The Cursed Blessing [#2]

By Daydream1412

2.8K 398 475

[THE CHILDREN OF GODDESS #2] Kelanjutan Daughter of Naterliva Mendamaikan manusia dan naga hanyalah awal dar... More

Prakata
Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Epilog
Bacotan Author
Update dikit (info progres + cuplikan book 3)
21 April 2024, 18.00 WIB

Bab 9

44 8 3
By Daydream1412

Perundingan dengan Raja Avinas memakan waktu nyaris empat jam. Cecilia bahkan tidak percaya sampai dia melihat sendiri pergerakan jarum jam yang kini telah menunjukkan pukul tujuh malam.

Perundingan tersebut lebih banyak diisi perdebatan antara peri dan pihak kerajaan, di mana kedua pihak saling melayangkan syarat yang sulit disetujui oleh pihak satu sama lain. Entah itu Shadrick yang enggan menerima penyihir, ataupun pihak Ellesvore yang memprotes banyak hal, di antaranya mengenai keberlanjutan kerja sama dengan Ramala Veliqar yang tidak jelas, keselamatan Putri Naterliva, serta upaya keras untuk mengirim penyihir agar turut pergi bersama Cecilia dan Connor.

Ketika mereka akhirnya selesai, tidak ada yang punya tenaga untuk bicara lagi. Bahkan dalam kesempatan langka ini, Marcus tertidur di tengah perjalanan pulang ke rumah.

"Menurutmu kita harus beri tahu Dion?" tanya Connor. Tubuhnya bersandar tanpa tenaga pada kursi kereta kuda.

Cecilia menggeleng kecil, sama lelahnya dengan sang kakak. "Papa bilang sebaiknya kita tidak mengganggu konsentrasi Dion. Lagi pula, kalau semuanya sesuai rencana, kita sudah pulang paling lambat bulan depan. Dion tidak perlu tahu apa pun."

Connor menghela napas. "Kalau kau yang bilang begitu, maka baiklah."

Kepulangan mereka disambut dengan kehangatan rumah dan aroma lezat. Marcus dan Connor sama-sama naik ke lantai atas untuk beristirahat sementara Cecilia berjalan ke dapur, mencari kudapan sebelum makan malam. Para pelayan sibuk dengan kegiatan masing-masing; mengaduk sup seraya memasukkan beberapa potong wortel, membersihkan meja yang dipenuhi sisa sayuran, menunggui makanan yang sedang dipanggang, mengupas buah sebagai pencuci mulut. Cecilia mengambil sebutir plum dan beranjak ke atas.

Niat Cecilia untuk memasuki kamarnya pupus sewaktu melihat pintu ruang kerja Papa sedikit terbuka. Biasanya dia tidak ingin mengganggu sang ayah, tetapi dia mencoba mengendap ke sana. Dipenuhi kehati-hatian, Cecilia melirik ke dalam pintu melalui celah yang cukup lebar.

Sang ayah tidak sedang memeriksa dokumen atau sebagainya. Justru dia membaca, yang mana merupakan salah satu aktivitas di waktu senggang yang kerap dia lakukan selain berkuda.

"Tidak sopan bila seorang perempuan mengintip seperti itu," tegur Papa.

Tidak tahu harus berbuat apa, Cecilia bersembunyi di belakang pintu. Dia merendahkan suaranya, "Tapi aku Connor."

"Aku mendengar Connor dan Marcus bicara sebelum memasuki kamar mereka masing-masing, kurang lebih semenit sebelum kau datang." Terdengar suara buku yang ditutup. "Masuklah, Cecil."

Cecilia masuk tanpa bisa menahan senyum malunya. "Papa mau plum?"

Papa menggeleng. "Bagaimana pertemuan dengan Raja Avinas?"

"Titik tengah sudah ditemukan walau prosesnya tidak mudah. Raja Avinas akan memberikan keputusan akhir paling lambat besok malam. Para peri mengizinkan penyihir ikut serta, tetapi dengan jumlah terbatas. Sementara untuk waktu, kami mendapatkan satu bulan maksimal. Setelahnya aku dan Connor harus segera dipulangkan."

Papa mengangguk, kelihatan cukup puas dengan hasil sejauh ini. "Kau harus pastikan kakakmu dibebaskan," tegasnya. "Tidak ada lagi bepergian ke tempat asing seperti itu."

Cecilia mengangguk setuju. "Akan kupastikan ini menjadi kali pertama dan terakhir kami pergi ke sana."

"Sebenarnya, aku berniat untuk ikut pergi," Papa mengakui, membuat Cecilia sedikit terperangah. "Lalu aku ingat adikmu ada di sini sendirian, tidak tahu-menahu soal apa yang terjadi. Sebaiknya aku tetap di Ellesvore kalau-kalau dia sampai mendengar rumor soal kepergian kalian."

Hanya dengan membayangkan kemungkinan tersebut saja sudah membuat Cecilia merasa bersalah kepada sang adik. "Pastinya Raja Avinas dan jajaran pemerintahan bisa menjaga rahasia."

Papa mendengus. "Mereka pejabat, Cecilia. Bertukar rahasia adalah cara mereka bertahan hidup." Dia mendecakkan lidah beberapa kali. "Bagaimana bisa kau pergi jauh dengan pikiran sepolos itu?"

"Aku tidak sepolos itu," bantah Cecilia. "Selain itu, Connor akan ada bersamaku."

"Kau tidak bisa mengandalkan kakakmu selamanya." Papa mengusap kening dengan gerakan frustrasi. "Kalau saja waktu itu kau menikah, mungkin aku akan lebih tenang. Akan ada seseorang yang mengawasimu dua puluh empat jam."

"Kenapa pula sekarang kita membahas soal pernikahan?" Cecilia bertanya, sedikit jengkel dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya itu. "Connor akan selalu mengawasiku. Aku yakin itu."

"Aku malah merasa kau yang akan menjaga kakakmu," tepis Papa. "Entah apa yang akan terjadi kalau dia bertemu temannya di sana. Mungkin dia akan terdistraksi, melupakan tanggung jawabnya. Akan lain cerita kalau Bastian yang mengawas."

"Papa, sudah cukup soal Bastian. Kasihanilah pria malang itu," nasihat Cecilia. "Dia sudah menikah, tidak seharusnya kita mengganggunya."

"Well, dia karyawanku. Kuduga dia tidak punya banyak pilihan," Papa berkata sambil beranjak dari kursi. "Selain itu, aku masih menyesal tidak memaksa kalian menikah."

"Tidaklah baik mengatakan hal seperti itu mengenai pria yang sudah menikah," giliran Cecilia menegur ayahnya. Mereka sama-sama berjalan keluar, bersiap untuk makan malam. Cecilia mengambil gigitan pertama pada plum yang tak kunjung dimakannya. "Aku yakin kalau sudah waktunya, pria yang tepat akan datang padaku. Kemudian mengenai kunjungan ke Ramala Veliqar, tidak perlu khawatir soal Connor. Aku akan menjaganya."

Keduanya sama-sama menuruni tangga, tetapi di pertengahan, Papa berhenti. Dia menoleh ke arah Cecilia. "Lalu?"

Cecilia berhenti mengunyah. "Lalu?" dia malah membeo.

"Tadi kau bilang apa?"

"Uh... aku akan menemukan pria yang—"

Papa menggeleng. "Setelah itu."

"Bahwa aku akan menjaga Connor?" tebak Cecilia.

"Lalu apa lagi?" tanya Papa, seperti sedang mengetes sesuatu dari Cecilia.

Apa lagi? Cecilia balik bertanya dalam hatinya. "Um... akan kupastikan kami pulang tepat sesuai waktu yang dijanjikan."

Papa menghela napas perlahan. "Jaga dirimu juga," dia menambahkan hal yang tak disebutkan Cecilia. "Tidak selamanya kau bisa mengandalkan kakakmu atau para penyihir. Terkadang kau harus tahu cara membela dirimu sendiri."

Sebelum kepulangan Connor, Cecilia tidak yakin ayahnya akan berkata demikian. Malah, dia yakin Papa justru berharap Cecilia tidak pernah ada di dunia ini. Pria yang sekarang berdiri di depannya bak seseorang yang tidak lagi Cecilia kenal, tetapi dalam artian yang lebih baik. Dia tidak lagi menyembunyikan kekhawatirannya, tidak lagi menyembunyikan perasaan dalam bentuk amarah atau kejengkelan. Dan semenjak kepulangan Connor pula, untuk pertama kalinya Papa bisa menatap Cecilia dalam keadaan tenang seperti ini.

"Kalian berdua harus kembali," Papa menambahkan. Tangannya terangkat kaku, bagai butuh usaha kuat untuk digerakkan. Cecilia harusnya bisa menebak apa yang Papa hendak lakukan, tetapi pikirannya terhenti ketika sang ayah mengusap sisi kepalanya.

Gestur itu membuat Cecilia terdiam selama beberapa detik yang singkat.

Papa peduli. Pikiran itu berdengung dalam kepala Cecilia berulang kali tanpa henti, sulit dipercaya tetapi demikianlah nyatanya, dan hal tersebut membuat sesuatu di dalam diri Cecilia serasa disentuh oleh kehangatan pertama dari matahari di kala fajar.

Papa menarik tangannya, kemudian dengan tergesa berjalan lebih dulu ke ruang makan, disusul Cecilia yang berjalan lebih lambat. Tidak jauh di belakangnya, Cecilia mendengar langkah susulan yang ikut turun ke bawah.

Cecilia harap wajahnya tidak semakin memerah saat mendapati Connor berada di dekatnya. Apakah sang kakak melihat semua itu? Kalaupun iya, Connor tidak menunjukkan reaksi apa pun. Dia cuma menguap lebar sambil merenggangkan tubuhnya. "Menurutmu sebaiknya aku lewati makan malam atau tidak?"

"Sebaiknya kau makan sebelum tidur," Cecilia berkata pelan. Jemarinya memilin ujung rambutnya tanpa henti. "Uh... apa kau tadi melihat...."

Connor menatap adiknya dengan penuh tanya. "Melihat apa?"

Buru-buru Cecilia menggeleng. Sebelum mencapai anak tangga terakhir, dia melirik lagi ke arah Connor, yang kini secara diam-diam tengah tersenyum lebar.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Ketika cahaya pertama dari hari yang baru menyentuh wajah Cecilia, membangunkannya dari tidur tidak nyenyak yang dipenuhi mimpi-mimpi tidak jelas, dia langsung turun untuk mencari tahu apakah surat kepastian dari sang raja sudah dikirimkan.

Di ruang duduk, Marcus sedang bersama Connor, sibuk membahas sesuatu yang tertulis di atas kertas. Mata Cecilia terbuka lebar ketika melihat segel raja di amplop yang tergeletak pada meja.

"Ah, Cecil," Marcus menyapa. "Persyaratan telah diresmikan. Magistra Mamond sedang merekrut penyihir untuk mengawal kita. Paling lambat kalian akan berangkat dalam waktu dua hari lagi. Mengenai Shadrick, sudah kukatakan padanya agar tidak macam-macam, tapi kalau dia sampai berulah, jangan ragu untuk memakai kekuatanmu."

"Kami bisa menanganinya," Cecilia berkata dengan kepercayaan diri yang masih tinggi akibat baru bangun, berhubung benaknya belum memikirkan seribu ketakutan dan kekhawatiran yang beberapa hari ini kerap menghantuinya. "Urus Dragenmore dengan baik dan perhatikan Papa. Kalau dia menunda-nunda jam makan, tolong ingatkan dia untuk tidak berbuat demikian. Lalu kebun di belakang perlu—"

"Cecil, ganti pakaianmu dan sarapanlah dulu," Connor menyela. Dia mendekati Cecilia, membimbingnya ke arah tangga. "Kau masih punya banyak waktu untuk menyusun pengingat bagi Marcus."

Cecilia meraih ujung ikal rambutnya sambil mengangguk gugup. Pergi dari Wirlow saja sudah terasa sulit baginya. Akan lebih sulit lagi membayangkan dirinya terbangun di tempat asing, dikelilingi kaum asing, jauh dari segala sesuatu yang dikenalnya.

Perasaan inikah yang Freya dan Espen rasakan waktu itu? Inikah yang Connor rasakan sewaktu diculik?

"Mer ranel."

Tangan Connor mengusap pundak Cecilia. Dia tidak mengatakan apa-apa, selain menenangkan sang adik. Pasti raut wajah Cecilia sudah menunjukkan ketidaksiapannya dengan sangat jelas. Sayangnya tidak ada pilihan untuk mundur dari misi ini, dan selagi Connor ada di sampingnya, Cecilia cukup yakin dia sanggup menghadapi apa pun. 

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 336K 93
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
10.2M 1.2M 62
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
13.4K 1K 14
seorang pria tampa bermarga Ackerman dikenal Sadist sampai orang pun menyebutnya psikopat. dan seorang wanita bermarga yang sama, sangat menyukai pr...
1K 58 5
N,nama yang tidak asing Yap N adalah murder drones. seharusnya murder drones itu musuhan dengan drone pekerja bukan?,bagaimana jika ia memiliki sahab...