Thank God, It's You

By Minaayaaa

3.7K 761 1.1K

Ada hari di mana aku bangun dan tak ingin melakukan semua pekerjaan menyebalkan itu, hingga melihat siapa yan... More

1. Yang Tersembunyi
2. Tutorial Jadian
3. Solo, Mungkin Berarti Sendiri
4. Metro Pop Scene
5. Pertemuan Keempat
6. Rencana - Rencana
7. Terlalu Cepat
9. Roman Picisan
10. Wild Night
11. Kekacauan
12. Outcast
13. Tinggal Bersama
14. Apa Apaan!
15. Kedatangan Glen
16. Ulang Tahun Mas Wafa
17. Thank God, it's Them
18. Berlatih Punya Anak
19. Masalah Asmara
20. Huru Hara Asmara
21. Bibit Bibit Tak Baik
22. Rintangan
23. Yang Paling Baik (Menurutku)

8. Our Fears

172 34 55
By Minaayaaa

Sentul, Bogor 09.00 WIB

Cuaca tak terlalu mendung, hawa lumayan segar dari pada Jakarta yang kian hari kian membuat banyak orang menderita ISPA.

Glen menyandarkan tangannya untuk menopang tubuh besarnya di pagar kayu tebal yang membatasi area penoton dan area pacuan kuda di stable milik Prabantara Hadikusumo, atau dia biasa memanggilnya dengan sebutan Om Prab.

Duda cerai dengan tiga anak laki-laki itu pun kini berdiri di sebelah Glen yang jauh lebih tinggi darinya, tapi tak menjadikan penghalan untuk komunikasi mereka yang terbilang asyik. Awalnya dia mengenal Om Prab sebagai teman ayahnya, dan sekaligus ayah, temannya, Calvin yang kini sedang berkuda santai bersama Chalize, juga Maira yang masih menjadi incarannya berbulan-bulan ini.

Sesekali Glen mengagumi Chalize yang menyentuh lembut kuda bernama Srikandi , satu kuda problematik di antara delapan kuda pacuan milik Om Prab yang ada di stable, satu kompleks dengan rumah mewahnya ini.

Selain dengan Om Prab dan salah satu joki, hanya Chalize yang mampu menahlukannya.

Kuda hewan yang sensitif karena memiliki banyak syaraf. bahkan dia tak segan menendang atau menggigit hanya karena merasa kesal kamu berdekatan dengannya.

Tahun lalu Srikandi nyaris membuat tangan dokter hewannya patah, karena menyepak dokter itu saat pemeriksaan.

"Gimana hubungan kamu sama Chalize?" Tanya Om Prab tiba-tiba tapi matanya tepas dari aktivitas di tengah lapangan itu. Glen salah tingkah dan membenahi letak kaca mata hitamnya sebelum menjawab.

"Kenapa tiba-tiba tanya begitu Om?" Ujar Glen sedikit malu dan terkekeh, masak iya dia harus cerita dia kemarin melamar Chalize lantara kesalah pahaman gara-gara berak kelamaan.

"Ya, dipastiin aja, udah lama kan kamu pacaran sama Chalize, cewek kayak dia itu menarik banget di mata laki-laki yang kuat"

"Yang kuat? Maksud Om?" Glen mengernyit curiga, yang kuat apanya nih?

Om Prab gantian terkekeh

"Yang kuat kepribadiannya, mikir apa kamu emangnya?" Ujar bapak-bapak pecinta kuda itu.

"Oooh, hehehe iya Om, emang Chalize semenarik itu di mata Om? Om naksir? Cih maaf ya Om, dia punya Glen!" Ujar Glen mendecih hingga Om Prab kembali tergelak.

"Sebenarnya Om pengen banget kalau Chalize jadi mantu Om, kayaknya seneng punya mantu pinter ambisius, cerewet, bahenol pula, gemes kan?"

"EEEh... nggak bisa ya!" Glen makin meradang, dia tak menyangka Om Prab genit juga, bukannya dia nggak bisa move on dari tante Hartini yang meninggalkannya karena tak tahan miskin sewaktu Om Prab sempat bangkrut dulu dan memilih kabur dengan bule Inggris.

"Ya kan cuma pengen, jujur Om pernah tawarin Chalize mau nggak sama anaknya Om"

"Lha Om, terus Chalize jawab apa? Pasti nggak mau kan?" Ada sedikit rasa khawatir dari ucapan Glen.

"Jangan salah, dia mau kok"

Kiamat!

"Om! Jangan bercanda deh!" Glen mulai resah, dia benar-benar ingin pergi saat itu juga.

"Tapi dia maunya sama Marco" Om Prab terkekeh melihat wajah Glen yang makin pias.

"Beneran Om?" Jantung Glen tambah tak karuan, anak Om Prab ada tiga, yang pertama Marco, sedang sekolah S3 di Inggris dan tinggal bersama ibunya, yang kedua Abi, sudah menikah beberapa bulan yang lalu, dan ketiga Calvin, yang teman mereka itu.

"Bener, tadinya Om pengen banget dia sama Calvin aja, tapi Calvin kurang kuat sih kalau buat Chalize"

"Om, nggak gitu donk cara mainnya Om, mentang mentang" Glen agak tenang sebab Marco itu tinggal jauh dari Indonesia dan sangat jarang pulang, bahkan dia hanya menyempatkan stay semalam saja sewaktu adiknya menikah.

"Hahahaha Glen Glen, makanya langsung lamar, for your information, lima bulan lagi Marco pulang, stay permanen di Indo" Om Prab mengulas senyum sambil menepuk punggung lebar Glen.

"Ahhh om om nggak boleh kayak begitu ah Om, kemusuhan kita!" Glen tambah konyol, sesuka sukanya dia dengan Om Prab, tapi kalau urusannya seperti ini dia tak suka lagi. Om Prab terus tertawa dan Glen tak bisa membedakan mana yang bercanda mana yang bukan sebab Om Prab itu politisi senior.

"Oh Boy, itu semua tergantung kamu dan bagaimana kamu menakhlukan dia" tutup Om Prab yang mulai dekat dengan Chalize dua tahun lalu setelah gadis itu berhasil mencarikan tanah untuk stable kuda Om Prab di wilayah pedesaan yang sejuk di seputaran Salatiga.

Waktu itu Glen sedang pulang ke Jakarta dan kebetulan bermain golf dengan ayah temannya itu. Kemudian Om Prab menceritakan tentang rencananya yang gagal untuk membeli sebidang tanah, iseng Glen menceritakan tentang Chalize yang memiliki teman kuliah anak seorang tuan tanah dari desa yang dimaksud, maka gayung pun bersambut.

Chalize bisa menjembatani keduanya dan jual beli pun terjadi tanpa makelar. Dari sana lah Om Prab tak hanya mengenal Glen, tapi juga Chalize, pacarnya.

Glen ingin menjelaskan kepada Om Prab bahwa sesungguhnya Chalize dan keluarganya telah menerima lamaran sederhananya kemarin, tapi perhatian mereka tersita oleh keramaian yang terjadi di tengah arena pacuan kuda.

Pandangan mereka pun mengarah ke tengah lapangan itu, di mana tiba-tiba Calvin berlutut di hadapan Meira dan menyodorkan sebuah kotak kecil, tak lama serenada datang, pelayan membawa bunga bunga, Meira hanya berdiri menangis dan Chalize takjub melihat semua yang terjadi.

Konfetti pun diletupkan setelah Meira mengatakan iya dan Calvin menyematkan cincin bertahtakan berlian yang khusus dipesannya dari Bruzzle itu.

Tanpa ragu-ragu dia sejoli itu berciuman di tengan pacuan kuda dan diiringi tepuk tangan Chalize serta para pelayan di antara nyanyian lantunan lagu cinta Italia yang dibawakan serenade.

Om Prab pun bertepuk tangan dan bersiul.

"BRAVO! ITU BARU ANAK PAPA!" Ujarnya

Glen mau tak mau juga bertepuk tangan, sambil terus memperhatikan Chalize di sana seiring rasa takutnya kalau-kalau Om Prab benar-benar mengambil Chalize sebagai mantu. Bersaing dengan Wafa saja Glen merasa sulit, apalagi ini adalah Marco, Si Anak sulung serba bisa itu, yang dulu selalu jadi panutan dan bahan perbandingannya semasa kecil hingga usia sekolah.

"Koyo' Marco anak e Mbak Hartini kae lho, bocah kok bagus, anteng main musik pinter sekolah juara terus , melu olimpiade science, oleh medali, ra ming dolanaaaan hape wae taa .. Gleeeen!"

(Seperti Marco anak Mbak Hartini tu lho, anaknya ganteng, pendiam, pintar main musik, sekolah juga juara terus, ikut olimpiade science, dapat medali , nggak cuma hapean kayak kamu Glen)

Glen menjadi teringat omelan ibunya, terutama setelah mereka pulang dari Jakarta ke Kudus, dan kumpul-kumpul dengan kolega di sana.

Nama Marco selalu menggaung, dia adalah anak yang diinginkan ibu-ibu sedunia, tapi Glen tak menyangka, ternyata Chalize tertarik juga.

Glen memutuskan untuk ikut ke tengah lapangan untuk memberi selamat. Sebab inilah mengapa dia dan Chalize diundang hari ini. Untuk menjadi saksi lamaran Calvin yang langsung diterima oleh Meira setelah hubungan tanpa status mereka yang berlarut-larut.

Setelah puas berfoto-foto untuk diunggah ke media sosial, mereka pun dijamu oleh Om Prab, privat party sesuai request anak bungsunya yang mengundang seorang koki pemenang ajang kontes masak memasak amatir.

Glen dan Chalize tak tahu apa yang mereka makan, tapi rasanya enak dan presentasi serta atraksi memasaknya sungguh memukau.

Chef itu juga sexy, lebih cocok untuk jadi model kalau tak mencicipin rasa makanannya.

Om Prap yang lelah pun meninggalkan keempat anak muda yang sekarang masih berenang-renang di kolam renang di kediamannya yang super besar itu.

Glen dan Calvin yang kenal sejak kecil asyik beradu kecepatan sementara Chalize dan Meira tidur-tiduran di pinggir kolam dengan bikini rajut mereka tak sedikitpun niatan untuk bergabung masuk ke dalam kolam bersama para pacar.

Bukannya takut hamil karena sperma rumornya bisa berenang hahahaha ... tapi lebih ke rasa malas basah basahan.

"Kenapa kamu terima lamarannya?" Tanya Chalize setelah meneguk tropical punchnya. Dia tahu Maira tak sesuka itu dengan Calvin.

"Kamu pikir aku punya nyawa serep, kamu mau aku pulang dari sini tinggal nama kalau nggak nerima dia?" Bisik Maira yang membuat Chalize tergelak, sebab siapapun mungkin tahu perangai arogan ayah Calvin di luar sana, Om Prab hanya baik dengan orang-orang tertentu saja, siapa saja, yang dia mau.

"Jadi Cuma itu pertimbangannya?" Chalize menurunkan kaca mata hitamnya untuk melirik sahabatnya itu.

"Abang kamu bikin standar aku soal cowok ketinggian, nggak ada lah yang kayak dia! Tapi sekarang semua udah telat!" Maira melipat tangannya dan berkata dengan nada yang penuh penyesalan.

"Mas Dae memang baik, kamu juga baik, tapi kalian tak baik juka bersama, harusnya kamu move on kalau ingat gimana kalian dulu tiap hari bertengkar parah sampai nggak bisa ngendaliin diri" Jawab Chalize assertive, dia nggak munafik.

Maira menarik nafas panjang.

"Kenapa ya, bisa begitu, aku sayang banget sama Dae, aku tahu Dae juga, tapi ga tau tiap aku sama dia bareng ego kami tuh ngalahin semuanya, aku terlalu ingin Dae, Dae juga tapi semua bikin situasi runyam tak terkendali" Bukannya merayakan pertunangannya, Maira malah mengenang mantannya.

"Mungkin kalian jodoh" Ujar Chalize santai.

"Hah, maksudnya?" Maira menegakkan posisinya seolah memiliki harapan besar.

"Aku pernah minta diramal sama temenku yang bisa baca tarot, katanya dalam kehidupan ini kita bisa terlahir beberapa kali, ada pasangan yang dari kelahiran pertamanya sudah memiliki jodoh, ada juga yang berjodoh untuk setiap karma kelahiran, begitulah, mungkin kamu dan Dae akan jadi suami istri, tapi di kehidupan selanjutnya"

"Ck! Musrik!" Maira sungguh kecewa dan memukul Chalize pelan dengan bantal hingga gadis itu terkekeh.

"Slot jatah dosa aku tiap bulan udah aku pakai untuk percaya ramalan, soalnya aku nggak kerik alis kayak kamu!" Ujar Chalize sambil tergelak

"Brengsek! Mana ada orang bisa ngeslot dosanya sendiri!"

Kedua gadis yang sudah berteman sejak kuliah itu pun tertawa berderai-derai hingga akhirnya diam memandang langit Sentul yang mengapa cerah sekali.

"Lize, akhirnya aku sampai di sini, aku bakal nikah sama Calvin, anak salah satu orang penting di Indonesia, aku harus segera kabarin mami di solo deh, habis ini pasti ada syukuran saking bangganya" Maira mencoba tersenyum tapi ada sedikit kesedihan tersirat dalam perkataannya.

"Do you love him?"

"Nggak yakin, tapi aku yakin kalau Calvin cinta dan sayang sama aku, bukankah itu cukup? Akan sangat mudah mencintainya nanti, aku udah capek Lize dengan semua drama percintaan yang melelahkan dan kadang bikin aku lupa bersyukur gara-gara mikirin hubungan yang kandas"

Dua gadis itu tak saling menatap, tapi tangan mereka saling bertaut.

"Aku sayang kamu Mae, sayang Mas Dae juga, aku berdoa supaya kalian menemukan kebahagiaan masing-masing meski nggak akan bersama, kita tetap akan jadi sister Mae, ya kan?"

Chalize mengeratkan genggamannya, dua gadis itu masih rebahan dan menatap langit.

"Aku berharap kamu dan Glen termasuk di dalam golongan manusia beruntung yang sudah dijodohkan Tuhan sejak kelahiran pertama, baik baik ya kalian"

Satu tetes dua tetes dan tiga

Akhirnya mereka tak kuat lagi untuk berpelukan dan menangis.

***

Barulah selepas makan malam, Glen dan Chalize pamitan untuk kembali ke Jakarta.

Mereka baru menuju parkiran ketika sebuah VW Scisoro warna biru metalik masuk ke halaman rumah Om Prab, Glen sangat tahu mobil siapa, sebab dia memang sering bertemu dengan gadis berkaki jenjang itu, tanpa sepengetahuan Chalize tentu saja.

Kintari Anggraini, yang kini bekerja menjadi salah satu staf di DPR RI tempat Om Prab berkantor.

"Glen, ngapain di sini?" Ujar gadis cantik itu

Glen menoleh ke arah Chalize sejenak di mana gadis itu sudah beraut masam dengan pandangan nyalang, lantas masuk ke dalam mobil begitu saja, sementara Glen bertegur sapa dengan cewek yang mengenakan setelah santai namun tetap anggun itu.

"Kinta, biasa lah berkuda" Ujar Glen sambil tersenyum

"Eh gimana persiapan ke Melbourne university, aku dua bulan lagi mau ke sana lihat-lihat situasi, sama survey tempat tinggal"

"Udah sih, tapi aku berangkat mepet aja lah, aku bakalan tinggal di rumah opa juga sih, jadi ga terlalu perlu survey"

Kemudian kedua orang itu terlibat pembicaraan seru yang semakin memanaskan telinga Chalize, hingga gadis itu memutuskan untuk memakai ear pods nya saja.

Chalize terdiam sampai ketiduran sewaktu mereka kembali ke Jakarta dengan segala kesumpekannya.

Glen merasakan sedikit aneh tapi dia tak ingin meributkannya karena saat ini Chalize sudah terlelap juga. Glen merasa mungkin hubungan mereka memang sedang menuju dewasa.

Glen memelankan laju kendaraannya ketika mengantre exit tol. Diliriknya Chalize yang tertidur dengan earpodsnya, hingga ponselnya nyaris lepas dari genggaman seandainya Glen tak menangkapnya.

Sekilas Glen melihat layar ponsel Chalize yang memuat foto mereka, namun sedetik kemudian hatinya mencelos saat menemukan sebuah notif Instagram.

Marco Hadikusuma mengomentari kirimanmu

TIIIIIIINNNNN

Glen tergagap dan Chalize terbangun karena suara klakson mobil tak sabar di belakang.

Cepat cepat Chalize meraih ponselnya dan Glen melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Keduanya tak saling bicara, Chalize masih kesal dengan pertemuan Glen dan Kintari tadi sementara Glen tak kalah cemburunya dengan Marco.

Bahkan Glen baru tahu kalau Marco dan Chalize berteman di instagram, fakta menarik.

Chalize langsung turun tanpa pesan di depan apartemennya, sementara Glen dengan kesal langsung meninggalkan tempat itu.

Keduanya marah tapi tak ada yang mau saling bicara.

Hati mereka panas tanpa ada yang mereda.

***

Semarang, 4 tahun yang lalu.

"Di mana kosnya?" Tanya Chalize yang sudah mahir menyetir. Kali ini dia berkendara dari Salatiga ke Semarang untuk mengantar salah satu bestienya, Sharron yang ingin menemui teman SMAnya. Chalize juga mengenal Dipta, kadang Dipta main juga ke Salatiga, nha kini giliran Sharron dan Chalize berakhir pekan ke Semarang, Maera tak bisa ikut sebab harus pulang ke Solo. Rencananya mereka akan nyore di Kota Lama dan malamnya pergi ke club yang sedang populer di kalangan mahasiswa.

Akhir pekan ini Chalize tak ada rencana dengan Glen, sebab Glen bilang dia akan pulang ke Kudus. Chalize juga tak masalah, toh tidak ada yang tahu dia punya pacar. Chalize dan Glen benar-benar menjalankan backstreetnya dengan baik.

"Nanti mampir ke kost Wafa yah, tapi jemput Dipta dulu" Ujar Sharron yang sebenarnya waktu itu sedang intens berkirim pesan dengan Wafa yang justru dikenalnya dari Maera. Mereka baru bertemu sekali dan sepertinya ingin bertemu lagi.

"Ngapain ke kost Mas Wafa, pasti ada Mas Dae, nanti ga dibolehin ke club!"

"Dia mau ikut katanya"

Sharron berkata santai, semantara Chalize yang panik,

"Kamu gila ngajak Mas Wafa?"

"Ya bener kan, sama Mas Dae juga katanya, kan enak ada yang jagain kita!"

"Ya ampun Shar, kok nggak bilang dulu sih?"

"Kenapa emang?" Ujar Sharron bingung

"Lihat penampilan aku! Bisa dirukiyah sama Mas Dae!"

Lantas Sharron memperhatikan Chalize yang memakai hotpants super pendek, tank top spaghetti dan ditutupi cardigan hitam oversized tapi hanya menutup sampai atas pusar.

"Hahahhahahahah ... mampus, mampus sial!" Sharron terus tertawa sampai mereka sampai ke sebuah kos putri eksklusif yang dijaga satpam itu.

Merekapun bergegas ke lantai tiga, di mana kamar Dipta berada.

"Kata Dipta di sini enak, bisa masukin cowok, nggak kayak kost kita!" Ujar Maera sementara mata Chalize menikmati interior kost yang chick dengan pintu berwarna warni, dia jadi mendapat inspirasi untuk mengecat pintunya juga.

"Mana kamar Dipta?" Tanya Chalize

"Tuh, yang pintu kuning"

"Ih lucu banget!"

Setengah jam mereka menghabiskan haha hihi sambil berdandan di dalam kamar Dipta. Sebelum maghrib mereka segera bersiap untuk keKost Dae, lalu Kota Lama sebelum ke Club bersama sama.

Ketiga gadis itu berjalan beriringan.

Tapi Chalize sedikit tertinggal karena tali sepatunya lepas tepat di depan kamar dengan pintu berwarna dusty pink yang tadi Chalize sangat sukai, sebab pemiliknya menambahkan beberapa lukisan bunga dan kupu-kupu clasic dengan deco paint.

Chalize kurang memperhatikan ketika pintu itu terbuka dan kedua temannya bertegur sapa dengan penghuni kos itu.

"Ngamar melulu, bunting tau rasa lo!" Ujar Dipta sambil terkekeh dan sepertinya ditujukan ke gadis yang baru saja keluar dari kamar itu.

"Ish ga lah, play smart work hard!" Ujar gadis bersuara lembut yang kini Chalize bisa melihat sosoknya dari belakang.

Wow Sexy juga,

Batin Chalize kemudian melangkah cepat agar mensejajari teman-temannya lagi.

Chalize tersenyum juga kepada tetangga kost Dipta

"Babe, cepet! Aku udah laper!" Chalize melihat sekilas ke dalam kamar hingga pacar gadis itu keluar juga dan membuat kontak mata dengannya.

"Sabar kunci mobilnya baru ketemu nyelip di bawah bantal" Ujar pemuda itu tenang dan masih bertatapan mata dengan Chalize.

"Kita duluan ya Kin!"

"Yuuuk!" Ujar gadis dengan rambut berombak dan Sang Pacar yang masih terus menatap Chalize.

Chalize mengepalkan tangannya dan dengan tenang mengemudikan hatch back hitamnya.

"Wah temen kamu kerad juga ya maennya siang-siang bolong!" Sharron menanyai Dipta yang duduk di belakang.

Dipta pun maju hingga wajahnya berada di antara Chalize dan Sharron, dia tersenyum sebab ini adalah waktunya bergosip ria.

"Tau ga sih bestie, di balik kemesraan mereka itu, tersimpan semua kisah cinta yang tragis"

"Tragis gimana?" Tanya Chalize penasaran.

"Tadi lihat kan mereka serasi bareng, sayangnya ortunya pada nggak setuju, sempet rame tuh! Mereka naksir-naksiran bahkan dari SMP tahu ga sih?" Dipta mulai gosipnya

"Wah aseek, terus?" Sebagai penggibah sejati, Sharron paling suka begini-begini.

"Mama mereka kan musuhan sejak lama, terus keluarganya juga kompetitor bisnis gitu, waktu SMA mereka pernah pacaran terus sampai mama mamanya jambak jambakan di sekolah heboh banget katanya!" Dipta menguraikan gosip yang didengarnya itu dengan berapi api, kebetulan tetangganya kos sendiri yang pernah bercerita, jadi menurut Dipta ini hanya pembeberan fakta.

"Terus sekarang pacaran lagi? Backstreet?" Tanya Sharron

"Kayaknya sih, tapi cowoknya itu kakak tingkat aku, terkenal buaya lah dia!" Kata Dipta lagi

"Buaya gimana Dip?" Chalize mulai tertarik dengan topik ini

"Dia bisa pacaran sama dua cewek di satu waktu"

"WOW cakep sih! Aku juga mau kalau selingkuh sama dia" Ujar Sharron sembarangan.

"Mulutnya, seganteng-gantengnya cowok, nggak berharga lah kalau ga bisa ngehargain komitmen gitu, bener ga Lize?" Tanya Dipta

"Bener banget!" Ujar Chalize sambil menyengir.

"Eh Lize, belok indomaret bentar!" Kata Sharron tiba-tiba

"Mau ngapain?"

"Beli liptint, lupa ga bawa, ya kali ketemu Wafa tipis-tipis aja!" Kata Sharron genit.

Chalize pun membelokkan mobilnya ke parkiran indomaret itu. Dengan cepat Sharron keluar dan diikuti Dipta yang hanya ingin ikut ikutan saja.

Chalize memutuskan menunggu di mobil saja, sambil mendengarkan lagu-lagu dari radio. Langit Semarang cerah, tapi berkali-kali Chalize menghela nafas panjang.

Chalize membuka ponselnya saat sebuah notifikasi yang dinantikannya masuk.

Glen

Aku bisa jelasin

Chalize mendecih miris

My-C

Kita putus aja, aku nggak biasa kompetisi cuma buat rebutan pacar.

Chalize ingin menangis, sakit hati sekali rasanya. Cintanya dikhianati dan hatinya diinjak-injak. Sekarang semua jadi rancu, dia atau tetangga kos Dipta yang bernama Kintari itu yang selingkuhannya. Tapi sekuat tenaga diredamnya air mata itu sebab teman-temannya yang heboh sudah datang dan membawa berbagai camilan.

FUCK GLENNY!

Batin Chalize meradang.

Kembali ke Jakarta masa sekarang

21.30 WIB

Glen memandang ponsel pintarnya namun pikirannya terasa dungu. Dia benar-benar lupa apa password instagramnya. Selama ini dia hanya sibuk jadi penonton Tiktok dan mendownload ratusan video lucu untuk dibagikannya di grup teman temannya.

"AH YES!" Glen berjingkrak ketika berhasil merecover pasword nya dan kini dia dapat masuk ke akun instagramnya kembali.

Glen tak peduli dengan puluhan notifikasi, langsung ditujunya laman milik Chalize. Betapa terkejutnya Glen dengan segala postingan Chalize yang sama sekali tak ada foto dirinya. Ada sih, tapi hanya satu. Itu juga beramai-ramai waktu makan dengan Dae dan Wafa, bertahun lalu.

Sisanya kebanyakan hanya fotonya yang super menggoda.

Glen mulai menginspeksi satu persatu postingan dan siapa yang berkomentar. Kini Glen mulai tak santai dan terngiang terus menerus kata-kata Om Prab yang seolah melengkapi seluruh kegundahannya malam ini.

Bagaimana tidak? Marco Hadiwijaya, yang idola ibu-ibu itu, tak pernah absen mengomentari hampir semua postingan Chalize dan parahnya gadis itu pun menanggapinya dengan hangat.

Penasaran Glen mencoba membuka laman milik Marco, tapi sial, Glen tak berteman dengan Marco dan IG nya privat.

SHIIIIIIIT!!

Kesal, Glen pun melemparkan ponselnya ke kasur, tapi lantas diambilnya lagi.

Tuan Muda Glen

Besok kita ketemuan, aku butuh ngomong serius sama kamu

Chalize membaca pesan itu dengan tatapan muak. Didiamkannya saja tanpa dibalas sama sekali. Chalize sedang berada di pantry dan bersandar pada distar dengan tatapan kosong dan kusut.

Asap mengepul sesak di dapur itu sebab Chalize lah yang mengepulkan asap-asap itu dari filternya.

Tidak setahun sekali gadis itu merokok tapi dia masih ingat caranya.

Air matanya turun teringat segala sakit hati yang sebenarnya belum selesai di masa lalu, bahwa Glen masih menyukai gadis itu. Bahkan tanpa sepengetahuan Chalize, menurut apa yang didengarnya tadi mereka akan pergi ke Melbourne bersama - sama.

Berarti mereka sering bertemu?

Sekarang siapa selingkuhannya? Aku atau Kinta?

Hal-hal itu terus mendengung di kepalanya, memupus semua rasa percayanya kepada Glen yang dikiranya sudah tobat.

Chalize teringat kartu-kartu yang dibacakan Gita, teman kos nya yang bisa membaca tarot, sehari setelah dia putus dengan Glen.

Kartu-kartu itu berkata jika laki-laki ini memiliki dua jodoh, yang satu memang diberikan oleh tuhan sejak kelahiran pertama sampai selamanya, satunya adalah bayang-bayang, bisa menjadi jodohnya karena karma, atau hanya menjadi sebuah jodoh yang bertemu dalam satu persimpangan kemudian berpisah.

Sudah lama Chalize memendam rasa tak ingin percaya kartu-kartu musrik itu, tapi kini semua begitu nyata, dia mulai ragu, bahwa jangan-jangan dialah bayangan itu.

Chalize tak mempedulikan teleponnya yang terus berdering berkedip di apartemennya yang gelap, dia tahu itu Glen tapi tak dipedulikannya lagi. Gadis itu marah, takut dan sangat marah.

***

Solo, 21.45 WIB

Malam Minggu, genap seminggu Yudha dan Wafa intens bertemu. Malam ini tadi mereka menonton festival di Pura Mangkunegaran, setelah sebelumnya melihat festival lainnya, senang sekali pedekate di kota Solo. Banyak event tak kunjung henti. Wafa jadi punya banyak alasan untuk semakin dekat dengan gadis itu.

"Besok ketemu di CFD ya" Ujar Wafa sebelum Yudha turun.

Yudha urung membuka pintu, mereka kini berhenti beberapa meter dari gang rumah Yudha.

"Besok tidak bisa, aku ada acara promosi sekolah di CFD" Ujarnya lembut

"Aku tungguin, santai aja" Kata Wafa sambil tersenyum.

Wafa menunggu sejenak respons dari Yudha, sebab gadis itu terlihat seperti berpikir keras untuk menjawab.

Yudha menyandarkan kembali bahunya dan pelan-pelan menatap laki-laki di sebelahnya.

"Ini terlalu terburu-buru, tapi aku mau tanya" Ujar Yudha memberanikan diri

"Tanya aja" Jawab Wafa

"Ini tujuannya apa?"

"Maksudnya?" Wafa agak bingung

"Kenapa baik sama aku?" Tembak Yudha langsung, Wafa jadi kelimpungan, bagaimana cara menjawab pertanyaan sulit ini, masak dia langsung bilang kalau dia naksir ibu guru itu? Tapi nanti pasti gadis itu akan menanyakan alasan mengapa dan bahkan Wafa tak tahu jawabannya, mau menjawab karena Yudha cantik hanya akan membuat derajadnya anjlog di mata gadis pintar itu.

"Perlu kamu ketahui kalau aku baik sama semua orang" Ujar Wafa pada akhirnya.

"Oh" Ada nada sangat kecewa keluar dari mulut Yudha, detik itu juga Wafa sadar dia salah bicara.

"Maksudku ..." Wafa ingin memperbaiki kata-katanya tapi gadis itu sudah menyela.

"Nggak papa, makasih atas waktunya, aku cukup seneng-seneng" Yudha hendak membuka pintu tapi Wafa menahannya.

"Tunggu tunggu, gini maksudku ..." Wafa tersendat dan kembali berpikir sementara Yudha menunggunya bicara.

"Jadi maksudku itu aku pengen kenal kamu lebih dalam"

"Untuk apa?" Tanya gadis itu dengan tegas.

"A' aku ..." Demi apapun Wafa grogi ditatap Yudha.

"Aku tertarik sama kamu Yud, jujur, aku ingin kita saling mengenal lagi, lebih dekat lagi" Terengah Wafa mengucapkannya.

Yudha menunduk dan memainkan jarinya, dipikirkannya segala kemungkinan dan seluruh pengalaman pahitnya dalam percintaan. Wafa adalah semua yang diinginkannya, but it's too good to be true.

Baru beberapa hari saling mengenal tapi Wafa seolah sudah mengisi segalanya terlalu cepat. Bahkan Yudha sudah mulai merasa takut untuk kehilangan.

Dia tak suka perasaan ini, dia tak pernah diperlakukan sebaik Wafa memperlakukannya, dia takut ekspektasinya terlalu tinggi dan dibanting saat dia sudah mulai ke awang-awang, pasti menyakitkan.

"Kalau begitu cukup di sini kenalannya, aku, aku takut kalau semisal kita kenal lebih dalam malah nggak baik, aku tetap pengen kita punya hubungan baik" Ujar gadis itu mengakhiri perjuangannya sendiri yang bahkan dia belum memulai peperangan.

"Ini, gimana maksudnya?" Wafa jadi agak bingung.

"Mmmm... aku nggak biasa punya kehidupan sesuai ekspektasi, kehidupanku genrenya matematika" Perkataan Yudha sama sekali tak menjelaskan

"Pardon?" Wafa ingin dijelaskan.

"Ya, kayak matematika, kalau semua terasa gampang dan benar, so it must be something wrong on my counting"

"Tapi hidup bukan matematika Yud" Wafa tiba-tiba heran dengan jalan pikiran Yudha dan semakin penasaran dengan hari harinya.

Yudha justru mengulas senyum.

"Sejauh aku kenal cowok, kamu yang paling baik, mungkin tanpa kenal kamu lebih lanjut aku langsung suka kamu deh Fa, tapi kan nggak bisa gitu, kamu juga punya hak untuk kenal aku lebih jauh, tapi ini yang bikin aku takut"

"Takut kenapa?"

"Takut semakin kamu kenal aku, kamu akan semakin nggak suka, dan akhirnya pergi, jadi sebelum semuanya terjadi, kita sampai di sini aja"

Wafa benar-benar tak menyangka Yudha yang tampak lembut dan memiliki senyuman ceria memiliki pikiran ruwet semacam ini.

"Wait, siapa yang bisa menjamin kalau aku nggak akan jadi suka?" Ujar Wafa

"Nggak ada!" Balas Yudha

"So, what is the problem?" Yudha tetap tak menyerah.

"It is a problem, seperti siapa yang akan menjamin kamu jadi suka aku"

Skak

Wafa kehabisa kata-kata.

"Good night, see you around" Ujar gadis itu mengucap pisah.

Wafa hanya terdiam melihat gadis yang baru saja bersenang-senang dengannya di festival musik itu pergi. Rasanya sungguh pahit menelan sebuah penolakan. Entah ini penolakan jenis apa, bahkan gadis itu bilang bahwa dia juga menyukai Wafa. Wafa merasa bodoh, mengapa dia harus menyelidiki Yudha berlama-lama padahal dia sendiri yang naksir duluan.

Yudha sendiri membodoh bodohi dirinya. Sambil berjalan dia menggumam bahwa dia memang perempuan sial yang tidak memiliki jodoh dalam kehidupannya. Dalam kelahirannya, dia hanya bertugas membawar hutang keluarga, mengalah untuk adik-adiknya, menyangga segala sesuatu di rumahnya. Hanya itu saja, siapa yang mau tahu tentang bebannya, siapa juga ada orang bodoh yang mau berbagi panggul bebannya.

Dia hanya ingin Wafa tetap mengenangnya sebagai gadis menyenangkan, sehingga ketika suatu hari mereka bertemu segala sesuatu tetap baik.

Dia tak ingin di hari di mana dia sudah benar benar ketergantungan pria itu, Wafa malah muak dengan segala problematikanya dan menjauh.

Yudha tak ingin menjadi asing dari Wafa, tapi juga merasa tak mungkin sebelum memulainya.

Dia sangat indah dengan kehidupan sempurnanya hingga mungkin tak cocok dengan hidup carut marutnya.

Langkah gontai Yudha menyapa seluruh tetangganya yang sedang duduk berderet sambil bergosip di malam minggu sebab rumah mereka sempit dan panas tanpa AC.

"Monggo budhe, monggo pak" Sapa Yudha kalem dan mereka menyambutnya dengan ramah juga.

"Seko ngendi Mbak Yudha kok wengi-wengi lagi mulih?"

(dari mana mbak Yudha kok malam-malam baru pulang)

"Main ke festival Jazz Mangkunegaran, lha bulik kok mboten mirsani" balas Yudha

(Kok tante nggak lihat?)?

"Wah, acarane cah enom!" (Wah itu kan acara anak muda)

Yudha pun tersenyum sambil membuka pintu pagar tipis tumahnya.

"Lagi mulih i piye to Yud? Pie ndue yang nek senenge ming lungo ro kanca kancamu sing wis do ndue anak terus!" Ibunya sudah menyambut dengan omelan

(Kok baru pulang tu gimana to Yud? Lagian gimana bisa punya pacar kalau perginya sama teman-teman kamu yang sudah punya anak terus?")

Ibunya memang selalu seperti itu. Dia hafal benar kalau teman-teman Yudha hanyalah teman di tempatnya bekerja dan mereka semua sudah berkeluarga, termasuk Boni yang sudah cerai tapi tentu saja tak mungkin berharap anaknya akan digandeng Boni yang agak mencurigakan lambaiannya itu.

Yudha melirik sebal dan sebelum membuka pintu pagar itu seseorang sudah menyebelahinya, mendahului dia masuk pagar dan mencium tangan ibunya yang berdaster batik kuning itu.

"Mohon maaf tante, pulangin Yudhanya kemaleman" Ujar Wafa dengan suara terengah sebab selain gugup dia juga berlari mengejar gadis itu.

Yudha menjadi panik melihat ke sekeliling, tetangga yang nongkrong sudah terlihat bisik-bisik memperhatikan.

"Kamu siapa?" Ujar ibu itu sambil melihat anak muda itu penuh selidik dari atas ke bawah bawah ke atas.

"Saya Wafa tante, pacarnya Yudha"

Brak

Gading adik Yudha manjatuhkan helm yang di bawanya, saat itu dia hendak keluar untuk nongkrong bersama teman-teman sekolahnya di angkringan dekat BI.

Yudha pun bingung dengan apa yang terjadi, tapi Wafa sudah menyimpulkan sendiri, secara sederhana, dia suka Yudha juga sudah bilang suka, mengapa harus berpikir lama, jadi dia segera mengambil tidakan gegabah ini : Jalani saja dulu.

"Paaah ... Mbaaak Mbak Mia, Mbak Yudha bawa pacar!" Teriaknya sungguh heboh.

Yudha hanya terpaku, di depan pagar, dia tak tahu ini kiamat atau justru hal yang terjadi padanya, dia terlalu senang dan dia pun ketakutan.

Bersambung 🧡

Yuk dikomen🌼

Continue Reading

You'll Also Like

17M 765K 44
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
53.1K 9.3K 60
"Gue pacarin, kalo lo bilang suka gue." "Suka aja nggak apa-apa. Gue udah soalnya."
44.1K 6.9K 56
[SUDAH DITERBITKAN DAN SEDANG DI REVISI] Kita terperangkap dalam sebuah arus yang mengatas-namakan persahabatan diatas segalanya tapi melupakan cint...
3.8M 55.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...