KUMPULAN CERITA PANAS by Robe...

Av RobertoGonzales95

271K 1K 23

Kumpulan Cerita Panas buatan Roberto Gonzales. Khusus 21 tahun ke atas. Mer

Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria (1)
Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria (2)
Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria ( 3 )
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (1)
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (2)
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (3)
Disewa Lionel (1)
Disewa Lionel (2)
Disewa Lionel (3)
- JEREMY MURAKAMI kembali -
Gigolo Biseks Simpanan Mama (1)
Gigolo Biseks Simpanan Mama (2)
Gigolo Biseks Simpanan Mama (3)
CASAMIGOS
CASAMIGOS - PROLOG
CASAMIGOS - 1: Ricardo
CASAMIGOS - 2: Kendall
CASAMIGOS - 3: Arjuna
CASAMIGOS: 4 - Sophia
CASAMIGOS: 5 - Intersection 1A
CASAMIGOS: 6 - Intersection 1B
Suami Yang Disetubuhi Cowok Macho Spanyol
Si Pemuas Satu Kos
Si Pemuas Satu Kos 2
Pacarku Sang Pemuas Satu Geng
Pemuas Suami Si Bos Bule
DRIVER OJOL ARAB PLUS - PLUS
Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku (1)
Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku (2)
Disetubuhi Teman Macho Istriku di Pesta Pantai Binal (2)
TUBUHKU DIPINJAMKAN PACARKU DI PESTA LIAR
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (1)
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (2)
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (3)
Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (1)
Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (2)
Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (1)
Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (2)
PEMUAS PARA PREMAN JALANAN
Memperawani Suami Muda Tetanggaku
Lubang Pemuas Pria-Pria Beristri
Malam Liar Sang Budak Korporat
Takdir Seorang C*mdump
Service Plus-Plus Barber Straight Turki
BULE ONLINE, PEREBUT KEPERJAKAANKU
Salah Kamar, Aku Dapat Sugar Daddy
Napas Buatan Dari Papa Sahabatku
MENGERJAI DADDY KEKAR BERISTRI
Menjebak Sopir Straight Bad Boy
MENJAJAL KEJANTANAN MASSEUR IMPOR RUSIA
LEGENDA SI OTONG MONSTER
MESIN PEMUAS MANTAN DAN GEBETAN
PELARIANKU SEORANG PRIA KEKAR BERISTRI
SI PEMUAS SEKAMPUNG
PEMILIK TUBUH INDAH SI PEMBANTU GANTENG
PELEGA DAHAGA SAHABAT PAPAKU

DISETUBUHI TEMAN MACHO ISTRIKU DI PESTA PANTAI BINAL (1)

2.6K 14 0
Av RobertoGonzales95

DISETUBUHI TEMAN MACHO ISTRIKU DI PESTA PANTAI BINAL

by Jeremy Murakami


Martin terus memilin kedua pentilku yang mengacung keras itu dengan jari-jarinya yang lincah. Tidak kusadari, tubuhku yang sudah ditelanjangi tanpa sehelai benang pun oleh dirinya tadi itu terus bergidik seperti orang kesurupan. Batang kenikmatanku sudah mengacung tinggi lagi, mengingini sentuhan Martin lebih lagi di sepanjang tubuh mulusku... Mata elangnya terus memandang mataku dengan tajam, seakan-akan siap menerkamku. Wajahnya memang tampan sekali ketika dilihat dari dekat seperti ini. Didekatkannya lah wajah tampannya itu ke arahku. Aku bisa merasakan napas hangatnya menerpa wajahku lagi. Aroma napasnya yang jantan kembali memenuhi indra penciumanku, sedikit bercampur bau rokok dan bau alkohol. Anehnya, itu membuat bau mulutnya semakin seksi buatku.

"Boleh saya kecup mulut kamu lagi, Robert?" tanyanya kepadaku. "Saya ingin sekali merasakan sedapnya mulut kamu itu lagi... Kalau bisa, selamanya... Setiap saat..."

Mendengar rayuan-rayuan nakal keluar dari mulut Martin, aku bingung harus menjawab apa. Rangsangan-rangsangan dari tangan jantan Martin ini mampu membuatku gila. Tubuhku terus kelojotan, tidak kuat menahan kenikmatan dari tangan nakal Martin. Teman istriku ini benar-benar jago membaca dan menemukan titik-titik sensitif dari tubuh pria. Belum lagi, wajahnya semakin didekatkan ke wajahku, dan mulutnya yang terbuka kecil itu sengaja diposisikan dekat sekali dengan mulutku. Tak bisa kupungkiri, aku pun jadi ingin mengecap mulutnya yang tipis itu lagi... Aku ingin dicium oleh Martin seperti seorang wanita yang baru diantar pulang setelah kencan pertama oleh pemuda yang tampan dan baik hati yang dia sukai.

Ilustrasi: Robert

Aku menyerah... Aku mengangguk pasrah... Aku tidak peduli kalau kami ini sama-sama pria dan Martin adalah salah satu sahabat istriku. Seketika itu, Martin dengan cekatan langsung mengecup bibirku. Mulutnya dengan tegas melumat bibirku tanpa ampun. Dia sepertinya ingin menunjukkan siapa yang punya otoritas lebih besar di sini. Kakiku melemas dan kuserahkan bibirku untuk dinikmati pria tampan dan gagah di depanku ini. Martin dengan beringasnya mempermainkan segenap mulutku lagi. Lidahnya yang basah dia paksa menerobos masuk rongga mulutku dan bersentuhan dengan intens dengan lidahku di dalam sana. Ciuman pertamaku dengan laki-laki ini benar-benar memabukkan rasanya. Mulut Martin ini begitu nikmat seperti candu... Tak bisa kupingkiri, ini ciuman terenak dalam hidupku selama ini...

Dilepasnya cumbuannya pada mulutku sesaat, namun hampir saja mulutku tidak sadar mengikuti mulutnya maju. Tak sudi rasanya satu detik pun habis tanpa bibir kami menyatu setelah tahu seberapa enak permainan mulut Martin. Martin tersenyum manis melihat nafsuku yang ikut naik, lalu mencium hidungku dengan gemas.

Ilustrasi: Martin

"Robert... Tolong izinkan saya menyetubuhi dirimu, ya?" tanyanya dengan santai seperti tanpa dosa. "Saya ingin sekali merasakan kenikmatan dari tubuh indahmu ini..."


Aku tercengang... Ini tidak mungkin, kan? Aku pria yang sudah beristri... Usiaku juga lebih tua darinya... Mana boleh dia menyetubuhiku seperti seorang wanita? Aku ini laki-laki normal... Aku bahkan bukan penyuka sesama jenis...


"Lihat lah tubuh indahmu ini, Robert..." kata Martin mulai menyentuh pundakku.

Tangannya mengelus-elus pundakku yang lumayan kokoh. Diturunkannya lagi tangannya ke bisep dan trisepku. Lalu, tidak lupa dia menggelitik puting susuku sampai aku mengerang tak tertahankan. Dia tersenyum puas setelah berhasil menaklukkan tubuhku. Tangannya diturunkan ke perutku, lalu turun ke jembutku. Dia pegang-pegang gemas jembutku yang tercukur rapi selama ini. Lalu, tangannya meraih kontol merah muda-ku yang tampak bersih itu. Dia loco kontolku tanpa izin dariku, membuat aku mengerang-erang keenakan.

"Tubuh kamu indah sekali, Robert... Mulus sekali... Dan bersih," kata Martin yang masih berpakaian lengkap itu setelah menelanjangiku dan menyentuh seenaknya tubuhku. Gilanya lagi, aku hanya bisa lemas dan pasrah dipermainkan oleh pria yang lebih muda di depanku ini. "Bahkan tubuhmu ini jauh lebih putih dan lebih mulus daripada semua wanita yang pernah saya tiduri, Robert..."

Martin dengan begitu lembutnya meraih tanganku, lalu mengecup punggung tanganku.

"Biarkan saya menjadi pria paling bahagia malam ini, Robert..." katanya memohon. "Biarkan saya memiliki pantatmu... Malam ini saja... Biarkan saya menyetubuhi kamu..."

"Aku tidak bisa, Martin," kataku dengan suara serak. "Aku ini seorang suami... Aku punya istri... Aku tidak mungkin melayanimu... Istriku adalah sahabatmu..."

"Istrimu sedang berada di luar sana, digilir oleh teman-teman pria kami yang lain, Robert," sela Martin cepat-cepat, menyadarkanku atas kenyataan yang terjadi. "Kamu di sini bersama saya... Hanya kita berdua... Oleh karena itu, izinkan saya memiliki kamu malam ini seutuhnya... Biarkan apa yang terjadi di sini malam ini berakhir di sini... Saya tidak masalah akan hal itu, Robert... Biar lah kamar ini dan kasur ini menjadi saksi bisu penyatuan tubuh kita... Meskipun hanya sekali, biarkan saya menikmati dirimu, Robert... Saya mohon..."

"Kenapa aku, Martin?" tanyaku bingung. "Begitu banyak pria lain di luar tadi. Mereka lebih muda dan lebih seksi dariku... Aku juga tidak berperilaku seperti banci, kan? Aku laki-laki sejati yang sudah memiliki istri... Kenapa aku, Martin?"

"Dari awal, saya memang sudah mengingini kamu... Saya yakin kamu sudah cukup berpengalaman untuk mengerti sinyal-sinyal dari saya, kan?" Martin meraih pipiku lalu mengecup bibirku sekilas. "Saya tahu kamu lelaki sejati... Karena itu saya mengingini kamu... Saya hanya bercinta dengan pria sejati... Selain itu, bukankah tidak ada yang lebih maskulin dari dua pria macho yang menyambungkan tubuh mereka? Ini seperti double masculinity. Benar tidak?"

Aku cuma tercekat mendengar doktrin dari mulut manis pria tampan di depanku ini. Aku tercengang. Namun, tubuhku tidak bisa menyembunyikan apa yang aku mau. Tubuhku bergetar hebat, menahan nafsu yang ingin segera dituntaskan.

"Aku tahu apa yang tubuhmu mau, Robert," kata Martin sambil kembali meraba dadaku, dan tangannya yang satunya merangkulku dan meremas pantatku yang montok dengan gemas. Aku seperti berhenti bernafas karena saking kagetnya. "Tubuh seindah ini sayang sekali kalau tidak dinikmati dan dimanjakan... Izinkan saya memuja tubuhmu, Robert..."

[ … ]

Ilustrasi: Robert


Kejadiannya terjadi kira-kira sebulan yang lalu. Istri kesayanganku, Madonna, mendapat hadiah liburan dari kantornya untuk menghadiri pembukaan sebuah beach resort bersama dengan beberapa staff berprestasi lain di Bali. Istriku bekerja sebagai staff divisi marketing di sebuah perusahaan startup yang mengurusi pembelian tiket penerbangan dan hotel yang sangat sukses beberapa tahun belakangan. Hal itu tentu berimbas pada kesejahteraan karyawannya yang semakin naik dan beberapa bonus juga yang diberikan, salah satunya adalah perjalanan ke resort kali ini. Selain itu, enaknya lagi bagi staff yang sudah menikah, mereka diperbolehkan mengajak pasangan mereka ikut ke acara liburan ini.

Namaku Robert Budiman. Usiaku 32 tahun, lebih tua dua tahun dari istriku, Madonna. Aku bekerja sebagai seorang manajer keuangan di sebuah perusahaan startup yang tidak kalah sukses dari perusahaan Madonna. Bedanya, perusahaan kami bergerak di bidang penjualan online retail. Mengenai fisik, aku sangat diberkati Tuhan dengan wajah yang tampan dan kulit yang putih mulus. Aku sangat menjaga penampilan dan kebersihan. Aku juga pergi ke gym setidaknya dua kali seminggu di kompleks apartemenku meskipun tidak berlatih berat. Sebagai gantinya, aku rutin berenang di apartemen juga, sekitar lima kali seminggu. Oleh karena itu, badanku cukup kekar dan atletis. Ditambah lagi, banyak orang bilang wajahku tampan dan kulitku yang putih sekali membuat penampilanku semakin menarik. Setiap kali pergi, aku selalu berpakaian rapi dan kupastikan aku memakai parfum yang wangi dan terkesan elegan. Aku sudah biasa mendapatkan pujian dari orang yang dekat padaku bahwa aku selalu tampil keren saat bertemu mereka meskipun aku orangnya cenderung introvert dan pendiam.

Berbeda denganku, Madonna sendiri adalah seorang wanita periang dan mudah bergaul. Berumur 30 tahun, dia memiliki potongan rambut pendek seleher dan berwajah manis. Dia agak sedikit pendek di bawah rata-rata. Pahanya ramping yang bermuara pada pinggang dengan pantat yang kencang. Sosok mungilnya berhiaskan sepasang payudara yang lumayan besar namun bulat kencang meskipun tanpa memakai penyangga bra. Kami berjumpa di bangku kuliah dan menjadi dekat dalam waktu singkat. Kami lalu menikah tak lama setelah kami lulus. Dia tak begitu berpengalaman dalam hal seks, meskipun aku bukanlah lelaki pertama yang berhubungan seks dengannya.

Mengenai perjalanan ke Bali dari kantor Madonna, aku sangat bergairah untuk pergi. Anehnya, Madonna sendiri merasa khawatir aku bertemu dengan rekan-rekan kerjanya. Madonna bilang hanya dirinya di kelompok orang yang mendapatkan bonus perjalanan itu yang sudah menikah sehingga hanya dirinya yang akan datang bersama pasangan. Selain itu, Madonna menjelaskan suasana kantornya sangat lah berkultur informal dan santai. Memang sebelumnya Madonna pernah cerita padaku tentang godaan dan cubitan yang dia alami dari rekan-rekan prianya selama jam kerja. Aku sendiri tidak mempermasalahkannya asal Madonna tidak merasa risih. Yang penting, dia merasa nyaman bekerja di tempat itu, kan?

Kala hari perjalanan itu tiba, kami mengendarai mobil menuju bandara. Dalam perjalanan kesana, Madonna menceritakan kalau dia telah membeli sebuah bikini baru untuk akhir pekan kali ini.

“Mau pamer tubuh ke orang-orang, ya?” candaku pada istriku yang cantik itu.

“Mungkin,” jawabnya dengan tersenyum.

“Maksudmu?” tanyaku kaget sekaligus penasaran.

Madonna yang kutahu tak begitu suka mempertontonkan tubuhnya. Aku sendiri sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan kalau dia memakai pakaian renang yang minim. Namun, dia selama ini tidak pernah mau melakukannya. Sebenarnya, terakhir kali kami pergi ke Bali adalah sebelum Madonna pindah untuk bekerja di kantor ini. Oleh karena itu, jawabannya itu mengundang tanda tanya di otakku.

“Bukan apa-apa, sayang,” kata Madonna tertawa menggodaku. “Sudah pernah kubilang padamu kan kalau di kantor kami senang bercanda dan saling menggoda? Liburan ini pasti tak ada bedanya... Hanya tempat dan suasananya yang beda untuk sedikit genit di depan para pria.”

“Kamu juga genit di depan teman-teman priamu?” tanyaku gusar.

“Bukan cuma aku, sayang… Semua teman wanitaku juga melakukannya kok,” jawab Madonna menjelaskan. “Cuma sedikit genit saja, kok. Kami saling menggoda dan bercanda. Kamu tahu, kadang saling bercanda... Hmmm… Ya, bercanda agak jorok, seperti membahas seks dan juga memberikan sedikit tontonan.”

“Tunggu!" kataku dengan suara sedikit lebih meninggi. "Tontonan apa? Kamu mempertontonkan tubuhmu ke teman-teman priamu?”

“Oh, sayang, ini bukan sungguh-sungguh,” jawab Madonna berusaha menormalkan ini lagi. “Cuma menggoda kok… Hanya sedikit menyingkap baju saja. Kadang-kadang aku sedikit memberi bonus dengan memperlihatkan dadaku sebentar.”

Aku terhenyak, tidak percaya mendengarnya. Istriku memperlihatkan payudaranya pada pria lain? Pria lain di kantornya? Ini bukan seperti sosok Madonna yang kukenal selama ini. Terlebih lagi, seberapa dekat dia dengan teman-teman kerja prianya? Kepalaku dipenuhi oleh pikiran yang berkecamuk tak karuan hingga akhirnya kami tiba di bandara.

Segera aku parkir kendaraan kami di tempat parkir bandara khusus menginap. Begitu memasuki departure hall di Bandara Soekarno-Hatta dengan bawaan kami, sekelompok orang melambai ke arah Madonna untuk mendekat. Mereka adalah beberapa orang dari rekan-rekan kerjanya dan Madonna memperkenalkanku. Martin, Dave, Alan, Eddie, dan Gary adalah nama taman-teman prianya. Lalu, yang wanita bernama Sasha, Kristin, Melly dan Nina.

Ilustrasi: Martin

Madonna membuat aku menyalami mereka satu per satu. Memang aku sudah pernah melihat dan mengenal beberapa dari mereka sebelumnya. Namun, entah mengapa, perhatianku tertuju kepada Martin. Martin ini pria yang sangat menarik. Semua juga pasti setuju wajahnya tampan dan macho. Badannya jelas-jelas sangat atletis dan kutaksir dia punya six pack di perutnya. Yang membuatnya lebih macho lagi, Martin hanya memakai singlet di atas celana jeans penuh lubang yang dia pakai, mempertontonkan badannya yang berotot bukan main. Siapa yang hanya memakai singlet di sebuah penerbangan yang dingin, batinku. Dia pasti ingin pamer tubuh atletisnya itu! Martin juga memasang tindik di salah satu telinganya, khas seperti seorang bad boy. Anehnya lagi, Martin dari tadi terus memandangiku sambil tersenyum seperti seorang predator mengincar mangsanya sejak aku dan Madonna mendekati rombongan mereka. Aku sampai bingung dan bertanya-tanya apakah aku tidak salah lihat? Mengapa seorang pria tampan dan jantan seperti Martin memandangiku seperti seorang pria memperhatikan seorang wanita?


"Ini suami kamu ya, Madonna?" tanya Martin sambil memamerkan senyuman manisnya ke arahku.


"Iya, Martin… Ini Robert suamiku," kata Madonna sambil tertawa genit. "Jangan direbut ya Martin suamiku ini. Nanti, pulang-pulang aku malah ditinggal buat sama kamu bagaimana dong?"


Aku melotot kaget, tidak percaya kata-kata yang keluar dari mulut istriku.


"Wah, saya tidak bisa janji ya soal itu, Madonna," kata Martin terkekeh sambil mengedipkan satu matanya ke arahku. "Sekarang aja saya sudah tidak bisa berhenti memandang suamimu." 


Madonna tertawa genit dan memukuli pundak Martin. Martin cuma tersenyum manis menanggapinya. Aku masih shock dengan kata-kata Madonna tadi. Namun, beberapa detik kemudian, kami sudah dipanggil oleh Nina untuk segera melakukan check-in. Proses berjalan mulus seperti biasa sampai kami naik ke pesawat. Di atas pesawat, untungnya aku dan Madonna duduk jauh dari Martin. Kami duduk berdua saja dan di sampingku duduk seorang pria paruh baya yang bukan dari rombongan kami. Aku langsung bertanya mengenai arti kata-kata Madonna tadi.


"Oh, Martin itu biseksual, sayang," kata Madonna santai sambil membolak-balik majalah di depannya. "Dia suka pria dan wanita. Dia terbuka sekali dengan kami soal preferensi seksualnya selama di kantor."


"APA?" tanyaku kaget.


Madonna menoleh ke arahku lalu tersenyum, "Tenang saja, sayang... Martin itu pria baik-baik... Aku harap hal ini tidak membuat kamu memandangnya berbeda. Kalian akan cocok, kok... Dia suka sepak bola, sama seperti kamu..."


Aku cuma diam saja. Jujur, aku sedikit tidak nyaman. Tetapi, jujur saja Martin sama sekali tidak terlihat seperti pria yang kasar ataupun tidak sopan. Aku jadi berusaha tidak memikirkan soal itu lagi...


[ … ]


Setelah tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai, kami dijemput sebuah mobil van yang mengantarkan kami ke resort itu di daerah Uluwatu. Begitu sampai, teman-teman Madonna berkata pada kami kalau semua orang harus bertemu di kolam renang pribadi dan minum-minum dulu sebelum berikutnya pergi ke pantai. Kami setuju untuk menyusul mereka secepatnya setelah menaruh bawaan di kamar dan berganti pakaian.


Baru saja mereka beranjak, Alan, pria yang kulit coklat terang dan berwajah manis, sudah beraksi dengan mencubit pinggul Madonna yang langsung memekik kegelian dan mendorong tubuh Alan menjauh. Aku sangat terkejut mendapati hal tersebut dan hampir saja berteriak marah, tapi mereka semua mulai tertawa, termasuk Madonna. Jadi, aku pikir ini lah bagian dari cara mereka saling menggoda dan bercanda. Aku tak mau dianggap seorang yang kolot dan tak bisa berbaur di lima menit pertama kehadiranku. Jadi, aku hanya diam saja membiarkan ini semua terjadi.


Kami menuju ke kamar kami dan mulai berganti pakaian dengan pakaian renang. Madonna masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan keluar dengan sebuah handuk membalut tubuhnya. Aku ingin melihat apa yang dipakainya di balik handuk tersebut, tapi dia langsung memotongku sebelum mampu berkata sepatah kata pun.


“Ayo, kita turun!”


Kuraih sebuah buku dan berjalan mengikutinya menuju kolam renang. Begitu sampai di kolam, aku yakin kantor Madonna sudah menyewa seluruh kolam untuk kami. Hanya ada teman-teman Madonna saja yang ada di kolam. Kupandangi para teman-teman pria Madonna. Badan mereka semua atletis dan berotot. Mereka juga memakai celana renang bikini seksi yang sengaja menampilkan tonjolan-tonjolan besar kontol mereka. Para wanitanya juga tak ada yang mengecewakan. Kebanyakan mereka hanya berbikini minim memperlihatkan keindahan tubuh seksi mereka.


Baru saja aku hendak bertanya apakah Madonna mau aku ambilkan cocktail, kulihat istriku itu sedang membuka handuk penutup tubuhnya. Apa yang terpampang di hadapanku sangat membuatku terpaku. Di balik handuk tersebut, Madonna memakai sebuah bikini warna merah tua dan sangat minim sekali. Bagian atasnya hanya menutup sebagian depan dari payudaranya, dan tali penahannya yang terkalung di leher jenjangnya terlihat seakan siap untuk dilepas. Sedangkan bagian bawah bikini itu hampir menyerupai thong, memperlihatkan keindahan paha dan bongkahan pantatnya. Dia terlihat begitu seksi. Tak heran dia menutupinya dengan handuk saat di kamar tadi, batinku. Dia tahu kalau aku pasti akan meributkan apa yang dipakainya kalau aku melihatnya dulu. 


Aku hendak berkomentar namun terpotong oleh sebuah teriakan dari seberang kolam, “Hey, lihat Madonna sekarang!”


Dan langsung saja, Madonna dihujani suara riuh riang yang diiringi siulan nakal dari para pria di area kolam tersebut, termasuk Martin. Madonna hanya tertawa riang lalu melakukan sebuah pose, memperlihatkan perutnya yang rata dan kemulusan pahanya sambil mengoleskan sunblock ke tubuhnya. Dia menoleh ke arahku.


“Lihat, kan?" kata Madonna padaku. "Hanya menggoda saja! Biar suasana lebih akrab dan menyenangkan...”


Aku hanya mengangguk dan terdiam. Aku harap dia mengatakan sesuatu tentang betapa terbukanya pakaian renang yang dia pakai ini, tetapi dia malah membela diri. Lagipula, aku akhirnya sadar bahwa itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Bagaimana pun juga, ini tetap hanya sebuah bikini. Jika para pria ingin memandangi tubuh istriku, apa salahnya dengan itu? Bahkan, aku harusnya merasa bangga aku berhasil mengikat wanita seksi ini menjadi istriku. Aku yang menang di sini...


Aku merebahkan diriku di atas bangku untuk berjemur dan mulai membuka buku yang kubawa sementara Madonna berjalan menghampiri teman-temannya. Aku berencana menghabiskan waktu dengan membaca. Namun, mataku terus melayang ke arah dimana istriku berada. Setiap kali aku melihat Madonna, dia tengah asik bercanda dengan salah satu teman prianya. Akhirnya, kuputuskan untuk berhenti membaca dan hanya memperhatikan setiap tingkah lakunya sambil terus pura-pura membaca bukuku.


Martin tiba-tiba mendekatiku, duduk di kursi sebelahku.

"Hai, Robert... Kuharap kamu tidak merasa kurang nyaman dengan guyonan saya bersama dengan istrimu tadi..." kata Martin dengan kacamata hitam dan memakai celana renang bikini seksi warna biru terang.

Aku langsung duduk, berusaha memandang wajahnya saat berbicara agar lebih sopan. Kini aku bisa semakin jelas melihat wajah tampan Martin dari dekat. Wajahnya tampan dan ada banyak fitur maskulin di wajahnya. Alisnya tebal, hidungnya mancung, tatapan matanya tajam, dan bibirnya sedikit berisi yang terlihat kenyal. Ototnya terekspos sempurna sekarang tanpa halangan kain sedikitpun di depan mataku. Anehnya tonjolan kontolnya terlihat jelas di depan mataku. Apa dia ngaceng saat berbicara padaku? Dia memamerkan senyum manisnya di depanku.

"Oh, tentu saja tidak masalah, Martin..." kataku berusaha menjawab ramah. "Aku mengerti kamu hanya bercanda saja, kan?"

"Madonna sudah bercerita soal orientasi seksual saya, kan?" tanya Martin tidak memperdulikan pertanyaanku sebelumnya.

"Iya," jawabku jujur, lalu hening sejenak karena tidak tahu harus berbicara apa. "Tetapi, tenang saja… Aku orangnya cukup open-minded. Tolong jangan merasa sungkan di depanku... Aku menghargai keberanianmu untuk jujur."

"Apa kamu juga ada ketertarikan pada pria?"

"Apa?" tanyaku kaget.

"Kamu dengar kan pertanyaan saya?" tanya Martin blak-blakan sambil tertawa ringan. "Apakah kamu juga punya ketertarikan dengan sesama pria? Setidaknya... Sebelum menikah dengan Madonna?"

"Tentu saja tidak," kataku cepat, lalu menutup mulutku merasa tidak enak. "Maafkan aku... Maksudku, aku tidak pernah punya ketertarikan pada pria, Martin..."

"Saya mengerti," kata Martin sambil tersenyum memamerkan giginya yang putih bersih. "Sayang sekali, ya..."

"Sayang sekali?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi. "Sayang sekali kenapa?"

"Sayang sekali saya sepertinya tidak punya kesempatan menikmati kamu," kata Martin sambil mengedipkan satu matanya genit.

"APA?" tanyaku dengan mulut melongo.

Martin tertawa, lalu menablek tanganku pelan.

"Saya cuma bercanda, Robert," kata Martin sambil tertawa renyah. "Eh, saya panggil Robert saja tidak apa-apa, ya? Biar akrab... Di kantor, kami juga terbiasa memanggil orang yang lebih tua sekalipun dengan nama secara langsung biar lebih akrab... Saya harap kamu tidak keberatan untuk saya panggil begitu..."

"Saya tidak masalah, kok..." jawabku masih grogi.

"Kamu usia berapa, Robert?" tanya Martin tanpa sungkan.

"Aku 32 tahun, Martin," jawabku langsung. "Kalau kamu berapa?"

"Saya usia 24 tahun ini," kata Martin menjawab. "Saya yang paling muda di kantor ini."

"Wah, paling muda tapi sudah bisa berprestasi dan dapat bonus, ya?" kataku ikut senang, lalu menyenggol pundak Martin. "Aku ikut bangga melihatnya..."

"Ini semua berkat bantuan Madonna juga lho," kata Martin sumringah. "Dia sangat banyak membantuku, terutama saat awal-awal bekerja di tahun pertama. Aku berhutang budi pada Madonna. Dia adalah mentor dan salah satu sahabat terbaik yang saya punya..."

Aku tersenyum senang mendengar kedekatan mereka.

"Omong-omong, kenapa ya tapi aku tidak pernah melihatmu saat menjemput Madonna ke kantor?" tanyaku penasaran.

Selama ini aku sering sekali menjemput Madonna di kantor mereka. Namun, ini pertama kalinya aku bertemu Martin. Padahal, Martin bilang mereka cukup dekat.

"Sebenarnya, ini mungkin karena tugas saya yang menuntut saya sering keluar kantor. Saya di divisi marketing, seperti Madonna. Bedanya, saya bertugas mengajukan proposal ," jelas si Martin. "Hampir setiap hari saya harus mendatangi travel agent di seluruh Jakarta agar mau bekerja sama dengan perusahaan kami. Seringnya, saya harus keluar kantor di jam pulang kerja untuk bertemu pimpinan mereka. Oleh karena itu, kamu tidak pernah melihat saya di kantor saat sesekali menjemput Madonna."

"Oh begitu, ya..."

"Tetapi saya sudah mendengar banyak tentang kamu kok," kata Martin sambil berkedip genit.

"Oh ya?" tanyaku penasaran. "Tentang apa contohnya?"

"Tentang suami Madonna yang tampan sekali dan sopan... Selain itu, karena kulitnya yang putih mulus ini... Saya saja sampai hampir tidak tahan dan memegangi tubuh kamu..."

Lagi-lagi, Martin yang biseksual itu menggoda diriku. Aku hanya bisa tersenyum kecut. Tetapi, entah mengapa aku senang suka digodai anak muda ini. Diam-diam aku bangga seorang pria yang tampan dan maskulin seperti Martin menganggapku menarik. Aku menghargai perasaannya itu.

"Kamu tidak mau berenang, Robert?"

"Oh," kataku segera tersadar kembali tentang keberadaan fisik Martin yang tepat di depanku. "Kakiku sempat terkilir kemarin lusa saat berenang di apartemen... Aku belum sempat pergi ke tukang urut langgananku."

"Boleh saya lihat?" tanya Martin mendekat. "Saya juga sering memijat anak-anak di kantor, lho... Setidaknya, saya bisa membuat otot kaki kamu lebih lemas..."

"Oh, tidak usah," kataku tidak enak. "Kamu bersantai saja... Aku tidak apa-apa... Kalian di sini kan untuk bersenang-senang..."

Martin tampak kaget dengan reaksiku. Kulihat pikirannya menerawang jauh.

"Maafkan saya," kata Martin kembali berbisik. "Saya tidak menyangka kamu akan merasa tidak nyaman dengan sentuhan..."

"Oh, bukan karena itu," kataku merasa tidak enak. "Tidak seperti itu... Maksud saya..."

"Tidak masalah, Robert," kata Martin memasang sebuah senyum yang dipaksakan. "Saya mengerti kamu tidak bermaksud... Hal ini lumrah terjadi..."

"Tetapi..."

"Tidak apa-apa," kata Martin berdiri, lalu tersenyum lagi. "Saya pamit kembali berenang dulu... Selamat menikmati waktu membacamu, ya..."

Martin kembali tersenyum tipis lalu pergi. Aku langsung merasa sangat tidak enak. Aku harus meminta maaf dan menjelaskannya lagi nanti... Melihat sosok Martin yang pergi, mataku kembali teringat mencari sosok Madonna.

Di salah satu sudut kolam tersebut, ada bar yang menyuguhkan berbagai macam minuman beralkohol, seperti bir dingin ataupun cocktail. Kelihatannya minumannya sudah dipersiapkan dalam jumlah dan ragam yang banyak untuk membuat pesta ini berjalan meriah. Kuamati dari tadi Madonna sudah berulang kali pergi ke sana untuk memesan beberapa gelas margarita saat aku mengintip di sela-sela berbicara dengan Martin tadi. Selain itu, entah sudah berapa banyak orang yang pergi mengambilkan minuman untuknya. Namun, yang jelas Madonna semakin bertambah mabuk seiring berjalannya waktu. Pada suatu kesempatan, Dave menantang Madonna untuk berlomba menghabiskan minuman dalam gelas mereka, yang tentu saja dimenangkan Dave dengan mudah karena kondisi Madonna sudah lebih dari sekedar mabuk.

Baru saja aku mulai kembali membaca lagi, Madonna datang menghampiri. Dia baru saja keluar dari dalam kolam dan tubuhnya basah kuyup. Kain penutup tubuh yang dia kenakan menempel erat di setiap lekuk tubuhnya, membuat dia semakin terlihat menggoda.

“Hai, sayang,” sapanya. “Sudah lebih santai?”

“Ya,” jawabku santai. “Martin tadi menghampiriku dan kami sempat berbicara sebentar... Kamu sendiri bisa bersenang-senang?”

“Oh, ya? Benar kataku, kan? Martin orangnya menyenangkan. Kalian pasti cocok,” kata Madonna sambil tersenyum manja. “Omong-omong, aku sudah agak mabuk.”

Itu terlihat jelas sekali dari wajahnya yang memerah, tetapi aku tak mau lebih mendesaknya. Madonna mengeringkan tubuhnya dengan handuknya, lalu melangkah kembali ke teman-temannya.

Aku kembali pada bacaanku hingga tiba-tiba saja kudengar suara jeritan. Dengan cepat aku menoleh ke arah suara tersebut. Kemudian, tepat di saat bersamaan, kulihat ada Melly yang tengah menutupi payudara telanjangnya dengan tangannya. Salah satu dari pria tersebut menarik lepas penutup dadanya dan sekarang tengah berlari di pinggiran kolam dengan menenteng penutup dada tersebut. Melly mengejarnya, dengan lengan menyilang menutupi dadanya hingga si pria berhenti, lalu menangkap tubuh Melly dan menariknya bersamanya menceburkan diri ke dalam kolam.

Aku dengar sebuah suara jeritan lagi dan Nina sekarang juga tak berpenutup dada. Alih-alih menutupi payudaranya, Nina membiarkan saja pria yang menarik lepas penutup dadanya itu berlari menjauh dan dia terus mengobrol dengan temannya seakan tak terjadi apapun.

Aku segera memandang sekeliling untuk mencari Madonna. Dia sedang mengobrol dengan seorang pria di kolam yang dangkal. Kuperhatikan Alan sedang berenang ke arahnya dari belakang dan muncul tepat di belakangnya. Alan lalu menyentakkan tali penahan penutup dada Madonna di lehernya. Penutup dada Madonna tertarik erat menekan daging bulat kenyal tersebut dan tiba-tiba saja payudaranya terayun meloncat lepas dari penutupnya. Dia memekik, dan tubuhnya berbalik ke belakang untuk memukul Alan. Alan mengangkat penutup dada tersebut tinggi ke atas. Madonna hanya tertawa keras lalu melompat mencoba merebutnya. Nampak jelas payudara Madonna terayun seiring tiap lompatannya. Puting merah mudanya terlihat jelas mencuat keras, membuat seluruh pria di kolam tersebut bersorak sorai.

Dave bergerak ke belakang tubuh Madonna yang memang badannya cukup pendek itu, lalu menangkap pinggangnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi agar bisa meraih penutup dada yang dipegangi Alan. Itu malah membuat payudara Madonna terekspos dan dapat dilihat pria-pria lain. Namun, Madonna akhirnya bisa merebut penutup dada tersebut dari tangan Alan. Madonna lalu mengibaskan penutup payudaranya yang berhasil dia rebut tadi pada Alan sambil tertawa genit. Alhasil, Madonna mulai memakai kembali penutup dadanya meskipun masih kalah cepat dengan tangan Alan yang menjulur ke arahnya untuk meremas payudara telanjangnya yang sebelah kiri. Rasanya aku benar-benar geram namun juga speechless… Kembali Madonna memekik dan menepis tangan Alan untuk menjauh.

Rupanya, para wanita tak membiarkan begitu saja perbuatan para pria terhadap penutup dada mereka. Beberapa menit setelah Dave membantu Madonna merebut penutup payudaranya tadi, nampak Melly berjalan mengendap di belakang Dave yang sekarang berdiri di depan bar. Melly lalu menarik turun celana renang yang dipakai Dave. Sebuah batang penis yang besar menyembul keluar dan seluruh wanita menjerit riuh, tak terkecuali Madonna. Dave hanya tertawa keras dan mulai mengejar Melly yang berlarian mengitari tepian kolam. Dengan konyol Dave berlari mengejar sambil sengaja mengibas-ngibaskan batang penisnya ke arah Melly yang terus berlari, menjerit, dan tertawa kegirangan di kejar pria telanjang dengan kontol super besar.

Kegilaan dan keliaran terus berlanjut di area kolam renang antara Madonna dan teman-temannya. Tidak lama kemudian, Madonna keluar dari kolam renang dan berjalan ke arahku. Sebelum dia mampu mengucap sepatah kata, aku sudah memberondongnya dengan pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi disana.

“Oh, sayang, bukan apa-apa. Mereka hanya bersenang-senang. Itu saja, kok,” jawab Madonna.

“Aku rasa melihatmu telanjang dada dan juga meremas dadamu bukan sekedar bercanda ataupun senang-senang!” kataku ketus.

“Sayang, jangan terlalu kolot begitu. Lagipula, aku sudah memakai penutup dadaku lagi. Lihat para pria itu! Mereka juga melepas beberapa penutup dada teman wanitaku yang lain lagi. Kamu lihat, sebagian dari mereka bahkan tak ambil pusing untuk memakainya kembali.”

Madonna berhasil memojokkanku. Beberapa teman wanitanya sekarang sudah mondar-mandir dengan telanjang dada. Terkadang, salah seorang pria akan mendekat untuk sekedar menyentuh atau meremas payudara mereka. Para wanita cuma tertawa saja. Mereka membiarkan saja pria-pria itu menikmati payudara mereka tanpa risih sedikit pun.

“Lagipula,” Madonna membungkuk dan tiba-tiba memelankan suaranya, “Bukankah ini membuatmu terangsang melihat para pria itu melirikku, mengintip dadaku, dan menyentuhnya sedikit?”

Aku jadi terdiam karena memang itu kenyataannya. Aku memang sedikit sinting. Aku merasakan rangsangan setelah melihat para pria tersebut menggoda istriku. Namun, aku juga merasakan cemburu yang sangat besar.

“Semua hanya coba bersenang-senang dan tak ada yang dirugikan,” sambung Madonna lagi. “Coba pikirkan saja betapa nakalnya istrimu ini! Dia membiarkan para pria melihat dadanya dan menyentuhnya.”

Aku merasa harus mengucapkan sesuatu, namun momen tersebut telah musnah. Madonna sudah tersenyum lebar, lalu melangkah pergi. Lagipula, jika para pria berlaku seperti itu pada semua wanita di sini, tak ada alasan bagiku untuk merasa marah. Aku coba lagi untuk konsentrasi pada buku yang kubawa. Namun, tak berapa lama kemudian, rasa kantuk melandaku. Aku ambil kacamata hitamku lalu dengan cepat aku terlelap.

[ … ]

Saat aku terbangun, suasana menjadi sangat riuh di dalam kolam. Kebanyakan para wanita yang berada di sana sudah tak memakai penutup dada lagi, termasuk Kristin yang tengah berjalan lewat di depan tempatku berada. Kristin berbadan lebih tinggi dibandingkan Madonna, tapi payudaranya lebih kecil. Dadanya terekspos bebas padahal penutup dadanya terlihat masih menggantung di lehernya. Mungkin itu hasil usil beberapa pria yang melepaskan pengaitnya, namun Kristin tidak ambil pusing untuk memasangnya lagi.

Aku sebenarnya sudah terjaga sejak tadi dan mengamati apa yang terjadi. Namun, aku memakai kacamata yang menutupi mataku sehingga aku terlihat seperti masih tertidur. Aku sapukan pandangan ke seantero area kolam untuk mencari istriku dan kusaksikan suasana sudah semakin memanas. Beberapa pasang pria dan wanita bahkan terlihat saling bercumbu di dalam kolam renang tanpa memperdulikan sekeliling lagi.

Akhirnya, kutemukan keberadaan Madonna. Dia sedang duduk di pinggir kolam dengan kakinya masuk ke dalam air. Alan menemaninya di dalam kolam. Lengannya bertumpu di atas paha Madonna. Keduanya terlihat asik berbincang-bincang dengan wajah yang hampir bersentuhan. Ekspresi wajah Madonna terlihat jengah, sedangkan Alan terlihat sedang merajuk tentang sesuatu. Samar-samar, terdengar suara tawa renyah pecah dari mulut Madonna. Terdengar jelas kalau dia masih dalam kondisi mabuk. Beberapa menit berselang, terlihat Madonna mengangkat lengannya dan mengangkat salah satu tali penahan penutup dadanya di bahunya kemudian pelan-pelan dia turunkan dari bahunya. Alan tampak begitu bernafsu memandangi salah satu payudara istriku. Alan mendekati telinga istriku dan mengucapkan sesuatu yang kembali membuat tawa istriku pecah. Kemudian, dia memegang tangan Madonna dan menariknya masuk ke dalam air, di antara kedua pahanya. Brengsek, umpatku dalam hati. Apa Alan sudah membuat istriku menyentuh batang penisnya?

Madonna memekik terkejut pada awalnya lalu kembali dia tertawa. Dia tetap membiarkan tangannya berada di dalam air, lalu mulailah terlihat dia menggerakkan tangannya. Kembali Alan mengucapkan sesuatu dan Madonna tertawa lagi, lalu dia angkat tangannya dari dalam air dan menurunkan tali penahan penutup dadanya yang satu lagi dari bahunya. Seperti tersambar gledek, Madonna memandang diriku untuk memastikan aku masih tertidur, kemudian membisikkan sesuatu di telinga Alan. Kemudian, pria berkulit coklat terang dan berbadan atletis itu mencumbu istriku dengan sangat bernafsu. Mulutnya langsung melumat habis mulut Madonna dan tangannya melepas pengait bikini istriku agar terlepas semua dari tubuhnya. Alan remas hebat payudara kenyal istriku itu, lalu dijilatinya satu-satu pentil susu istriku dengan lidah nakalnya.

{ SENSOR }
 

( UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP TANPA SENSOR, SILAKAN MEMBACA DI KARYAKARSA.COM/READING4HEALING ATAU MEMBELI VERSI PDF DI WHAT'SAPP 0813-3838-3995 / TELEGRAM: READING4HEALING )

Fortsett å les

You'll Also Like

3.5M 104K 12
DUDA SERIES #2 Note: SILENT READERS BUKAN BESTIE :p Aleandro, atau biasa disapa Lean. Pria berusia 29 tahun yang jatuh cinta pada gadis SMA yang bahk...
6.4M 994K 69
Rank #1 teenficiton 3/9/21 Rank #2 Fiction 3/8/21 Rank #1 Fiction 4/8/21 "Lo...gay?" Tanya Abbie memberanikan diri, bukannya menjawab Khages malah me...
609K 21.3K 51
For both the families, It was just a business deal. A partnership, that would ensure their 'Billionaire' titles. And to top it all off, they even agr...
67.4K 1.1K 44
( 𝐖𝐀𝐑 𝐎𝐅 𝐇𝐄𝐀𝐑𝐓𝐒 ) the fire still burns ©salemshouse bellamy blake