia mau terapi.

"A-apa i-itu co-coklat?" Jawab Elen bingung.

Spontan Chelsea melepas pelukan. Benarkan anak kecil ini tidak tahu apa itu coklat? Padahal setahu Chelsea anak kecil itu paling suka dengan coklat.

"Coklat itu makanan manis yang rasanya enakkk banget. Elen mau?"

"B-boleh?" Cicitnya.

Chelsea mengangguk cepat, "Boleh. Tapi habis ini Elen harus terapi dulu sama dokter, mau??"

Dengan ragu, Elen mengangguk. Chelsea tersenyum. Ia beralih lagi kepada Ayumi, berkata kepada wanita itu kalau nanti malam adalah jadwal pertama Elen terapi.





Bersambung.

Vanya ketemu siapa sih, kok kaget banget kayak e.

Maaf ya 2 hari kemarin ga update. Bm banget kalo lagi ada masalah tuh.

Selamat hari sumpah pemuda👫🇮🇩

Mau vote sebanyak banyaknyaaa!!

28 10 23

Continue Reading

You'll Also Like

15.6K 1.2K 59
Squel dari cerita : Vettara "Kalau penyesalan memang datang di akhir cerita,mungkin seharusnya dari awal gue ga sebodoh ini"Ucap Milo. "Tidak ada kat...
2.5M 136K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.1M 241K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
1.1M 78.7K 64
𝘞𝘢𝘳𝘯𝘪𝘯𝘨 ❗ 🚫𝘊𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘜𝘞𝘜 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵 𝘢𝘬𝘶𝘵, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘶𝘴𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘤𝘢...