KKN 110

By Elsabet09

115K 10.9K 4.2K

Sebenernya KKN itu apa sih? Kuliah Kerja Nyata? Kenalan Ketemuan Ngilang? Kisah Kasih Nyata? atau Kejebak Ken... More

0.0 UDARA⭐
1.1 Pengumuman
1.2 Kesan Pertama
1.3 Survei
1.4 KKN, is begin?
1.5 Kekuatan Doa
1.6 Hari Pertama Kerja
1.7 Traktiran Januar
1.8 Kedatangan Tamu
1.9 Cerita Malam
2.0 Posyandu
2.1 Free Day
2.1.1 Asing
2.2 Hari Sendu
2.2.1 Haidar dan Dhisti
2.3 FGD
2.4 Dejavu
2.4.1 Agenda Malam
2.6 Nervous
2.6.1 Sosialisasi
2.6.2 Who dis?
2.7 Hari Raya
2.8 TTS
2.9 Accident
2.9.1 Girls Talk
2.9.2 Rapat
3.0 Posbindu
3.1 Guest Star
3.1.1 Cilok or Cinlok
3.2 Sakit
3.3 Minggu Kerja
3.4 Ada apa?
3.4.1 Makan Siang
3.4.2 The Truth Untold
3.5 Invisible
3.6 Yang Tak Terucap
3.7 Calon Mantu
3.8 Pasar Malam
3.9 K-Fest
4.0 Sepenggal Cerita Hari Ini
4.1 Diskusi & KRS
4.2 Grocery Shopping

2.5 Rukun Tetangga

2.1K 237 90
By Elsabet09

Emang boleh se-boyfriendable itu?
*
*
*
Sory for typo. komen yang banyak dong guys, suka bacain komen kalian soalnya.

-----

"Silahkan dikerjakan di buku tugas kalian ya. Nomor 1-10 dan essaynya 1-5. Nanti kalau sudah selesai kita koreksi bersama-sama" jelas Samuel memberi instruksi.

Salah satu siswa mengangkat tangannya berseru, "Pak, saya mau tanya!"

"Tanya apa, Wan?" 

"Ini soalnya juga ditulis semua?" tanya Wawan siswa yang bertubuh gembul itu.

"Iya ditulis semua."

"Capek dong pak, banyak lagi soalnya." seru siswa lain, yaitu Riki. 

Teman-temannya sekelas juga serempak berbisik sendiri menyetujui apa yang dibicarakan Riki. 

"Gini-gini, kalau soalnya tidak kalian tulis nanti gimana dong kalian belajarnya. Buku paketnya kan 1 untuk siswa semeja. Kalian nulis soal dan jawabannya itu juga bisa buat baca dan mengingat. Siapa tahu nanti soal dan jawabannya keluar pas lagi ujian kan enak kalian. Coba kalau cuma ditulis jawabannya aja. Emang kalian inget nanti soalnya gimana kalau tiba-tiba saya 2 atau 3 hari kedepan bertanya lagi apa soal untuk jawaban itu? Pasti kalian lupa kan?" 

Para murid itu bergeming dan tanpa disadari mengangguk menyetujui guru PPKN sementara mereka itu.

Samuel sendiri memberikan instruksi itu bukan dengan alasan sembarangan, dia yakin jika buku-buku paket yang dibawa pulang para siswa itu tidak akan dibuka lagi kecuali kalau pas lagi di sekolahan. Soalnya dia dulu suka begitu. 

Selain itu dia juga sering memberikan rangkuman-rangkuman materi saja jika mengajar agak lebih mudah dipahami oleh siswanya.

Anak-anak cenderung malas membaca buku-buku tebal, apalagi isinya hanya tulisan saja tanpa ada variasi lain. Maka dari itu dengan memberikan tugas seperti itulah Samuel berharap para siswa itu bisa dengan mudah mengerti dan memahami materi yang disampaikannya. 

"Ya sudah silahkan dikerjakan. Waktu kalian sampai nanti jam 10.15. Tapi kalau waktu istirahat kalian bisa istirahat dulu. Mengerti?"

"Mengerti pak," balas semua siswa serempak.

"Jangan berisik ya, yang kerja tangannya, bukan mulutnya. Saya mau izin ke toilet sebentar." ucap Samuel seraya melangkah keluar kelas. 

Saat hendak menuju toilet dia berpapasan dengan Naura yang biasanya tidak memakai kacamata hari ini memakainya.

"Eh, Nau tunggu!" seru Samuel melihat rekannya itu, "Mata lo kok makin merah aja?" lanjutnya.

"Iya nih, aku gatau juga kenapa jadi gini" ucapnya sedikit frustasi.  

Awal mulanya dari kemarin sore setelah dari kelurahan pulang bermain bulutangkis, matanya seperti kelilipan, namun agak terasa gatal juga. 

Tadi malam waktu menonton pertandingan pun sebenarnya sudah terasa gatal dan perih, bahkan matanya sudah memerah, namun pikirnya itu karena efek mengantuk saja. Tetapi pagi tadi dia merasakan matanya agak susah melek, dan terasa sedikit perih.

Sebenarnya teman-temannya sudah melarang untuk mengajar hari ini, namun dia tetep kekeh berangkat, karena setelah mandi dan cuci muka matanya jadi sedikit enakan, dia juga akan mengatasinya dengan memakai kacamata anti radiasi miliknya. 

Namun ternyata saat di sekolahan matanya malah kembali gatal dan berair. Sehingga dia harus menyekanya berulang. 

Anak muridnya pun menotice ketidaknyamanan Naura dengan matanya, sehingga untuk menghindari pemikiran aneh dari muridnya dia izin untuk ke toilet dengan dalih matanya kelilipan dan harus di basuh dengan air. 

"Pulang aja deh mendingan, nanti makin merah itu kalau kebanyakan di luar begini" titah Samuel, dia jadi sedikit khawatir dengan salah satu temannya itu.

"Tapi aku masih ada jadwal ngajar lagi di kelas 4," 

"Lo mau ngajar dengan keadaan kaya gini? Emang bisa konsentrasi?" ucap Samuel sarkas. 

Naura diam, bingung antara harus kah dia pulang, atau melanjutkan tugasnya dengan mengenyampingkan rasa sakitnya?

"ck, kebanyakan mikir lo," Samuel dengan cepat menarik tangan Naura untuk di gandeng menuju ke kelas 4 untuk mengambil tas.

Anak-anak kelas 4  yang tadinya gaduh menjadi diam seketika saat Samuel masuk ke kelas mereka dengan menggandeng Naura.

"Anak-anak ibu Naura hari ini izin pulang dulu ya. Ibu Naura lagi enggak enak badan soalnya. Kalian sampai istirahat nanti belajar sendiri dulu ya. Paham?" kata Samuel ada anak-anak disana. Memang kalau di sekolahan mereka mewajibkan untuk memanggil dengan sebutan bapak / ibu, kalau di luar sekolah baru boleh memanggil mahasiswa KKN itu dengan mas / mbak. 

"Bu Naura sakit apa pak?" tanya anak murid berkucir dua yaitu anaknya pak Kadir, Echa.

"Matanya lagi sakit, harus istirahat dulu. Doain ya biar cepet sembuh" jawab Samuel lembut.

"Maafin ibu ya ngajarnya belum sampai selesai" kata Naura menyesal.

"Iya bu" jawab murid-murid itu serempak.

"Ya sudah pamit dulu ya." pamit Samuel pada anak-anak itu.

"Cepet sembuh bu Naura" ucap beberapa murid dan di balas Naura dengan senyumannya.

Samuel langsung mengantar Naura pulang ke posko setelah izin dengan wali kelas 4 dengan motor Nadhif yang dia bawa hari ini. 

"Makasih dan maaf ya Sam ngerepotin" ucap Naura tulus.

"Ngomong apa sih, lo juga tanggung jawab gue selama disini. Jadi gausah sungkan atau ngerasa ngerepotin" balas Samuel dan diangguki oleh Naura.

"Langsung masuk istirahat. Gue balik ke sekolahan lagi. Kalau ngerasa ada yang sakit badan lo bilang ke anak-anak yang lain. Jangan di tahan" lanjut Samuel memberi nasihat.

"Iya, sekali lagi makasih." 

Samuel segera menjalankan motornya lagi untuk kembali ke sekolah. Masih ada tanggung jawab lain yang harus dia laksanakan.

Naura memasuki posko yang senyap itu, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tapi pintu depannya terbuka, harusnya ada orang sih.

"Loh kok udah pulang, Nau?" tanya Aji yang tengah fokus menonton TV. 

"Iya, lagi enggak enak badan. Sam, nyuruh aku pulang deh." balas Naura seraya memasuki kamar untuk meletakkan tasnya.

"Yang lain kemana, Ji?" imbuhnya.

"Yang cewek-cewek lagi bantuin masak-masak di deket rumahnya pak Kadir. Katanya nanti malam ada acara tahlilan 100 hari meninggalnya yang punya rumah. Haidar sama Nadhif ke warung tadi katanya mau beli es. Raihan lagi mandi" jelas Aji.

Januar dan Lita tentunya juga masih mengajar di sekolah bersama Samuel. 

"Oh, yaudah aku mau istirahat aja ya di dalam kamar."

"Enggak minum obat dulu? Atau mau gue beliin? Biasa minum apa lo? Eh tapi mata lo agak merah" ucap Aji bertubi-tubi.

"Gausah enggak papa, nanti sembuh sendiri paling."

"Yaudah. Kalau butuh apa-apa panggil aja ya." 

"Iya Ji. Makasih" jawab Naura sebelum masuk kamar dan mengunci pintu dengan sempurna. Karena sekarang dia satu-satunya perempuan di posko jadi dia ingin menghindari hal yang tidak-tidak.

***

"Jangan kaya gitu mbak ngelipetnya, enggak rapih nanti."

"Isinya jangan banyak-banyak, nanti kulitnya pecah kalo digoreng.." 

Suara Ibu-ibu tadi mengoreksi pekerjaan Gauri. Gauri dan Dhisti sedang membantu sekelompok bu-ibu membuat risol. Sedangkan Yeshika dan Kirana membantu sekelompok ibu-ibu lain membuat lemper.

Mereka sekarang lagi 'rewang' dalam istilah jawanya atau membantu-bantu pekerjaan di suatu acara. Tadi pagi sekitar jam 8 bu Aya mampir ke posko memberitahu akan ada acara masak-masak di rumah tetangga depan rumahnya. 

Acara yang akan dilaksanakan yaitu Tahlilan memperingati 100 hari meninggalnya tetangga bu Aya sendiri. Katanya kalau ada acara seperti itu yang rewang bisa satu RT, apalagi kalau yang meninggal orang terpandang. Sama seperti sekarang. 

Dari tadi pagi sampai sudah mau dhuhur mereka tidak berhenti bekerja. Dari membantu membungkus nasi yang berwadah baskom kecil berlauk pauk satu ekor ayam dan beberapa lauk pelengkap lainnya dengan jumlah 200 bungkus yang akan dibagikan ke warga desa disana. 

Katanya tadi pagi juga ada acara penyembelihan 2 ekor kambing juga tapi saat para mahasiswa KKN datang sudah selesai. 

Di lanjut sekarang mereka membuat risol, lemper dan beberapa makanan ringan untuk pendamping makanan utama nanti malam.

Gauri hanya tersenyum kikuk, dia tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu sebelumnya. Dia yang hanya anak tunggal dan ibunya seorang wanita karir jarang sekali masak-masak seperti ini. Kalau ada acara biasanya mereka memesan makanan dari luar. 

"Gini Gau liat punya gue, pelan-pelan aja. Isianya satu sendok aja gausah penuh-penuh," kata Dhisti memberi contoh cara mengisi dan menggulung risol dengan benar dan rapi.

Gauri dengan telaten mencoba meniru apa yang dicontohkan Dhisti, memang ketahuan sekali dia jarang menginjakkan kakinya di dapur. Dia jadi malu.

"Nah tuh udah bagus," puji Dhisti sungguh-sungguh setelah melihat hasil risol yang digulung Gauri yang mulai rapih, tidak seperti sebelumnya.

Gauri tersenyum bangga. Dia melanjutkan pekerjaannya lagi. 

"Mahasiswa KKN ini rajin banget ya. Apalagi mbak-mbaknya, mana cantik-cantik lagi. Kalau saya punya anak laki-laki bakal saya kenalin deh sama mbak-mbaknya" ucap salah satu ibu-ibu disana.

"Sing lanang yo bagus-bagus, sisan ramah sakpole (yang laki-laki juga ganteng-ganteng, mana ramah sekali)" timpal ibu-ibu yang lain.

"Iya bu, setuju. Kemarin aja waktu pengajian di mushola sama di rumah pak Nardi pada bantu-bantu nyuci piring, gelas sama gulung tikar."

"Ah ibu-ibu bisa aja, kita cuma bantu-bantu dikit aja kok" ucap Gauri tersipu malu. 

Sama seperti Gauri, Dhisti jadi salah tingkah sendiri kalau apa yang dilakukannya di puji oleh seseorang. 

Tak jauh beda dari Dhisti dan Gauri, tak jauh dari sana Kirana dan Yeshika juga di perlakukan sama.

"Nanti setelah lulus mau langsung nikah mbak?" tanya seorang ibu-ibu pada Yeshika dan Kirana.

"Kalo udah ada jodohnya mah saya langsung gas aja bu," balas Kirana yang sudah merasa klop dengan para ibu-ibu disana. 

Yeshika sendiri menggeleng senyum, "saya mau kerja dulu bu, itung-itung ngembaliin modal orang tua saya yang udah biayain sekolah saya selama ini dulu" jawabnya.

"Jangan lama-lama mbak, nanti keburu jadi perawan tua," sahut ibu-ibu lain.

"Tenang bu, dia mah udah ada calon" sahut Kirana yang malah mendapatkan sikutan dari Yeshika.

Yeshika hanya tersenyum kikuk, temannya ini ceplas ceplos banget.

"Oh, sudah ada calon. Ya sukur. Lha mbaknya udah ada belum?" ucap ibu itu mengalihkan pandangannya ke Kirana.

Kirana senyum-senyum sendiri, "doakan saja bu biar segera di pertemukan jodohnya."

"Aminn, kalau masih belum ketemu saya punya anak lali-laki seusia mbak, siapa tau minat."

"Ho'oh mbak, disini masih banyak perjaka, duda, mau yang mana tinggal pilih" imbuh ibu-ibu lain

"Wah, hahaha. Oke bu. Makasih atas tawarannya," Kirana meresponnya dengan tertawa garing. 

Giliran Yeshika yang tertawa dibuatnya oleh respon Kirana. Membayangkan Kirana akan mendapatkan suami di tempat KKNnya dulu membuat Yeshika tak kuasa menahan tawanya. 

"Ibu-ibu, mbak-mbak monggo sedoyo dhahar riyin, lanjut mengke malih. Sampun adzan dhuhur niko (ayo semua makan dulu, lanjut nanti lagi. Udah adzan dhuhur)" titah nek Darmi, ibu dari bu Aya setelah beberapa mendapatkan bagian makannya masing-masing.

Gauri yang biasa makan seperempat dari porsi yang dia terima kali ini mau tak mau harus menghabiskan penuh jatah makannya. Tak enak kalau harus menyisakan makananya. Nanti dikiranya pemilih soal makanan.

"Tumben abis?" tanya Dhisti sedikit heran mengingat kebiasaan Gauri yang biasanya hanya makan nasi maksimal 5 sendok saja.

"Liat aja sekeliling lo, ibu-ibunya ngeliat kita makan kaya gitu banget," bisik Gauri. 

Dhisti sedikit melihat sekelilingnya, dan benar ibu-ibu tadi melihat mereka makan seperti sedang mengawasi anak balitanya makan dengan benar dan harus habis. 

Kalian kalo makannya di awasi jadi enggak nyaman kan? Jujur aku iya soalnya. 

Sejujurnya Dhisti juga tak terlalu suka lauknya karena bersantan tapi mau tak mau dia juga harus menghabiskan makanannya. 

***

"Rehan siniin remotnya!" seru Lita. Dia mau nonton Iniseret soalnya. Namun remote tv nya malah di kuasai lelaki Surabaya itu.

"RAIHAN! NAMA GUE RAIHAN BUKAN REHAN!" Raihan tuh selalu sensi kalau berhubungan sama namanya yang sering salah sebut.

"Halah sama aja. Cepet siniin remotnya!" seru Lita masih tak mau mengalah.

"Ogah" ucap lelaki itu yang malah menyembunyikan remote tv itu di pantatnya.

"Januar temen lo rese banget sumpah!" seru Lita yang masih kesal.

Januar yang tiba-tiba namanya disebut sedikit kaget karena dia lagi serius bermain game, yaitu talking tom.

"ck, ngalah napa Han sama cewek. Upin-Ipin nanti sore masih ada lagi." ucap lelaki bermata sipit itu tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel, dia lagi memberi makan peliharaan virtualnya itu soalnya.

Lelaki Surabaya itu tak menggubris perkataan Januar, dan malah merubah posisinya menjadi miring. Dia lagi fokus menonton kartun kesukaannya itu soalnya.Garang-garang seperti itu Raihan memang suka menonton kartun dari negara sebelah yang pemerannya kepalanya botak itu. Mana enggak tinggi-tinggi. 

Padahal kartun itu sudah ada dari jaman Raihan SD sampe kuliah sekarang tapi pemerannya tidak tumbuh dan berkembang. Apakah kak Ros dan Opah salah memberikan pupuk makanya anak kembar itu tak tinggi-tinggi dan kepalanya botak terus? Kasian.

"Ishh, awas ya lo."

Bugh

"Ugh…LALITA PUSPA ANJANI JANC*K" umpat Raihan setelah bokongnya di tendang oleh Lita yang langsung kabur mengunci diri di kamar bersama Naura yang tengah beristirahat disana. 

Januar yang masih serius bermain game kaget dengan teriakan Raihan yang tiba-tiba sehingga membuat hpnya hampir jatuh dan tanpa sengaja memencet tombol beranda. Dan dia hanya bisa menghela napas lelah.

"SUKURIN. EMANG ENAK. TEPOS DAH LO MAKIN TEPOS. HAHAHAHA" balas Lita dari dalam kamar sambil cekikikan.

Haidar, Aji, dan Samuel yang tengah berada do ruang tamu hanya geleng-geleng melihat kelakuan teman-temannya itu. Tadi Haidar sama Aji habis dari Mushola sholat dhuhur berjamaah, walaupun jamaahnya hanya 7 orang yaitu anak KKN itu sendiri dan pak Joko sebagai imam. 

Yang tanya Nadhif kemana, dia lagi di belakang telfonan sama seseorang.

"Berantem mulu dah mereka. Kalo entar mereka jadian gue ketawa paling keras" celetuk Haidar setelah mendengar keributan teman-temannya itu.

"Maklum lah, yang satu orangnya emosian yang satu lagi suka memancing emosi" imbuh Aji yang sedang memeluk toples tanggo. Lagi nyemil dia, habis dari mushola belum ganti baju masih memakai baju koko dan sarung gajah nungging. Sekilas info dia yang adzan tadi. 

Suara Aji tak kalah dari Haidar, bahkan tadi ibu-ibu yang lagi rewang memuji suara adzan Aji. Semenjak ada anak KKN, suara adzannya bervariasi. Mana bagus-bagus nada dan suaranya. Kaya lagi di mekkah.

"Cocok dah mereka" celetuk Samuel sembari rebahan di tikar dengan membaca buku tentang hukum yang dia bawa dari rumah.

"Kalo jadian berantem setiap hari sih gue yakin." ucap Aji yang diangguki Haidar.

Tak lama para perempuan yang pergi rewang pulang. 

"Assalamu'alaikum." salam Kirana dengan sedikit berteriak. 

"Wa'alaikumsalam."

Kirana dan Gauri segera masuk ke dalam posko untuk mengantri mandi. Sudah tidagk betah, gerah banget soalnya. Sedangkan Yeshika dan Dhisti bergabung diantara para cogan yang tengah bersantai di ruang tamu.

"Huftt, pegel banget" Dhisti langsung merebahkan badannya berdekatan dengan Samuel. Entah paha siapa yang ia buat bantalan. 

"Utututu kasian. Ngapain aja disana?" tanya Haidar si pemilik paha seraya menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian muka Dhisti. Walaupun panas sebenarnya Dhisti tidak banyak mengeluarkan keringat. 

"Banyak dah. Enak kalian enggak bantu sama sekali" jawab Dhisti malas.

"Kita mah bagiannya tinggal makan entar malem." balas Aji sembari menutup tutup toples tanggo.

"Entar malem berangkat semua? Gue ikut?" tanya Samuel setelah menutup bukunya.

"Ikut aja. Banyak kok yang dateng, even bukan muslim juga katanya warga yang nonmuslim juga pada dateng" balas Yeshika. Kebetulan tadi dia bertanya pada ibu-ibu yang memakai kalung salib di sebelahnya.

"Aduh gue punggung sama pinggang gue pegel bingitz" keluh Dhisti. Serasa punggung dan pinggangnya habis digebukin. Sepertinya dia mau datang bulan. Soalnya biasanya tandanya ya seperti itu.

"Mau di pijitin?" tanya Aji.

"Mau dong pinggang gue aja" pinta Dhisti.

"Heh apaan. Enggak usah aneh-aneh. Mending lo mandi sana deh" suruh Haidar yang tak diindahkan Dhisti.

"Entar ah, mau tidur dulu 10 menit. Pinjem paha bentar" Dhisti malah mencari posisi enak untuk tidurnya yang katanya hanya 10 menit itu. Sedangkan Haidar sang pemilik paha hanya bisa pasrah.

"Jangan ngiler!" peringat Haidar.

Yeshika meninggalkan empat temannya yang masih di ruang tamu itu untuk segera membersihkan diri saat Gauri dan Kirana sudah selesai mandi. 

Samuel sendiri sudah tertidur dengan buku yang menutupi wajahnya. Sedangkan Aji juga sudah bergabung dengan teman-temannya yang sedang menonton TV.

Haidar masih dalam posisinya, duduk senderan dengan tembok, dimana pahanya masih jadi bantalan kepala Dhisti. Tangan kirinya mengelus kepala gadis itu, dan tangannya sibuk bermain dengan ponselnya. 

Sepuluh menit lebih sudah terlewat namun Dhisti belum bangun juga. Memang dasarnya kebo.

"Dhis bangun, sholat dulu." Haidar mencoba membangunkan Dhisti dengan menepuk-nepuk pipinya.

Dhisti hanya mengulet, dan balik tidur lagi.

"Hei, bangun sholat dhuhur dulu. Udah mau abis waktunya" ulang Haidar yang malah mengelus pelan rambut Dhisti. Makin nyenyak lah kalo begitu. 

"Hmmm. 5 menit lagi" racau Dhisti masih belum mau bangun.

"Udah sejam lo tidur. Ayo bangun. Atau mau gue siram pake air kalo kagak mau bangun?" ancam Haidar yang ternyata manjur. 

Dhisti mulai membuka matanya, dan berusaha mengumpulkan nyawanya. Matanya berkedip-kedip menetralkan pandangannya.

"Aaawww" ringis Dhisti karena Haidar yang mencubit pipinya.

"Gemes gue"

"Enggak ada romantis-romantisnya lo." kata Dhisti yang mulai bangun seraya mengelus pipinya yang menjadi korban kekerasan Haidar.

"Mau banget gue romantisin? Entar baper lo," seringai Haidar jahil seraya mendekatkan wajahnya ke depan wajah Dhisti sehingga hanya menyisakkan jarak sekitar 10 cm saja.

Dhisti membulatkan matanya kaget karena gerakan tiba-tiba Haidar. Kini manik matanya saling beradu pandang dengan lelaki di depannya itu. 

Ada desiran aneh dari dalam dadanya. Apa mungkin dia laper?

Tak mau larut dalam adu pandang itu, Dhisti segera memutuskan kontak mata dengan menyadarkan dirinya untuk segera bangkit meninggalkan lelaki Ilkom itu.

Dug

"Adahh,"

Dhisti yang sepertinya masih belum terkumpul nyawanya 100% malah menubruk dada bidang milik Nadhif yang kebetulan dia hendak ke ruang tamu untuk mengambil charger.

"Eh, lo enggak papa?" tanya Nadhif yang masih menahan tubuh Dhisti. Hampir saja perempuan itu mental dibuatnya.

Dhisti menggerutu, "Ngapain naruh badan disini sih?" 

"Gue baru keluar?" ucap Nadhif bingung. 

Haidar yang melihatnya tertawa terbahak-bahak, sepertinya perempuan itu sedang salah tingkah.

"ck, minggir deh gue mau lewat." Dhisti segera melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tamu. Jelek banget kalo dia lagi salah tingkah.

Sedangkan Haidar tersenyum dengan penuh arti. 

Nadhif jadi bingung sendiri, "Kenapa deh si Dhisti?" tanyanya pada Haidar.

Haidar mengendikkan bahunya, "Tauk dah," katanya lalu bangkit untuk menyusul Dhisti. Asik juga jahilin dia, batinnya berucap.

****

Suara minyak panas yang beradu dengan perkedel di dalam wajan terdengar nyaring di dapur posko 110 itu. 

"Yang agak kecil aja Dhis, biar jadinya banyak." titah Nadhif pada Dhisti.

Dia lagi menggoreng perkedel tahu, sedangkan Dhisti yang membentuk adonannya untuk di goreng.

Tadi pagi mereka beli tahu sebelum tahu kalau mereka malam ini ada acara tahlilan. Daripada tahunya jadi busuk mending dibuat cemilan saja.

Yeshika dari arah dalam posko menghampiri Dhisti dan Nadhif, "Dhis, Dhif, barusan bu Rima nelpon gue katanya proker kalian kalo bisa dimajuin besok. Gimana?" katanya kemudian.

Dhisti menoleh kaget, "Hah? Emang kenapa kalo hari sabtu? Kita kan udah sepakat waktu itu?"

"Iya kenapa kok dimajuin?" timpal Nadhif.

"Katanya karena hari minggunya idul adha. Jadi sabtunya banyak warga yang rapat sama kerja bakti gitu buat idul adha" jelas Yeshika.

Dhisti diam berfikir, sejujurnya dia belum siap secara mental untuk menjadi narasumber sebuah acara sosialisasi seperti prokernya sendiri. Dia itu orangnya pasif, susah membangun obrolan dengan orang lain. 

Apalagi kalau berbicara di depan banyak orang, bisa nervous parah karena dia jujur belum terlalu percaya diri.

"Ya gue enggak papa sih. Bahan gue juga udah siap semua. Banner juga udah siap. Lo gimana Dhis?" sahut Nadhif. Dia sudah mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk prokernya sejak kemarin-kemarin.

"Gue juga udah bikin PPT sih sejujurnya, tapi masih belum gue fix-in sih apa yang mau gue bahas. Gue ngerasa masih ada aja yang kurang"

"PPT yang waktu itu lo kirim gue itu bukan?" tanya Nadhif.

Dhisti mengangguk sebagai jawaban.

"Menurut gue udah bagus sih itu Dhis, yang lo bahas juga udah jelas. Tapi kalo lo masih belum yakin coba minta pendapat pak Jinan. Dia dosen lo juga kan" kata Nadhif memberi usul. Pak Jinan selain mengajar tentang Manajemen beliau juga mengajar tentang mata kuliah pemasaran. 

Makanya sampai semester 6 ini Dhisti sudah bertemu dengan kelas pak Jinan sebanyak 3x dengan mata kuliah berbeda. Yang terbaru di semester 6 kemarin pak Jinan mengampu mata kuliah Seminar. Dhisti kebetulan juga mengambil kelas pak Jinan itu. Makanya pak Jinan bisa familiar dengan Dhisti di antara ratusan mahasiswa yang diajarnya.

"Yaudah deh entar gue minta pendapat pak Jinan. Jujur gue udah mulai nervous sekarang." balas anak manajemen itu.

"Berati ini fix ya besok proker kalian? Gue mau  bilang bu Rima dan Lita biar cepet pesen snack soalnya" tanya Yeshika mengonfirmasi, soalnya dialah satu-satunya yang memiliki akses komunikasi yang berhubungan dengan ibu-ibu PKK.

"Iya deh, atur aja Yes" jawab Dhisti sedikit lesu. Membayangkan besok sudah mules saja.

Yeshika hanya memberikan tanda 'OK' sebagai balasan lalu kembali masuk untuk mengatur keperluan proker Dhisti besok.

"Udah tenang, gausah terlalu dipikirin. Ada gue." ucap Nadhif berupaya menenangkan seraya menepuk pelan pundak Dhisti. 

"Kok gue nyium bau gosong ya, Dhif?" kata Dhisti setelah mengendus bau gosong di sekitarnya.

Seakan baru teringat bahwa mereka sedang menggoreng perkedel, Nadhif dan Dhisti segera beralih menatap wajan yang berisi lima perkedel yang sudah gosong itu.

"PERKEDEL" seru mereka bersama setelah terkoneksi.

"Yah gosong," kata Dhisti setelah melihat bentuk perkedel yang hangus itu.

 Nadhif segera mentiriskan 5 buah perkedel yang sudah tidak layak untuk di makan itu. Hampir saja mereka membuat wajan milik Kirana bolong. Bisa kena semprot ibu Airin nanti soalnya harganya mahal setara uang jajan mereka selama dua minggu. 

Continue Reading

You'll Also Like

64.5K 8.5K 38
KKN, Kuliah Kerja Nyantai? Kuliah Kerja Nangis? Kuliah Kerja Ngebaper? Semuanya salah, karna sejatinya KKN yang dimaksud di sini adalah Kuliah Kerja...
1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
123K 10.4K 29
Happy ending 🗿👍🌷 "aku akan menikahi nya " ucap eren "Apa maksudmu eren " tanya grisha " aku akan menjadikannya sebagai istriku, dengan begitu di...
7.8K 1K 42
"La, lo masih betah punya suami kaya dia?" Giselle bertanya dengan sungguh-sungguh, mukanya bahkan sangat serius. Kala tertawa pelan, "3 tahun cukup...