KUMPULAN CERITA PANAS by Robe...

By RobertoGonzales95

271K 1K 23

Kumpulan Cerita Panas buatan Roberto Gonzales. Khusus 21 tahun ke atas. More

Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria (1)
Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria (2)
Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria ( 3 )
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (1)
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (2)
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (3)
Disewa Lionel (1)
Disewa Lionel (2)
Disewa Lionel (3)
- JEREMY MURAKAMI kembali -
Gigolo Biseks Simpanan Mama (1)
Gigolo Biseks Simpanan Mama (2)
Gigolo Biseks Simpanan Mama (3)
CASAMIGOS
CASAMIGOS - PROLOG
CASAMIGOS - 1: Ricardo
CASAMIGOS - 2: Kendall
CASAMIGOS - 3: Arjuna
CASAMIGOS: 4 - Sophia
CASAMIGOS: 5 - Intersection 1A
CASAMIGOS: 6 - Intersection 1B
Suami Yang Disetubuhi Cowok Macho Spanyol
Si Pemuas Satu Kos
Si Pemuas Satu Kos 2
Pacarku Sang Pemuas Satu Geng
Pemuas Suami Si Bos Bule
DRIVER OJOL ARAB PLUS - PLUS
Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku (1)
Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku (2)
DISETUBUHI TEMAN MACHO ISTRIKU DI PESTA PANTAI BINAL (1)
Disetubuhi Teman Macho Istriku di Pesta Pantai Binal (2)
TUBUHKU DIPINJAMKAN PACARKU DI PESTA LIAR
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (1)
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (2)
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (3)
Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (1)
Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (2)
Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (1)
Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (2)
PEMUAS PARA PREMAN JALANAN
Lubang Pemuas Pria-Pria Beristri
Malam Liar Sang Budak Korporat
Takdir Seorang C*mdump
Service Plus-Plus Barber Straight Turki
BULE ONLINE, PEREBUT KEPERJAKAANKU
Salah Kamar, Aku Dapat Sugar Daddy
Napas Buatan Dari Papa Sahabatku
MENGERJAI DADDY KEKAR BERISTRI
Menjebak Sopir Straight Bad Boy
MENJAJAL KEJANTANAN MASSEUR IMPOR RUSIA
LEGENDA SI OTONG MONSTER
MESIN PEMUAS MANTAN DAN GEBETAN
PELARIANKU SEORANG PRIA KEKAR BERISTRI
SI PEMUAS SEKAMPUNG
PEMILIK TUBUH INDAH SI PEMBANTU GANTENG
PELEGA DAHAGA SAHABAT PAPAKU

Memperawani Suami Muda Tetanggaku

2.8K 14 1
By RobertoGonzales95


 

MEMPERAWANI SUAMI MUDA TETANGGAKU

by Jeremy Murakami



Ilustrasi: Arjun Kapoor


Namaku Arjun Kapoor. Kedua kakek dan nenek dari pihak ayah dan ibuku adalah imigran dari India yang datang ke Indonesia untuk berdagang sari, kain khas India, di tahun 1960an. Kami pun membangun ekspansi bisnis di Surabaya dan memiliki sebuah toko besar di pusat kota. Dimulai dari menjual sari, kami pun merambat ke bisnis menjual segala jenis kain. Pada akhirnya, kami juga berhasil membangun pabrik pakaian langsung pakai yang cukup sukses yang juga dijual ke beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Aku punya seorang kakak laki-laki, Kanbir, berusia 33 tahun, 2 tahun lebih tua dariku. Dia sudah menikah dengan seorang gadis India baik-baik dari keluarga yang sama beradanya dan menetap di Surabaya bersama Pijati dan Mata, panggilan kami untuk ayah dan ibu di Bahasa Hindi. Di tradisi India, merupakan hal yang sangat wajar bagi orang tua tinggal bersama anak-anaknya yang sudah menikah bersama-sama. Sedangkan aku sendiri memilih merantau ke Jakarta dan mendapatkan kebebasanku. Jangan salah berpikir kalau aku tidak menyayangi Pijati dan Mata serta Bhaiyya, panggilanku pada kakakku. Aku menyayangi mereka dengan segenap jiwaku. 

Bagaimana tidak, keluargaku sangat mencintaiku. Bhaiyya memang yang mewarisi semua bisnis keluarga, sedangkan aku memang tidak meminta apa-apa. Tetapi, tentu saja Pijati sudah menyiapkan segalanya agar kehidupanku lebih baik. Dia membagikan saham atas namaku di perusahaan sehingga aku bisa mendapatkan dividen secara rutin dari perusahaan dan memiliki kehidupan yang terjamin meskipun tidak ikut bekerja di bisnis keluarga. Itu sebabnya aku bisa hidup mewah di Jakarta meskipun pekerjaanku bisa dibilang tidak menentu. Bhaiyya pun sama sekali tidak keberatan karena dia juga sangat menyayangiku. Bisa dibilang, meskipun orang-orang India hampir semua tinggal bersama-sama dalam sebuah rumah milik berbagai generasi, kami tidak pernah ribut masalah uang. Karena di tradisi India, keluarga jauh lebih penting dari apa pun. Oleh karena itu, keputusanku pergi dari rumah juga merupakan hal yang sangat rumit.

Untuk menjelaskan alasanku, mari berbicara soal fisikku. Secara obyektif, aku ini tampan. Hidungku mancung, alisku tebal, gigiku putih bersih dan rata sempurna, serta orang bilang mataku tajam bagai elang. Selain melihat wajahku yang tampan, setiap orang yang melihatku pasti tertuju pada badanku yang kekar dan seksi. Pundakku kokoh, dadaku berotot, lenganku kekar, serta perutku six pack. Memang hal itu lumrah saja karena hobiku dalam body-building muncul sejak aku remaja dan ditambah lagi aku sekarang berprofesi sebagai fitness model dan personal trainer di tempat gym. Di kalangan keluarga besar, aku selalu terkenal sebagai sosok anak muda yang tampan dan dikejar-kejar wanita sepantaranku, wanita-wanita lebih muda maupun yang lebih tua sepantaran Bhaiyya di komunitas India. Bahkan, ketampananku juga terkenal di kalangan luar komunitas keturunan India karena orang-orang sering mengira aku ini ekspatriat bule tampan dari negara Latin, seperti Spanyol, Portugal, Italia, atau negara Amerika Latin. Melihat aku bisa memikat semua orang yang kumau, Pijati dan Mata selalu mewanti-wanti aku agar tetap menikah dengan wanita dari kalangan India yang dari keluarga baik-baik. Itu masalahnya. Bukan karena aku ingin menikahi wanita di luar keturunan India. Namun, bila aku bisa memilih seorang pasangan yang setiap hari akan menjadi teman tidur dan partner mengeksplorasi aktivitas seksual, aku inginnya dia bukan wanita, melainkan pria.

Iya, aku ini penyuka pria juga. Aku biseksual, lebih tepatnya. Aku sering berhubungan badan dengan wanita juga di Jakarta. Apabila gadis itu cantik dan berbadan seksi, aku bersedia sekali untuk mengarungi satu malam penuh berahi bersamanya dan kujamin dia akan mendapatkan multiorgasme yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya. Sudah banyak wanita yang menjadi korban keperkasaan kontol kudaku. Namun, aku tidak bisa memungkiri aku jauh lebih menikmati tubuh pria. Bagiku, pria lebih menarik karena mereka mau saja ketika aku memakai tubuh mereka lebih beringas daripada memakai tubuh wanita. Mereka juga tidak malu-malu mempraktekkan fetish mereka terhadapku. Aku suka sekali bercinta seperti binatang dan melampiaskan nafsu kami bersama seakan-akan besok dunia mau runtuh. Oleh karena itu, bila harus memilih partner untuk hidup bersama, aku tentu memilih seorang pria yang berpikiran terbuka terhadap kenikmatan di tubuh mereka, bukan wanita India dari keluarga baik-baik.

Dan entah kenapa, pikiranku akhir-akhir ini selalu tertuju pada seorang anak muda, suami tetangga kamar kosanku yang sering bertanya padaku soal trik-trik membentuk badan. Namanya Brian Wijaya.


[ … ]


Ilustrasi: Arjun Kapoor


Seperti yang kujelaskan sebelumnya, aku nge-kos di sebuah rumah mewah di daerah Pondok Indah yang terdiri dari delapan kamar dan sebuah kolam renang yang besar dengan penghuni pria atau wanita yang rata-rata sudah bekerja walau aku tidak mengenal mereka dengan dekat. Rumah ini mewah sekali sehingga satu kamar disewakan seharga lima juta per bulan. Aku suka di sini karena selain tempatnya yang strategis di tengah kota, lingkungan perumahannya yang sangat elit membuat kami semua bebas tinggal di sini tanpa merasa dihakimi bila pulang malam atau membawa siapa saja masuk ke kamar. Sang pemilik rumah sendiri tidak tinggal di situ. Mereka tinggal di Amerika Serikat karena ikut anak-anaknya yang pindah semua di sana. Jadi, daripada rumahnya nganggur, mereka memutuskan menjadikannya sebuah tempat kos dan membayar seorang pria yang bertugas menjaga serta membersihkan kamar dan kamar mandi apabila mau. 

Di situ aku dianggap sudah termasuk senior karena umurku sudah 31 tahun dan masih membujang. Sudah lima tahun aku tinggal di sana dan kebanyakan mereka keluar kos ketika mereka menikah. Tetapi, hampir tidak ada yang tahu rahasia orientasi seksualku yang terus membujang karena penampilan termasuk maskulin dan agak berangasan. Lagipula, sikapku tegas dan tubuhku tinggi atletis dengan badan kekar. Mana mungkin ada yang mengira aku biseksual ataupun homoseksual saat melihat penampilanku. 

Salah seorang teman kost yang sering ngobrol denganku adalah Irene, seorang gadis remaja keturunan Tionghoa berumur 19 tahun yang baru mulai kuliah di sebuah universitas di kotaku. Dia satu-satunya anak kuliahan yang tinggal di sini dan mampu membayar sewa mahal di kos-kosan ini. Kamarnya kebetulan tepat di sebelah kamarku. Kampus Irene agak jauh dari kos-kosan ini. Namun, Irene bercerita orang tuanya menyuruhnya nge-kos di sini karena Papanya adalah teman pemilik kos. Irene gadis yang cantik tapi dia terlihat masih amat muda belia. Karena diterima kuliah di kota ini, terpaksa Irene tinggal berpisah dari orang tuanya di Surabaya. Lagipula, Irene juga tidak keberatan hidup sendiri di Jakarta karena dia bisa bebas hidup semaunya. Hanya saja, karena orang tuanya juga berada, mereka selalu mengirim tiket pesawat pulang pergi Jakarta - Surabaya tiap satu bulan sekali di akhir pekan untuk meredam rasa kangennya. Sebenarnya, Irene juga senang kok karena dia juga sayang keluarganya sebenarnya.

"Gila, kamu apa enggak capek Ren pulang sebulan sekali nurutin orang tuamu?" tanyaku suatu kali.

"Enggak ah, Mas," jawabnya santai. "Lagian, kan dekat, Mas... Cuma satu jam..."

Seperti kebanyakan orang Jawa Timur lain, Irene memanggilku 'Mas'. Aku sendiri lebih nyaman dipanggil 'Mas' daripada 'Bang'.

"Iya, sih..."

"Kalau Mas Arjun pulangnya berapa lama sekali?" tanya Irene penasaran.

"Aku sih enggak mesti," jawabku sambil menyesap segelas vodka di tanganku. "Biasanya enam bulan sekali. Kadang tiga bulan sekali... Tergantung kapan disuruh orang tua pulang..."

Aku dekat dengan dia karena kami sama-sama suka minum vodka. Sambil minum di dekat kolam renang, kami sering mengobrol untuk menceritakan kehidupan kami masing-masing. Meskipun masih sangat muda, pikiran Irene yang sangat terbuka membuat aku nyaman ngobrol dengan dirinya. Sewaktu menjalani OSPEK, Irene mulai didekati oleh teman mahasiswa yang lebih senior bernama Brian sampai akhirnya mereka berpacaran, dan beberapa kali kulihat, Brian menginap di kamar kost Irene. Maklumlah sama sama masih berdarah remaja.

"Cipokannya itu lho Mas yang bikin aku suka," katanya sambil terkekeh dan terus meneguk vodka yang hari itu dia yang bawa. "Dia itu great kisser deh. Biasanya aku baru bisa orgasme kalau sudah ditusuk sama kontol gede. Lha sama Brian, dicipok aja pernah lho aku orgasme!"

"Masa sih?" kataku sambil terkekeh mendengar cerita Irene yang sangat vulgar dan terang-terangan padaku.

"Beneran deh, Mas... Apalagi, dia kan ganteng. Mas Arjun kan udah pernah lihat pas dia nginep malam-malam waktu itu, kan? Kapan-kapan aku kenalin, ya..."


Ilustrasi: Brian Wijaya


Aku pun terkekeh. Namun, diam-diam aku jadi penasaran juga diperkenalkan dengan si Brian. Irene pernah bercerita bahwa Brian berumur 21 tahun. Mereka sama-sama keturunan Cina dan berasal dari Surabaya juga. Jadi, kami bertiga mungkin bisa akrab. Nah, perkenalanku dengan Brian ini yang membuat aku cukup berkesan. Saat itu, si Irene belum pulang dari kampus. Tetapi, si Brian sudah datang. Saat itu, aku baru pulang dari gym karena ada klien yang membutuhkan jasa PT-ku. Di depan pintu kamar Irene, dia terus mengetuk pintunya. Saat melihat aku berdiri hendak membuka pintu kamarku, si Brian kaget melihat aku. Saat itu, aku memakai singlet dengan potongan belahan ke bawah dan memakai celana sweatpants hitam ketat yang menonjolkan otot-otot di tubuhku. Dia pun berbisik pelan untuk berbicara dengan dirinya sendiri.

"Si Irene kok enggak pernah bilang sih tetangga kamarnya bule kekar gini..." katanya pelan, tetapi aku masih bisa mendengar gumamannya.

Mendengar perkataan si Brian, aku terkekeh. Aku jadi pengen menggoda dia.

"Hi!" sapaku padanya.

"Hello, Mister..." katanya gugup sambil memandang sosokku. "So sorry... I'm looking for Irene... I think she's inside, but she hasn't answered my knocks on the door!"

Aku pun terkekeh mendengar jawaban si Brian yang mengira aku bule.

"Opo toh, Nyo?" kataku menggodanya dalam Bahasa Jawa sambil mencubit kedua pipi di wajah tampannya. "Nggoleki Irene tah ko'en?"

Aku pun terkekeh. Artinya, "Ada apa sih, Dek? Mencari Irene ya kamu?"

"Lho, Mas Bule kok bisa bicara Bahasa Jawa sih?" tanyanya makin bingung.

"Eh, sorry, Ko Brian," kata Irene tiba-tiba sudah datang dari tangga dan menghampiri. "Eh Mas Arjun... Udah saling kenalan, ya?"

Si Irene tampak tersenyum senang melihat kami berdua berinteraksi.

"Lho, ini tetangga kamu bisa Bahasa Indonesia, Ren?" tanya Brian bingung.

"Dia orang Indonesia kok, Ko," jawab si Irene. "Ini Mas Personal Trainer yang aku mau kenalin sama kamu... Badannya bagus banget, kan?"

"Iya," kata si Brian memandangi tubuhku tanpa sungkan. "Bagus banget badannya... Ganteng kaya bule lagi..."


Ilustrasi: Arjun Kapoor


Aku pun tertawa melihat tingkah polosnya. Aku pun menawarkan tanganku untuk bersalaman.

"Ada-ada aja kamu," kataku sambil tersenyum memamerkan senyum termanisku. "Nama saya Arjun... Kamu Brian kan, Nyo?"

Brian tampak grogi meraih tanganku dan menyalaminya.

"Iya, Mas..." kata si Brian sambil tersenyum tolol karena kelepasan mengatakan aku tampan. "Namaku Brian Wijaya..."

Brian lalu tersenyum malu-malu dan berkata pelan, "...aku pacarnya Irene..."

Dari situ lah, kami menjadi dekat... Aku punya panggilan kesayangan buat si Brian. Biasanya, aku memanggilnya 'Nyo', singkatan dari Sinyo... Itu sebutan anak laki-laki peninggalan jaman Belanda yang biasa dipakai orang-orang Tionghoa di Surabaya. Entah kenapa, melihat tingkah Brian yang lucu, aku pun jadi tergerak memanggilnya 'Nyo' sendiri. Kepada si Irene, terpaksa aku memanggilnya juga 'Nik' atau 'Nonik', yang digunakan untuk menyebut anal perempuan di komunitas Tionghoa Surabaya.


[ … ]


Ilustrasi: Brian Wijaya


Nah, Brian memang jelas menampilkan kekagumannya pada tubuh kekarku. Tetapi, Brian lah yang sebenarnya lebih hebat karena dia selalu membuat hatiku dag dig dug setiap kali dia datang menjemput Irene. Menurutku, Irene sungguh beruntung karena Brian adalah seorang pemuda yang tampan, imut, ramah dan sopan. Dengan rambut yang cepak dan dipotong spikey, wajah mulusnya dan hidung mancungnya membuat dia terlihat semakin tampan. Belum lagi alisnya yang tebal dan senyumannya yang manis, memamerkan giginya yang putih dan rata itu. Karena masih sangat muda, tubuh Brian tidak terlalu berotot. Dia bilang padaku kalau dia juga pergi ke gym dua kali seminggu. Tetapi, dia sedih hasilnya masih belum terlihat seperti diriku.

"Lha, Nyo, Mas Arjun kan sudah lebih dari sepuluh tahun latihannya," kataku tertawa dan mengacak-acak rambut halus si Brian. "Mas mulai latihan dari kuliah dulu. Wajar dong kamu belum bisa se-kekar Mas..."

Padahal, si Brian sendiri sudah seksi menurutku. Aku lihat otot bisep dan trisep sudah menonjol. Dadanya juga montok. Memang, si Brian pada dasarnya badannya cukup montok meskipun sama sekali tidak bisa dibilang gemuk. Badannya itu tipe badan pelukable lah... Tipeku sekali pokoknya... Apalagi, pantatnya terlihat semok dan menggemaskan untuk ukuran pria. Yang jelas, si Irene beruntung banget bisa mendapatkan cowok yang begitu menggemaskan seperti si Brian.

Makin hari, kami bertiga makin akrab. Kami sering minum bersama di pinggir kolam renang. Karena tahu Brian mengagumiku, sengaja aku selalu membuka kaosku dan telanjang dada saat di kolam renang. Tidak peduli hari sudah malam, aku memang sengaja ingin memamerkan tubuhku. Si Brian selalu memandang dada bidang dan perut six pack-ku dengan kagum sambil kami berbicara mengenai body-building sedangkan si Irene juga menimpali sebisa mungkin. Setelah minum sampai malam, si Irene berpamitan ke kamar dan Brian menyusulnya untuk ikut tidur di kamarnya. Tentu saja, aku tahu mereka langsung berhubungan badan di kamar. Diam-diam, aku iri pada Irene yang bisa rutin nge-seks sama si Brian.

Kedekatan emosionalku dengan Brian makin terasa sampai si Brian pun meminta nomor What'sApp-ku. Suatu hari, setelah hampir satu tahun kami saling mengenal, si Brian pun mengirimi aku pesan What'sApp pertama kali dan curhat padaku kalau Irene hamil! Untungnya, si Brian mau bertanggung jawab dan akhirnya dengan terpaksa kedua orang tua mereka setuju agar mereka segera menikah. Orang tua mereka terpaksa merencanakan pernikahan mereka dalam waktu 4-6 minggu mendatang walau umur keduanya sebenarnya masih amat muda belia. Apalagi, si Brian belum lulus kuliah dan belum bekerja. 

Mendengar Brian akan segera menikahi Irene tidak mengurangi minatku terhadap Brian. Malahan, aku justru semakin terpesona oleh kesegaran tubuh atletis serta penampilan Brian yang menggairahkan sehingga dia bisa menghamili pacarnya di usia yang masih muda. Oleh sebab itu, aku sering merasa penasaran ingin mencicipi keperkasaan tubuh montok anak muda itu... 

Karena takut mereka keburu menikah dan keluar dari tempat kost, akhirnya aku buru-buru mencari siasat untuk mewujudkan keinginanku.


[ … ]


Jujur saja, aku yakin Brian adalah seorang pria straight murni. Apalagi, dia sudah membuktikan kejantanannya karena sering menginap di kamar Irene dan sudah menghamili Irene. Tetapi, batinku menduga dia bisa menjadi target yang empuk untuk aku. Aku yakin seorang pria yang masih muda belia begitu masih gampang digiring dan diajari untuk mencoba dan menikmati kenikmatan seks yang baru. Apalagi, dari awal aku sudah tahu si Brian mengagumi fisikku. Dia selalu memuji kebugaran tubuhku dan tidak malu-malu memuji aku tampan.

Sejak Brian sering curhat tentang kegundahannya untuk memulai pernikahan di usia muda, aku dan Brian makin dekat. Kami bahkan beberapa kali keluar ke kafe bersama tanpa Irene karena dia harus banyak istirahat di trimester pertama kehamilannya. Bahkan, kalau Brian datang ke kos, sudah 2-3 kali Brian aku suruh tiduran untuk istirahat di kamarku sambil menungg Irene pulang kuliah. Irene pun ingin menyelesaikan semester terakhirnya sebelum cuti kuliah. ALhasil, hubunganku dengan Brian sudah sangat akrab. Selama itu juga aku tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan. Aku masih ingin menjaga wibawaku di depan Brian sampai dia tidak mampu menolak permintaanku kelak.


[ … ]


Ilustrasi: Arjun Kapoor


Peristiwa ini terjadi pada hari Sabtu malam di mana kota Jakarta sedang diguyur hujan. Malam minggu di saat hujan begini aku jadi malas pergi keluar dan terpaksa bersantai di kamar padahal semua teman kos yang lain kebetulan tidak ada yang di kos. Semuanya sedang pergi keluar kota, termasuk si Irene yang secara tiba-tiba dijemput orang tuanya untuk menginap di hotel mereka karena mereka sedang mengunjungi Irene di Jakarta.

Jam 21.00, mendadak kudengar seseorang mengetuk pintu kamarku. Ketika kubuka, ternyata disitu Brian berdiri dan bertanya apakah aku tahu kemana Irene pergi. Aku sampai heran juga padahal mereka pacaran dan hampir menikah tetapi kok tidak saling mengabari keberadaan. Aku sendiri tadi sempat diperkenalkan si Irene kepada kedua orangtuanya karena mereka ingin melihat kos-kosan ini dan mengenalku yang sering diceritakan Irene. Tetapi, kepalaku langsung seperti diterangi dengan ide cemerlang. Ini dia yang namanya kesempatan yang datang tanpa diundang! Apalagi, sejak kemarin, gairahku berdenyut denyut butuh pelampiasan. Aku pun tidak sempat onani.

Meskipun tahu Irene menginap di hotel bersama orang tuanya, aku berbohong dan bilang pada Brian bahwa Irene sedang ke toko buku dan menyuruh Brian menunggu. 

"Tetapi, Brian enggak ngerepotin Mas Arjun, kan?" tanya Brian murung.

Aku bingung juga. Tidak biasanya Brian jadi sungkan-sungkan begini sejak kami dekat.

"Apaan sih kamu, Nyo?" kataku sambil memukul pundaknya. "Kayak sama siapa aja... Udah, masuk aja! Mas juga lagi suntuk dan kesepian nih!"

Lalu, dengan gaya yang sengaja dibuat wajar, aku membuka pintu dan menyuruh Brian masuk ke kamarku untuk menunggu kekasihnya. Sejenak Brian terlihat ragu-ragu, tetapi akhirnya Brian melangkah masuk sambil menenteng tas punggung yang cukup besar. Rambutnya terlihat rapi seperti hendak keluar kencan, tetapi wajahnya terlihat kusut dan kecapaian. Dia bercerita bahwa dia baru pulang dari study tour wajib naik bus dari Yogyakarta selama 12 jam karena terjebak macet di beberapa kota. Mendengar itu, aku menyuruh Brian tiduran di atas kasur, dan mungkin karena terlampau kecapaian, tidak berapa lama kemudian kulihat Brian langsung tertidur pulas di atas tempat tidurku. Alhasil, dengan mata liar dan haus akan penuntasan, aku bisa memandang wajah Brian yang tampan dan sekujur tubuhnya yang pelukable itu dengan leluasa.

"Aku ikut tidur di sini ya.." kataku pura pura bertanya pada si Brian. 

Antara sadar dan tidak, Brian menggumam, "Apa?" 

"Udah malem, Nyo... Mas juga ngantuk... Mas mau tiduran," kataku berpura-pura mengantuk. 


Ilustrasi: Brian Wijaya


Tetapi si Brian malah tidak menjawab karena dia sudah tidur pulas. Kupadangi wajah Brian dari dekat. Ah, betapa tampannya wajah Brian dan betapa menggemaskan tubuhnya... Tiba-tiba, Brian mengangkat tangannya ke atas dan tertidur makin pulas seperti baya. Ada suara dengkuran kecil di mulut tipisnya. Melihat Brian memamerkan ketiaknya, kuhirup saja ke arah ketiak Brian sehingga tercium aroma keringatnya yang jantan, berbau khas laki-laki yang menggiurkan. Ini kah kenikmatan yang selalu dirasakan si Irene tiap bersenggama dengan Brian?

Berbaring berdua dengan pemuda impianku selama ini di dalam kamar yang tertutup saat kos sedang kosong membuat gairahku mulai berkobar-kobar bagaikan api yang menyala di pohon yang terbakar. Merasa tidak mampu lagi meredam nafsuku, secara diam-diam, aku merangkulkan tanganku ke tubuh Brian yang montok dan hangat itu. Ternyata Brian terus tidur dan mendengkur lebih keras. 

Aku sepenuhnya sadar Brian adalah calon suami Irene, temanku yang baik padaku. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan hasrat gilaku! Alhasil, timbullah pikiran jahat di otakku yang tidak bisa kubendung. Saat itu, sejuta rencana jahat sudah merasuki otakku. Di kala otakku sudah kesetanan, aku memeluk Brian dan mulai menggerayangi tubuhnya sambil membuka kancing kancing kemeja Brian.

Tetapi, tiba-tiba saja Brian terbangun...

 "Ehh... Ada apa Mas Arjun...?" teriaknya gugup karena terkejut. 

"Sssstttt, diam!" bisikku tegas sambil mempererat pelukanku. Aku sudah kehilangan akal karena nafsu yang melanda pikiranku. "Jangan macam-macam kamu!"

"Mas Arjun... Apa-apaan sih?" tanyanya lagi dengan sangat ketakutan.

Kulihat wajahnya pucat dan sesekali memandangku, seolah minta dikasihani. Dengan tubuhku yang jauh lebih besar, Brian tidak bisa memberontak dan melawan. Aku pun segera mengeluarkan pisau lipatku dan memperlihatkan di depan matanya. 

"Jangan macam-macam... Atau, kurobek wajah tampan kamu pake ini... Mengerti, tidak?" ancamku lagi. 

Entahlah, saat itu aku merasa bukan diriku lagi. Mungkin iblis sedang menari-nari di otakku. Brian hanya membisu, dengan tubuh gemetaran menahan rasa takutnya. Brian telentang di atas kasurku yang empuk. Dia kelihatan semakin ketakutan ketika melihatku langsung membuka baju dan celanaku. Dengan hanya menggunakan celana dalam, kurebahkan tubuhku di sampingnya dengan posisi menyamping. Pisau itu kugesek-gesek di sekitar dadanya.

"Agar proses ini tidak menyakitkan, kamu jangan bertingkah.. Kalau tidak, besok mayatmu sudah ditemukan di selokan sana... Paham kan, Nyo?" 

"Mas Arjun.. Ke..ke.. napaa.. jadi be..gii..ni? Apa...salah...ku?" dengan ketakutan, Brian berusaha membuatku luluh.

Matanya bingung karena masih tak mengerti maksud perkataanku. Melihat si Brian ketakutan, hatiku hancur... Kenapa aku jadi seperti penjahat begini, ya? Padahal, selama ini, Brian anak yang baik... Dia ramah dan sopan sama aku... Kenapa aku jadi begini padanya?

"Maafkan Mas ya, Nyo..." kataku sambil berbisik pelan. "Mas sama sekali tidak punya pilihan... Maafin Mas kali ini saja... Mas harus memiliki kamu malam ini..."

Segera, seluruh baju Brian kusobek dengan pisauku yang tajam. Mulai dari kaos, celana kain, dan celana dalam yang dia pakai. Kalau aku melepaskannya bajunya baik-baik, dia pasti berontak, kan? Kini mataku terbelalak dan tenggorokanku tercekat. Brian telah telanjang bulat di antara robekan-robekan pakaiannya yang kusayat-sayat. Dia menangis seperti anak kecil. Mata sipitnya bertambah kecil karena berusaha menahan ketakutan dan amarahnya. Aku sendiri semakin terangsang melihat pemandangan di tubuhku. Sejenak aku terus tertegun menyaksikan keindahan yang terpampang nyata di hadapanku. Dada mulus yang bidang, tubuh montok atletis, dan WOOWWW, ternyata kemaluan Brian berukuran besar! Meskipun kontol Brian besar seperti pria dewasa, tubuh Brian sangat mulus tanpa bulu sedikit pun. Bahkan, bulu kemaluannya juga sangat rapi dan berwarna indah agak kecoklatan. Kemaluannya yang besar itu tersunat rapi dan batangnya berwarna merah muda dan tampak bersih sekali, seakan-akan suci dan belum pernah dipakai untuk menyetubuhi wanita. Nyatanya, Brian sudah berhasil menghamili Irene dengan kontolnya yang indah itu. Seumur hidup, baru kali ini aku melihat batang kejantanan laki-laki yang tampak indah dan bersih dengan ukurannya sedahsyat itu! Walau masih lemas, bentuk kemaluan Brian sudah terlihat panjang dan gemuk, dihiasi bulu-bulu coklat di sekitarnya yang senada dengan kontol bersihnya. 

Ketika aku buka pahanya untuk melihat lubang pantatnya, segera dia dirapatkan lagi kakinya. Tetapi, bergegas segera kubuka lagi pahanya.

"Jangan Mas Arjun..." pintanya memelas. "Kumohon jangan..." 

"Nyo... Tolong diam... Biar ini jadi makin mudah dan tidak menyakitkan buat kamu..." ancamku sambil menempelkan pisau lipatku yang dingin di perut si Brian.

"TOLOOOONGGG!"

"Silakan menjerit... Ini tidak ada siapa-siapa di kos-kosan... Memangnya Pak Satpam tidak bilang tadi?" tanyaku mengejek. "Sudah lah, Nyo... Please, jangan berontak lagi... Biar makin cepat semua ini berakhir..."

Segera kugenggam batang kejantanan Brian yang masih lemas dan kuremas-remas sambil makin lama mengocok perlahan berirama. Sesekali, Brian menatapku ngeri. Ada juga desah aneh di bibirnya. Biarpun keadaan ini hal baru dan mengerikan, bagaimanapun juga yang namanya pria akan keenakan kalau kontolnya dikocok-kocok seperti ini.

Aku terus mengocok dan meremas batang kejantanan Brian sambil tanganku satunya lagi yang menganggur mempermainkan puting di dada yang bidangnya. Brian hanya bisa mendesah dan ketakutan. Kudekatkan wajahku ke tengah selangkangan Brian. Dengan penuh perasaan, kuhirup bau kejantanan khas laki-laki yang merangsang dari kejantanan Brian. Baunya menyegarkan sekali... Aroma pria muda yang memabukkan. Bibirku mulai mengecup batangnya serta lidahku kujulurkan sambil kujilati dengan perlahan-lahan batang kenikmatan itu. Lidahku menyapu dan mengitari kepala kontolnya dengan penuh perasaan. Pada saat inilah Brian baru mengerti kalau aku menyukai sesama lelaki dan bermaksud mengincar dirinya sebagai korbanku. 

"Arrgghhhh... Mas Arjun... Arrrghhhhh... Jangan, Mas... Arrghhhh..." pinta Brian sambil mengerang keenakan. “Aku bukan homo, Mas…” 

Meskipun mulutnya menolak, batang kontol Brian terasa makin membesar dan mengeras di sergapan tanganku dan di dalam mulutku. Saat itu, kesadaranku perlahan hadir. Ada kemungkinan si Brian menikmati perlakuanku pada kontolnya. Hisapan kontolku kubuat selembut mungkin namun pegangan tanganku tetap tegas agar si Brian tidak berusaha berontak dan terlepas. Kontol si Brian pada saat ngaceng sungguh dahsyat… Ukurannya fantastis seperti bintang porno! Ereksinya kontol mudanya itu kaku dan tegak. Ujungnya yang tersunat ketat dan berbentuk indah itu mengkilat-kilat karena cairan precum yang terasa gurih saat kurasakan dengan lidahku. Batang kontolnya dikelilingi urat-uratnya yang menonjol itu tampak kokoh dan gagah, sungguh membuat air liurku langsung menetes ketika terus melihatnya berkedut-kedut di genggamanku. Dan memang, aku yang tidak punya waktu banyak, terus melumati kontol sedap Brian itu. Bibirku terbuka dan terus melumati setiap penjuru batang kenikmatan itu dan tanganku terus meloco kontol itu lembut dan terus mengarahkan kontol itu tepat ke mulut. Aku terus mengulum dan mengisap-isap kontol Brian bak seorang anak kecil yang memakan es lilin. 

Dan Brian kini nampaknya merasakan kenikmatan yang dahsyat. Mungkin, sebagai laki-laki straight yang belum pernah dihisap oleh sesama jenis, Brian heran karena ini baru pertama kali baginya melihat ada seseorang lelaki yang mau menciumi bahkan mengulum dan menjilati kontolnya seperti itu. Apalagi, orang ini aku, seseorang yang akhir-akhir ini dekat dengannya dan sejatinya berpawakan dan bersikap macho setiap saat. Kenikmatan yang baru pertama dia alami ini nampaknya membuat perasaan Brian langsung melayang-layang.

”Oooohhhhhh....” Brian terus mengerang-erang tidak tenang seperti baru saja mengkonsumsi candu. 

Brian semakin hilang kendali akan tubuh dan pikirannya. Tampaknya, rasa geli yang amat sangat muncul di area selangkangannya, sehingga tanpa dia sadari, dia tiba-tiba melakukan pemompaan secara refleks dengan kontolnya ke arah tenggorokanku. Dengan menggesek-gesekan keluar masuk kontolnya seperti pompa di dalam mulutku itu, Brian makin terdengar mengerang keenakan. Itu sendiri menjadi sebuah pecutan semangat buatku. Aku terus sibuk mengulum dan menjilati setiap jenjang batang kejantanan si Brian. Mulai dari batangnya, pangkalnya, hingga biji pelernya aku jilati sampai-sampai ludahku membuatnya sepenjuru kejantanannya basah kuyup. Sementara itu, tanganku terus berkeliaran meraba-raba pentil di dada Brian, atau berpindah ke bokong dengan jariku, berusaha menembusi pantatnya. Semua hal itu hanya menambah rangsangan berahi Brian semakin meledak.

"Mas Arjun..." erang si Brian. "Kenapa Mas tega sama Brian? Brian salah apa? Brian bukan homo, Mas..."

Konyolnya, meskipun mulut si Brian terus memelas dan menolak perlakuanku, dalam situasi itu, sempat-sempatnya Brian ikut mendorong pinggulnya, seolah menyerahkan kontolnya masuk makin ke dalam mulutku. Kontolnya aku permainkan di tenggorokanku dengan permainan deep throat, dan dia menjambak rambutku sesekali sambil mulutnya mengerang keenakan.

Dalam hati aku tertawa, lalu semakin liar memainkan batang kontol Brian di dalam tenggorokanku yang terlatih memanjakan kemaluan pria itu.


Ilustrasi: Arjun Kapoor


"Mas Arjun... Jangannn... Jangan..." balasnya malu-malu, berusaha menggeser kepala dan mulutku yang sudah menyentuh pangkal selangkangannya.

Kontolnya benar-benar kutelan habis di tenggorokanku. Namun, setelah kepalaku digerakkan ke belakang, Brian malah menariknya lagi hingga batang kejantanannya tidak terlepas dari mulutku.  Aku pun paham bahwa Brian ingin menunjukkan perlawanan karena malu. Namun, di lain pihak, dia juga sangat menginginkan sensasi ganjil yang baru pertama dia rasakan itu. 

"Nyo... Kamu santai saja, ya… Mas kasih kamu enak... Nikmati saja..." kataku sambil melanjutkan isepanku.

Sementara itu, tanganku yang di sebelah kiri kuletakkan di bawah pantatnya. Pantat yang montok dan kenyal itu kuremas sesekali saking gemasnya.

"Aaaahhhhhh... Oohhh..." 

Brian menggelinjang menahan nafsu yang mulai merasuki dirinya. Sepertinya, sekarang Brian lupa kalau dia dalam keadaan terjajah. 

"Ahhh... Ooooooh..." 

Aku berhenti sesaat untuk melihat Brian berbaring tak berdaya di samping ranjang. Dia terkulai lemas. Pahanya dibiarkan terbuka, pertanda pasrah. Lubang dubur yang tersembunyi di antara sepasang pahanya yang berotot itu jadi mengundang batang kejantananku untuk beraksi. Namun, aku berusaha menahan agar pemerkosaan ini tidak terlalu menyakitkan baginya. Aku harus bertindak pelan-pelan agar tubuhnya semakin rileks dalam menerima rangsangan dari tubuhku. Aku tidak pernah ada niatan untuk menyakiti si Brian. Yang ada, aku malah sangat bersyukur Brian bisa aku nikmati sekarang.

Kami berpandangan sejenak. Brian sudah tidak melakukan perlawanan apa-apa. Sepertinya dia menyerah. 

"Mas Arjun... Brian tahu Mas sebenarnya orang yang baik... Jangan sakiti Brian, ya... Brian rela menemani Mas di sini asal Mas Arjun tidak melukai Brian..." pintanya sambil mengubah posisi telentangnya dengan menutup selangkangannya.

Liang duburnya semakin tersembunyi sekarang. Hal itu malah membuatku semakin penasaran. 

"Kamu pernah dientot oleh cowok sebelumnya, Nyo?" tanyaku hati-hati. 

"Nggak!" jawab Brian spontan dengan sebal dan kasar. "Enggak pernah! Dan aku enggak akan sudi!" 

“Jadi masih perawan donk?” kataku tersenyum menggodanya. 

"Ya iya lah!" jawabnya spontan, lalu wajahnya berubah ketakutan tiba-tiba karena menyadari apa yang kumau. "Mas Arjun... Tolong, jangan Mas! Brian takut banget! Brian takut sakit!“ 

"Jangan takut, Nyo..." kataku sambil memegang dada montok si Brian. "Santai saja... Mulai besok, kamu sudah menyandang gelar tidak perawan lagi..." 

"Jangaaannn!"

Aku pun menyambung, “Mas pengen bercinta sama kamu, Nyo!“

"Mas Arjun, kenapa Mas begini?" air mata si Brian kian menetes. "Brian gak nyangka Mas Arjun homo dan berbuat sejahat ini sama Brian..."

"Nyo, kamu kan sering bilang Mas badannya bagus?" kataku sambil melepas singlet yang kupakai, memamerkan dadaku yang bidang dan berotot sempurna. "Kamu yang selalu memuji dan mengagumi otot-otot Mas, kan?"

Sambil terus berbicara, aku lepasi setiap kain yang melekat di tubuhku dengan gerakan menggoda. Aku ingin Brian diingatkan kembali dengan betapa dia mengagumi tubuhku selama ini. Kulepas celana pendekku dan sempakku. Terpampang lah kontolku yang ukurannya tidak kalah besar dari punya si Brian itu dan tersunat ketat. Brian memandang tubuhku sambil bergidik pelan. Kupegangi dadaku dan selangkanganku, ingin Brian kembali mengagumi tubuhku. Tanganku pun mulai meloco kontolku sendiri, membuat si Brian tak kuasa memandangi kontolku dengan terkagum-kagum.

"Kamu selama ini suka sama badan Mas... Kenapa kamu sekarang menolak, Nyo?"

"Bukan seperti itu, Mas Arjun..." katanya lemah sambil memandang wajahku memelas.

"Kamu juga sebelumnya bilang Mas Arjun ganteng banget seperti bule," kataku mendekatkan wajahku ke wajahnya.

Si Brian menutup matanya ketakutan saat wajahku sangat dekat dengan wajahnya. Dengan gemas, kekecup mulut Brian sekilas. Ciuman pertamaku dengan Brian. Dia terkaget dan segera mengelap mulutnya cepat-cepat.

"Kenapa kamu sekarang jadi jual mahal sama Mas, Nyo?" kataku sambil terkekeh.

"Mas Arjun... Brian memang merasa Mas Arjun ganteng... Mas Arjun seksi... Mas Arjun macho... Tetapi, itu sebatas kekaguman saja, Mas... Mas Arjun orangnya baik sama Brian... Bukan berarti Brian minta dipacarin sama Mas Arjun..." Brian menjelaskan dalam ketakutan dan kegundahan. "Brian bukan homo, Mas... Brian ini pria normal..."

Tanpa memperdulikan kata-kata Brian, mulutku segera menyergap bibir Brian dan mencumbui mulut Brian. Kukeluarkan lidahku dan kusapukan ke sepenjuru bibir Brian. Lidahku pun kupaksakan untuk masuk ke dalam rongga mulut Brian dan menari-nari bersama lidah Brian. Kusalurkan air liurku masuk ke dalam mulut Brian, ingin membuat Brian mencicipi rasa mulutku.

"Aaahh..." Brian tercekat dan berusaha berontak dan lepas dari cumbuan liarku. "Stooopppp, Mas..." 

Aku pun semakin beringas mencumbui mulut si Brian. Tanganku juga semakin liar memegang-megang dan menggerayangi setiap sudut tubuhnya yang bisa kupegang.

"Mas... Semua uang dan barang-barangku boleh Mas ambil... Tetapi, mohon jangan lakukan itu… Brian kan bulan depan menikah sama Irene. Mas, please... Brian mohon, Mas..." 

"Kamu tetap bisa menikah sama Irene, sayang," kataku di sela-sela cumbuanku ke mulut si Brian. "Irene boleh saja merasakan nikmatnya keperjakaan kamu dari dulu. Tetapi, Mas yang akan dapat keperawanan kamu sekarang..." 

"Mas... Jangan... Brian mohon, Mas..." 

"DIAM!" kataku segera melepas cumbuan mulutku dari Brian, agak terganggu dengan si Brian yang terus memberontak. "Ingat... Pisau ini sewaktu-waktu bisa mengeluarkan isi perutmu..." 

Aku terpaksa mengancam Brian dengan pisau yang tergeletak di dekat kasur. Brian terkejut sekali karena menyangka aku sudah berbaik hati. Padahal, aku juga tidak sungguh-sungguh marah padanya. Mungkin karena aku selama ini yang selalu berkata-kata halus padanya membuatnya ketakutan saat aku berteriak. 

"Maaf ya, Nyo..." kataku melunak, lalu kukecup dagu si Brian agar dia lebih tenang. "Mas minta maaf... Tetapi, tolong... Sekali ini saja, dengarkan Mas... Berhenti berontak... Mas tidak mau menyakiti kamu..."

Brian malah menangis saat aku berhenti membentaknya begini. Namun, aku tidak mau mempermasalahkannya. Aku harus bergerak cepat.

"Sekarang giliranmu," kataku sambil mengarahkan kepalanya berhadapan dengan batang kemaluanku yang lumayan besar. 

Dengan penuh rasa risih dan tangan gemetaran, Brian memegang batang kejantananku dan mengocoknya perlahan. Dikocoknya terus kontolku perlahan hingga si batang kebangaanku itu semakin ngaceng dan berkedut-kedut. 

"Cuma itu?" tanyaku lagi. “Ayo buka mulut kamu dan hisap kontol Mas ya, Nyo...” 

Air mata si Brian terus mengalir dan dibukanya mulutnya itu dengan ragu-ragu. Aku sebenarnya ikut sedih melihat Brian, cowok normal yang sedang kupaksa menghisap batang kontolku terus menangis. Tetapi kutahan karena aku takut tidak tega melanjutan ini semuanya nanti. Bila ada hal yang paling kuingini sekarang adalah memiliki tubuh si Brian, walau hanya sekali saja. Dan ini segera akan terwujud kalau aku terus menahan diriku dan bersikap sedikit kejam begini! 

Aku pun segera berdiri di atas ranjang agar si Brian makin leluasa meloco kemaluanku. Sejenak dipandanginya diriku dengan penuh kebingungan dan tatapan mata penuh rasa jijik. Lalu, dengan pandangan sangat terpaksa, dikulumnya batang kontolku. Brian berjongkok dan mulai menggerakkan kepalanya maju mundur, membalut kontolku dengan rongga mulutnya yang nikmat dan hangat. 

"Ahhh..." 



{ SENSOR }

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

"Jangan... Brian mohon, Mas... Jangan.." serunya tertatih sambil mencengkram batang kejantananku. "Brian bersedia memuaskan nafsu Mas dengan cara apa saja. Asal, Mas jangan sodomi Brian." 

"Oh ya? Kalau kamu ngisep kontolku sampai Mas muncrat didalam mulut kamu, kamu mau enggak, Nyo?" tantangku menggodanya.

Brian menggeleng karena takut membayangkan dirinya harus menelan air mani sesama lelaki. 

"Wah.. Jangan begitu lah, Mas..." 

"Malas ahhh... Mas mau yang ini... Ini sepertinya lebih enak, Nyo..." godaku sambil mulai menyentuh liang dubur Brian.

Tidak nyaman lubang duburnya aku pegang-pegang, Brian segera mendorong tanganku jauh-jauh dari pantatnya. Namun, aku segera sigap menarik tangan Brian dan mengarahkannya ke kontolku.

"Nih... Pegang... Masukin...." kataku memaksa tangan si Brian memegang kontolku dengan kasar.

Dengan ragu, dipegangnya batang kejantananku oleh si Brian. 

"Mas Arjun... Brian ini bukan homo... Apa tidak ada cara lain, Mas Arjun?" 

"Cara lain?" kataku tertawa mengejek. "Ada-ada saja kamu... Nyo... Kamu jangan bertingkah lagi ya... Jangan sampai kesabaranku hilang...“

Di titik ini aku jadi semakin sebal sama si Brian yang tidak menyerah saja buat aku perawani.


Ilustrasi: Brian Wijaya


"Mas, beri Brian waktu... Besok pagi, Brian bakal cairin reksadana Brian dari orang tua Brian buat masa depan Brian sama Irene... Semua buat Mas Arjun..." rayu si Brian. "Tetapi, please, jangan sodomi Brian, Mas... Brian ini calon ayah, lho..."

“Kamu beri satu milyar pun sekarang Mas nggak bakalan mau melepaskan kamu, Nyo... Mas sudah nggak tahan... Paham?” bentakku dengan nada suara lebih meninggi. Pisau yang tadi kusembunyikan di bawah kasur kuacungkan dan kutekan kuat di dadanya. "PAHAM ENGGAK?"

"Mas Arjun... Sakitt... Jangan, Mas..." rintihnya ketika pisau tadi menempel di dada putihnya.

Aku pun terkesiap. Sebenarnya, aku kasihan pada Brian dan merasa bersalah sekali... Tetapi, kalau tidak begini, Brian akan terus melawan. Maafkan Mas Arjun ya, Nyo... 

"Ayo.. masukin..." kali ini pisauku pun aku dorong lagi, tetapi kupastikan tidak menggores kulit mulus si Brian.

Dengan berat hati disertai rasa takut yang luar biasa, Brian memegangi kontolku. Dia arahkan kontolku yang sudah mengeras itu ke liang anusnya sendiri. Batang kontolku mulai masuk menembus pantat Brian yang masih kering itu.

"Sulit... Sakit.. Mas Arjun.. Ampunnn, Mas..." 

Karena kasihan, aku berusaha membantu. Aku menunduk dan menjilati mulut liang duburnya supaya basah dan licin. Aroma lubang anus laki-laki milik Brian yang berbau khas tercium begitu memabukkan hasratku.

Brian terkesiap melihat caraku menjilati pantatnya. Dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana aku mencumbui bagian liang dubur yang pria straight biasa anggap sebagai lubang pembuangan yang kotor. Kali ini, lidahku menjilati semakin liar dan menyusup masuk ke lorong anus Brian tanpa rasa jijik sedikit pun. Mulutku menghisap-hisap liang senggama itu sehingga tubuh Brian terasa bergetar tanpa sadar. Ooooohhh..... Dorongan pantatnya terasa sekali, berharap lidahku melesak masuk makin dalam ke dalam pantatnya yang masih suci itu. 

Brian heran karena ada orang yang tanpa perasaan jijik bersedia menciumi dan menjilati lubang duburnya itu dengan penuh perasaan. Tak ada satupun manusia, baik wanita maupun pria, yang pernah melihat bagian tubuhnya sendiri yang paling rahasia itu. Andai Brian tahu betapa bersihnya dan nikmatnya lubang pantatnya itu... Aku begitu keenakan menikmati lubang si Brian yang begitu memabukkan itu.

Terus terang, saat itu aku tidak tahu persis apa yang terjadi pada Brian. Tetapi, servis mulutku ternyata menyentuh perasaan dan melemahkan Brian! Dia bergetar hebat melihat aku mau secara sukarela melahap lubang duburnya… Mungkin, dia mengira perbuatanku itu sebagai pertanda pengorbanan yang luar biasa untuk menyenangkan dirinya! 

Sesekali mata kami bertatapan. Entah apa artinya… Yang pasti, aku merasa sudah memiliki pria yang berwajah tampan dan menggemaskan itu. Aku sudah menguasai tubuh jantannya, dan sepertinya, Brian memang sudah takluk. 

Ya, perasaan tak berdaya Brian ternyata membuatnya menyerah dan berpasrah pada diriku!

Aku meludah. Kuoleskan air liur yang menetes itu ke batang kontolku dan ke lubang anus Brian juga. Aku memandangi mata Brian dengan perasaan penuh kasih sayang. Brian juga seolah mengerti arti tatapanku itu. Aku segera mengecup bibirnya. Sesuai dugaanku, Brian pun membuka bibirnya dan membalas ciuman lembutku


{ SENSOR }

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

"Mas Arjun... Kok sakit ya, Mas?" tanyanya merengek membuat aku iba. "Please, jangaaaaaannn... Jangan diteruskan, Mas..." 

Menembus pantat seorang laki-laki normal yang masih perawan alias sama sekali belum pernah disodomi merupakan perjuangan yang amat berat bagiku. Aku sadar ini pasti sama beratnya bagi Brian karena penderitaan yang dia alami pastilah amat menyakitkan. Ketika aku mendorong masuk kontolku lebih dalam lagi, Brian terlonjak lagi oleh tikaman rasa sakit yang tiba-tiba menyerang ke dalam pantatnya.

"Hentikan doooooong... Pleaaaasseeee, Mas!" jerit Brian menahan rasa sakit yang amat besar. 

Dia mulai menangis ketakutan. Badannya gemetaran dan mukanya pucat pasi. 

"Aduuuhhh, tolong hentikan, Mas..." katanya kini sepertinya jadi menolak lagi perlakuanku. Mungkin karena sakitnya tak tertahan bagi Brian... "Jangan paksa masuk lagi, Mas Arjun... Sakitnya bukan main... Aku kan bukan homo, Mas..." 

Brian mulai memohon-mohon sambil menangis keras. Aku tidak tega mendengarnya, tetapi aku juga ingin sekali merasakan yang lebih dari ini. Jadi, aku tidak membalas perkataan Brian. Aku pura-pura tidak mendengarnya. Yang kulakukan sekarang adalah terus mendorong kemaluanku untuk masuk makin dalam ke liang senggama perawan si pria muda tampan itu.

"Jangaaaaan... Sakiiiit sekali, Mas..."

Brian terus-terusan berteriak. Aku pun lama-lama bingung juga. Bagaimana kalau ada penghuni kos lain yang datang dan melihat apa yang terjadi? Aku pun segera mencari cara agar si Brian berhenti berteriak. Aku pun melepas kontolku yang kepalanya sudah membobol liang sempit Brian itu sampai Brian mengerang kaget ketika merasa pantatnya terasa kosong.

"Ya udah, Nyo... Kalau kamu terus teriak-teriak, aku akan tusukkan pisau ini ke perut kamu lho, ya..." kataku tegas. 

Mendengar itu, Brian makin panik. 

"Ya udah! Jangaaaan diterusin dong, Mas! Aaahhhhh.. Jangan jahat dong sama Brian! Brian bener-bener enggak mau!" protesnya. "Kenapa Mas Arjun jahat banget sama Brian? Apakah Brian pernah salah sama Mas?" 

Tetapi, aku tidak peduli. Aku malas menjawab pertanyaan si Brian. Kedua pahaku menggeser paha Brian, lalu kuangkat kedua kaki Brian ke atas sampai terbuka lebar. Mata Brian melotot karena sebagai pria normal dia merasa seram membayangkan pemerkosaan yang kulakukan. Tanganku pun meremas dan mengocok intens batang kemaluan Brian sampai dia sendiri malu sendiri karena dia memang akhirnya ngaceng. Lalu, dengan mantap, aku memposisikan lagi kepala penisku tepat di bibir lubang dubur Brian dan menekan sekali lagi dengan keras. Brian berteriak. Gilanya, sodokanku terlalu kuat sampai darah segar pun mulai mengalir dari lubang Brian.

Brian pun menjerit kesakitan, "Aduuuuuhhhh... Aaaaaahhhhhhh... Ahhhhhh... Aduuh... Aduuuhhhhhh…"

Ya udah pasti sakit, sih. Bagaimanapun juga, Brian baru pertama kali diperawani... Dia mulai meronta-ronta tetapi badan montoknya kembali kupegang erat sekali. Aku terus mendorong kontolku perlahan untuk masuk lebih dalam. Setiap kudorong kontol makin dalam, darah kembali menetes dari luka robekan pada pantat Brian yang ditimbulkan batang kontolku . 

"Aduhhh... Ampuuuunnnnn... Aaaaaaaahhhhhhh... Sakiiiiiiiiiiitt... Aduh, Mas Arjun..." 

Brian menangis semakin keras. Badannya makin kuat meronta. Tangan kakinya mencoba untuk melawan. Tapi, tidak akan ada pengaruhnya. Aku semakin kuat memegangi dia. Lantaran Brian tidak mau diam, darahnya makin banyak membasahi kain alas kasur. Jujur saja, nafsu bejatku sih malah menikmati reaksi dan tangisan si Brian. Buktinya, isakan dan penderitaan Brian makin meningkatkan gairahku. Kontolku semakin menegang di dalam pantat si Brian. Namun, secara manusia, aku kasihan juga pada Brian... Dia anak baik... 

"Aaaaahhhhhhh... Aduuuuhhhhhh ampuuuuunnn... Ampuuuuunnnn... Jangan diteruskan doooonngggg, Maaasssss... Sakiiiiiiittttttt sekaliiii. Aaaaahhhhhhhh... Teganganya Mas Arjun..." 

Brian menjerit makin kencang sambil memohon-mohon agar penderitaan dia dihentikan. Jujur, aku kasihan juga. Tetapi, aku sendiri kalah dengan nafsuku.

"Maafkan Mas, Nyo..." bisikku. "Tetapi, Mas pengen banget... Tahan ya, Nyo... Lama-lama juga enak... Mas berjanji..."


{ SENSOR }

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )

 

CUPLIKAN SELANJUTNYA:

Kupeluk tubuh montok Brian erat-erat. Doronganku makin liar. Aku hanya bisa mendengar dia merengek kesakitan sambil matanya terpejam. Sesekali, kupandangi wajahnya di sela nafasku yang ngos-ngosan. Beragam ekspresi ada di sana. Ada ekspresi kesakitan, dendam, benci... Ada juga amarah... Tetapi, bagiku ada juga makna sayang dan gairah yang hangat. Aku tahu Brian tidak akan pernah melupakan diriku... Aku pria pertama yang menyentuhnya... Aku pria pertama yang menyetubuhi pantatnya yang sempit dan suci itu... Kulihat titik-titik darah mulai mendesak lubang sempit yang tercipta antara batang kontol dan lubang duburnya. Darah keperjakaan pantat Brian mulai mengalir...

“Gimana rasanya ada kontol cowok di dalam pantat kamu, Nyo?" tanyaku dengan nafsu yang menggelora dan kupandangi wajah tampan Brian yang tampak pasrah itu dalam-dalam. "Mas lagi ngentotin kamu, Nyo... Mas baru saja ambil kesucian pantat kamu... Kamu suka kan, Nyo?” 

Brian hanya mendesah-desah. Sejenak kulihat dia lupa diri dan terus menikmati rangsangan-rangsangan yang muncul dari gesekan antara kemaluanku dan lubang senggamanya. Namu, di satu titik, tiba-tia dia tersadar dan berhenti mengerang. Air mata mulai keluar dari kedua matanya yang indah. Brian menangis... Sakit yang dia rasakan mungkin masih mampu dia tahan dan berubah menjadi sebuah kenikmatan, tetapi rasa malu dan jatuhnya harga diri dia sebagai lelaki tentu tidak terbayangkan. Seketika itu, tagisnya meledak lagi. 

"Mas... Kenapa... Kamuu... Jahatt... Kamu... Mas Arjuna... Aahhh.. Uuhh..."

Dia terus memukuli dadaku keras sekali sambil air matanya terus keluar tak terbendung. Namun, reaksi tubuh kami berbeda dari tangisan Brian. Liang dubur Brian begitu kuat mencengkram ujung kontolku, seolah-olah tidak akan ada satu partikel debu pun yang bisa masuk lagi ke dalam pantatnya. Kepala kontolku begitu pas menutup lubang Brian seperti pintu hampa udara. Dinding anus Brian terasa begitu hangat memeluk erat ujung kontolku. Seakan-akan, alat kelamin kami diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain...

Aku mendiamkan sodokanku atas pantat Brian sebentar untuk memberi kesempatan dia beristirahat sejenak sambil membiarkan semua batang kejantananku terbenam amblas sepenuhnya di liang lubang duburnya.

“Masih sakit, Nyo?” bisikku ke telinganya, lalu kujilat daun telinganya. 

Brian tidak menjawab. Tangisnya semakin menjadi-jadi. Sebenarnya aku iba juga... 

Wajah kami kini berhadap-hadapan begitu dekat. Kedua tubuh kami menempel erat sementara kontolku tertanam jauh mentok di dalam pantat Brian. 

Kami dua pria. 

Namun, satu tubuh. 

Dua jiwa yang tersambung sempurna! 

Aku dekatkan bibirku ke mulut Brian yang sedikit terbuka. Kuselipkan lidahku ke dalamnya. Dan, eehhh... di luar dugaanku, mulut Brian ternyata mau menyambut. Dia membiarkan aku menghisap lidahnya seperti tadi aku menghisap kontolnya. Mulut kami saling mengunci satu sama lain. Napas kami bersatu. Ludah kami bercampur. Sambil terus menciumnya, aku mulai menggerakkan pinggulku maju-mundur, pelan-pelan, namun penuh perasaan. Tangan kananku menjulur ke bawah, menggenggam kontolnya yang basah oleh ludahku erat-erat. Aku pun mulai mengocok kontol Brian.

Nafas Brian mulai memburu. Tapi, dia seakan-akan tidak mau melepaskan mulutku dari belenggu mulutnya. 


{ SENSOR }

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )

 

[ ... ]

PANDUAN MEMBACA VERSI LENGKAP:

Salam Pembaca yang Budiman,

Jeremy Murakami datang dengan sebuah cerita baru nih. Kalian punya 3 opsi untuk membaca karya ini:

1. Melalui What'sApp ke 0813-3838-3995
Silakan mengirim pesan ke What'sApp tersebut dan melakukan pembayaran langsung via transfer Bank BCA / Mandiri yang akan disampaikan admin. File PDF akan dikirimkan melalui e-mail atau langsung via What'sApp, tergantung permintaan pembaca.

2. Melalui Telegram ke @reading4healing / https://t.me/reading4healing
Silakan mengirim pesan ke Telegram tersebut dan melakukan pembayaran langsung via transfer Bank BCA / Mandiri yang akan disampaikan admin.

3. Melalui KaryaKarsa
Nanti akan ada versi pdf yang wajib kalian download setelah melakukan dukungan, ya. Tolong langsung di-download karena menghindari ketidaknyaman di masa mendatang. Setelah di-download, file PDF itu sudah ada di ponsel Anda dan bisa dibaca kapan pun juga.
Pembaca bisa search di laman pencarian dengan ID: reading4healing.
Kalau pencarian dari aplikasi tidak bisa muncul, kalian harus membuka via web seperti Google Chrome atau Safari, lalu ketik karyakarsa.com/reading4healing dan follow terlebih dahulu. Setelah itu, kalian bisa membuka di aplikasi di bagian orang yang kalian follow.

Nama file di KaryaKarsa adalah: MSMT_JM
 

Maaf apabila nama file dibuat singkatan. Ini agar menghindari pemblokiran akun KaryaKarsa terhadap cerita bertema dewasa.
 

Bila ada pertanyaan, bisa hubungi via What'sApp ke admin Reading4Healing di: 0813-3838-3995
 

Terima kasih atas dukungan & antusiasme pembaca sekalian dengan karya-karya saya selama ini.
Semoga pembaca sekalian mendapatkan kesehatan dan kelimpahan rezeki dari Tuhan yang melimpah.
 

Salam sayang,
Jeremy Murakami

Continue Reading

You'll Also Like

6K 162 13
(YES IT IS ANOTHER ONE) Shadow: Broken.. Crying... Hurt.. What do i mean? Well... Möbius's hero, Sonic The Hedgehog, is dead.. There was a sudden f...
1.7M 46.2K 91
When Jasmine Cooper runs into a drunk rapist, a man saves her. It is Xavier Ravarivelo, the billionaire Mafia whose bride left him at the altar. Jas...
26K 1.1K 27
Hyunjin is a well known boy at his school. From his looks to his kind personality to his great grades. He was the schools "it" boy. The perfect boy n...
2M 57.1K 101
When Valerie Adams gets to know that she is betrothed to the youngest billionaire in New York, just to save her father's dying company, it is two nig...