Stay With You ✅️

By renkechan

27.5K 3K 1.2K

Kisah manis dua anak yatim piatu penghuni panti asuhan yang saling jatuh cinta. Berawal dari Seokjin yang men... More

PROLOG
Those Eyes
MY WISH
MY WISH pt 2
GIFT (?)
TAK ADA YANG BEDA, HANYA ...
RAHASIA (?)
RAHASIA (2)
KENAPA HANYA KAMU..(?)
Self
DIA MILIKKU (!)
DIA MILIKKU (!) 2
DIA MILIKKU (!) 3
PERJALANAN BARU DIMULAI
LIKU-LIKU
KUNCI
APA INI KEGELISAHAN?
NOT YOU
NOT YOU (2)
NOT YOU (3)
YES I'M
IKAN
YOONMIN
HARI BAHAGIA
PRESENT
PRESENT 2
KEHIDUPAN PERNIKAHAN
MABA VS MASA
JADI....
💜
IS IT FINE (?)
IS IT FINE (?) pt 2
IS IT FINE (?) pt 3
NO, IT IS NOT FINE
🖤
🖤🖤
🖤🖤🖤
🖤🖤🖤🖤
ME, YOU + (SHE)
ME, YOU+ (SHE) 2
ME, YOU + (SHE) 3
ME, YOU+(SHE) 4
THE SISTER
THE SISTER (2)
JUST WE ARE
JUST WE ARE (2)

KERAGUAN

618 73 33
By renkechan









Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Rumah menjadi hening semenjak Jimin pergi dan Jungkook yang masih bergeming tak ingin menampakkan batang hidungnya. Tak tau bagaimana khawatirnya sosok pria jangkung yang terus mencoba untuk membujuk kelinci manisnya agar keluar dari sarang.

"Kamu lupa sama janjimu kemarin Kook? Aku gak tau kesalahan apa yang dilakuin sama Jimin tapi gak seharusnya kamu lampiasin ini ke diri kamu sendiri. Kalau kamu masih bersikeras gak mau keluar dari kamar, oke. Setelah ini semua terserah sama kamu. Kakak angkat tangan buat ngurus kamu."

Seokjin kepayahan. Beragam ultimatum ia keluarkan namun tak satupun berhasil membuat Jungkook takut - ah maksudnya menurut - atau ya terserah bagaimana kalian menilai perangai Seokjin.


Ceklekk...


Pintu kamar terbuka namun pemiliknya tetap tak mau keluar. Tak apa. Seokjin tak cukup gengsi untuk masuk ke dalam dan membujuknya sekali lagi. Daripada kekasihnya itu tak makan dan sakit lagi, lebih baik ia mengemis bukan?

"Kakak udah boleh masuk?"

Seokjin mengintip dari balik pintu yang masih tertutup setengah dan sebuah anggukan berhasil Seokjin dapatkan.

"Kamu telat makan Kook. Kakak siapkan makan dulu."

Lagi dan lagi Jungkook hanya mengangguk.

Tanpa menunggu lama, Seokjin berjalan menuju dapur dan menghangatkan sup bihun yang akan menjadi makan siang Jungkook. Ya walaupun sekarang menjadi makan sore.

Tak lupa sepotong tahu kembali ia rebus agar teksturnya melembut. Tak ada garam, msg atau bumbu apapun yang berlebihan. Semua terasa hambar sesuai anjuran dokter namun Jungkook sudah terbiasa dengan makanan-makanan seperti itu sejak dulu.

Seokjin kembali ke dalam kamar dan meletakkan nampan yang berisi tiga macam makanan.

"Kakak suapi ya!"

"Kak. Sebentar Kookie mau ngomong."

"Boleh. Tapi setelah beberapa suap."

Kali ini Jungkook tak bisa menolak sebab Seokjin benar-benar memasukkan beberapa suap ke mulutnya tanpa jeda.

"Kak udah."

"Masih enam sendok. Dikit lagi."

"Iya tapi mau ngomong dulu."

"Ya udah ngomong dulu."

"Jimin suka sama kakak."

Pernyataan itu cukup membuat Seokjin terkejut. Suka? Suka yang bagaimana? Suka sebagai seorang pria? Atau bagaimana? Ia memilih tak menjawab sebab ia tau Jungkook pasti akan meneruskan kalimatnya.

"Jimin - Jimin mau rebut kakak dari Kookie."

"Sebentar-sebentar Kook. Merebut yang bagaimana?"

"Jimin bilang kakak juga mempersilakan Jimin untuk lebih dekat."

"Ha?"

"Dan sebentar lagi kakak pasti akan suka sama Jimin."

"Tunggu-tunggu kamu mulai ngelantur. Ayo habiskan ini dulu. Nanti kita bicarakan lagi setelah kamu makan dan istirahat."

"Kak enggak! Kookie mau ini semua jelas."

"Soal apa lagi Kook?"

"Soal perasaan kakak ke Kookie."

"Kamu mau kita bagaimana?"

Pertanyaan ini, sungguh bukan jawaban yang Jungkook inginkan. Harusnya Seokjin berkata 'aku mencintaimu' bukan?

"Apa belum jelas? Kookie sayang sama kakak."

"Kakak juga."

"Bukan sebagai adik tapi sebagai kekasih."

"Kook-"

"Aku tau selama ini kakak gamang. Kakak sebenarnya gak suka sama aku kan?"

"Kook bukan gitu."

"Jadi cintaku bertepuk sebelah tangan?"

"Kook dengerin kakak dulu!"

"Kookie butuh kepastian. Kookie udah besar dan Kookie gak bisa terus seperti ini."

"Terus maunya Kookie gimana?"

"Kalau memang kakak gak cinta sama Kookie, Kookie mau kita hidup sendiri-sendiri."

"Kook!"

"Kookie mau untuk sementara tinggal sendiri sampai perasaan cinta Kookie ini sedikit berkurang."

"Tidak!"

"Tolong kak. Ini demi kebaikan kita berdua. Kalau memang cintaku tertolak, Kookie mau menetralkan perasaan Kookie biar Kookie bisa sadar diri dengan posisi Kookie di hati kakak."

"Kakak gak bisa biarin kamu hidup sendiri."

"Kookie bisa."

"Tapi kakak gak bisa Kookie! Jangan buat kakak marah!"

"Kakak gak pernah mau ngertiin Kookie. Kakak selalu mentingin perasaan kaka sendiri!"

"Bukan Kook. Bukan gitu. Maaf."

"Kookie harus gimana kak? Kookie gak tau lagi harus gimana hikss."

"Jangan nangis Kook. Kakak mohon."

Seokjin memeluk Jungkook erat. Meletakkam kepala yang termuda ke dalam dekapannya. Berulang kali ia membisikkan kata maaf agar kelinci manisnya ini berhenti menangis. Namun kalimat-kalimat penenang tak dapat membuat Jungkook diam. Yang ada ia semakin terisak. Hingga Seokjin mempunyai sebuah keberanian untuk menyatakan perasaannya.

"Kakak mencintaimu Kook. Bahkan mungkin jauh sebelum kamu ngerti apa itu cinta. Tapi kakak gak mau egois dengan manfaatin perasaan kamu yang mungkin cuma sesaat itu. Kamu bisa dapetin seseorang yang jauh lebih baik dan punya segalanya. Bukan orang seperti kakak."

"Kenapa? Kenapa kak Seokjin ngomong kayak gitu? Kak Seokjin ragu smaa perasaanku?"

Seokjin melepas pelukannya dan menangkup kedua rahang kelinci kecilnya. Setiap kalimat yang ia keluarkan sangat lembut dan penuh kehati-hatian.

"Kakak gak punya masa depan Kook. Kakak bukan siapa-siapa. Kamu berhak dapetin seseorang yang punya segalanya."

Kini air mata Jungkook tak dapat lagi mengalir perlahan. Bagai derasanya air terjun di musim hujan namun hatinya terasa gersang mendengar jawaban lawan bicaranya. Sekali lagi, Jungkook mencoba meyakinkan.

"Kookie masa depanmu. Kookie akan berikan semuanya untuk kakak seperti kak Seokjin yang rela memberikan seluruh hidup kakak untuk Kookie."

Tak ada bualan. Mata yang selalu membuat Seokjin terjatuh berkali-kali itu dipenuhi dengan keyakinan akan kebenaran isi hati si empunya. Seketika Seokjin pun luluh. Hatinya berkata untuk mempercayakan masa depannya pada Jungkook seorang.

"Kakak harus percaya sama Kookie seperti Kookie percaya sama kakak. Kakak mau kan? Jalani semuanya berdua sama Kookie?"

Tak ada jawaban lain kecuali anggukan dari Seokjin. Baru kali ini Seokjin merasa tunduk pada pria kecil dihadapannya.

Melihat tak ada keraguan lagi di hati sang kekasih membuat Jungkook tak kuasa membendung air matanya untuk jatuh lebih deras lagi. Ia peluk Seokjin. Ia tumpahkan segala emosinya pada bahu seluas jagad raya yang saat ini secara gamblang diserahkan padanya. Setelah ini Jungkook tak akan takut lagi. Sekalipun itu Jimin, Jungkook akan melawannya. Ia akan menemui Jimin nanti setelah sakitnya benar-benar membaik. Jungkook yakin sahabatnya itu akan mengerti jika ia menjelaskan semuanya.


























___

Hari demi hari berlalu. Kini Jungkook dan Seokjin telah kembali pada aktivitasnya. Perihal Jimin, hari ini Jungkook sudah membuat janji temu. Bukan di cafe mewah dimana lelaki mungil itu selalu membayar bill untuknya, melainkan di kedai keluarga dimana Seokjin bekerja. Ini semua ide dari Seokjin sendiri. Ia tak ingin Jungkook menghadapi Jimin seorang diri. Jadilah ia meminta sang kekasih agar membawa Jimin untuk makan siang di kedai milik Yoongi.

"Kook, ini dimana sih?"

"Ini tempat kerja kak Seokjin. Makanan-makanan disini enak lo mini. Karena kokinya kak Seokjin dan temennya. Mereka berdua jago masak."

"Wah iyakah?"

"Hu'um. Kamu cari tempat duduk aja dulu. Aku mau pipis."

"Okey Kook."

Kedai makan sederhana yang Jimin datangi kali ini, entah mengapa sangat cocok di penglihatan Jimin. Interior yang terlihat elegan namun sederhana membuat hati Jimin menghangat. Tak lepas ia melihat sisi-sisi dinding yang dipenuhi ukiran tradisional dan menurutnya itu menambah nilai klasik pada kedai yang ia datangi kali ini.

Sibuk mengagumi interior kedai sederhana 'Min' membuat Jimin lalai dalam melangkah dan tak sengaja menabrak salah satu pegawai yang tengah sibuk melayani pelanggan.

"E-e-eh."

Jimin terpental dan pegawai tersebut hanya diam menatap pengunjung kedai dengan tatapan mencibir. Bahkan sebelah alisnya ia naikkan angkuh.

"Mas! Gimana sih? Bantuin dong!"

"Maaf tapi anda yang salah karena tidak melihat jalan."

"Loh jadi kamu nyalahin aku? Ya kamu ngapain berdiri disitu?"

"Saya sedang melayani pelanggan kak."

Blushh...

Jimin malu bukan kepalang saat melihat orang yang ia tabrak ternyata memakai apron dan ditangannya memegang buku menu serta tab berwarna senada dengan interior kedai.

"Ckk."

Jimin pun berdiri dengan angkuh dan meninggalkan pegawai tersebut. Ia memilih tempat paling pojok dengan kursi sofa yang kini menjadi sandaran empuk kepalanya yang sedang membara.

"Mini! Asataga mini! Aku cari kamu kemana-mana. Kenapa pilih tempat paling pojok sih kan susah aku nemuin kamu!"

"Assshhhh. Habisnya kamu lama."

"Ya maaf, kan aku udah nahan ini dari tadi mini. Ya udah kamu pilih dulu makanannya aku mau telepon kak Seokjin."

Jungkook memberikan buku menu pada Jimin sedangkan ia mengambil ponsel untuk menghubungi Seokjin.

Tak lama setelah telepon ditutup, Seokjin datang dengan kemeja berwarna putih dibalut apron berwarna hitam dan topi polos senada dengan kemeja putihnya.

"Udah pilih menunya?"

"Eh halo kak Seokjin."

"Halo juga Jim."

Jimin mengulurkan tangan kanannya dan disambut oleh Seokjin. Cukup lama mereka berjabat tangan sampai Seokjin sendiri merasa canggung. Ia melirik ke arah Jungkook yang sedari tadi terdengar beberapa kali menghembuskan nafasnya kasar.

"Ehem..."

Jimin tersadar dari lamunannya dan segera melepas jabatan tangan pada telapak besar milik Seokjin.

"Eh ini aku mau pesen ini aja kak."

"Baik."

"Aku mau-"

"Kookie ini aja ya."

"Yah, tapi Kookie mau ini."

"Jangan dulu. Terlalu banyak perasa di dalamnya. Ini aja."

"Ya udah deh."

Setelah mencatat berbagai pesanan pada gawai berlayar lebar, Seokjin pergi meninggalkan keduanya.

"Kook! Enak banget ya jadi kamu. Diperhatiin kayak gitu sama kakak sendiri. Aku jadi pengen punya kakak kayak kak Seokjin."

"Alah. Pengen punya kakak kayak kak Seokjin apa pengen punya pacar yang kayak dia?"

"Eheheheh, dua-duanya juga boleh."

"Dasar sinting."

Kini Jungkook semakin terbiasa menanggapi candaan Jimin. Ia juga tak begitu menghiraukan Jimin atas perasaan lelaki mungil itu pada kekasihnya. Mereka pun berbincang seperti biasa sampai seorang pria berkulit pucat datang dengan senampan makanan yang mereka pesan tadi.

"Kamu!"

Jimin terkejut bukan main sebab kenapa harus pegawai satu ini yang melayaninya.

"Hhh. Iya saya. Dan ini pesanan anda."

Tanpa senyum di wajah, koki sekaligus pemilik kedai menurunkan beberapa mangkok pesanan dan segera beranjak dari meja tersebut.

"Kak mau kemana?"

"Mau lanjut kerja Kook."

"Emangnya gak ada pegawai lain ya?"

"Ya ada. Tapi kedai lagi ramai jadi aku harus bantu. Bentar lagi Seokjin kesini kok. Dia lagi ganti baju."

"Oh. Tapi nanti selesai jam makan siang, kak Yoongi kesini lagi ya. Aku kangen lama gak ketemu kakak."

"Iya nanti aku kesini ya."

Pria angkuh dimata Jimin itupun mengusap lembut pucuk rambut Jungkook sebelum akhirnya berjalan pergi menuju dapur.

"Dih! Tuh pegawai kenapa songong banget sih Kook? Tau gak tadi aku lagi enak jalan dan gak sengaja nabrak dia sampai jatuh, tapi dia malah diem aja gak bantuin aku."

"Kamu yang salah mungkin mini."

"Ya- ishh ya tapi kan dia harusnya jadi cowok yang peka lah. Masak bantuin berdiri aja gak mau."

"Kamu lagi sensi kayaknya. Udah maafin aja. Dia sebenernya baik kok. Dan dia itu bukan pegawai biasa. Dia temannya kak Seokjin, pemilik kedai ini."

Rahangnya jatuh, mulutnya menganga sempurna sebab mengetahui kenyataan bahwa pria angkuh itu adalah pemilik kedai yang dinilai sangat sempurna di mata Jimin.

"Seleranya sih bagus. Tapi sifatnya jelek."

"Huss! Gak boleh ngomong gitu."

Setelah sibuk menggunjing pemilik kedai, kini keduanya bergantian sibuk menjejali mulut mereka dengan hidangan-hidangan yang begitu nikmat.

'Pantas aja kedai ini ramai. Makanannya enak banget.' Batin Jimin



















___

Tak lama kemudian, seorang yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pria tersebut sedikit membungkuk sebelum akhirnya ikut mendudukkan dirinya disamping Jungkook.

Kedatangan Seokjin membuat Jimin menghentikan kegiatan makan siangnya. Ia terlalu sibuk memetai wajah tampan pria dihadapannya.

Melihat Jimin yang semakin terpesona dengan kekasihnya membuat Jungkook semakin tak sabar untuk membicarakan perihat status mereka pada Jimin.

"Ehm. Mini sebenernya ada hal penting yang mau aku bicarain."

Jungkook menatap ragu pada sang kekasih hingga uluran tangan kanan Seokjin berhasil menggenggam tangan kiri Jungkook yang sedikit bergetar di bawah meja.

"Bicara apa Kook? Kayak yang serius banget."

"Sebelumnya aku mau minta maaf."

"Ya?"

"Jadi begini Jimin-"

Jungkook melepas genggaman tangan Seokjin dan meremas pelan lengannya hingga sang empunya menatap heran. Ia menggeleng sebagai tanda bahwa ia tak setuju jika Seokjin yang harus menjelaskan ini semua. Seokjin pun paham dan ia memilih untuk diam.

"Maaf kalau aku kurang terbuka sama kamu selama ini padahal cuma kamu sahabat aku. Aku jadi merasa bersalah dan sekarang aku mau jujur soal keluarga aku, mini."

"Teruskan Kook."

"Sebenernya aku anak yatim piatu. Aku cuma punya kakak. Dan kakak ini juga bukan kakak kandungku. Kami berdua dirawat di panti asuhan yang sama sejak kami masih kecil. Lalu-"

"Lalu?"

"Kak Seokjin-"

"Ya?"

"Kak Seokjin sebenernya kami berdua sebenernya udah mau nikah."

Terlalu berlebihan mungkin, tapi sekali lagi Jungkook tak mau ambil resiko. Lebih baik ia mengatakan bahwa Seokjin bukan hanya sekedar kekasih melainkan calon suaminya hahahhaa.

"Ha?"

"Mini jangan marah. Aku minta maaf!"

"Astaga Kook. Kok bisa kamu gak cerita ini semua ke aku?"

"Maaf mini. Aku juga gak tau kalau pertemuan kamu sama kak Seokjin buat kamu suka sama dia. Maaf."

"Pertama! Bener aku emang suka sama kakak kamu yang tampan ini. Kedua! Bener, kamu memang salah karena kamu sembunyiin hal besar ini dari aku. Aku ngerasa jadi sahabat paling bodoh dan gak berguna di dunia ini-"

"Mini!"

"Diam dulu! Dan ke tiga! Apa jangan-jangan ini alasan kamu beberapa hari lalu tiba-tiba ngambek dan mengunci diri di kamar? Karena aku yang ngaku kalau aku naksir sama calon suami kamu ini?"

Jungkook menunduk malu. Ia tau seharusnya membicarakan ini sejak awal dengan sahabatnya. Sekarang Jimin sudah terlanjur menyukai kekasihnya lalu dia bisa apa?

"Kook, kamu salah kalau kamu pikir aku bakal rebut kak Seokjin dari kamu. Ya oke aku emang naksir dikit lah sama dia. Tapi kalau kamu cerita dari awal kak Seokjin ini udah punya hubungan sama kamu, pasti aku gak akan lah deket-deket sama dia. Mana mungkin aku rebut calon suami sahabat aku sendiri coba?"

"Mini-"

"Aku sayang sama kamu Kook. Kamu udah aku anggap saudara aku sendiri. Makanya kalau ada apa-apa kamu cerita sama aku. Ngerti?"

"Hngg."

Jungkook mengangguk dan tak sengaja air mata sedikit menetes. Ia merasa telah menjadi orang paling jahat sebab meragukan persahabatannya dengan Jimin. Bahkan ia berpikir bahwa Jimin akan merebut Seokjin darinya.

Melihat dua sahabat yang sedikit 'alay' dan mendramatisir keadaan ini membuat Seokjin terkekeh gemas. Dirinya seperti seorang paman yang tengah menjaga dua keponakan yang telah berbaikan setelah bertengkar untuk suatu hal yang sepele hingga sebuah suara mengejutkan tiga orang yang sedang menikmati euphoria kebahagiaan.

"Kook! Kamu nangis?"

Melihat Jungkook menangis dengan kedua tangan yang digenggam erat oleh pria mungil dihadapannya sontak membuat Yoongi sedikti emosi.

"Hey kecil! Kau apakan adikku?"

Pria yang dipanggil kecil itupun menoleh. Jika dipikir-pikir kenapa dia harus menoleh? Memangnya Jimin itu kecil? Jimin kan tidak kecil. Hanya sedikit mini.

"Heh! Siapa yang kamu panggil kecil, dasar pendek?"

"Kau lah! Siapa lagi? Kau apakan adikku sampai menangis?"

"Adik? Siapa kamu mengaku kakaknya Jungkook. Dasar mas-mas mesum!"

Seokjin merotasikan kedua bola matanya jengah. Yoongi ini memang sahabat satu-satunya yang tak pandai bergaul. Tapi ia tak menyangka juga, jika pertemuan pertamanya dengan Jimin sudah memberikan kesan buruk.

Keduanya pun berdebat kecil sedangkan yang di bela mati-matian malah tertawa girang seperti bayi yang tengah mendapat hiburan.












Ahahaha....




Apa hanya Seokjin satu-satunya pria dewasa disini?







































-tbc-

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.9K 253 8
Kisah kehidupan Kim Seok Jin dan seorang anak SMA, Jeon Jungkook
20.7K 1.3K 33
Kisah dua murid yang jatuh cinta pada guru mereka. Sebab itu yang membuat mereka menjadi murid yang giat belajar. Mengejar cinta sampai ke negeri Cin...
49.3K 2.5K 15
Sekuel dari Book I Still Want You Semoga semuanya suka..enjoy 😊