JAYDEN, 18:23

Od youraraa_

1.8K 271 68

[Jung Jaehyun ㅡ End] "Sosoknya terasa begitu nyata, meskipun aku tak dapat menyentuhnya. Dialah satu-satunya... Viac

Chapter 1: Pindah Rumah
Chapter 2: Sekolah Baru
Chapter 3: Mimpi Indah
Chapter 4: Sentuhan
Chapter 5: Sosok Menyeramkan
Chapter 6: Jeff
Chapter 7: Pembersihan
Chapter 8: Pelukan
Special: Hint & Casts
Chapter 9: 1823
Chapter 10: Kabut Hitam
Chapter 11: Boneka Abdi
Chapter 12: Santet
Chapter 13: Kekasih Masa Lalu
Chapter 14: Kisah Sebenarnya
Chapter 15: In de Gloria
Chapter 16: Misi Berdarah
Chapter 18: Keajaiban
Chapter 19: Akhir yang Bahagia

Chapter 17: Rindu

39 11 3
Od youraraa_

"Maaf, karena aku tidak bisa menjagamu lagi."

🍂

"Anna, hari ini kamu ada kuliah jam berapa? Mau kakak antar?" Kepala Juan tiba-tiba menyembul di depan kamar adiknya yang terbuka setengah itu. Anna yang baru selesai memasukkan buku kuliahnya ke dalam tas pun mengangguk, lalu berjalan keluar kamar dengan wajah datarnya.

Sudah hampir dua tahun semenjak kejadian di rumah lamanya, kepribadian Anna berubah total. Ia yang awalnya memang pendiam, menjadi semakin pendiam dan terkesan sangat menutup diri. Tak pernah ada lagi senyuman di bibirnya. Hidupnya seakan sudah berhenti sejak dua tahun lalu, ketika ia mengetahui jika penjaga tak kasat matanya telah pergi meninggalkannya.

Meskipun sudah pindah rumah yang jaraknya tak jauh dari kampusnya, tak membuat Anna lupa dengan sosok Jayden. Ayah dan ibunya sudah mencari berbagai macam cara untuk membuat putrinya semangat hidup lagi, namun hingga detik ini usaha keduanya gagal.

Juan yang notabenenya tak pernah bersikap baik pada adiknya pun kini menyesal. Sejak mengetahui semuanya dari Yudha, sikap Juan kini sangat lembut pada Anna. Ia berusaha menjadi sosok kakak yang baik untuk menebus semua sikap buruknya pada adiknya itu, meskipun hingga detik ini Anna masih terkesan dingin padanya.

Meskipun sudah dua tahun berlalu, namun setiap malam Anna pasti akan menangis sambil memanggil nama Jayden, berharap lelaki yang dicintainya itu akan muncul kembali di hadapannya. Anna ingin memarahi Jayden karena bisa-bisanya lelaki itu berkorban untuk dirinya.

Lewat orang tuanya, Anna tahu jika Jayden dan Yudha bekerja sama untuk melenyapkan Dimas, pelaku utama pembunuhan Isakh di masa lalu. Sejak Anna kembali masuk sekolah ketika itu, Dimas tiba-tiba saja menghilang dan tak ada seorangpun yang tahu keberadaanya. Sama halnya dengan Tio yang mendadak pindah sekolah karena tak ingin bertatap muka dengan Anna.

Anna sebenarnya bersyukur, ia tak perlu tampil dengan Dimas ketika ada acara perpisahan dan tak perlu lagi bertemu dengan orang yang kini sangat dibencinya itu.

Kini, semua orang yang dikenalnya di masa lalu menghilang, kecuali Juan, kakaknya.

"Kamu selesai kuliah jam berapa? Biar kak Juan tunggu di kampusmu." Juan berusaha menepis rasa sepi ketika keduanya berada dalam satu mobil yang sama, berharap ia dapat mengajak Anna berbicara banyak.

"Aku bisa pulang sendiri." Jawab Anna ketus. Ia pun memalingkan wajahnya ke jendela samping, ogah untuk diajak berbicara.

Juan hanya bisa menghela napas panjang. Ia merasa berdosa pada adiknya dan juga pada sosok penjaga adiknya itu. Pasalnya, penyakit asma Juan sembuh secara mendadak, dan ia merasa jika semua ini memang berkat Jayden.

"Kalau ada apa-apa, telfon kak Juan, ya?" Juan menghentikan mobilnya di depan fakultas Anna, dan membiarkan adiknya itu keluar dari mobil tanpa membalas perkataan Juan. 

"Maaf. Aku memang bukan kakak yang baik. Maaf, Anna. Aku sadar aku sudah terlalu banyak memberimu luka." Lirih Juan sembari menatap punggung adiknya yang semakin lama semakin menjauh darinya.

Rutinitas Anna sebagai mahasiswa baru memang terlihat sangat membosankan. Ia hanya muncul di kampus ketika ada jadwal kuliah, lalu pulang ketika kuliah telah usai.

Ia sama sekali tak bersosialisasi dengan teman-teman barunya, bahkan terlihat jelas seperti mengasingkan diri ketika berada di kelas. Teman-temannya pun terlihat takut padanya, dan mereka hingga detik ini hanya bisa menjaga jarak terhadap Anna.

Pun, ketika ada tugas kelompok, Anna juga lebih memilih untuk mengerjakannya seorang diri. Beberapa kali ia sudah ditegur oleh dosennya, tapi Anna tetap pada pendiriannya. Ia sudah tak ingin bersosialisasi dengan orang lain. Hidupnya telah usai dua tahun lalu, dan yang hidup saat ini hanyalah raganya saja, bukan jiwanya.

"Eh, ada cewek aneh itu lagi. Gue heran, kalo dia muncul pasti hawa di sekitar jadi panas. Aneh aja gitu rasanya." Celetuk salah seorang teman kelasnya yang kala itu tengah berada di perpustakaan fakultas.

"Ssst! Udah diem! Daripada kena sial." Celetuk temannya yang lain dengan suara berbisik.

Anna menulikan pendengarannya. Sudah biasa ia mendengar ucapan tak mengenakkan seperti itu setiap harinya. Setiap ada renggang waktu lumayan lama antara jadwal kuliah satu dengan lainnya, mau tak mau Anna pasti akan berdiam diri di perpustakaan. Hanya tempat itulah yang tak terlalu berisik dan ia bisa menenangkan diri sejenak dari lelahnya dunia perkuliahan.

"Kalau aku menyusulmu, apa aku bisa bertemu denganmu lagi, Jeff? Aku benar-benar merindukanmu. Perasaan dan semua memori ini sangat menyiksaku. Aku tak tahan lagi." Anna bergumam dengan sangat pelan sembari meremat sebuah buku yang diambilnya secara asal pada rak perpustakaan.

Airmatanya lagi-lagi mengalir. Kenangan menyakitkan di kehidupan lalu yang tak bisa dihapusnya itu terus saja berputar dalam otaknya. Terlebih kondisi Jayden yang kala itu sudah tak bernyawa terus saja menghantui pikiran Anna. Dadanya terasa sesak, sudah berkali-kali ia memiliki keinginan untuk bunuh diri demi bisa bersama Jayden, tapi ia tak bisa.

Seperti ada hal lain yang terus memaksanya untuk bertahan, tapi ia sudah merasa tak tahan lagi.

"Nyusahin aja lo! Makanya kalo jalan pake mata, bukan pake tongkat! Gue jadi kesandung, kan! Dasar tolol!" Suara teriakan seorang mahasiswa laki-laki di dalam perpustakaan fakultasnya membuat semua mata beralih padanya, termasuk Anna.

"Sudah, sudah, mas. Jangan marah-marah. Anda masih ada di dalam perpustakaan." Petugas perpustakaan berusaha melerai dengan lembut, namun rupanya lelaki itu masih tidak terima.

"Bu, mending buatin perpustakaan khusus orang yang gak punya mata kayak dia! Jangan dicampur di sini! Nyusahin!" Tangan lelaki tersebut menunjuk ke arah bawah, membuat Anna geram.

Bukan karena Anna ingin ikut campur, tapi ia geram mendengar kata-kata 'tidak punya mata' seperti yang terlontar dari mulut si lelaki itu. Ia hanya kembali teringat dengan kondisi terakhir Jayden, tak sepantasnya pula seorang mahasiswa berbicara seperti itu.

"Apa anda sudah merasa sempurna? Apa bagi anda orang yang tak punya mata meskipun itu bukan keinginan mereka, adalah hal yang haram? Apa mereka tak boleh mendapatkan hak yang sama? Apa anda pernah merasakan rasanya tak bisa melihat? Orang yang tak punya otak seperti Anda tak pantas menjadi mahasiswa. Memalukan!" Suara dingin Anna tiba-tiba membuat atmosfir di dalam perpustakaan berubah mencekam.

Tiba-tiba saja, semua orang menjadi terdiam dan bubar kembali ke tempat masing-masing. Termasuk si lelaki yang tengah marah-marah itu. Anna hanya memandang dengan sorot tajam pada si lelaki, dan beberapa detik kemudian lelaki itu pergi ke luar perpustakaan, seakan takut pada Anna.

Anna berjongkok dan hendak membantu lelaki yang masih terduduk di lantai sambil menundukkan kepalanya itu, sebelum akhirnya ia tersadar akan sesuatu. Di jari manis sebelah kanan si lelaki, ada cincin yang tak asing lagi bagi Anna. Liontin giok berwarna hijau gelap yang dulu pernah ia berikan pada Isakh ketika hari ulang tahunnya, kini menjadi cincin yang terpasang di jari manis lelaki yang tak dikenalnya.

Dengan hati-hati Anna mendekatkan wajahnya, berusaha untuk melihat wajah lelaki di hadapannya. Mata lelaki itu memang sedikit tertutup oleh poni, namun Anna tetap bisa mengenali sosok di hadapannya.

"Jeff, apa benar kamu Jeff? Ah, maksudku Jaydenㅡ ah, bukan. Apa kamu Isakh? Isakh Jayden?" Dengan hati-hati Anna hendak menyibak sedikit poni yang menutupi wajah lelaki itu, namun dengan cepat lelaki tersebut berdiri sambil menggenggam erat tongkatnya.

"Maaf, anda salah orang. Terima kasih sudah membantu saya." Si lelaki membungkuk dan segera berjalan ke luar perpustakaan sembari mengetukkan tongkat jalannya di lantai, sedangkan Anna terdiam sejenak, masih tak menyangka ia bertemu dengan seseorang yang sangat mirip dengan orang yang dicintainya.

"Tunggu!" Anna segera berjalan keluar dari perpustakaan, mengikuti si lelaki yang belum jauh berjalan. Dengan cepat Anna meraih sebelah tangan si lelaki dan menggenggamnya dengan erat, lalu mengajak lelaki tersebut ke tempat yang jauh dari hiruk pikuk mahasiswa.

Si lelaki berusaha melepaskan tangannya, namun cengkeraman Anna rupanya sangat kuat. Begitu langkah Anna terhenti, lelaki tersebut langsung menghempaskan tangan Anna. Belum sempat ia membuka suara, perkataan Anna sontak membuat si lelaki terdiam.

"Maaf jika saya lancang, tapi izinkan saya untuk melihat wajah anda." Dengan berani Anna langsung menyibak poni yang menutupi wajah si lelaki, dan betapa terkejutnya ia. Sedetik kemudian, airmata Anna langsung menetes tanpa henti, dan ia pun langsung memeluk erat lelaki di hadapannya yang memang sangat mirip dengan Jayden.

"Jeff, aku merindukanmu. Hidupku terhenti sejak dua tahun lalu setelah kamu menghilang. Kenapa kamu jahat sekali? Kenapa kamu meninggalkanku? Aku bahkan berniat menyusul ke duniamu agar aku bisa bersamamu. Kamu tega sekali setelah memberikan ingatan masa lalu yang mengerikan itu padaku."

"Maaf, nona. Saya tak mengerti maksud anda."

🍂

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

18.6K 1.9K 40
Apa menu santapan yang paling kalian suka? Menu No. 1 Thirsty: Sadistic Lover Winter adalah succubus yang ditendang dari dunia iblis karena sampai us...
7.3K 1.7K 22
⛔ DILARANG KERAS PLAGIAT ‼️ ••• Badut itu lucu, jika tidak bermain dengan nyawa. Terdapat fakta mengejutkan mengenai adanya seorang badut yang berkel...
1.9K 281 9
Entah apa yang ada di pikiran Adion Alendra saat meminta Audrey Awliya menjadi kekasihnya secara tiba-tiba.
7.9K 1.3K 7
[ SHORT STORY ] Semuanya bermula ketika mereka berlibur di villa itu.