CITRAPATA

By blackshadowsaprilis

7K 787 197

Setelah 7 tahun, Jenny dan Amel kembali bertemu dengan kondisi yang sangat berbeda. Citrapata hidup menggaris... More

CITRAPATA 1
CITRAPATA 2
CITRAPATA 3
CITRAPATA 4
CITRAPATA 5
CITRAPATA 6
CITRAPATA 7
CITRAPATA 8
CITRAPATA 9
CITRAPATA 10
CITRAPATA 11
CITRAPATA 12
CITRAPATA 13
CITRAPATA 14
CITRAPATA 15
CITRAPATA 16
CITRAPATA 17
CITRAPATA 18
CITRAPATA 19
CITRAPATA 20
CITRAPATA 21
CITRAPATA 23
CITRAPATA 24
CITRAPATA 25
AKHIR DARI CITRAPATA

CITRAPATA 22

198 27 5
By blackshadowsaprilis

* CITRAPATA 23 akan up besok..

...

Amel dan Airell menoleh.

" Ontyy.." seru Airell saat melihat sosok Jenny berdiri didepan pintu.

Anak kecil perempuan itu berlari mendekat dan langsung memeluk Jenny. Wanita itu dengan senang hati menerima pelukan Airell.

" Hallo princessnya onty"

" Airell rindu onty"

" Onty juga rindu Airell"

Amel menaruh figura itu diatas meja. Ia kembali memandang hal hangat didepannya.

Airell melepas pelukannya. " Onty, hari ini Airell ulang tahun. Mana kado untuk Airell?" todong anak kecil itu

" Oh kado.." Jenny berfikir sejenak. " Ada.. Tapi onty kasih nanti ya" ucap Jenny berbohong, tentu ia belum menyiapkan kado apapun untuk Airell saat itu.

" Asikk.."

" Airell.." suara Amel mulai menginterupsi interasi Jenny dan Airell

" Yes mom"

" Tidak boleh dong meminta kado seperti itu"

Anak kecil pintar itu menaruh kedua tangannya dipinggang. " Airell mau dapat kado dari onty juga, masa mommy doang yang dapat kado dari onty saat ulang tahun"

Jenny menggaruh kepala belakangnya yang tak gatal. " Hmm. Mampus gue, kado apaan coba"

Mommy dari anak itu juga tak bisa lagi berkata-kata dengan ucapan anaknya sendiri.

" Onty janjikan kasih kado buat Airell?"

" Iya onty janji" ucap Jenny penuh keyakinan bahwa ia akan mendapatkan ide secepatnya untuk kado Airell.

" Apa gue bikin lukisan aja ya?" batin Jenny

Airell kembali menggerak-gerakan tangan Jenny memecah pikiran wanita itu.

" Onty, Airell mau main dilantai 3 boleh ya?" izin anak perempuan itu dengan wajah memohonnya

" Kalau onty si membolehkannya. Coba Airell tanya mommy Airell dulu, takutnya mommy Airell gak ngebolehin"

" Mommy ngebolehin kok, kan mommy yang ajak Airell kesini. Ya kan mom?"

Amel gelagapan dengan tingkah polos anaknya. " Eh.. iya..iya boleh"

" Ya udah sekarang kita keatas" Jenny menoleh sekilas pada Amel. " Mari duduk diatas"

Wanita itu hanya menggangguk.

Mereka bertiga menaiki tangga menuju atas. Sesampainya diatas Jenny masuk kedalam kamar untuk mengambil kanvas berukuran 21x 29 cm dan alat lukisnya. Beberapa saat kemudian ia keluar dan duduk disamping ibu dan anak itu.

" Onty mau menggambar?"

Jenny menggangguk. " Iya, ini sebagai hadiah ulang tahun untuk Airell. Boleh onty lukis wajah Airell dan mommy Airell?"

" Boleh dong onty" seru Airell bersemangat

" Pertama onty harus foto Airell sama Mommy dulu ya" Jenny mengeluarkan ponselnya.

Ia mengarahkan kamera belakang pada ibu dan anak yang sudah berpose itu.

" Satu.. Dua.. Tiga"

Cekrek..

" Cantik" gumam Jenny saat melihat hasil foto di layar handphone nya.

Jenny mulai memasang stand kanvas diatas meja dan mengeluarkan kuas dan beberapa warna di palette.

" Onty mulai melukis ya. Airell mau tunggu kan?"

" Mau dong onty"

" Anak pintar" puji Jenny

Wanita berambut pendek itu mulai menggoreskan warna diatas kanvas putih itu. Ia mulai tenggelam dalam kegiatannya. Jenny tampak begitu ahli mencampur, menuangkan dan menggoreskan warna.

Amel terus memandang Jenny. Sudah lama ia tak menyaksikan Jenny bercengkrama dengan alat lukis. Bahkan tak dapat Amel mengingat pasti kapan ia duduk disamping Jenny berjam-jam hanya untuk menemai Jenny melukis.

Dua puluh menit berlalu, dan tak ada lagi ocehan dari Airell. Anak perempuan itu sudah tidur dalam senderan Amel.

Jenny menghentikan lukisnya. " Mel, aku bawa Airell tidur dikamar aja. Kasin dia tidur disini"

Wanita menggendong pelan tubuh Airell dan membawanya masuk kedalam kamar. Beberapa saat kemudian ia keluar dengan dua botol air mineral.

" Maaf hanya ada air mineral" ucap Jenny sambil menaruh satu botol didepan Amel

" Terima kasih"

Jenny kembali duduk dibelakang kanvas. Tangannya mulai melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda.

" Aku tak suka kita menjadi asing" ucap Amel memecah keheningan diantara mereka

".."

" Soal kata-kata ku saat itu, kamu salah mengartikannya"

Jenny mulai menoleh pada Amel.

" Aku mengatakan itu, bukan karena aku benar-benar membencimu. Aku hanya ingin kamu mengingat janji yang sudah kamu ucapkan, dan aku harap kamu menepatinya" ujar Amel

Wanita berambut pendek itu, tak merespon apapun. Ia kembali memfokuskan diri pada kanvas yang sudah mulai terlihat wajah Airell.

" Jen, jangan diam. Bicaralah sesuatu"

" Mana suamimu? Apa dia tidak mencarimu?" dua buah pertanyaan dari Jenny

" Bisa kita tidak usah membahas Reno? Aku mau kamu bicara hal lain"

" Bagaimana kabar mama mu? Apa dia sehat? Dia masih suka membentakmu?"

Amel menarik tangan Jenny hingga kini pandangan mereka bertemu. " Kamu bahkan tak menanyakan kabarku? Apa aku tidak penting lagi? Apa kamu benar-benar ingin pergi? Katakan iya jika memang itu maumu biar aku bisa berhenti menginginkanmu"

" Tidak" jawab Jenny singkat.

" Tidak apa? Katakan dengan jelas"

" Aku tidak ingin benar-benar pergi, bahkan sampai detik ini semua hal masih berkecambuk dalam diriku antara benar dan salah tentang kita. Aku bahkan tak tahu bagaimana bisa aku berhenti saat berbagai cara sudah ku lakukan namun akhirnya tetap sama"

".."

" Tapi dunia ini tak mengakui kita ada, aku tak bisa memaksa itu. Aku hanya manusia yang jalan diatas takdir yang sudah semesta gariskan untukku"

" Aku merindukanmu"

" Terima kasih"

Jenny melanjutkan melukis.

" Kamu tidak merindukanku?" tanya Amel

" Jika rindu adalah air, maka aku memerlukan ribuan tandon untuk menampung air itu"

Senyum Amel tersirat jelas diwajahnya.

" Apa Reno tahu keberadaanmu? Apa dia tidak melarangmu kemari saat kandunganmu sudah menginjak 8 bulan lebih?" cecar Jenny

Kali ini Amel dapat melihat dari sisi berbeda pertanyaan itu. Jenny khawatir padanya bagaimana bisa Amel dibiarkan seorang diri saat kandungannya sudah besar. Itulah maksud pertanyaan jika dilihat dari sudut pandang Jenny.

" Dia tahu aku kemari. Ia tak bisa menolak karena yang meminta adalah Airell. Dia akan menjemputku jam 11 disini"

Jenny melirik jam dilayar handphonenya. 21:00. " Lukisan, aku rasa 30 menit lagi selesai" wanita itu mulai mempercepat melukisnya.

Amel terus memandangan setiap goresan yang Jenny lakukan diatas kanvas. Kanvas yang awal berwarna putih kosong itu kini sudah terisi berbagai warna dan sudah dapat terlihat dengan jelas wajah Airell dan setengah wajahnya.

" Aku bahkan lupa kapan terakhir aku menemani mu menggambar" ucap Amel

" Biar ku bantu ingatkan. Salar de Uyuni 9 tahun silam. Saat semua benda diangkasa bisa dilihat dengan jelas dan indah diatas sana dengan berbagai warnanya"

Wanita itu membelalakan mata saat sebuah kenangan lama muncul kembali dalam ingatan setelah sekian lama ia lupakan.

" OMG.. Jen, aku bahkan lupa kita pernah menyaksikan hal indah itu. Kemana saja aku tidak bisa mengingatnya"

" Kita hanya sehari disana dan tak lama menikmati pemandangan itu karena Tante Anna meminta kita segera kembali. Tak masalah jika kamu melupakannya. Toh malam ini kamu sudah meninggatnya kembali"

" Mulai detik ini akan selalu ku ingat. Apalagi saat seseorang memelukku sambil berkata "Aku akan kembali membawa mu kesini suatu saat nanti dengan segala hal indah yang kita lalui bersama hingga kita akan ceritakan indahnya itu pada indahnya cakrawala. Biar mereka tahu bahwa tak hanya mereka yang indah tetapi hidup kita pun indah" " Amel menjeda kalimatnya

" Apakah orang itu juga melupakan ucapan itu?" lanjut Amel sambil melirik Jenny

Orang yang dilirik itu tertawa kecil. " Masih ingat rupanya"

" Bagaimana apakah orang itu masih ingat dengan ucapannya?"

" Aku tak mengingat kalimat secara utuh yang kuingat adalah aku akan membawamu kesana suatu saat nanti"

" Kapan?"

Jenny mengerutkan alis.

" Kapan kamu mengajakku kesana?"

Tawa Jenny mengudara. " Mengajakmu? Bertemu dengan mu saja susah. Sudah lupakan"

" Kalau begitu mari bersama"

" Jangan melantur kalau berbicara"

Jenny mulai membubuhi lukisan itu dengan tanda tangan di pojok kanan bawah lukisan.

" Selesai" ucap Jenny

Amel menatap kanvas itu yang melukiskan wajahnya dan Airell tak lupa dengan kandunga Amel yang membesar.

" Bagus banget Jen"

" Sampaikan ini untuk Airell ya. Dan jika bisa tolong jaga baik-baik lukisan ini. Karena aku tak bisa menggambarkannya lagi"

" Akan dijaga sebaik mungkin"

Jenny merapihkan alat lukisnya dan kembali melipat stand kanvas. Sementara Amel masih terus memandangan lukisan Jenny.

" Boleh aku masukan ke galeri?" izin Amel pada Jenny

" Silahkan. Mulai sekarang galeri itu adalah milikmu"

" Tidak, itu milik kita"

" Aku hanya membangun dan sekarang itu milikmu seutuhnya. Dan semua hal didalamnya adalah milikmu dan koleksimu sekarang"

Wanita yang tanganya penuh bercak cat itu mulai berdiri dan membawa masuk perlatan lukisnya.

" Aku janji Jen lukisan ini akan aku jaga, dan aku yakin Airell juga akan menjaga baik lukisan ini" monolog Amel

Jenny kembali dengan tangan yang sudah bersih. Ia kembali duduk samping Amel.

" Satu jam setengah kamu akan kembali. Bolehkan aku menghabiskan sisa waktu berdua dengan mu?"

" Kita sejak tadi disini, hanya berdua" sahut Amel

" Aku minta maaf untuk hal yang yang melukai hatimu. Maaf untuk perpisahan yang menyakitkan. Jika boleh aku ingin berkata jujur denganmu, bahwa aku tidak bisa melepasmu lagi. Dan izinkan aku, tetap berada disampingmu sampai akhir detak jantungku"

" Kita kembali?" suara Amel muali goyah

" Aku tak tahu, tapi izinkan aku terus berada disampingmu. Izinkan aku kembali dalam hidupmu dan izinkan aku turut menjaga Airell dan anak dalam kandunganmu. Aku tahu Reno yang lebih berhak atas mereka tapi izinkan aku ikut menjaga mu dan mereka"

Amel menarik tangan Jenny dan mengarahkannya pada perutnya. " Hai baby, ini ada onty Jenny. Dia bilang mau jagain kamu juga" ucap Amel pada bayi dalam kandungannya.

" Hai, bayi.." sapa Jenny. " Bayi baik-baik kan? Bayi pas lahir jadi anak pintar ya, jagain mommy bayi terus. Nanti onty juga bantu jaga mommy, adik bayi, sama kakak Airell"

" Iya onty, adik bayi janji" sahut Amel dengan suara anak kecil

Jenny menatap kedua bola mata Amel.

" Aku menyayangimu Jen" ucap Amel

" Aku menyayangimu dengan seluruh nafasku Mel. Berjanjilah untuk tetap bersinar untukku"

" Berjanjilah tetap hidup untuk menjadi alasanku terus bersinar Jen"

Wanita berwarga negaraan Amerika itu menggangguk. Ia mendekatkan wajahnya pada wanita didepannnya.

Wajah keduanya saling mendekat satu sama lain hingga hembusan nafas terasa hangat menerpa wajah.

Cupp..

Kedua bibir itu kembali bersatu. Beberapa detik kemudian, bibir itu saling melumat satu sama lain. Sepuluh menit mereka saling mengungkapkan semua rasa, hingga akhirnya mereka menyudahi aksi mereka.

Jenny menangkup pipi Amel. " I love you"

" I love you Jen"

Pandangan mereka kembali terutuju kedepan. Amel bersandar pada bahu Jenny sambil memeluk erat lengan Jenny. Kedua tangan itu kembali bertaut, saling menggenggam.

Hening menyelimuti mereka beberapa saat.

" Duniaku adalah dia. Sejauh apapun aku pergi, aku tidak akan lepas dari duniaku. Semesta tolong beri waktu aku lebih lama hidup dalam dunia dan semestaku. Biarkan aku menebus waktuku yang hilang beberapa bulan ini untuk Amel, Airell dan anak dalam kandungannya"

" Apa yang kamu pikirin sekarang?" tanya Amel

" Hal apa saja yang akan kita lakukan untuk menebus waktuku yang hilang bersama kalian"

" Udah ada jawabannya?"

" Menghabsikan waktu di ruko, atau di villa ini. Dan saat anak mu sudah lahir dan bisa untuk diajak jalan-jalan maka aku akan mengajak kalian ke Salar de Uyuni. Ah soal perizinan dengan suamimu aku akan mendapatkannya, kamu tidak perlu takut. Aku janji tidak akan ada lagi keributan"

" Aku tunggu kamu menepati setiap ucapanmu itu"

" Berdoalah agar semua itu dapat menjadi kenyataan. Kalau kamu, apa yang kamu pikirkan?"

Amel menegakan posisi duduknya. " Aku sedang berkhayal, kamu, aku, Airell dan adik bayi duduk ditepi pantai sambil menikmati matahari terbenam hingga menyaksikan bintang dan bulan yang indah"

" Kita berdoa ya sama-sama supaya jadi nyata"

" Amin"

Mereka saling menatap dengan senyum merekah untuk satu sama lain. Namun beberapa saat kemudian pandangan mereka teralihkan saat kebulan asap terlihat dari bawah.

Jenny segera mengecek kebawah. Api sudah berkobar besar dilantai " Shit! Mel kebakaran!" ucap Jenny sambil berlari mendekat pada tubuh Amel.

" Kok bisa? Kenapa? Gimana kita?"

" Tunggu aku bangunin Airell"

Jenny berlari masuk kedalam kamar lalu segera menggendong Airell. Tubuh yang tiba-tiba terangkat membuat Airell terbangun.

" Amel, ayo turun" Jenny menarik tangan Amel dengan tangan sebelah.

" Bentar.. Itu ketinggalan.."

" Apa?"

" Lukisan mu"

" Gak penting"

Jenny mencoba menarik Amel namun tubuh Amel menahan. " Aku mau ambil dulu!"

Melihat kobaran api yang sudah mulai menjalar kelantai dua, membuat Jenny mengambil sikap untuk menurunkan Airell dan berlari mengambil lukisan itu.

" Udah yuk"

Amel, Jenny dan Airell turun kebawah. Menuruni anak tangga dari lantai tiga ke lantai dua. Dilantai dua api sudah mulai membesar, mereka terus menuruni anak tangga.

Hingga langkah mereka terhenti saat melihat lantai satu sudah hampir dilahap sang jago merah. Asap tebal mengisi ruangan hingga membuat mereka merasakan sesak.

" Mommy.. Takut" ucap Airell sambil memeluk Amel

" Tenang ya ada mommy disini"

Jenny mengedarkan pandangan jalan mana yang ia bisa tempuh. Dari semua resiko, jalan kearah pintu depan yang tidak menimbulkan resiko berat.

" Pintu depan. Airell pegang tangan onty dan mommy ya. Mel kamu liat lemari kayu itu? Kita lewat belakangnya"

Amel menggangguk. Mereka dengan cepat namun hati-hati mengarah pada pintu.

Sesampainya didepan pintu, Jenny mengarahkan punggung tangannya menempel pada daun pintu untuk mengecek suhu pintu. Aman.

Jenny mencoba membuka pintu.

" Jen?"

" Stuck Mel. Ke kunci" ujar Jenny yang tak bisa membuak pintu.

Brukk..

Mereka menoleh. Beberapa plafon mulai berjatuhan. Api semakin membesar.

Uhukkk..

Uhukk

Airell dan Amel muali batuk karena asap tebal.

" Jen.."

" Mommy Airell takut"

" Kalian nunduk" pintah Jenny

Amel dan Airell menunduk. Jenny menggengam tangan mereka lalu menarik mereka mengarah pada sisi lain ruangan yang asapnya tak terlalu tebal. Kini Jenny bingung, jalan lain yang bisa ia lewati satu-satunya adalah pintu belakang namun kobaran api sudah sangat besar menuju sana.

Tetapi jika mereka semakin lama disini, mereka bisa saja mereka terpanggang hidup-hidup. Api sudah semakin membesar, hingga merusak dan menghanguskan berbagai hal.

Doorr..

Zzduar..

" Akhhh mommy"

Teriak Airell saat mendengar ledakan besar terjadi. Mereka sontak menundukan kepala. Beberapa saat kemudian Jenny mengarah pada sumber ledakan. Dapur. Arah dapur bisa jadi gas yang meledak.

" Jen, api makin besar" ucap Amel panik

" Mommy, Airell sesak"

" Airell sesak?"

" Iya onty.."

" Kalian tunggu sini jangan kemana-mana tetap menunduk ya"

" Kamu mau kemana?"

" Tunggu" jawab Jenny singkat.

Tubuh Jenny mengarah melewati kobaran api menuju kamar mandi yang ada dilantai satu. Ia membasahi dua handuk kecil yang ada dikamar mandi dan ia juga menyambar karung goni yang ada ditumpukan peralatan mencuci untuk dibasahi, lalu kembali belari pada Amel dan Airell.

" Pakai ini. Taruh handuk basah ini dihidung kalian" pinta Jenny sambil memberikan handuk.

Amel dan Airell mengambil handuk itu lalu meletakannya dihidung.

" Semesta tolong selamatkan Airell dan Amel serta adik bayi. Selamat mereka, aku mohon" ucap Jenny memohon dalam hati.

Ia tak bisa semakin lama didalam. Mereka mau tidak mau harus menerobos kobaran api itu untuk menuju pintu belakang.

Jenny berjongkok hingga kini tinggi tubuhnya sama dengan Airell. " Airell mau kan percaya sama onty?"

Airell menggangguk.

" Nanti Airell ikuti ucapan onty. Bantu onty terus genggam tangan mommy ya sampai luar"

" Iya" jawab Airell

Jenny berdiri. " Mel percaya aku ya, kita keluar dari sini sama-sama"

" Aku percaya"

" Kalian harus terus jalan apapun yang terjadi dibelakang, jangan takut"

Amel dan Airell menggangguk. Airell berdiri didepan Amel dan Jenny berada dipaling belakang.

" Airell jalan"

Bocah perempuan itu muali jalan dengan menunduk dan tangan yang menggenggam mommynya.

Jenny terus mencoba memadamkan api yang ingin menyambar tubuh mereka dengan berbekal karung goni basah yang ia pedang. Asap tebal membuat pandangan mereka semakin pendek.

Mereka terus melangkah, hingga ledakan keras terdengar untuk ketiga kalinya.

Zduar..

Duar..

" Argkhh.."

Jenny mendekap tubuh mereka.

" Maaf, Mel. Aku gagal"

..

Kobaran Api semakin membesar, asap tebalmu semakin membumbung tinggi. Puluhan orang sudah berkumpul didepan villa, beberapa dari mereka mecoba memadamkan api dengan peralatan seadaanya.

Dari kerumunan orang itu terlihat seorang pria berlutut lemah diatas tanah dengan menangis, pria itu memanggil nama istri dan anaknya.

" Amel.. Airell.." teriak Reno berkali-kali

Tak lama sebuah mobil berhenti dibelakang krumunan. Orang dibalik pengemudi itu turun, ia terpaku beberapa saat mendapati villa itu terbakar.

" Jen.. Jen.." Eknath berlari memecah kerumanan untuk masuk kedalam.

Dua orang menahan tangan Eknath.

" Mas.. Mas jangan bahaya" ucap salah seorang mas-mas

" Jenny didalam. Ada orang didalam!"

" Iya mas, tapi bahaya. Ledakan beberapa kali dari dalam terdengar itu sangat bahaya"

" Panggil damkar!" seru Eknath

" Sudah.. Tapi damkar memerlukan waktu untuk sampai disini"

Eknath tertunduk. " Dan untuk kedua kalinya aku gagal Jen. Aku gagal jaga kamu, maaf Jen. Harusnya aku datang bukannya malah mementingkan kerjaan" ucap Eknath menyesal.

Reno dan Eknath sama-sama terduduk lemah diatas tanah tanpa bisa melakukan hal untuk menyelamatkan wanita mereka yang terjebak didalam sana. Fikiran mereka sudah kacau bersamaan dengan suara api yang membara membakar setiap inci villa itu tanpa ampun.

" Orang.. Orang keluar!" teriak seseorang

Reno dan Eknath sontak berdiri. Menatap arah suara.

" Bantu.. Bantu"

" Panggil Ambulans.."

Orang-orang mulai ribut. Dari balik asap, Airell berlari keluar dan seseorang segera mendekap tubuh Airell dan membawanya menajuh dari villa.

" Airell.."

Teriak Reno sambil berlari mendekat. Ia memeluk tubuh putrinya.

" Airell ada yang luka? Mana yang sakit?"

Tubuh anak perempuan itu terlalu lemah bahkan untuk hanya sekedar berbicara. Nampaknya ia sudah terlalu banyak menghirup asap.

Dua kata yang keluar dari anak itu hanyalah " Mommy.. Onty.."

" Orang lagi.." teriak orang tadi

Beberapa detik kemudian. Sosok wanita keluar dengan membawa sebuah lukisan yang ia peluk erat.

" Amel.."

Amel medekat pada Reno dan Airell. Reno segera memeluk Amel. Kini dua orang yang ia sayangi sudah berada dalam dekapannya. Ia sangat bersyukur dua orang yang begitu penting dalam hidupnya selamat.

Suara sirine pemadam kebaran serta ambulan mulai terdengar medekat. Orang-orang mulai membuka jalan untuk damkar dan ambulans agar dapat mengevakuasi korban dan memadamkan api.

Seorang perawat mendekat pada Amel dan Airell.

" Mari ikut dengan kami. Akan kami obati dan cek" ucap seorang perawat

Tubuh Amel yang lemah itu, menggelengkan kepala. " Cek anak saya. Saya tidak papa" ucapnya

" Sayang, kamu harus dicek. Bayi dalam kandungan harus dicek" ucap Reno

" Kita kuat. Tolong bawa Airell dari sini"

" Kamu ikut dengan kami"

" Aku harus disini. Jenny masih didalam"

" Mel!"

" Ren, aku mohon jangan berdebat sekarang. Tolong bawa Airell"

Reno dengan pasrah ikut bersama perawat masuk kedalam ambulans.

Pandangan Amel mengarah pada kobaran api itu. Villa yang gagah dan kokoh itu kini sudah hancur dilalap api. Beberapa bagian villa itu terlihat roboh. Pemadam kebakaran mulai mencoba menyemprotkan air untuk memadamkan api.

" Jen.. Keluar Jen. Ayo aku mohon keluar. Kamu janji kita akan keluar dan selamat bareng kan? Kenapa kamu lama didalam? Jen.." monolog Amel dengan derai air mata yang sudah mengalir.

Dari sisi lain, teriakan Eknath memanggil Jenny pun terus terdengar. Dua orang kini memanggil satu nama. Namun sang pemilik nama itu tidak kunjung menampakan diri.

" Bu, didalam masih ada orang?" tanya seorang petugas

" Masih pak"

" Posisinya?"

" Belakang dekat pintu keluar belakang. Dia terjatuh, tubuhnya tertimpa plafon. Tolong pak"

" Baik ibu tenang dulu. Kami akan masuk kedalam" ucap petugas itu

" Satu orang didalam bagian belakang" seru orang itu pada rekan-rekannya.

Dua orang dengan sudah mengenakan pakaian lengkap itu mulai masuk kedalam.

Mata Amel tiba-tiba mulai gelap.

Bughh..

Orang-orang berlari membantu Amel. Beberapa orang menggotong tubuh Amel untuk masuk kedalam ambulans. Dan segera membawa Amel ke puskesmas terdekat untuk mendapat pertolongan pertama.

..

Satu jam kemudian api sudah mulai dapat dikendalikan tapi Jenny belum kunjung ditemui. Bahkan beberapa orang sudah masuk kedalam villa namun tak menemukan Jenny. Hingga setengah jam kemudian berlalu dan api sudah padam, tubuh Jenny pun belum ditemukan.

Tangis Eknath pecah saat seorang petugas berkata padanya.

" Disetiap sudut tidak kami jumpai Jenny. Maaf tapi jika besarnya api dan akibat dari kebakaran maka bisa kami simpulkan bawha Jenny sudah tidak ada"

Semesta sedang bergurau dengan hidup pria itu. Ia harus kembali kehilangan wanita yang ia sayangi untuk ketiga kalinya? Disaat dunianya mulai terasa indah untuknya? Jahat. Semesta ternyata tak sebaik itu. Pada Eknath.

Pria itu tak peduli dengan isak tangisnya yang dilihat puluhan pasang mata, ia tak peduli orang lain mengganggapnya lemah, yang ia tahu ia tak bisa kehilangan Jenny. Orang yang sudah memberikan warna dalam dunianya.

Polisi mulai berdatangan ke tempat kejadian. Bersamaan dengan petugas yang masih mencari jasad Jenny.

Beberapa pihak polisi mulai mengumpulkan keterangan dari beberapa saksi mata untuk mencari tahu sumber kebakaran.

Ditengah situasi yang kacau, dari arah belakang. Terdengar suara nyanyian.

" Satu.. Satu, kami bawa bukti. Dua...Dua, siap jadi saksi.. Tiga..tiga, siap eksekusi. Satu dua tiga, lapas tambah napi.."

Lima orang pria paruh baya bernyanyi keras sambil menarik sebuah gerobak yang diatas gerobak itu terdapat 4 orang yang tertunduk dengan tangan diikat dengan kabel listrik.

Semua orang menatap mereka yang terus bernyanyi tak henti hingga mereka berhenti didepan beberapa polisi.

" Lapas perlu napi? Tenang kami beri" ucap Pak Wasis, pria yang menarik gerobak paling depan.

" Siapa mereka?"

" Napi" celetuk Pak Bagus

" Bapak-bapak ini mengapa menangkap mereka?" tanya seorang petugas polisi

" Ya karena mereka pantas ditangkap" jawab Endra

" Iya kenapa?" polisi mulai kesal dengan jawaban bapak-bapak ini

" Wes.. Kene ben aku wau sek ngomong. Jadi mereka ini yang bakar villa" jelas Pak Agus

Kalimat itu mendapatakan sorakan dari masyarakat. " Huuuuu.."

" Dasar"

" Kalian jahat"

Berabagai respon terlontar kepada keempat orang yang ada diatas gerobak.

" Bapak-bapak ada buktinya? Kalau tidak bahaya loh pak, nanti malah bapak kena kasus pencemaran nama baik" ujar seorang polisi

Seorang bapak maju. " Tenang, Purnomo bawa poto dan pidio" Pria itu memberikan bukti pada polisi.

Vidio yang memperlihatkan tiga orang menyiram villa dengan minyak tanah dari dirigen, dan juga masuk membawa beberapa tabung gas 3 kg kedalam rumah. Dan beberapa foto ketiga orang itu bertemu dengan seorang wanita yang memberikan sebuah amplop pada mereka.

Keempat orang dalam video dan foto itu sudah berada diatas gerobak.

" Amankan mereka" ucap seorang polisi.

Keempat orang itu dibekuk polisi dan dibawah langsung masuk kedalam mobil sebelum diamuk masa yang mulai terlihat emosi.

" Bapak-bapak bisa ikut dengan kami ke kantor polisi?"

" Engko wae tak susul. Aku meh nulungi ponakanku sek" ucap Pak Agus

" Kata Agus. Kita nyusul ke kantor polisi nanti. Kita mau bantu ponakan kita dulu" Pak Wasis mencoba menterjemahkan ucapan Pak Agus

Ke lima bapak-bapak itu menyelonong masuk kedalam villa. Mereka sudah sempat dihalau petugas damkar namun kelima bapak-bapak unik nan aneh serta tak tertebak itu tetap masuk kedalam.

Beberapa menit kemudian.

Eknath berdiri. Ia menyeka air matanya saat ia melihat kelima bapak itu kembali dengan menggotong tubuh Jenny yang tak sadarkan diri dengan luka bakar dibeberapa tubuhnya.

...

Rumah Sakit Kota, Tiga Hari kemudian.

Suara isak masih sering terdengar dari pria yang terus setia menemani tubuh wanita yang masih betah terlelap itu. Hidung mancung itu tertanam selang ventilator untuk menunjang hidupnya.

Eknath menggenggam tangan Jenny. " Jen, jangan hukum aku dengan kayak gini. Tolong buka mata. Kamu boleh memarahiku, asal tetaplah berada didunia ini. Jangan tinggalkan aku"

Sementara diruang sebelah. Seorang wanita terus menatap langit-langit ruangan itu dengan tatapan kosong. Sudah tiga hari ini masih disini dengan rasa khawatirnya yang besar pada seseroang.

Reno yang berada disebelah Amel sedari tadipun seakan tak pernah terlihat oleh Amel.

" Sayang, makan ya. Kamu perlu makan" ucap Reno

".."

" Aku mohon makan untuk bayi kita"

".."

" Kamu begitu khawatir dengan Jenny?"

".."

" Kenapa sih Jenny selalu menjadi hal utama buat kamu?"

Amel melirik pada pria disampingnya. " Jika tidak ada dia. Aku dan Airell bisa saja mati terpanggang"

" Dia seakan menjadi pahlawan. Kamu tidak curiga?"

" Kamu mencurigainya? Bahkan saat ia menaruhkan nyawanya untukku?"

" Dia melakukan itu hanya ingin mendapatkanmu"

" Tanpa dia melakukan itu, dia sudah mendapatkanku"

Reno menaruh kasar makanan diatas nakas. " Kamu mulai melawan?"

" Untuk sesuatu yang benar, aku akan melawan"

" Benar? Kalian itu salah! Hubungan kalian itu tidak benar, Amelia! Aku sudah mencoba mengalah untukmu dan Airell tentang Jenny akhir-akhir ini dan lihat ini balasan yang aku dapatkan?"

" Kamu mencurigai Jenny adalah suatu kesalahan dan aku mencoba membenarkan kesalahan dipikiran mu"

" Semenjak kamu kenal Jenny, kamu menjadi pembangkang Mel. Kamu bahkan membohongiku dan menyelingkuhi ku!"

" Aku malas berdebat. Ini rumah sakit bukan tempat untuk berdebat"

" Jauhi Jenny, dia tidak baik untukmu. Bahkan dia yang sudah membuat perusahaan kalian hancur. Kalian harus ingat itu!"

" Kamu tidak tahu, jadi tidak usah sok tahu"

" Aku tahu dari mama mu. Mama menceritakan semua masa lalu mu dengan Jenny. Jenny hanya memanfaatkan kekayaan mu Mel"

Amel manatap tajam suaminya. " Apa mama menceritakan hubungan ku dengan Jenny?"

" Jenny temanmu sejak SMA dan sejak itu dia menjadi parasit dalam hidup mu. Dan dia yang membuat papa mu meninggal"

" Sudah?"

Reno menggangguk.

" Dan kamu percaya dengan cerita itu?"

" Semua itu aku dengar dari mamamu. Mel, Jenny tak baik untukmu. Dia hanya membawamu pada dosa. Dan dia juga penyebab berbagai kehilangan dalam keluargamu dan keluarga kita. Bahkan dia hampir saja mengambil mu dan Airell. Aku yakin kebakaran itu adalah hal sengaja dan otak dibalik kekacauan itu adalah Jenny"

" Sudah menuduhnya? Aku malas berdebat denganmu. Pergilah aku ingin sendiri"

" Aku belum selesai Mel"

" Aku yang sudah selesai denganmu! Tolong pergi, Ren"

" Oke.. Aku pergi. Aku akan buktikan bahwa Jenny tak pantas untukmu"

" Sekuat apapun kamu mencoba, semesta sudah menunjukan sebaliknya pada ku"

Reno dengan wajah penuh amarah berdiri menatap Amel. " Dasar wanita penuh dosa!"

" Ya memang aku penuh dosa! Kenapa?! Kamu tak suka?" ucap Amel dengan nada tinggi. Emosinya mencapai puncak.

" Aaww.. Akghh.." rintih Amel memengang perutnya.

Sedetik kemudian Reno panik. " Mel kenapa?"

" Sakit.. Perut ku sakit!"

Darah segar keluar dari sela kaki Amel.

" Sus.. Dokter.. Suster tolong" teriak Reno yang melihat darah itu mengalir.

Beberapa dokter dan suster masuk kedalam. Dan menyuruh Reno menunggu diluar.

" Amel kenapa?" tanya Sari yang sedari tadi menunggu didepan ruangan bersama Laura.

" Darah mengalir"

" Ya Tuhan.. Terus gimana kandungannya?" sambung Laura

" Belum tahu"

Reno terduduk dibangku rumah sakit. Ia menjabak rambutnya sendiri. " Saya terlalu emosi dengannya. Kami berdebat. Saya salah"

" Bukan waktunya menyalahkan diri sendiri. Sekarang waktunya berdoa Ren" Sari menepuk pundak Reno

" Kalian sudah mencoba menguhubungi mama Amel?"

Sari dan Laura menggangguk.

" Tidak ada jawaban" bohong Sari

" Ren, tolong jangan membuat emosi Amel meledak lagi. Kandungannya masih lemah atas kejadian kemarin" ujar Laura

" Saya hanya tak suka jika Amel terus memikirkan Jenny bahkan membelanya didepan saya"

" Ada hal yang harus anda ketahui, kenapa Amel sampai membela Jenny" sahut Sari

" Kalian masih mendukung hubungan itu? Jenny merebut Amel dari saya dan kalian mau membenarkan itu?"

" Emosi masih anda masih terlalu tinggi. Tenangkan diri anda untuk mengerti apa yang istri anda hadapi dan rasakan selama ini"

" Maksud anda?" tanya Reno

Perhatian mereka teralihkan pada dokter yang keluar dari ruangan. Reno berdiri.

" Bagaiman dok? Istri dan anak saya baik saja kan?"

" Untuk saat ini mereka baik. Tapi kami mohon jangan membuat pasien terlalu memikirkan seuatu yang berat dan tolong kendalikan emosi pasien. Tubuh pasien masih lemah, dan saya juga harus memberi tahu bahwa dalam seminggu kedepan adalah HPL Jadi tolong jaga kondisi pansien" jelas dokter panjang lebar

" Baik dok. Saya boleh masuk?"

" Silahkan"

Reno kembali masuk kedalam.

Sementara itu Sari dan Laura masih berdialog dengan dokter yang juga menangani Jenny.

" Dok, bagaimana pasien diruangan sebelah. Atas nama Jenny. Bagaimana perkembangannya saat ini?" tanya Laura

" Maaf tapi tidak ada perkambangan yang terjadi sampai detik ini. Justru sekarang yang terjadi adalah kebalikannya. Kondisinya semakin menurun. Sore nanti kita akan melakukan cek lagi dan semoga sudah ada perkembangan yang bisa kita liat"

" Tapi Jenny bisa pulih kembali kan?"

" Kemungkinan itu pasti ada, kami tidak ingin berkata yang mendahului takdir. Kita akan berusaha yang terbaik"

" Menurut kacamata medis, berapa persen harapan hidup Jenny?"

" 20 persen. Sekali lagi saya menjawab dari kacamata medis, dan jika dilihat akibat yang disbebabkan oleh benturan keras benda tumpul dikepalanya"

Tubuh Laura dan Sari lemas seketika saat mendengar harapan hidup Jenny yang kecil.

..

* 22/24

* Masih ada beberapa lembar terakhir dari citrapata

Continue Reading

You'll Also Like

516K 16.9K 118
Read and find out...
1.6M 91.3K 46
|๐‘๐จ๐ฌ๐ž๐ฌ ๐š๐ง๐ ๐‚๐ข๐ ๐š๐ซ๐ž๐ญ๐ญ๐ž๐ฌ - ๐ˆ| She was someone who likes to be in her shell and He was someone who likes to break all the shells. "Jun...
2.9M 117K 75
"แ€˜แ€ฑแ€ธแ€แ€ผแ€ถแ€€แ€œแ€ฌแ€•แ€ผแ€ฑแ€ฌแ€แ€šแ€บ แ€„แ€œแ€ปแ€พแ€„แ€บแ€œแ€พแ€ฏแ€•แ€บแ€žแ€ฝแ€ฌแ€ธแ€œแ€ญแ€ฏแ€ทแ€แ€ฒแ€ท.... แ€™แ€Ÿแ€ฏแ€แ€บแ€›แ€•แ€ซแ€˜แ€ฐแ€ธแ€—แ€ปแ€ฌ...... แ€€แ€ปแ€ฝแ€”แ€บแ€แ€ฑแ€ฌแ€บ แ€”แ€พแ€œแ€ฏแ€ถแ€ธแ€žแ€ฌแ€ธแ€€ แ€žแ€ฐแ€ทแ€”แ€ฌแ€™แ€Šแ€บแ€œแ€ฑแ€ธแ€€แ€ผแ€ฝแ€ฑแ€€แ€ปแ€แ€ฌแ€•แ€ซ.... แ€€แ€ปแ€ฝแ€”แ€บแ€แ€ฑแ€ฌแ€บแ€›แ€„แ€บแ€แ€ฏแ€”แ€บแ€žแ€ถแ€แ€ฝแ€ฑแ€€...
1.3M 76.9K 49
๐ˆ๐ง ๐ญ๐ก๐ž ๐“๐š๐ง๐ ๐ฅ๐ž๐ ๐ฐ๐ž๐›๐ฌ ๐จ๐Ÿ ๐‡๐ž๐š๐ซ๐ญ๐ฌ, ๐š๐ง๐ ๐ฉ๐ฎ๐ซ๐ฌ๐ฎ๐ข๐ญ ๐จ๐Ÿ ๐“๐ซ๐ฎ๐ญ๐ก๐ฌ, ๐‹๐จ๐ฏ๐ž ๐ฐ๐ž๐š๐ฏ๐ž๐ฌ ๐ข๐ญ๐ฌ ๐ฆ๐ž๐ฌ๐ฆ๐ž๐ซ๐ข๐ณ๐ข๐ง๐  ๏ฟฝ...