The Prince's Escape [Season#2...

By RirisRF

50.2K 1.4K 2.6K

Karena konflik keluarga, Arfin Ishida Dirgantara yang baru tujuh belas tahun itu, rela keluar dari rumahnya y... More

WELCOME
SEASON 2
Prolog
Marsha's Bodyguard
Ketua OSIS
Double Date
Kabur
Bidadari dan Kurcaci
Keputusan
Arfin, I Love You
ARES
Karyawan Magang
Permohonan
Kakak Tiri
Puisi Rahasia untuk Arfin
Kesempatan untuk Rian?
Di Jalan Masing-Masing
Kunang-Kunang
Apa Kamu Bahagia?
Kamu cantik....
Happy Birthday, Mona!
Simpul Tali Ruwet
Rahasia Mona
Abang...
Kamu kenapa, A?
Skorsing
Arfin
SEASON 3
Open PO

Jangan Minta Lebih

92 17 108
By RirisRF

Arfin menghabiskan masa skorsingnya selama 3 hari ini lebih banyak di kantor. Bahkan saat bukan shiftnya dia tetap masuk. Hitung-hitung sekalian belajar. Dia ingin lebih banyak tahu tentang ilmu Teknik Informatika. Setelah kemarin berhasil nge-hack smartphone dan laptop Rian, dia jadi sadar kalau dia punya passion di bidang itu dan berniat mendalaminya lebih jauh.

Korbannya adalah Pak Hendra dan Pak Roni, senior di divisinya. Keduanya jadi objek untuk setiap pertanyaan di kepala Arfin sampai mereka jengah sendiri lalu menghindar setiap kali Arfin datang mencari mereka. Bukannya tidak mau berbagi ilmu. Pertanyaan-pertanyaan Arfin seringkali sesuatu yang bahkan belum mereka dengar dan sulit untuk mereka jawab.

Ares yang mengamati Arfin secara diam-diam, merasa bangga karena Diana memiliki anak dengan bakat yang luar biasa begitu. Karena skill Arfin cukup baik, dia tidak perlu mencari programmer handal lagi untuk dipekerjakan full time.

Saat Arfin tidak bisa mengandalkan kedua seniornya itu, dia memuaskan rasa penasarannya dengan mencari buku di perpustakaan sekolah lalu mempraktekkan langsung di laptop perpus. Setelah terpuaskan, barulah dia mencari kesenangan lain di gedung panahan.

Marsha yang kesenangan. Karena meskipun Arfin diskors, dia tetap bisa sering bertemu cowok itu. Setelah kemarin pulang sekolah dia main ke kos Arfin untuk menunjukkan kehebatannya memasak Chicken Teriyaki sebagai menu makan siang, pagi ini dia pun masih diberi kesenangan melihat cowok itu di sekolah. Dan di sinilah dia sekarang berada. Di gedung panahan, berdua Arfin. Meski saat ini di kelasnya sedang berlangsung pelajaran sejarah, tapi dia dengan dablegnya berbohong pada Bu Rima kalau perutnya sakit dan harus ke UKS. Sekarang Arfin sedang mempelajari teknik memanah menggunakan dua anak panah sekaligus dalam satu luncuran.

Saat kedua anak panahnya itu akan diluncurkan, tiba-tiba smartphone Arfin berdering panjang. Akhirnya dia batal memperlihatkan kehebatannya ke Marsha untuk terlebih dahulu menjawab panggilan itu.

"Moshimoshi," sapa Arfin untuk mamanya di seberang sana. Dahi Arfin terlipat karena tidak ada jawaban. "Ma?"

"Nak, kamu lagi belajar, ya? Mama ganggu?" Suara lembut itu akhirnya terdengar di antara suara kresek-kresek. Mendengar pertanyaan itu, Arfin jadi tahu kalau mamanya tidak tahu peristiwa perkelahian yang melibatkan anak kandung dan anak tirinya kemarin yang berujung hukuman skorsing. Kalau tahu, apa Mama akan memantapkan hati untuk pulang dan seperti rencana semula, beliau akan meminta maaf pada Rian? Benak Arfin bertanya-tanya.

"Lagi jam kosong, Ma," Arfin berbohong. Dia duduk di sebelah Marsha. "Mama sehat?"

Terdengar helaan napas Mama yang berat. "Nggak tahu kok akhir-akhir ini mama sering pusing, ya?"

"Pusing kenapa, Ma?"

"Kayaknya stres ini mikirin kerjaan. Kamu gimana, sehat?"

"Sehat. Mama nggak di rumah aja? Kirain ke sana cuma mau liburan. Kenapa kerja?" Arfin tidak heran, selama ini Mama mengikat hatinya untuk pekerjaan. Kalau tidak begitu, mamanya bisa tenggelam lebih dalam lagi ke masa lalu. Apalagi di Tokyo, tidak ada orang yang ditujunya untuk pulang. Arfin yang merupakan satu-satunya tujuan sedang berada ribuan kilometer darinya.

"Pamanmu Takahiro sedang cuti beberapa hari, Mama cuma menggantikan posisinya sebentar." Takahiro satu-satunya anak lelaki Nenek, jadi mau tidak mau beliau harus menjadi penerus generasi berikutnya, mengelola perusahaan raksasa Nenek. Dua saudara perempuan Diana yang lain sudah merdeka ikut suami masing-masing. Anehnya hanya Takahiro yang memiliki nama dengan bahasa Jepang, sementara 3 saudara perempuannya yang lain punya nama kental Indonesianya. Diana, Wulan, dan Bunga.

"Oke, Mama sehat-sehat, ya? Kabari kalau mau pulang." Arfin pikir mamanya menelepon karena ingin memberitahu bahwa Hermawan sudah meminta Mama untuk pulang. Tapi ternyata tidak. Jadi ya sudah, terserah mereka saja bagaimana yang terbaik.

"Iya, Sayang. Kamu juga makan yang teratur. Jangan telat-telat. Tadi sarapan nggak?"

"Iya."

"Ya sudah nanti lagi Mama telepon, ya? Bentar lagi ada meeting."

"Iya, Ma."

Setelah menutup sambungan, Arfin menengok ke Marsha yang menatapnya penuh arti.

"Kenapa?" tanya Arfin.

"Gimana kabar mama kamu, A'?"

"Sehat." Arfin menjawab pendek, lalu dahinya mengernyit saat Marsha yang tiba-tiba tersenyum jahil sambil tangannya dibawa ke telinga.

"Moshimoshi." Marsha menirukan ucapan Arfin saat mengangkat telepon dari mamanya tadi. Ternyata cewek itu sedang meledeknya.

"Apa sih?" Arfin merangkul bahu Marsha dan seketika gadisnya itu berhenti menertawainya. "Kan Mama lagi di Jepang. Kalau di Pekalongan baru gini, 'Halo Ma, pripun kabare?'"

Marsha pun dibuat ngakak. Dia emang pernah cerita sih kalau ayahnya dari Jawa, tepatnya Pekalongan. "Emang jenengan saged boso jowo?" tanya Marsha yang mahir berbahasa Jawa karena dibiasakan oleh ayah.

"Bisolah. Ayo, arep takon opo?"

Sekali lagi Marsha ngakak. Karena memang baru tahu dan tidak biasa mendengar Arfin ngomong pakai bahasa Jawa, jadi terdengar aneh bin lucu.

"Udah ah," Marsha menyeka air mata tawa di sudut matanya. Setelah puas melihat tawa Marsha yang manis, Arfin membisikkan sebuah kata untuk Marsha, "Daishiteru." Kemudian meninggalkan gadis itu menuju posisinya kembali di shooting line.

Marsha tercenung. Daishiteru? Maksudnya penggabungan antara Daisuki sama Aishiteru gitu? Arfin aneh! Tidak papa deh, soalnya keduanya punya arti yang sama : I Love You. Marsha tersenyum pada punggung Arfin. Dan cowok itu kini telah benar-benar siap dengan kedua anak panahnya yang akan diluncurkan bersamaan. Release!

Keduanya berebut ingin menempati posisi paling sempurna di tengah, tapi tidak bisa. Yang duluan menancap ternyata tidak cukup kuat bertahan. Anak panah itu akhirnya terpatahkan dan dijatuhkan oleh anak panah yang kedua. Marsha sampai tercengang melihatnya.

Sama seperti filosofi hidup, kan? Siapa yang kuat, dia yang akan bertahan.

***

Tiga hari sudah berlalu, masa skorsing Arfin dan Rian pun sudah berakhir. Kembalinya mereka membuat suasana kelas mulai memanas lagi, bahkan sejak jam pelajaran pertama yaitu Kimia. Masih ada 15 menit sebelum pelajaran itu berakhir dan pandangan mata Pak Jayus menyapu seluruh isi kelas. Beliau sangat menyukai kelas sekondusif ini. Semua mata memperhatikannya, tidak ada yang ngobrol sendiri ataupun menunjukkan sikap lain yang terkesan tidak niat mengikuti pelajarannya. Nilai mereka pun bagus-bagus.

"Sebelum Bapak mengakhiri pertemuan kita hari ini, Bapak ingin memberi nilai tambahan untuk kalian. Siapa yang bisa menjawab pertanyaan, akan Bapak kasih nilai A+. Ditambahkan ke nilai rapor nanti."

"Ayo Pak."

"Asik nih."

"Lanjuuut."

Semua anak antusias menunggu pertanyaan dari Pak Jayus, membuat sang guru jadi lebih enggan meninggalkan kelas ini.

"Oke. Sebutkan 3 saja unsur alkali!"

Beberapa anak menunjuk tangan, tapi Rian yang paling cepat. Maka Pak Jayus menunjuknya untuk menjawab.

"Litium, Natrium, Kalium."

Semua perhatian anak tertuju pada Arfin alih-alih Rian. Karena jawaban itu meluncur dari mulut Arfin yang tadi bahkan tidak tunjuk tangan. Rian kalah cepat.

"Oh." Pak Jayus memandang Rian dan Arfin kebingungan. Namun akhirnya beliau mengangguk. "Oke, nilai A+ untuk Arfin."

"Buat dia aja deh, Pak. Kasihan, kayaknya dia pengen banget dapat nilai." Arfin melirik ke bangku Rian yang berada tepat di depan meja guru.

"Nggak usah. Curang namanya dapat nilai dari usaha orang lain," tolak Rian.

Arfin tersenyum samar. "Lagian Bapak kasih soalnya gampang banget. Yang susah dikit, Pak."

Protes Arfin langsung disambut koor "huuuu" seisi kelas. Dan Pak Jayus jadi memijit-minit kepalanya yang pusing. Beliau tahu kejadian perkelahian kedua anak itu tiga hari yang lalu dan ternyata masih berlanjut sampai sekarang.

"Oke, Bapak batalkan aja soal yang tadi. Nggak ada yang dapat nilai. Pertanyaan berikutnya." Pak Jayus berdehem sejenak. "Apa itu teori Darwin?"

Pertanyaan itu langsung mendapat protes semua anak karena bukan dari Kimia, kecuali Arfin yang diam saja dan Rian yang sebagai satu-satunya anak yang tunjuk tangan.

"Ya, Rian?" Pak Jayus mengabaikan protes anak-anak dan mempersilakan Rian untuk menjawab.

"Teori yang menyatakan tentang makhluk hidup yang ada di dunia ini berasal dari satu nenek moyang yang sama."

Semua anak menahan napas sementara Pak Jayus menghela napas. Lagi-lagi Arfin yang menjawab pertanyaan itu saat Rian baru saja membuka mulut. Pak Jayus mengaitkan ke sepuluh jarinya ke atas meja lalu bertanya pada Arfin, "Nilainya untuk Rian lagi?"

"Boleh, Pak. Asal jangan minta lebih aja."

Jawaban Arfin membuat Rian menengok padanya dan menghujamkan tatapan sengitnya. 

Continue Reading

You'll Also Like

140K 4.6K 20
"Then there is one condition which I want you to follow" Taehyung nodded "I don't want you to sleep with your boyfriend when I'm sleeping with you"...
Luna By Kara

Werewolf

266K 6.9K 17
Jamie water is a rouge and now has been for 5 years all alone .Her parents were alphas of the watergate pack one if the strongest pack in the us un...
44.7K 1K 15
A wizard has spent 12 years in a wizarding Prison called Azkaban. For a crime that he did not commit. That wizard is Sirius Black. He learns that Sna...
8.7K 601 13
Never say never is my motto. Back with a new ghostship as a little birthday gift for a lovely friend of mine :)