HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

5M 266K 16.9K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 3

125K 6.4K 74
By ay_ayinnn

5 tahun kemudian.

"Ibu, aku pulang!" Teriak Vanya yang baru saja menyelesaikan tugas memulungnya.

Sebelum masuk, Vanya menaruh peralatan pulung-nya di samping rumah. Ia cuci tangan dan kaki terlebih dulu baru setelah itu masuk ke dalam.

Sampai di dalam, Vanya dihadiahi senyuman manis dari putrinya. Sudah 5 tahun berlalu dan sekarang dia sudah besar.

"Halo sayang," Vanya duduk di tikar lalu membawa putrinya ke dalam dekapan. Dia memangku princess kesayangannya.

"M-mam-ma, ne-nek la-lagi di ke-ke-bun," Ucap anak itu dengan susah payah.

Vanya tersenyum. Ia bangga dengan putrinya walaupun mempunyai masalah dalam bicaranya. Dia selalu semangat berbicara sesuatu.

Vanya bahagia dengan hidupnya yang sekarang. Jauh dari kata berkecukupan namun sangat dekat dari kata senang.

Bayi yang dulu masih menjadi janin di perutnya pun sudah berusia hampir 5 tahun. Kebetulan beberapa bulan lagi adalah hari ulang tahunnya yang ke 5. Jauh dari kata sehat, bayi yang Vanya lahirkan itu cacat.

Dia memiliki gangguan yang entah bisa sembuh atau tidak. Pasalnya tak ada rumah sakit bagus disini. Lagi pula Vanya tak punya cukup uang untuk mengobati putrinya.

"Elen mau makan? Mama masakin ya?" Ucap Vanya dijawab gelengan oleh Elen.

Elena Zayden, nama anak Vanya. Elen adalah anak manis yang mukanya 90% mirip laki-laki brengsek itu. Dari luar Elen terlihat sangat sempurna. Namun kalau dilihat dari dalam, Elen itu anak cacat. Dia tidak sempurna seperti anak-anak yang lain. Dia kesusahan dalam berbicara.

"Kenapa Elen gak mau makan? Katanya suka sama masakan mama."

"M-mau ta-tapi Elen ma-mau se-sekol-lah ju-ga, Ma," Pinta Elen membuat Vanya sedih.

"Elen kepingin sekolah kayak kakak El, ya?" Tebak Vanya.

Elen mengangguk, "I-iya, ka-karena ka-kak El pu-punya ba-ban-nyak te-teman."

"Tapi Elen belum bisa sekolah kayak kakak El, sayang," Vanya semakin mendekap putrinya.

"Ke-kenapa? K-ka-rena aku g-gak bi-sa bi-bicara?"

Vanya menggeleng, "Bukan. Mama belum punya banyak uang buat sekolahin Elen."

Ibu anak satu itu tak berbohong. Tapi jauh dari itu, Vanya takut kalau harus menyekolahkan Elen. Dia susah saat bicara, apakah sekolahan biasa bisa menampung anak ini?

"Besok kalau udah pendaftaran lagi daftarin aja Elen ke TK kecil," Ucap Ayumi baru saja pulang dari kebun.

Terkejut, Vanya mendongak, "Ibu kapan pulang? Mau Vanya buatin teh?"

"Jangan alihkan pembicaraan, Vanya. Gak apa besok daftarin aja Elen ke TK."

"Tapi Bu, uangnya?"

"Masalah uang bisa kita cari. Setidaknya biarkan Elen merasakan bagaimana serunya sekolah," Vanya mengangguk. Ia setuju, secacat-cacatnya Elen, putrinya berhak untuk sekolah.

"Ja-jadi, aku ba-bakal se-kol-lah, n-nek?" Tanya Elen semangat.

Ayumi duduk dihadapan mereka, "Iya sayang. Sebentar lagi cucu nenek bakal sekolah kayak kakak El. Elen seneng?" Elen mengangguk.

"Ya-ya udah, se-karang aku ma-mau ma-main s-sama ka-kak El."

Elen beranjak dari pangkuan Vanya. Anak kecil berambut sepunggung itu berlari keluar rumah dengan sandal buruknya.

"Elen! Mainnya jangan lari-lari ya!!" Teriak Vanya dari ambang pintu lalu diacungi jempol oleh putrinya dari jauh.

"Gak nyangka cucu ibu sudah sebesar itu. Udah mau sekolah," Celetuk Ayumi di samping Vanya.

Vanya sedikit menoleh sambil tersenyum, "Tapi emangnya disekolah nanti Elen bakal baik-baik aja, Bu?"

"Atas kuasa Tuhan ibu yakin Elen selalu baik-baik saja."

"Aamiin."

🌷🌷🌷

Elen menghampiri El di rumahnya. Elang, nama anak laki-kaki yang selalu mau bermain dengan Elen. Dia selalu membela Elen disaat yang lain mengejeknya.

"Kamu mau ngapain di rumah saya?!" Bentak Luna, Ibunya Elang.

Sejak dulu Luna tidak suka kalau Elen bermain dengan putranya. Ia takut Elen membawa pengaruh buruk. Ditambah dia adalah anak haram dari seorang pemulung.

"K-ka-kak El, di-dimana, B-bu?" Tanya Elen sopan. Vanya selalu mengajarkan attitude yang baik kepada anaknya.

"El gak ada! Gak usah kamu ajak anak saya main lagi. Anak cacat kayak kamu cuman bisa nyusahin!"

Elen menundukkan kepala sedih. Selalu seperti ini kalau Elen yang menghampiri El duluan. Tidak, tidak, kalau Luna tahu El sedang bermain dengan Elen pun langsung ditarik pulang.

"Mama! Jangan kayak gitu dong sama Elen!" Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun keluar dari dalam rumah. Dia Elang.

"K-kak El!" Pekik Elen girang.

"Hai, Elen!" Balas El. "Ma, El mau main sama Elen sebentar."

"Apa?! Enggak! Dia itu cacat. Mending kamu main sama Gara, Dion, di kampung sebelah."

"Kata bu guru, kita gak boleh pilih-pilih teman. Lagian aku nyaman kalo main sama Elen."

"Ck terserah kamu lah!" Sengit Luna lalu masuk ke dalam rumah. Dengan kasar ia tutup kencang pintu rumah tersebut.

"Kata Mama aku jangan dimasukin hati ya Len? Ya udah, kita main yuk," Elen mengangguk. Setelahnya, El menggandeng tangan Elen.

Mereka berjalan berdua dan berhenti disebuah lapangan. Ada banyak anak-anak seusia mereka di sana. Ada yang bermain layangan, ada yang bermain engkling, dan ada yang bermain masak-masakan.

"Kamu mau main apa Len?" Tanya El masih menggenggam tangan Elen.

"K-kita ma-main la-layangan yuk!!" El mengangguk, ia membawa Elen ke tempat dimana ada tiga anak laki-laki bermain layangan.

"Denis, boleh pinjem layangannya?" Tanya El.

"Boleh, tapi tangan dipinjamkan ke si cacat ya. Takut kalau layangan aku ikutan cacat," Ledeknya lalu dua temannya yang lain tertawa.

Elen hanya diam ditertawakan oleh tiga anak laki-laki itu. Genggaman tangan El semakin menguat.

"G-gak usah aj-ja k-kak," Cicit Elen menunduk.

"Kenapa? Kita beli layangan sendiri aja! Aku punya uang 5 ribu." Ucap El membuat Elen berani mendongak.

"Ta-tapi na-nanti--"

"Ssttt, gak apa Elen. Kamu tunggu sini ya? Aku beli layangan di warung dulu."

El pergi ke warung dan meninggalkan Elen sendirian di lapangan. Matanya menatap ke arah tiga layangan yang terbang sempurna di atas langit.

Plek.

Sampai pada akhirnya Elen sadar ada yang melemparinya dengan batu bata yang sudah ditumbuk dan diberi air. Itu menjadi seperti gumpalan tanah liat.

Elen berbalik badan. Ada lima orang anak perempuan di belakangnya. Kelima anak itu tertawa puas lalu kembali melempari Elen menggunakan tumbukan batu bata yang sudah mereka basahi dengan air.

"A-aw, sa-sakit!" Jerit Elen berusaha menutupi wajahnya agar tak terkena lemparan mereka.

Tak peduli dengan jeritan Elen, mereka semakin melemparinya. Bahkan disaat tumbukan batu bata dicampur air sudah habis, mereka melempari Elen dengan pasir yang juga dibasahi dengan air hingga menggumpal.

Tiga orang yang bermain layangan hanya tertawa melihat Elin kesakitan. Bukannya membantu mereka malah sedang mengusahakan agar layangannya tidak jatuh.

"U-udah hiks, b-baju ak-u ko-kotor," Elen mulai menangis.

"Hah? Bilang apa dia?" Diana, salah satu dari pelempar itu berkata.

"Gak tahu! Punya mulut bicara yang jelas dong! Dasar cacat!!" Lanjut Karin.

"Huu cacat!!" Teman-temannya yang lain juga ikut menyoraki Elen.

Itu sangat menyakiti hati Elen. El yang baru saja kembali ke lapangan dengan layangan yang berada di tangan mengeram kesal melihat Elen di perlakukan tidak baik.

"WOI! KALIAN APA-APAAN SIH?! MINGGIR!" El mendorong lima anak perempuan itu menjauh dari Elen.

"EL! JANGAN KASAR SAMA MEREKA!" Denis menghentikan main layangannya. Juga dengan kedua temannya. Mereka langsung mendekat ke arah El.

"Jangan mentang-mentang dia anak cacat kamu jadi belain dia terus!" Sahut Danu, teman Denis dengan tangan menjambak rambut Elen.

"Ra-rambut aku!!" Teriak Elen memegang rambutnya takut copot akibat tarikan Danu.

"JANGAN DI TARIK DANU!" El mencoba melepas tangan Danu yang berada di rambut Elen.

"E-el hiks, ra-rambut aku s-sa-kit," Rintih Elen membuat El semakin berusaha melepas tangan Danu.

Sedangkan Tak jauh dari lapangan ada pak RW serta beberapa orang penting dari pabrik besar yang berada di belakang kampung ini. Dia seperti orang kaya yang mempunyai pabrik tersebut.

"Jadi bagaimana pak? Selama seminggu ini apakah pabrik kami membawa kesan buruk bagi kampung ini?" Tanya orang itu. Masih muda, seperti anak muda yang sukses di usia 20-an.

"Alhamdulillah sepertinya tidak terjadi apa-apa pak. Em mungkin asapnya kadang membuat kampung ini menjadi banyak polusi," Ucap pak RW diangguki laki-laki itu.

Mereka terus berbincang sambil berjalan menuju pendopo dimana biasanya tamu penting di suruh istirahat terlebih dulu di sana. Ketika sampai di pinggir lapangan, mata laki-laki itu menyipit. Pandangannya tertuju pada beberapa anak kecil yang tengah berantem di tengah lapangan.

Melihat cara berantem mereka yang sampai membuat anak kecil perempuan menangis, laki-laki itu bergegas mendatanginya. Pak RW terdiam melihat apa yang mau orang kaya itu lakukan. Begitu juga dengan beberapa bodyguard serta sekertaris dari laki-laki tersebut.

"Stop, stop, stop. Kalian kenapa berantem gini, hm?" Dia melerai Danu dan Elang.

Elen? Anak itu sudah menangis sesenggukan. Elang pun enggan menjawab. Ia lebih memilih untuk berada di samping Elen, memeluk teman perempuannya itu.

"Dia tuh Om! Masa temen aku di jorokin," Celetuk Danu membuat Elang kembali emosi.

"ENAK AJA! Danu bohong Om! Lihat, temen-temen Danu melempari Elen pakai mainan masak-masakan mereka," Sahut Elang menunjukkan baju kotor Elen.

"Udah! Udah cukup, kalian berdelapan mending pulang. Dari pada makin emosi lagi?" Kata laki-laki itu membuat mau tidak mau delapan anak kecil itu pulang.

Hanya tersisa mereka bertiga, laki-laki itu baru sadar kalau ada anak perempuan yang menangis. Dia berjongkok di hadapannya. Di lepaslah tangan yang menutupi wajah anak perempuan itu.

Dia membawa tubuh ringkih itu ke dalam pelukannya, "Cup cup, jangan nangis. Nanti cantiknya hilang," Ucapnya berusaha menenangkan anak perempuan itu.

Sungguh demi apapun ia tak bisa kalau disuruh menangkan anak kecil yang sedang menangis.

"Gak apa Om, biar Elen aku bawa pulang," Ucap Elang membuat pelukan laki-laki itu terlepas.

"Namanya Elen?" Tanyanya cepat sebelum mereka pergi.

Elang mengangguk, "Terima kasih ya Om udah nolongin kita."

Setelahnya, Elang benar-benar membawa Elen pergi dari lapangan. Laki-laki itu berdiri, menatap punggung mereka sampai hilang tertutup jalan.

Lalu setelahnya dia kembali kepada pak RW, sekertaris, serta bodyguardnya. Di sana, sekretaris yang rese itu kembali tersenyum jahil.

"Tumben nenangin anak kecil?" Ujarnya menggoda-goda.

"Gak tahu, gue tadi gak tega ngelihat anak cewek itu nangis."

"Ya udah sih, ikutin kata Mama aja. Nikah sono."

"Gampang banget mulut lo ngeluarin kalimat."

Mendengar perbincangan itu pak RW tersenyum kecil, "Anak perempuan itu emang kasihan, pak."

Dia mengernyit, "Kenapa?" Tanya laki-laki itu.

"Dia cuma anak pemulung, selain itu dia itu cacat. Nenek dan ibunya pernah membawanya ke dokter untuk diperiksa dengan meminjam uang kepada saya. Namun apa boleh buat? Puskesmas kecil tak bisa membantu banyak. Mau dibawa ke rumah sakit besar pun mereka tak mampu."

"Tapi, tadi saya tidak melihat letak cacatnya dimana?" Ucap laki-laki itu masih mencari dimana letak cacat anak perempuan tadi.

"Saat bicara tidak tidak bisa lancar seperti orang pada umumnya. Bahkan harusnya dia sudah TK kecil sekarang. Tapi ibunya masih ragu untuk menyekolahkannya. Mana disini juga gak ada slb."

"Padahal dia cantik," Ucap si sekretaris.

Laki-laki itu mengangguk mengiyakan sekretarisnya, "Mirip seseorang juga, tapi gue gak tahu siapa orangnya."





Bersambung.

Banyak yg baca tapi yg nge-vote cuma 2 org?? ckptw bgt sih kt guemh😰

Kalian bacanya ga usah racing. Pelan-pelan aja biar paham sama ceritanya.

Banyak Vote = cepet update.
(Kalo bisa tiap org nge-vote biar aku makin semangat nulisnya)

17 10 23

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 142K 56
[𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄𝐃] FOLLOW DULU, YUK! THANK'S🌻 -cover by @grapicvii- BLURB: "Mulai sekarang kita balikan dan nggak ada penolakan!" -Arka Abyan Abri...
2.2M 296K 59
"Zizel ini kenapa lo ninggalin celana dalam gua? kenapa nggak sekalian lo cuci!" cecar Maclo memperlihatkan celana dalam berwarna biru yang ia pegang...
HTS?! By Ree

Teen Fiction

40.1K 2K 23
"Bocil." "Bocil? 17 tahun lo bilang bocil?" "Iyalah, lo masih 17 tahun. Sedangkan gue bentar lagi 19 tahun. Lo masih terlalu kecil...
5.6M 376K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...