Wheel of Fortune [Wonwoo's AU]

By luvisha__

345 59 0

Kaianna Putri Adhisti sama seperti mahasiswa akhir lainnya yang dipusingi oleh perkara skripsi yang tidak ada... More

Wheel of Fortune
Prologue
BAB 1
BAB 2
Bab 3
Bab 5
Bab 5.2
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 9.2
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16

Bab 4

11 2 0
By luvisha__

Pada pertemuan selanjut-selanjutnya, mereka kebanyakan menghabiskan waktu di perpustakaan, meski kadang-kadang memilih teras taman kampus jika tidak begitu ramai. Terkadang hanya dua kali seminggu, terkadang lima hari seminggu. Sekarang sudah memasuki hari Jumat kedua di bulan Mei.

Adnan dan Kaia sedang berada di Corner Makassar perpustakan pusat. Kaia sudah menyelesaikan dua bab dari novelnya dan Adnan sedang membacanya.

Pria itu tampak serius pada layar laptop yang ada di depannya. Sikunya bertopang di meja dan jari-jarinya terlipat di atas dagu. Tatapannya lurus dan rahangnya tegas. Sebelumnya Kaia tidak tahu wajah berpikir seseorang bisa semenarik itu untuk dilihat. Dia seolah tersihir untuk terus memperhatikannya.

Kaia pun sudah sepenuhnya mengerti, wajah Adnan tidak semengintimasi yang seperti dia pikirkan awalnya. Dibalik sikapnya yang tenang dan penuh penilaian, Kaia melihat wajah anak laki-laki yang sedikit jahil dan sangat ingin tahu. Pria itu menyukai percakapan intelek yang memancing rasa penasarannya. Dia juga suka menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak penting yang Kaia ucapakan tanpa sadar dan menjawabnya dengan jawaban yang tidak Kaia sangka-sangka.

Pernah sekali Kaia membaca komik online yang menceritakan tentang lucid dream dan bertanya pada Adnan apa dia pernah mengalaminya atau tidak. Kaia waktu itu tidak menduga mendapatkan anggukan sebagai jawaban.

Kaia tanpa sadar menegakkan punggungnya, dan bertanya lagi dengan mata berbinat, "Bagaimana rasanya?"

"Biasa saja. Sama seperti mimpi biasanya, hanya saja aku sadar kalau sedang mimpi."

"Ta-tapi bagaimana caranya?"

Adnan menjawab ragu, "aku juga gak tahu. Aku cuman tahu saja kalau sedang bermimpi."

Jawaban itu tidak memuaskan Kaia, tapi dia tidak lagi mendesaknya dengan pertanyaan-pertanyaan lain karenea tidak ingin membuat Adnan merasa tidak nyaman.

Seolah sadar ditatap, Adnan mendongakkan kepalanya dari layar laptop ke Kaia.

Kaia terkesiap. "Bagaimana? Kamu sudah selesai baca?" tanya Kaia sedikit canggung.

"Sudah," jawab Adnan.

"Kamu punya komentar?" tanya Kaia kai ini merasa gugup.

Adnan mengangguk. "Ada."

Kaia bangkit dari kursinya untuk duduk di kursi samping Adnan.

"Di bagian sini," kata Adnan sambil memenunjuk layar dengan telunjuknya. "Aku pikir bagian ini perlu kamu jelasin lebih detail algi tentang perasaan tokoh kamu. Dan di bagian ini juga aku pikir kamu perlu jelasin situasinya lagi. Karena untuk pemba–"

Kaia mendekatkan tubuhnya untuk melihat layar laptop lebih jelas dan tanpa sadar bahunya menyentuh lengan Adnan. Kaia terdiam, pria itu juga sampai menghentikan perkataannya.

"Karena untuk pembaca kedua bagian ini mungkin membingungkan," Adnan melanjutkan perkataannya bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Tangannya terangkat untuk menarik laptop Kaia mendekat pada gadis itu. "Selebihnya menurutku sudah bagus. Aku jadi penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya."

Kaia mengangguk-anggukan kepalanya, ikut bersikap biasa-biasa saja. "Thank you masukannya."

"No Prob."

Mereka kemudian kembali dengan dunia mereka masing-masing. Kaia mulai memperbaiki saran yang Adnan berikan dan Adnan sendiri melanjutkan kegiatan entah-apa-Kaia-tidak-tahu di laptopnya sendiri seperti sebelumnya.

Namun, Kaia merasa matanya semakin lama semakin berat. Itu karena semalam dia hanya tidur tiga jam dan sekarang ngantuk yang sejak tadi dia tahan, datang kembali. Akhirnya Kaia baru membiarkan dirinya tertidur setelah memasukkan saran yang diberikan Adnan tadi. Dia melipat kedua lengannya di atas meja sebagai alas untuk kepalanya tertidur.

Kaia baru terbangun ketika cahaya matahari sore mengenai wajahnya. Baru saja Kaia membuka mata, dia langsung menghadap wajah Adnan yang sedang tertidur di depannya. Gadis itu terkejut. Napasnya tertahan. Dia lantas meluruskan punggungnya. Sesuatu terjatuh dari pundaknya. Dan ketika dia melihat di lantai, ada jaket Adnan di sana.

Kaia seketika berdiri dan memungut jaket itu. Dia diam di sana. Bergantian mengalihkan pandangannya pada jaekt yang dia pegang dan Adnan yang sedang tertidur. Dia kemudian menaruh jaket pria itu di pundak pemiliknya, lalu berjalan menuju toilet. Untuk sesaat gadis itu termenung mematap wajahnya di cermin. Sedetik kemudian dia menepuk keras wajahnya dengan telapak tangan.

Ini tidak benar, gumam gadis itu.

Perasaan berdebar yang dia rasakan pada Adnan bukan hal yang benar.

Lagipula Kaia pernah mencoret pria itu dari tipe pria idealnya. Tapi, kenapa dia tiba-tiba merasa seperti ini? Kaia memegang dada kirinya, tempat jantungnya berada.

Namun, jika harus jujur, Kaia memang tertarik pada cara berpikir pria itu, pada wajahnya ketika dia sedang fokus, pada suara beratnya, pada saat dia tersenyum malu, pada saat pria itu mata tajamnya tertuju pada Kaia.

Intinya Kaia menyadari ketertarikan yang dia rasakan pada Adnan itu nyata.

Dan itu adalah hal wajar dan manusiawi yang tidak bisa sepenuhnya dia kontrol.

Benar. Kaia mengingatkan dirinya sendiri. Dia harus mengakui hal itu untuk mengatur langkah selanjutnya yang harus dia ambil; memadamkan ketertarikan itu.

Tangan Kaia kemudian bergerak menyalakan keran, lalu dengan kedua telapak tangannya mengambil air untuk membasahi wajahnya. Kaia lantas menghembuskan napas yang panjang. Dia melihat jam tangannya. Sudah masuk di jam lima sore hampir setengah enam. Sebentar lagi perpustakaan akan ditutup. Lebih baik dia kembali dan membangunkan Adnan untuk pulang.

Tapi, ketika kembali, pria itu sudah bangun. Dia membelakangi Kaia sambil bermain ponsel di kursinya.

Kaia memperhatikan punggungnya. Kepalanya kembali mengingatkannya untuk mengatur perasaannya. Dia tidak boleh jatuh cinta pada pria itu.

"Kamu sudah bangun?" tanya Kaia berbasa-basi setelah berada satu langkah di belakang Adnan. Dari sudut matanya, Kaia melihat pria itu mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke Kaia.

Namun, tanpa menunggu jawaban Adnan, Kaia kembali berkata sambil membereskan barangnya. "Yuk, pulang. Bentar lagi perpus udah mau ditutup."

"Ngomong-ngomong, Kaia," kata Adnan terdengar ragu-ragu. "Kamu ada waktu besok gak?"

Kaia sampai menghentikan kegiatannya dan menatap Adnan dengan alis terangkat. "Memangnya kenapa?"

"Aku mau ajak kamu naik kereta."

"Apa?" Dia sempat berpikir kalau dia salah dengar, tapi melihat pria terlihat serius, Kaia sadar kalau pendengarannya masih baik. Tapi, Kaia sama sekali tidak menyangka ternyata pria itu bersungguh-sungguh dengan tawarannya yang pernah dia katakan pada Kaia.

Di umurnya yang ke 22, Kaia belum pernah menaiki kereta dan tawaran itu terdengar menarik di telinganya. Dia juga senang menghabiskan waktu dengan pria itu meski tanpa melakukan apa-apa. Tapi, entahlah. Perasaannya pada pria itu tidak meyakinkan Kaia untuk dekat dengannya apalagi dia dan Adnan belum lama berkenalan. Tidak banyak yang dia tahu tentang pria itu.

Bagaimana jika perasaan Kaia justru semakin dalam, sementara Kaia belum selesai menilai apakah Adnan cukup aman untuk hatinya atau justru seorang yang hanya bisa dianggap sebagai teman?

Bisakah dia mempercayai pria itu?

Tidak, bisakah dia mempercayai dirinya sendiri untuk tidak jatuh pada pesona Adnan?

Kaia tidak tahu jawabannya.

Namun, di sisi lain, besok adalah hari sabtu. Untuk beberapa alasan, Kaia tidak ingin tinggal di rumah di dua hari di akhir minggu.

Kaia berpikir sebentar. Tidak lama kemudian, Kaia memutuskan pilihannya. "Maaf sepertinya aku gak bisa ikut."

Kaia bisa melihat sudut bibir Adnan turun. Namun, sedetik kemudian dia tersenyum dan berkata, "baiklah. Mungkin lain kali saja."

Kaia pulang ke rumah dan disambut dengan bentakan ayahnya dari dalam rumah. Kaia tidak tahu apalagi yang membuat ayahnya marah, tapi dia tidak ingin ambil pusing. Dia dengan acuh tak acuh melepas sepatunya. Ayahnya yang tampak marah duduk di ruang tamu dan menatap Kaia dengan alis yang berkerut.

"Kamu dari mana saja baru pulang jam segini?!" bentak ayahnya.

Kaia menghela napas. Ayahnya biasa tidak mengomentari jam pulang Kaia asalkan dia pulang di bawah jam enam sore. Sepertinya sesuatu benar-benar membuat ayahnya kesal.

"Orang tua lagi bicara kenapa tidak menjawab?!"

Kaia memutar bola matanya, tapi tetap menjawab, "kampus" dengan nada datar. Dan sebelum dia bisa mendengar ayahnya mengatakan sesuatu lagi, Kaia langsung berjalan dan masuk ke kamarnya, tidak lupa langsung mengunci pintunya sebelum menjatuhkan tubuhnya yang lelah di kasur.

Sepertinya dia tidak bisa ada di rumah besok jika suasana hati ayahnya yang seperti itu. Kaia kemudian mengambil ponselnya dari tas selempangnya dan mencari kontak Adnan. Setelah mendapatkannya, Kaia sempat ragu sebentar. Namun, tetap berakhir mengerimkan pesan.

Apa tawaranmu naik kereta tadi masih berlaku?

Pesan itu dibaca langsung dibaca. Kaia melihat tiga titik tanda mengetik dari Adnan. Tidak sampai semenit dia sudah mendapatkan balasan.

Masih.

Kaia kembali mengetikkan sesuatu.

Akujadi ikut. 

Continue Reading

You'll Also Like

49K 5.2K 18
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
286K 22.2K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
217K 33.1K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
67.7K 14K 156
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...