Kisah Papa Papi - Guanren

By yourxpine

670K 71.5K 11K

Hanya kisah sederhana mengenai perdebatan 24/7 antara Papa Alin dan Papi Injun. © Yourxpine 🚦BXB , MPREG... More

Bagian Perkenalan
satu.
dua. (Kilas balik)
tiga.
empat.
lima.
enam.
tujuh.
delapan. (Kilas balik)
sembilan. 🔞
sepuluh. (Kilas balik)
sebelas.
dua belas.
tiga belas.
empat belas.
lima belas. (kilas balik)
enam belas.
tujuh belas.
delapan belas.
sembilan belas. 🥵🔞
dua puluh.
dua puluh satu.
dua puluh dua.
dua puluh tiga. (Kilas balik)
dua puluh empat.
dua puluh lima.
dua puluh enam.
dua puluh tujuh.
dua puluh delapan.
dua puluh sembilan.
tiga puluh.
tiga puluh satu.
tiga puluh dua. (kilas balik)
tiga puluh tiga. (Kilas balik)
tiga puluh empat.
tiga puluh lima.
tiga puluh enam.
tiga puluh tujuh.
tiga puluh delapan.
tiga puluh sembilan.
empat puluh.
empat puluh satu.
empat puluh dua.
empat puluh tiga.
empat puluh empat. (Kilas balik)
empat puluh lima.
empat puluh enam.
empat puluh tujuh.
empat puluh delapan.
empat puluh sembilan.
lima puluh.
lima puluh satu.
lima puluh dua.
lima puluh tiga.
lima puluh empat.
lima puluh lima.
lima puluh enam.
lima puluh tujuh.
lima puluh delapan.
lima puluh sembilan.
enam puluh. 🔞
enam puluh satu.
enam puluh dua. (kilas balik)
enam puluh tiga.
enam puluh empat.
enam puluh lima.
enam puluh enam.
enam puluh tujuh.
enam puluh delapan 🔞
enam puluh sembilan (kilas balik)
tujuh puluh.
tujuh puluh satu.
tujuh puluh dua.
tujuh puluh tiga.
Tujuh puluh empat.
Tujuh puluh lima.
Tujuh puluh enam.
Tujuh puluh tujuh.
Tujuh puluh delapan.
Delapan puluh.
Delapan puluh satu.
Delapan puluh dua.
Delapan puluh tiga.
Delapan puluh empat.
Delapan puluh lima.
Delapan puluh enam.
Delapan puluh tujuh.
Delapan puluh delapan.
Delapan puluh sembilan.
Sembilan puluh.
Sembilan puluh satu.
Sembilan puluh dua.
Sembilan puluh tiga.
sembilan puluh empat.
Sembilan puluh lima.
sembilan puluh enam.
Sembilan puluh tujuh.
Sembilan puluh delapan.
Sembilan puluh sembilan.
Seratus.
Season 2?
Bonus chapter I
Bonus chapter 2
Bonus chapter 3.
Bonus chapter 4
Bonus chapter spesial ulang tahun papi

Tujuh puluh sembilan.

3.9K 504 46
By yourxpine

Setelah proses kuret yang memakan waktu tidak lebih dari satu jam, Renjun sudah diperbolehkan kembali menuju ruang rawat inapnya. Sebenarnya waktu pemulihan tidak begitu lama, namun dokter menyarankan agar Renjun tetap di inap 1 hari.

Guanlin kini tengah menyuapi Renjun. Keduanya tidak banyak mengobrol semenjak tadi malam. Mereka hanya mengobrol jika dokter datang atau anak sulungnya menelfon dan selebihnya mereka sama sama diam.

Bunyi ketukan pintu membuat keduanya menoleh, ternyata ada Haechan Jaemin dan suami mereka datang menjenguk.

"Renjunnnn" panggil keduanya bersamaan dan langsung masuk.

Guanlin berdiri dari duduknya, meletakan mangkok bubur yang ia pegang di nakas samping. Renjun memaksakan senyumnya menyambut kedua sahabatnya itu.

Guanlin mundur beberapa langkah agar memudahkan Haechan dan Jaemin memeluk suaminya. Guanlin kemudian menoleh kala pundaknya di tepuk oleh Mark.

"Gue turut berduka, lin" ucap Mark yang di angguki Guanlin.

"Mau ngobrol di luar aja gak? Biarin mereka ngobrol, kayaknya Renjun emang lagi butuh sharing sama mereka" ajak Jeno yang diangguki pelan Guanlin.

"Ren, gue keluar dulu ya?" Ucap Guanlin yang kemudian di angguki Renjun.

Setelah pintu tertutup, tangis Renjun langsung pecah kala kedua sahabatnya kembali memeluknya. Haechan dan Jaemin pun ikut menangis merasakan kesedihan yang Renjun rasakan.

"Gue bodoh banget" ucap Renjun disela tangisnya.

"Enggak, Ren. Jangan ngomong gitu, ini emang belum rejeki" saut Jaemin mencoba menenangkan sahabatnya itu.

Pelukan mereka terlepas, Jaemin dan Haechan kemudian duduk di sisi kanan dan kiri ranjang Renjun.

"Jangan nyalahin diri lo sendiri, oke? Ini semua udah takdir Tuhan"

"Harusnya gue lebih peka, Na. Dia ada di tubuh gue tapi gue juga gak sadar. Harusnya gue juga gak sesumbar bilang gak mau punya anak lagi, mungkin Tuhan ngehukum gue karena ini kali ya?"

"Ren, berhenti ngomong gitu"

"Gue bahkan sempat mikir mau gugurin pas gue tau gue hamil. Gue juga gak langsung ngasih tau Alin, gue jahat banget ya?" Lanjut Renjun masih terisak.

Haechan dan Jaemin saling pandang, keduanya pun langsung menggenggam erat tangan Renjun.

"Ren, kuatin diri ya? Lo masih punya Ayden sama Rui. Jangan berlarut larut ya sedihnya?" Ucap Haechan sembari mengusap punggung tangan Renjun.

"Gue tau ini berat banget buat lo ataupun Guanlin, Ren. Tapi mungkin ini emang jalan terbaik"

Renjun kembali terisak membuat kedua sahabatnya yang tidak tega kembali memeluknya. Disisi lain, Guanlin, Jeno dan juga Mark memilih mengobrol di kantin.

"Ayden sama Rui dimana lin?" Tanya Mark

"Di rumah mertua bang. Gak gue bolehin kesini dulu. Besok juga gue sama Renjun udah balik"

"Sabar ya lin"

Guanlin mengangguk, kembali menyesap kopi yang mereka pesan tadi. "Lo boleh cerita ke kita kalau lo butuh teman ngobrol lin" saut Jeno

Guanlin terdiam sejenak, "gue gak tau apa yang gue rasain sekarang. Sedih, marah, kecewa? Gue gak tau. Karena rasanya semua campur aduk"

"Gue gak tau kenapa Renjun diem aja pas tau dia hamil lagi, kenapa dia gak langsung ngomong ke gue. Kalau dibilang kecewa jujur gue kecewa, tapi gue juga gak bisa nyalahin Renjun sepenuhnya karena itu badannya Renjun. Dia yang lebih berhak nentuin dia mau ngandung anak gue lagi atau enggak"

Mark mencoba menepuk pelan pundak Guanlin, mencoba menguatkan sahabatnya itu. "Waktu gue banyakan di kantor, dan yang 24 jam sama anak anak ya cuma Renjun. Mungkin gue gak paham seberapa capeknya dia ngurus dua anak, jadi dia mutusin gak mau punya anak lagi" lanjut Guanlin dengan raut sedih yang terlihat jelas di wajahnya.

"Lo harus kuat, Lin. Lo boleh sedih, tapi jangan berlarut. Renjun juga butuh support dari lo sekarang"

"Support mah pasti, Jen. Cuma gue juga butuh waktu" Jawab Guanlin yang kemudian menghela pelan.

Ketiganya melanjutkan obrolan mereka dengan sesekali bertukar pikiran mengenai permasalahan keluarga mereka masing-masing.

Selang satu jam, mereka memutuskan untuk pamit pulang karena tidak bisa meninggalkan anak anak mereka terlalu lama. Guanlin pun kembali menuju ruang inap milik Renjun.

Keduanya terdiam, tidak ada yang membuka suara sama sekali. Guanlin sibuk dengan laptopnya, sedangkan Renjun menatap kosong layar televisi di depannya.

"Lin" panggil Renjun membuat Guanlin mendongak.

"Maaf.." lanjut Renjun lirih.

Guanlin tidak menjawab, ia menatap Renjun yang terlihat menarik nafasnya pelan. "Lo pasti kecewa banget ya lin sama gue?" Tanya Renjun tidak berani menatap Guanlin.

Guanlin masih terdiam, membuat Renjun semakin merasa bersalah. "Maaf ya lin? Gue bertindak bodoh banget. Gue tau gue ngelakuin kesalahan lagi dengan enggak ngasih tau lo lebih awal. Gue takut, takut lo minta pertahanin anak kita"

Guanlin mengerutkan keningnya, benar dugaannya jika Renjun tidak menginginkan anak ketiga mereka. "Tapi demi Tuhan, gue gak bermaksud gugurin dia. Gue gak setega itu lin.." kembali Renjun terisak, dan kali ini Guanlin tidak memeluknya.

"Lo boleh marah sama gue, tapi tolong jangan diemin gue gini.." lanjutnya.

Lagi, Guanlin tidak menjawab ataupun bergerak menenangkan Renjun. Ia tau Renjun sedih sama seperti dirinya. Ia juga tau jika Renjun tidak bermaksud begitu. Namun rasa kecewanya membuat Guanlin terdiam. Ia tidak mau jika ia membuka suara dan malah akan menyakiti Renjun.

"Lin" panggil Renjun lagi yang bertepatan ponsel Guanlin berdering. Guanlin pun menoleh dan langsung mengambil ponselnya tersebut.

"Gue angkat telfon dulu" ucapnya kemudian pergi meninggalkan Guanlin.

Guanlin menarik nafasnya pelan sebelum mengangkat panggilan dari Papanya.

"Halo, iya Pa?"

"Lin? Gimana keadaan Renjun?"

"Udah baikan kok Pa. Besok udah pulang"

"Jadinya beneran di kuret?"

"Iya, tadi pagi"

"Sabar ya nak. Belum rejeki"

Guanlin mengangguk pelan, dan menghela pelan. "Renjun gimana Lin? Dia masih sedih?" Kini giliran Mama Guanlin yang membuka suaranya

"Gak tau ma"

"Kok gak tau?"

"Ya gitu Ma"

"Gitu gimana maksud kamu?"

Guanlin menarik nafas dalam. "Ma, udah dulu ya? Alin lagi gak mau bahas ini" lanjut Guanlin yang langsung menutup panggilan itu.

Guanlin menghela pelan, mendudukan dirinya di depan ruang inap Renjun. Guanlin mengusap kasar wajahnya dan menarik nafas dalam sebelum menyandarkan kepalanya pada dinding.

Cukup lama ia mencoba menenangkan dirinya di depan ruang inap Renjun, hingga akhirnya ia memutuskan untuk masuk kembali. Guanlin mendekat kala ia melihat Renjun yang sudah tertidur kembali. Guanlin usap perlahan pipi Renjun yang terdapat bekas air mata itu.

Ia tidak berniat marah atau mendiami Renjun. Namun ia butuh waktu untuk menerima semua ini. Guanlin dudukan dirinya di kursi samping ranjang Renjun, kejadian ini memang bukan yang mereka inginkan. Namun ia tau pasti jika ini memang yang terbaik untuk mereka.

Keesokan harinya setelah kunjungan dari dokter, Renjun sudah diperbolehkan pulang. Guanlin membantu Renjun membereskan barang-barang mereka.

"Sampe kapan?" Ucap Renjun tiba tiba membuat Guanlin menghentikan aktifitasnya.

"Apa?"

"Sampe kapan lo diemin gue?"

Guanlin menoleh. "Gimana rasanya di diemin?" Tanya balik Guanlin membuat Renjun takut.

Renjun memainkan ujung kemejanya menghindari tatapan Guanlin. Ia takut kini dengan perubahan suaminya. Terakhir kali seingat Renjun, ia melihat Guanlin seperti ini waktu Ayden jatuh dan kepalanya membentur meja. Marahnya Guanlin sama seperti sekarang, karena komunikasi.

Guanlin menoleh pada Renjun, mengatur posisinya agar berhadapan dengan sang suami. "Kamu tau gak sih Ren kalau apa yang kamu lakuin sekarang tuh lama lama bikin aku capek? Aku udah lakuin semua hal buat kamu, tapi kamu cuma tinggal bilang ke aku hal kayak gini aja gak bisa?"

Guanlin kembali menarik nafas dalam, "kita udah sepakat kan buat komunikasiin semuanya? Kita obrolin apa yang baik dan engganya buat rumah tangga kita? Tapi kenapa kamu gak bisa gitu? Dia bukan cuma anak kamu loh, Ren. Dia anak aku juga, aku turut andil dalam adanya dia"

Mereka berdua terdiam sejenak, dengan Guanlin yang mengatur emosinya.

"Kita bukan pasangan yang baru satu atau dua tahun aja Ren. Sesusah itu ya cerita ke suami sendiri? Kalaupun kamu kemarin cerita kamu gak mau pertahanin dia, aku gak bakal maksa. Ini tubuh tubuh kamu, kamu yang lebih berhak nentuin. Kamu pikir aku juga gak takut? Aku takut Ren. Takut kamu ngalamin hal buruk lagi buat ngelahirin anak kita. Bayangin kamu beberapa bulan yang lalu mempertaruhkan nyawa buat ngelahirin Rui aja aku gak sanggup"

Renjun semakin tak berani menatap Guanlin yang berada di hadapannya kini. "Aku kemarin sampai mikir kamu kenapa? Aku salah apa? Kenapa kamu diemin aku? Aku udah mikir yang enggak enggak, tau gak?" Lanjut Guanlin.

Guanlin bangkit dari duduknya, "terserah kamu sekarang maunya gimana. Gak mau bagi semuanya sama aku, terserah. Aku bebasin kamu."

Guanlin membelakangi Renjun, ia kembali merapikan barang barang untuk di bawa pulang. Renjun yang tadi duduk di tepi bed pun berdiri dan langsung memeluk Guanlin dari belakang.

"Lin, maaf.." ucapnya dengan suara parau

Guanlin diam, memejamkan matanya sejenak dan menarik nafas pelan.

"Maafin gue, Alinnn"

Guanlin membalikkan tubuhnya menatap Renjun sejenak kemudian melepaskan pelukan Renjun dari pinggangnya.

"Ayo pulang. Anak anak udah nunggu" lanjutnya yang kemudian berjalan mendahului Renjun keluar dari ruang inap.

Renjun mengusap air matanya menatap kepergian Guanlin sejenak sebelum ia ikut menyusul Guanlin. Keduanya sama sama terdiam, tidak ada yang memulai pembicaraan terlebih dahulu selama di perjalanan menuju rumah orang tua Renjun untuk menjemput kedua anak mereka.

Mobil Guanlin berhenti tepat di depan rumah mertuanya, ia dapat melihat Ayden sudah menunggunya dan Renjun dari ambang pintu.

"Papiiii Papiiiii" panggil Ayden kemudian berlari menghampiri Renjun dan memeluknya.

"Pelan pelan kak. Papinya masih  sakit" ucap Guanlin yang melihat Renjun sedikit meringis kala Ayden memeluknya.

"Maap, Papi" ucap Ayden melengkungkan bibirnya ke bawah.

"Enggak sayang. Papi gapapa kok. Udah sehat nih"

"Pwiiiii pwiiii" celoteh Mingrui memanggil Renjun membuat Renjun melebarkan matanya.

"Loh? Udah bisa manggil Papi?" Ucapnya kaget menghampiri Rui yang berada di gendongan Ayahnya.

"Udah tau, Ren. Dari kemarin malahan. Manggil manggil Pi mulu"

Renjun terkekeh, mencium gemas pipi gembil Mingrui. Mereka pun masuk ke dalam rumah dan berhenti di ruang keluarga.

"Mau istirahat dulu gak dek? Kamu kayaknya masih capek" ucap Bunda Renjun mengusap kepala Renjun disampingnya.

Renjun menggeleng pelan. "Kangen anak anak, bun. Renjun pengen main dulu sama mereka"

"Ya udah kalau gitu. Kalian udah makan?" Tanya Bunda lagi.

"Belum"

"Mau makan dulu? Bunda udah masak tadi"

"Renjun aja dulu bun. Kalau Alin belum laper"

"Renjun juga belum bun"

Bunda menghela pelan, mencoba mengerti. Beliau sebenarnya peka dengan apa yang terjadi sekarang. Namun beliau enggan ikut campur lebih jauh, karena beliau tau jika anak dan menantunya bisa mengatasinya sendiri.

Sore harinya Renjun hendak kembali ke rumahnya bersama keluarganya. Namun kedatangan keluarga kecil abangnya membuat ia dan Guanlin memutuskan menginap disini. Orang tua Guanlin juga baru saja tiba dari Bali.

"Lin, mau makan apa? Gue ambilin" tawar Renjun kepada Guanlin yang tengah mengobrol dengan Abangnya itu.

"Gak usah, aku nanti ambil sendiri kalau laper" jawab Guanlin tanpa menoleh pada Renjun.

Renjun menghela pelan, membuat Kun memperhatikan interaksi adiknya dan iparnya itu.

"Abang laper gak?" Tanya Renjun kepada Kun.

"Belum sih. Yangyang udah di kamar ya dek?" Tanyanya yang diangguki Renjun.

"Si bayi rewel tadi katanya. Makanya ke kamar duluan sama Bunda"

"Ya udah, lo istirahat sana. Banyakin istirahat dulu, dek"

"Iya, nanti aja bang"

"Mau ngobrol sama Guanlin?" Tanya Kun membuat Guanlin menoleh.

Renjun terlihat takut kemudian menggeleng pelan. "Ayden sama Rui udah tidur?" Lanjut Kun

"Udah. Sama Mama tadi"

Kun bangkit kemudian merangkul adiknya. "Mau jalan jalan sama abang gak? Cari nasi goreng kesukaan kamu yuk, di depan. Mau gak?"

Renjun melirik sejenak kepada Guanlin, membuat abangnya itu paham. "Lin, gue ajak Renjun jalan jalan bentar boleh?" Tanya Kun.

"Ajak aja bang"

Kun semakin yakin ada sesuatu antara adiknya dan iparnya ini. Karena biasanya Guanlin akan menahan Renjun agar selalu disisinya.

"Ya udah, ambil jaket sana dulu dek. Gue keluarin mobil dulu" perintah Kun yang langsung di angguki Renjun.

Setelah Renjun tak terlihat, Kun kembali mendudukan dirinya disamping Guanlin. "Kalau ada masalah, bicarain baik baik. Jangan sampai saling nyakitin satu sama lain" nasehat Kun kepada Guanlin.

Guanlin hanya mengangguk hingga Renjun keluar dengan jaket miliknya. "Sini dulu Ren" panggil Guanlin membuat Renjun perlahan mendekat.

Guanlin menarik tangan Renjun pelan kemudian menarik zipper jaket hingga jaket itu tertutup sempurna. "Di luar dingin, pakai jaketnya yang bener" ucap Guanlin kepada Renjun. Renjun hanya mengangguk, ia kemudian berpamitan kepada Guanlin sebelum masuk ke dalam mobil milik abangnya.


Tbc

*******

ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ ᴍᴇɴɪɴɢɢᴀʟᴋᴀɴ ᴊᴇᴊᴀᴋ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ ᴅᴀɴ ᴋᴏᴍᴇɴ ᴀɢᴀʀ ᴀᴋᴜ ᴍᴀᴋɪɴ ʀᴀᴊɪɴ ᴜᴘᴅᴀᴛᴇ! ʜᴇʜᴇʜᴇ

~~~~~~~~~~~~

Akan ku sakiti sedikit hati moengil kalian wkwkw

Continue Reading

You'll Also Like

92.5K 11K 36
❝Who can stop me if i decide that you're my destiny?❞ ⚠ Warning! ⚠ *𖥨ํ∘̥⃟⸽⃟🏳️‍🌈Cerita homo! Contain mature, Harsh words *𖥨ํ∘̥⃟⸽⃟🦙Slight pair ; J...
20.2K 2.6K 28
⚠️WARNING⚠️ This story is only fictional, it has nothing to do with the real world. I'm just borrowing visuals, don't relate it to the real world. It...
156K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
1M 86.6K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...