VILLA

Av apeachly

11.8K 1.9K 743

[ SHORT STORY ] Semuanya bermula ketika mereka berlibur di villa itu. Mer

β€’ awal
β€’ villa [1]
β€’ villa [3]
β€’ villa [4]
β€’ villa [5]
β€’ villa [6]
β€’ villa [6] - 2
β€’ villa [6] - 3
β€’ 07

β€’ villa [2]

1K 177 22
Av apeachly

- hari kedua -

"INI KERJAAN SIAPA WOOYYY?!"

Kinan berteriak begitu melihat keadaan dapur yang sangat berantakan.

"BANGUN GAK LO SEMUA?!" teriak Kinan lagi. "NGAKU INI KERJAAN SIAPA?!!"

"Buset, Kin, masih pagi anying!" kesal Malik keluar dari kamar dengan wajah yang masih mengantuk. "Lo ngapain sih teriak-teriak?!"

"Ada apaan sih?" Raden ikut keluar. "Rame banget pagi-pagi."

"Ini kerjaan siapa?!" Kinan menunjuk kearah dapur. "Jorok banget sih abis make dapur gak dibersihin lagi!"

"Tau ih jorok banget," Raya yang melihat keadaan dapur pun menimpali ucapan Kinan. "Siapa yang abis make dapur coba semalem?"

Karena mendengar keributan-keributan itu lantas mereka semua pun terbangun dan keluar dari kamar.

"Elo bukan, Bay, orang terakhir yang make dapur karena masak mie?" Dimas menatap Bayu. "Yang sebelum kita ngopi di halaman samping sama Raden itu."

"Gue mah dibersihin lagi abis make dapur," ucap Bayu. "Lagian cuma masak mie ya kali sampe seberantakan itu? Ya gak mungkinlah cok."

"Nesya tuh yang terkahir make dapur," celetuk Juna.

"Hah?" Nesya yang namanya disebut pun merasa bingung. "Loh kok jadi gue?"

"Lah, lo kan semalem emang ada di dapur anjir," ucap Juna.

"Kapan?"

"Tengah malem," jawab Juna. "Ada kali jam duaan mah."

"Gue kebangun karena pengen kencing, dan gue liat lo lagi di dapur mau masak sosis."

"Enggak," Nesya menggelengkan kepalanya. "Gue gak ada pergi ke dapur jam segitu."

"Ngaku aja kali, gak bakal kita marahin ini karena dapur berantakan abis lo pake."

"Ya tapi gue beneran gak ke dapur anjir!"

"Jelas-jelas gue liat dan ngobrol sama lo!" ucap Juna tak mau kalah.

"Lo yang bener, Jun?" tanya Raden.

"Beneran buset."

"Lo ngelindur kali," ucap Yola.

"Kagak," ucap Juna. "Jelas banget gue liat Nesya di dapur."

"Tapi Nesya beneran tidur, Jun, jam segitu." ucap Elina. "Aku kebangun jam satu dan baru tidur lagi setengah empat."

"Nesya ada tidur di sebelah aku, dia gak pergi ke dapur kok."

"Gue juga ke kamar mandi jam segituan gak ngeliat ada yang abis make dapur," timpal Chalisa.

"Tuh kan!" Nesya menunjuk Juna. "Ngadi-ngadi lo!"

"Tapi gue beneran liat Nesya sumpah!" Juna mencoba meyakinkan teman-temannya.

"Lo yakin gak salah liat, Jun?" tanya Edgar.

"Enggak," ucap Juna. "Kalau bukan Nesya siapa coba? Orang mukanya bener-bener Nesya kok."

"Setan?" Malik menatap teman-temannya itu.

plak!

"Jangan sembarangan ya goblok kalau ngomong!" Raya menggeplak Malik.

"Sakit anjir!" Malik mengaduh.

"Terus kalau Nesya emang tidur yang diliat Juna di dapur siapa?" Dimas menatap satu persatu mereka semua.

Tak ada yang menjawab. Mereka pun sama bingungnya.

"Ah anjing ini masih pagi! Kenapa horor gini sih?!" Bayu mengusap-usap lengannya yang terasa merinding.

"Udah-udah mending kita bersihin dulu dapurnya," ucap Edgar. "Abis itu kita masak buat sarapan."

Menghela napasnya lalu mereka pun mengangguk setuju. Daripada terus memikirkan Juna yang melihat Nesya di dapur padahal Nesya sedang tidur di kamar dan membuat mereka berpikiran yang tidak-tidak memang lebih baik mereka menyibukkan diri saja.

● ○ ○ ●

"Hey.."

Chalisa terkesiap ketika ada yang mengusap puncak kepalanya. Mendongakkan kepalanya lalu ia pun tersenyum tipis.

Raden mendudukkan tubuhnya di sebelah Chalisa. "Ngapain ngelamun?"

"Enggak papa, cuma lagi kepikiran sesuatu aja."

"Kepikiran apa?"

Chalisa memiringkan tubuhnya untuk menghadap Raden. "Kamu denger omongannya Pak Danu kemaren gak?"

"Yang mana?" Raden mengerutkan dahinya.

"Yang Pak Danu ngeliat aku terus bilang kalau aku katanya bawa tamu, kamu denger gak?"

Raden mengangguk. "Iya aku denger."

"Nah itu maksudnya apa coba?" bingung Chalisa. "Maksud Pak Danu aku bawa tamu itu apa? Emang aku bawa siapa gitu?"

"Aku dari semalem kepikiran terus," keluh Chalisa, semalam ia sedikit kesulitan untuk tidur karena terus memikirkan ucapan Pak Danu itu.

"Gak usah dipikirin," Raden menarik Chalisa untuk bersandar padanya. "Mungkin Pak Danu asal ngomong aja itu."

"Tapi aku takut," ucap Chalisa. "Kalau Pak Danu ngomong kayak gitu karena emang ada sesuatu gimana?"

"Enggak akan," ucap Raden. "Udah ya gak usah dipikirin."

"Di sini dingin banget ya anjir," Bayu menghampiri Raden dan Chalisa bersama Malik.

"Padahal udah siang tapi masih dingin banget."

Raden menganggukkan kepalanya. "Iya bener, gue mandi aja airnya dingin banget."

"Lah lo mandi, Den?" tanya Bayu.

"Ya mandilah anjir," Chalisa menyahut. "Jorok banget kagak mandi."

"Jorok lu!" Malik mendorong-dorong tubuh Bayu. "Mandi sana."

"Lah lo belum mandi, Bay?" tanya Raden.

Bayu menggeleng. "Dingin banget airnya, gak suka gue."

"Idih jorok banget sih lo," cibir Chalisa. "Kan bisa pake air anget mandinya, gak usah banyak alasan."

"Yaudah sih terserah gue kali," Bayu balik mencibir. "Itu hak gue ya mau mandi atau enggak."

"Si Dimas juga kagak mandi tuh."

"Lo berdua emang sebelas-dubelas ya anjir kalau soal kejorokan," ucap Malik seraya mendelik.

"Anak bujang tapi kok pada males sih," ucap Chalisa.

"Yang penting tetep ganteng," Bayu menyugar rambutnya.

"Hueeekkk!" Chalisa dan Malik berlagak muntah.

Sedangkan Raden hanya tertawa.

"Biarin gue aduin lo ke Kinan," ucap Chalisa.

"Heh! Jang—"

"KINN! BAYU SAMA DIMAS BELUM MANDI NIH!"

"Chalisa monyet!" Bayu hendak menarik rambut panjang gadis itu tapi Raden sudah lebih dulu menepis tangannya.

"Ett, mau ngapain lo ke cewek gue?"

Chalisa menjulurkan lidahnya pada Bayu karena Raden yang melindunginya.

"Cewek lo anjing banget sumpah, Den," kesal Bayu.

"Makanya mandi sana!" ucap Chalisa.

"Gak mau—"

"BAYU MANDIII!!" Kinan berkacak pinggang dari pintu kamarnya. "JOROK BANGET JAM SEGINI BELUM MANDI! MANDI SANA!!

Kinan adalah orang yang paling bersih diantara teman-temannya. Ia sangat tidak suka dengan hal-hal jorok dan kotor. Ia bahkan tidak akan segan-segan mengomel kepada siapapun yang sudah bersikap jorok.

"Ah dingin Kinnn," Bayu memelas. "Nanti aja ah mandinya."

"Sekarang!" Kinan melotot.

"Gak mau ah."

"Mandi gak lo?!" Kinan mendekat pada Bayu setelah mengambil sapu.

"WEH ANJIR JANGAN ADA KEKERASAN DONGGGG!" Bayu langsung berlari kabur sebelum Kinan menangkapnya.

"Kejar Kin," Malik mengompori Kinan seraya tertawa. "Terus nanti lo pukul tuh pantatnya Bayu pake gagang sapu."

"Cepetan mandi sana!!"

"IYA-IYA INI GUE MAU MANDI!" teriak Bayu begitu Kinan berhasil memukul bokongnya dengan sapu.

Malik yang menyaksikan itu pun tertawa puas.

"Dimas mana?" Kinan lalu mengedarkan pandangannya. "DIMAS MANDI JUGA GAK LO?!!"

"UDAHH!" Dimas menyahut dengan paniknya.

"BOHONG ITU, KIN!" sahut Juna. "DIA DARITADI MAIN GAME TERUS BELUM MANDI!"

"Juna anjing!"

"PERGI MANDI SEKARANG ATAU GUE SAMPERIN TERUS GUE GETOK PAKE SAPU JUGA YA LO DIM!!"

"IYAAA! INI GUE MANDI NIH." Dimas langsung berlari menuju kamar mandi begitu mendengar ancaman Kinan.

"Jail banget sih," Raden mencubit pipi Chalisa yang sedang tertawa.

"Ya abisnya pada jorok," ucap Chalisa terkekeh. "Makanya aku aduin ke Kinan."

Malik yang melihat pasangan sejoli itu pun memutar bola matanya.

"Rokok yuk, Den, di depan."

Raden menatap pada Malik. "Boleh deh."

"Aku ke depan dulu ya," ucap Raden pada Chalisa.

Chalisa mengangguk singkat. "Jangan banyak-banyak ngerokoknya."

"Iya enggak."

Lalu Raden dan Malik pun beranjak keluar untuk merokok.

● ○ ○ ●

"Si Chalisa emang kayak tai, awas aja tuh anak."

Bayu terus menggerutu di dalam kamar mandi, ia terpaksa benar-benar mandi karena Kinan. Jika ia tidak mandi gadis berambut pendek itu sudah pasti akan mengamuk padanya.

"Kemanaa~ kamu kemana~" Bayu bernyanyi seraya mengguyur tubuhnya dengan air. "Ke sini bukan~"

"Katanya pergi sebentar, ternyata laaama~"

"Taukah aku sendiriii menunggu kamuuuuu."

"BERISIK BAYU!!" omel Yola dari luar kamar mandi. "Mandi mah mandi aja! Kagak usah konser!"

"JANGAN PERGI PERGI LAGI OOOHOWW!" Bayu dengan sengaja malah semakin mengencangkan suaranya. "AKU TAK MAU SENDIRIII."

"TEMANI AKU TUK SEBENTAR SAJA AGAR AKU TAK KESEPIANNNN."

"Ahahaha anjir lagu mermet in lop." tawa Malik.

"Arielh~" Juna menimpali ucapan Malik itu dengan suara yang sengaja dibuat mendesah.

"Erikh~" Malik ikut bersuara seperti Juna.

"AHAHAHAHA GOBLOKK!" tawa Bayu.

Selesai mandi Bayu pun segera memakai baju. Tapi ketika ia mencoba untuk membuka pintu Bayu mengerutkan dahinya karena pintu yang terkunci.

"Eh anjing buka gak lo woy!" teriak Bayu. "Ngapain ngunciin gue di kamar mandi sih!"

duk duk duk

Bayu menggedor-gedor pintu kamar mandi. "BUKA WOYYY!"

"Yolaaa!" panggil Bayu. "Jun! Lik! Woy bukain!!"

Bayu dengan panik terus memanggil teman-temannya dan menggedor-gedor pintu, tapi Bayu tetap tidak mendengar tanda-tanda kedatangan teman-temannya.

"Sumpah gak lucu ya anjing bercanda kayak gini!" kesal Bayu. "Buka gak pintunya?!!"

Bayu terus mencoba membuka pintu. Jantungnya tiba-tiba saja berdegup kencang karena suasana di dalam kamar mandi itu yang tiba-tiba berubah.

Bayu bahkan merasa merinding dan bulu kuduknya yang berdiri.

blubub blubub

Bayu mematung ketika mendengar suara aneh itu. Suaranya seperti air yang dimainkan dengan cara ditiup.

blubub blubub

Ketika suara itu terdengar lagi Bayu pun dengan perlahan membalikkan tubuhnya.

Dapat Bayu lihat air di dalam bak di belakangnya itu bergerak dan menimbulkan gelembung-gelembung kecil.

Meskipun sedikit takut tapi Bayu tetap mendekat kearah bak mandi karena rasa penasarannya yang lebih besar.

Dan ketika melihat apa yang menimbulkan suara juga gelembung-gelembung itu Bayu pun terdiam kaku.

Di dalam bak air itu, Bayu melihat ada sebuah kepala dengan mata yang terbuka lebar dan tersenyum menyeramkan kearahnya.

● ○ ○ ●

"Bay.."

Juna menepuk-nepuk pipi Bayu begitu melihat pemuda itu yang mulai mengerjapkan matanya.

Bayu meringis pelan lalu dibantu untuk duduk oleh Edgar.

"Lo gak papa?" tanya Kinan khawatir.

"Maksudnya?" Bayu menatap teman-temannya bingung. "Terus ini kok gue ada di sini?"

"Lo pingsan di kamar mandi tadi," ucap Raden.

"Hah? Pingsan?" Bayu mengerjapkan matanya, mencoba mengingat apa yang sudah terjadi padanya.

"Anjing!" umpat Bayu begitu mengingatnya. "Siapa yang ngunciin gue di kamar mandi hah?!"

Mereka yang mendengar ucapan Bayu itu sontak mengernyitkan dahinya bingung.

"Ngunciin apa sih maksud lo?" bingung Nesya. "Orang pintu kamar mandi aja dikunci dari dalem sama lo."

Bayu menggeleng. "Enggak, gue gak kunci kamar mandi dari dalem."

"Tapi pintu kamar mandi gak bisa dibuka sampe Edgar yang dobrak," ucap Chalisa.

"Jelas-jelas pintu dikunci dari luar anjir!" ucap Bayu. "Gue selesai mandi mau buka pintu tuh gak bisa."

"Gue teriak-teriak manggil lo semua dan gedor-gedor pintu tetep aja gak ada yang buka."

"Kapan anjir lo manggil kita dan gedor-gedor pintu?" tanya Raya bingung. "Kita gak denger apa-apa kok."

Bayu mengerjapkan matanya. Ia masih ingat jelas ia berteriak memanggil teman-temannya dan menggedor pintu dengan kencang.

"Masa gak ada yang denger sih?" Bayu lalu menatap Yola. "Lo tadi ada di dapur kan, La, waktu gue mandi?"

Yola mengangguk. "Iya."

"Denger gue nyanyi-nyanyi?"

"Denger."

"Terus kenapa gak denger waktu gue teriak-teriak anjir?!"

Yola mengernyitkan dahinya. "Kapan anjir lo teriak?"

"Gue cuma denger lo nyanyi terus ketawa karena Malik sama Juna yang ngomong sambil desah itu," ucap Yola. "Abis itu gue gak denger apa-apa lagi."

"Tapi sumpah gak lama abis Malik sama Juna ngomong itu gue teriak minta dibukain pintu," ucap Bayu dengan serius.

Hening menyelimuti mereka.

Mereka benar-benar tidak mendengar teriakkan atau gedoran pintu dari Bayu. Tapi mengapa Bayu tetap mengatakan bahwa ia berteriak dan menggedor-gedor pintu karena terkunci?

"Tapi kita juga gak denger apa-apa dari lo, Bay," ucap Edgar. "Gue dobrak pintu kamar mandi aja karena denger sesuatu yang jatoh dari dalem kamar mandi."

"Gue tadinya mau ngambil gelas, tapi denger sesuatu dari dalem kamar mandi. Dan pas gua panggil-panggil lo lo nya gak nyaut."

"Makanya gue dobrak karena takut lo kenapa-napa," cerita Edgar. "Dan pas pintu kebuka bener aja lo udah kegeletak di lantai kamar mandi."

"Kamu kepeleset atau gimana?" tanya Elina.

Bayu menggeleng.

"Terus kok bisa pingsan?" tanya Malik.

Bayu lalu menatap teman-temannya dengan serius.

"Gue liat kepala."

"Hah?"

"Maksud lo?" tanya Raden.

"Waktu pintu yang tiba-tiba gak bisa dibuka itu gue denger suara air yang kayak ditiup-tiup gitu, dan suara itu berasal dari bak air."

Bayu menelan ludahnya susah payah. "Pas gue ngedeket dan ngeliat bak air itu gue ngeliat ada kepala di dalemnya."

"Gue ngeliat setan."

● ○ ○ ●

"ASIKIN KIN!!"

"NES SINI NES!"

"ASIK ASIK JOSS!"

Suasana malam di halaman samping villa itu kini sudah ramai dengan kedua belas remaja yang sedang asik bersenang-senang.

Dengan speaker yang berbunyi cukup kencang karena mereka yang sedang berkaraoke benar-benar membuat malam itu ramai.

Villa yang mereka tempati itu tidak memiliki tetangga sehingga mereka tidak perlu khawatir akan mengganggu orang lain.

Setelah kejadian Bayu tadi siang mereka memutuskan untuk bersenang-senang malam ini untuk mengalihkan pikiran mereka dan melupakan kejadian yang menimpa Bayu itu dan menganggapnya angin lalu.

Bayu sendiri bahkan kini sudah asik berjoget dengan Dimas dan Malik serta Kinan dan Nesya yang bernyanyi.

Raya, Juna, Edgar, Yola dan Elina sedang asik bermain uno.

Dan pasangan sejoli Raden Chalisa yang sedang membucin di dekat kolam renang.

"Bibir kamu kering banget sih," Raden mengusap bibir Chalisa yang memang terlihat kering.

"Aku lupa bawa lip balm," Chalisa mengerucutkan bibirnya. "Gak enak banget padahal kalau kering gini bibirnya."

"Aku lembapin mau?"

"Hah? Gimana caranya?"

Raden tersenyum tipis lalu menarik pelan tengkuk Chalisa dan mencium bibir gadis itu.

"Ih dasar! Nyari kesempatan banget!" Chalisa memukul dada Raden yang kini hanya tertawa.

"ITU YANG LAGI MOJOK PISAH DULU COBA!" ucap Kinan dengan menggunakan mic.

Chalisa dan Raden langsung menoleh.

"Tiati berduaan mulu nanti ada yang ikutan tuh," ucap Malik.

"Siapa tuh bwanggg?" Dimas bertanya.

"Mba kun."

"AHAHAHAHA!!"

"Gue sumpahin mba kun naksir sama lo mampus!" ucap Chalisa.

"AMIT-AMIT!!"

"Sini lah, Sa, pacaran mulu lo ah males." ucap Nesya meminta Chalisa untuk bergabung.

"Aku ke mereka dulu ya," ucap Chalisa pada Raden.

Raden mengangguk.

Chalisa lalu bergabung dengan teman-temannya yang lain. Raden pula ikut beranjak dan menghampiri Edgar yang berdiri di dekat pagar pembatas.

"Sepi banget ya."

Edgar menoleh. "Iya, cuma ada villa ini doang di sini."

"Gue kira bakal lumayan rame gitu, eh ternyata ramenya pas mau masuk gapura itu doang."

Edgar lalu menghela napasnya. "Walaupun di sini enak tapi hawanya beda."

"Beda gimana?"

"Lo emang gak ngerasa?" Edgar balik bertanya pada Raden. "Semenjak kita nyampe ke sini gue belum ngeliat ada orang lain selain kita dan Pak Danu."

"Di sini bener-bener cuma ada kita doang."

Raden termenung. Benar sih, ia juga belum melihat orang lain di sekitar sini.

"Apalagi kejadian-kejadian aneh yang kita alami dari pertamakali dateng ke villa ini," ucap Edgar. "Mulai dari pisau yang berserakan di lantai itu, Juna yang katanya ngeliat dan ngobrol sama Nesya padahal kata Nesya sendiri dia lagi tidur, dan kejadian tadi siang."

"Yang Bayu katanya ngeliat sesuatu di dalam bak air," Edgar menatap Raden. "Apa menurut lo itu gak aneh?"

"Awalnya gue kira itu cuma pikiran mereka aja karena mereka yang pada kecapekan, tapi setelah gue pikir-pikir lagi rasanya gak mungkin, karena kejadiannya itu berturut-turut terjadinya."

Raden baru hendak menimpali ucapan Edgar itu, tapi pekikan dari Kinan sudah lebih dulu mengalihkan perhatiannya.

"Chalisa!!"

Melihat Chalisa yang tengah meringis kesakitan membuat Raden langsung berlari untuk menghampirinya.

"Sa, anjir kenapa?" tanya Nesya panik.

Chalisa yang sudah terduduk di atas rerumputan meremat kuat perutnya. "S-sakit.."

"Perut gue sakit b-banget."

"Kamu kenapa?" Raden menghampiri Chalisa dengan khawatir.

Chalisa menatap Raden dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Perut aku sakit banget, Den.."

Suara petir tiba-tiba mengejutkan mereka dan hujan yang turun dengan deras tanpa disangka-sangka.

"Ujan woy! Masuk-masuk!!"

Raden mengangkat tubuh Chalisa dan langsung membawanya masuk ke dalam villa. Yang lain pun dengan terburu-buru ikut memasuki villa.

Raden membawa Chalisa masuk ke dalam kamar dan menidurkannya di kasur.

Chalisa masih meringis kesakitan, bahkan gadis itu kini mulai menangis karena rasa sakit yang menyiksanya.

"Eh anjir gimana dong ini," ucap Malik yang tak tega melihat Chalisa. "Chalisa keliatan kesakitan banget itu."

Elina yang sudah ikut berada di atas kasur pun mengusap pelipis Chalisa yang bercucuran keringat.

"Sa, tenang dulu oke," ucap Elina seraya mengusap puncak kepala Chalisa.

Chalisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "S-sakit, El.." isak Chalisa pelan. "Sakit banget."

"Rumah sakit dideket sini dimana, Jun?" Raden menolehkan kepalanya menatap Juna.

"Mana ada rumah sakit anjir dideket sini," ucap Juna. "Selama perjalanan ke sini aja gak ada rumah sakit ini kan lo juga liat."

"Terus gimana?" Raya menatap teman-temannya panik. "Kasian Chalisa kalau harus kesakitan terus."

"Gak ada obat gitu di sini?" tanya Bayu.

"Obat apaan? Kalau nanti malah salah ngasih obat terus Chalisa kenapa-kenapa gimana coba?" Yola menimpali ucapan Bayu.

"Ya terus mau gimana anjir," Bayu kembali menatap Chalisa. "Mau biarin Chalisa terus kesakitan gitu?"

"Minta tolong ke Pak Danu aja gak sih?" usul Kinan. "Siapa tau Pak Danu bisa bantu kan?"

"Bener-bener!" Dimas menganggukkan kepalanya setuju. "Kita minta tolong ke Pak Danu aja."

"Rumah Pak Danu di atas kan?"

Juna mengangguk. "Iya di atas."

"Yaudah gue—"

"Enggak," Chalisa menggelengkan kepalanya seraya memegang lengan Raden. "Kamu jangan pergi."

"Tapi aku gak mau ngeliat kamu kesakitan gini."

"Enggak mau, kamu jangan pergi.." lirih Chalisa.

"Yaudah biar gue aja yang pergi," ucap Edgar.

"Gue juga," timpal Juna dan Dimas.

"Tapi ujan gede banget loh di luar," ucap Nesya. "Apa gak papa?"

Benar juga.

Masih dengan meringis kesakitan Chalisa pun menatap teman-temannya. "Gak usah ada yang pergi," ucapnya lirih. "Gue gak mau ada yang kenapa-kenapa kalau kalian pergi waktu ujan gini."

"Tapi lo kesakitan anjir, lo pikir kita tega gitu ngebiarin lo kayak gitu?" balas Bayu.

"Gue gak papa.." Chalisa berujar pelan.

"Gak usah bilang gak papa," ucap Raden. "Kamu jelas banget kesakitan, masih mau bilang kalau kamu gak papa?"

Chalisa menatap kekasihnya itu. "Aku beneran gak papa."

"Aku masih bisa buat nahan sakitnya."

Chalisa mati-matian menahan rasa sakit pada perutnya. Ia tidak mau membuat Raden dan teman-temannya semakin khawatir. Chalisa tidak mau terjadi sesuatu pada yang lain jika mereka tetap memilih untuk pergi ke rumah Pak Danu ditengah-tengah hujan lebat seperti ini.

Sebab itulah Chalisa mencoba menahan rasa sakitnya.

● ○ ○ ●

Elina menatap Chalisa yang sudah terlelap. Gadis berponi tipis itu baru bisa benar-benar tenang setelah hampir sepuluh menit merasakan sakit pada perutnya.

Chalisa mungkin berhasil membohongi yang lain dengan mengatakan bahwa dia sudah tidak apa-apa, tapi tidak dengan Elina, karena Elina jelas menyadari bahwa Chalisa masih merasakan sakit itu karena jelas dari genggaman erat Chalisa pada tangannya.

Hingga setelah sepuluh menit lamanya barulah Elina dapat melihat bahwa Chalisa sudah benar-benar tidak merasakan sakit lagi.

Kini Chalisa sudah benar-benar terlelap dengan Raden yang setia berada di sampingnya, tidak beranjak sama sekali.

Di dalam kamar itu kini hanya ada Kinan, Yola, Raden, Dimas dan juga Elina. Sisanya sedang membereskan halaman samping karena hujan yang sudah reda.

"Aku bikinin minuman hangat pada mau gak?" Elina menatap keempat temannya yang ada di dalam kamar.

"Boleh deh, El," ucap Dimas. "Kebetulan banget abis ujan gini emang cocoknya minum yang anget-anget."

Elina tersenyum tipis. "Yaudah aku bikinin dulu ya."

"Ayo gue bantuin," Kinan beranjak dari duduknya.

Di halaman samping pula, Nesya memasukkan beberapa sampah yang sudah dikumpulkan dan memasukkannya ke dalam tong.

"Chalisa sakit perut kenapa sih, Nes?"

Nesya menoleh pada Raya yang baru saja bertanya. "Gue juga gak tau."

"Tadi tuh pas lagi asik-asik nyanyi tiba-tiba aja Chalisa kesakitan terus pegang perutnya," ucap Nesya.

"Apa sakit perut karena lagi dateng bulan ya?" Malik menyahut.

"Bisa jadi sih sebenernya," ucap Raya. "Tapi Chalisa itu jarang sakit perut kalau lagi dateng bulan, kalaupun sakit gak bakal sampe kesakitan kayak tadi setau gue."

"Salah makan sesuatu mungkin sampe bikin sakit perut gitu," Bayu ikut menyahut.

"Makan apa?" tanya Edgar. "Perasaan Chalisa gak makan yang aneh-aneh deh."

"Bener," Juna menimpali. "Apalagi si Raden kan merhatiin banget apa yang dimakan Chalisa, jadi rasanya gak mungkin kalau Chalisa makan sembarangan."

"Mungkin— AAAA!"

Raya refleks berlari menjauh dari pintu gudang yang baru saja ia buka begitu ada yang menyerangnya ketika pintu terbuka.

"Kelelawar doang buset, Ray," Malik mendekat. "Heboh bener lo ah."

"Ih kan kaget bego!" kesal Raya.

Edgar menatap beberapa kelelawar yang terbang keluar begitu pintu gudang dibuka. Perasaan waktu dia masuk ke gudang buat ambil meja sebelum karaokean tadi gak ada kelelawar deh, kok tiba-tiba ada kelelawar waktu Raya buka pintu?

Malik masuk ke dalam gudang untuk menaruh meja, tapi ketika indera penciumannya mencium bau sesuatu ia pun mengernyitkan dahinya.

"Bau apaan nih?" Malik menghidupkan flash ponselnya karena lampu di dalam gudang yang cukup temaram.

"Ada apaan, Lik?" Raya mendekat pada Malik untuk ikut mencari asal bau itu.

Malik mengarahkan ponselnya ke setiap sudut hingga sebuah kotak yang tertutup kain hitam menarik perhatiannya.

"Kayaknya baunya dari kotak itu deh, Ray," ucap Malik karena ketika ia mendekat pada kotak itu baunya semakin menyengat.

Raya mengangguk. "Iya kayaknya dari kotak itu."

Lalu Malik pun menyingkapkan kain hitam itu dan ia langsung menutup hidung juga mulutnya begitu melihat sebuah bangkai yang sudah tidak berbentuk.

Raya yang melihat bangkai itu pun langsung merasa mual dan berlari keluar dari gudang.

"Huekk!"

"Eh kenapa, Ray?" Nesya mendekat pada Raya.

"Anjir jijik banget fuck!" Malik yang ikut keluar dari gudang langsung meludah.

"Ada apaan sih?" tanya Juna.

"Ada bangkai di dalem."

"Hah? Bangkai apa?" tanya Edgar.

"Gak tau, udah gak berbentuk anjir bangkainya juga. Mana bau banget lagi," ucap Malik.

"Perasaan tadi waktu gue sama Edgar ambil meja gak ada bau apa-apa dah," Bayu lalu menatap Edgar. "Iya kan, Ed?"

Edgar mengangguk. "Iya gak ada."

"Tapi itu jelas ada bangkai anjir," ucap Malik.

Raya yang masih terbayang dengan bau dan bentuk bangkai yang dilihatnya tadi pun kembali merasa mual.

"Ah anjir jijik banget gue," ucap Raya. "Gue masuk duluan ah," ucapnya lalu pergi masuk ke dalam villa.

"Ini kalau si Kinan tau ada bangkai di gudang pasti bakal ngamuk-ngamuk," ucap Juna.

"Yaudah kalau gitu kita bersihin aja," ajak Edgar. "Kalau dibiarin nanti makin bau dan ngeganggu kita juga."

Malik menggeleng. "Kagak mau gue, gak kuat sama baunya."

"Lo bertiga aja sono yang bersihin."

Malik lalu langsung menyusul Raya dan Nesya yang sudah masuk ke dalam villa lebih dulu.

"Si anjing!" umpat Bayu dan Juna.

Mau tidak mau Bayu dan Juna pun membantu Edgar untuk membersihkan bangkai itu dari dalam gudang.

● ○ ○ ●

Chalisa terbangun dan mendapati suasana kamar yang sepi. Kinan bahkan sudah terlelap nyaman di sampingnya.

Beranjak dari kasur lantas Chalisa pun keluar dari kamarnya.

"Kok bangun, Sa?"

Edgar menjadi orang pertama yang menyadari kedatangan Chalisa.

"Kalian begadang?" Chalisa balik bertanya.

"Belum ngantuk," ucap Malik.

"Raden mana?" tanya Chalisa karena tidak melihat kekasihnya itu diantara teman-teman lelakinya.

"Lagi ke dapur."

"Gimana? Udah baikan?" tanya Juna seraya menyuruh Chalisa untuk ikut duduk bersama mereka.

Chalisa mengangguk. "Udah."

"Loh? Kok bangun?" Raden mendekat pada Chalisa begitu melihat gadis itu yang sudah ikut duduk dengan teman-temannya.

"Kebangun."

"Masih sakit gak perutnya?" tanya Raden mengusap surai Chalisa.

"Udah enggak."

"Perut lo sakit kenapa dah, Sa?" tanya Dimas. "Sakit karena dateng bulan?"

Chalisa menggeleng. "Gue juga gak tau, tiba-tiba aja perut gue sakit."

"Dan sakitnya itu bukan karena dateng bulan."

"Maksudnya?" Juna mengangkat alisnya.

"Sakitnya tuh beda," ucap Chalisa. "Perut gue tuh kayak ditusuk-tusuk, diremes-remes, bener-bener sakit banget pokoknya."

"Kok bisa?" heran Bayu.

"Gue juga gak tau."

cklek

"Mau kemana, La?" tanya Edgar yang melihat Yola keluar dari kamar.

"Laper," jawab Yola. "Mau masak mie gue."

"Mantap! Pas banget!!" Malik tersenyum kearah Yola. "Sekalian masakin buat gue juga ya."

"Pake telor sama sayur."

Yola mendelik. "Lo udah nyuruh banyak mau lagi. Bikin aja sendiri sono!"

"Kan sekalian anjir!"

"Nyesel banget gue keluar kamar," Yola mencebikkan bibirnya. "Siapa lagi yang mau mie? Biar gue bikinin sekalian."

"Ngomel tapi malah nawarin itu gimana konsepnya?" Bayu melirik pada Yola sebelum kembali fokus pada ponselnya.

"Mau kagak?" Yola bertanya. "Ya kalau gak mau mah syukur deh."

"MAUUUU!"

"Udah, La, bikinin semua aja." ucap Juna.

"Chalisa gak usah," sahut Raden.

"Ih kok gak usah?" protes Chalisa. "Aku juga kan mau."

"Kamu baru selesai sakit perut, nanti kalau perutnya sakit lagi abis makan mie gimana?"

"Tapi aku lapeerrrr."

"Aku bikinin nasi goreng aja ya?" Raden menawarkan. "Atau kamu mau apa? Nanti aku bikinin."

Chalisa mendengus pelan, tapi karena mendengar tawaran dari Raden itu membuatnya tidak terlalu kesal.

"Yaudah mau nasi goreng aja."

Raden tersenyum tipis. "Bentar ya aku bikinin dulu."

"Ini coklat panasnya kamu minum ya," Raden memberikan coklat panas yang dibuatnya tadi pada Chalisa.

"Tapikan ini punya kamu?"

"Aku bisa bikin lagi nanti, ini buat kamu aja, suasananya juga lagi dingin kan karena abis ujan."

Chalisa tersenyum. "Makasih."

Raden mengangguk. Setelah mengecup puncak kepala Chalisa lantas Raden pun beranjak ke dapur.

"Anjir si Raden lo apain nyet?!" Bayu menyenggol Chalisa menggunakan ujung kakinya. "Kok bisa sampe bucin mampus gitu sama lo?!"

Chalisa mengibaskan rambutnya. "Pesona gue emang luar biasa sih, makanya Raden sampe bucin banget."

"Gak percaya," Malik menyahut. "Pasti pake jampi-jampi kan lo? Ngaku!"

"Dukun mana yang lo datengin, Sa?" tanya Juna. "Spill lah, biar gue bisa join."

"Pengen ngebucin juga gue," timpal Dimas. "Buruan spill lo pake dukun mana?"

Chalisa mendelik. "Njing! Berprasangka buruk semua lo ya sama gue."

"Kurang ajar!"

Sedangkan itu di dalam kamar, Raya semakin mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya karena suasana malam yang semakin dingin.

Kedua matanya benar-benar terasa sangat berat untuk dibuka. Terlebih usapan lembut di kepalanya membuat Raya semakin enggan untuk bangun.

"Tumben banget lo mau ngusap-ngusap kepala gue, La," masih dengan mata yang tertutup Raya terkekeh pelan.

Raya lalu memeluk tubuh di sampingnya itu agar semakin nyaman dengan posisinya. Walaupun agak sedikit heran karena tidak mendapati Yola yang memberontak karena dipeluknya Raya tidak begitu ambil pusing.

Mungkin Yola pun sama merasa dingin sehingga tidak protes begitu ia memeluknya, pikir Raya.

Dan karena usapan lembut di kepalanya itu membuat Raya mengantuk hingga benar-benar terlelap.

Tanpa Raya tahu yang mengusap-usap kepala dan yang dipeluknya itu bukanlah Yola, tetapi sosok berambut panjang dengan wajah hancur yang menyeringai seram dengan darah yang keluar dari mulutnya.

Fortsett Γ₯ les

You'll Also Like

35.4K 2.5K 45
"Jangan pernah nilai buku itu dari sampulnya. Kalo sampulnya jelek, dalemnya belum tentu bagus." (sepertinya) cuma kisah anak-anak baik dan periang. ...
11.8K 1.9K 10
[ SHORT STORY ] Semuanya bermula ketika mereka berlibur di villa itu.
377K 48K 21
ππ‹π€π‚πŠππˆππŠ, 𝐁𝐓𝐒, 𝐍𝐂𝐓 Cewe nya banyak tingkah, cowo nya bucin tingkat akut. Dahlah cocok emang. Start : 11 april 2021 Repub : 28 april...
219K 15.8K 52
Karakter hak paten milik om Masashi khisimoto! Daku hanya meminjam ~ Cerita tentang ig, wa dll. Cerita santai~