Hak Asasi Money 21+ [On Going]

By barageni

31.9K 289 11

*** WARNING!!! CERITA DEWASA PENUH ADEGAN SEKS KOMPLEKS, KATA-KATA KOTOR, VULGAR, DAN SEDIKIT SARKAS. DIMOHON... More

DISCLAIMER
INTRO
PROLOG
TIBA
Salam Olahraga
Hai, Princess
Dimulai!
Netek
Istanbul
Panas
Ronde Kedua
Siapa Ratu?
Ratu Geni
Para Singa Betina
Kejutan
Fakta
Misi Baru
Rumah Bordil Darmo
Duel Dua Kstaria
Sang Idol
Tawaran
Ingon-Ingon
Resmi
Darah Biru
Sang Penjagal
Keluarga
Idu Geni

PERTEMUAN

1.1K 10 0
By barageni

***

Tengah hari yang cukup terik. Ditemani motor Scrambler Byson warna hitam metalik, Bara tiba di Kota Anggur. Tujuan utamanya yaitu kuliah di salah satu kampus ternama. Setelah Bara diterima jalur SNBP -Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi- ia langsung berangkat H plus 3 selepas membereskan berkas-berkas untuk keperluan di kampus lewat online.

Sebelum Bara mencari kost, terlebih dahulu ia mampir ke sebuah minimarket untuk sekadar membeli dua botol Lemon Water dan satu pack keju. Tak ketinggalan dua bungkus rokok Surya untuk stok.

Pembayaran selesai. Kembalian 25.500. Uang receh disumbangkan ke pengemis yang standby di emperan minimarket sejak shubuh hari, berharap orang baik memberinya uang satu juta. Siapa tahu.

Berjalan santai, Bara melesatkan paneatnya pada salah satu dari dua kursi yang disediakan. Meletakkan tas ransel di bawah meja, berikut barang belanjaan yang baru saja dibeli serta sling bag di atas meja bundar aluminium.

Selain mengistirahatkan badan serta memulihkan tenaga dalam rangka perjalanan jauh dari Kota Apel ke Kota Anggur, Bara memutuskan untuk menikmati atmosfir kota ini sejenak, yang kata orang kotanya anak-anak bernyali.

Satu botol Lemon Water sisa seperempat. Keju telah tandas tiga lembar. Kini, berganti bibir Bara yang dimanjakan rokok sejuta umat, Gudang Garam Surya.

Hingga tak berselang lama, ada sebuah motor Scoopy warna putih mix merah muda tiba di halaman parkir minimarket. Helm Cargloss senada yang tersemat di kepala si pengendara itu perlahan dilepaskan. Muncullah sosok cantik bak bidadari berparas menawan, make up tipis, serta berambut hitam lurus panjang, praktis menjadi sorot utama Bara. Begitu pula para garangan yang lalu lalang. Terkesima. Terlebih pakaian casual dibalut cardigan putih menonjolkan setiap lekuk tubuh montok nan bahenolnya. Jelas saja tak ada satu mata pun yang melewatkan kesempatan memandang ciptaan terbaik Sang Esa.

Saat si gadis berjalan elegan menuju minimarket, matanya yang bermanik coklat itu tak sengaja bertemu dengan sorot tajam bermanik abu-abu yang tengah duduk memandanginya. Intens.

Sama-sama saling terpana. Mematung. Untuk beberapa detik, keduanya seperti tersedot ke dalam medan magnet paling kuat di bumi. Dan di detik berikutnya, Bara-lah yang pertama memalingkan muka. Menyembunyikan ketertarikan demi harga diri seorang lelaki yang berprinsip 'cowok mahal bukanlah cowok mata keranjang'. Tapi tetap saja, ekor matanya mengawasi gerak-gerik si gadis.

Kejadian kecil itu bagai angin berlalu untuk Bara. Namun, tidak dengan apa yang sebenarnya terjadi di dalam hati si gadis. Saat di dalam minimarket dan tengah antri untuk mengisi saldo DANA, melalui sudut mata, ia curi-curi pandang melirik Bara yang duduk tenang menghadap lurus ke jalanan sambil merokok.

Wajah gadis itu kian bersemu. Telinganya seketika panas. Dadanya terpacu kencang, berdebar-debar. Tangannya gemetar. Ia paling tidak bisa kalau berhadapan one by one situation melawan cogan.

Dengan seratus persen keberanian, gadis itu memutuskan untuk bermanuver; membeli Nutriboost rasa strawberry dan satu pack Pocky rasa senada.

Setelah menenangkan debaran hatinya, gadis itu mendorong pintu kaca. Senatural mungkin ia membuat mimik wajah cuek. Sejurus, ia duduk di kursi seberang meja tempat Bara meletakkan tas selempang dan barang belanjaan.

Bara berhenti merokok. Menoleh sebentar, lalu membuang muka lagi. Lanjut merokok lagi.

Gadis bule berwajah blasteran UK itu sudah hafal macam-maccam sifat pria. Memang sih, yang seperti lelaki di sebelahnya ini jarang ditemui. Akan tetapi, bukan berarti gadis bule itu tak memiliki pengalaman menundukkan pria cuek. Bedanya, sosok pemuda jangkung kurus, yang dari pergelangan tangan tertutup jaket jeans abu-abu terdapat tato yang mengular, sangat amat dingin. Dingin sekali. Tatapannya tajam, buas, dan tak tersentuh. Belum lagi aura aneh yang terpancar. Kulitnya cukup putih untuk ukuran pribumi. Wajahnya seperti seorang bangsawan. Tapi sayang, di mata gadis itu kesan badboy campuran darkness pada diri pemuda itu terasa mengerikan.

"Panas banget, ya, Mas?" si gadis yang pertama menegur.

"Namanya juga musim kemarau, Mbak." Bara menjawab seramah mungkin.

"Parah sih, dari kemarin nggak turun hujan. Padahal udah waktunya transisi, lho."

"Sebenarnya aku pawang hujan. Tapi sayang, yang bisa aku turunkan cuma petirnya aja."

Si gadis terkekeh. "Emang Masnya Zeus, apa?"

"Ngeslot, dong?" si pemuda ikut tertawa. "Jangan panggil 'mas', Mbak. Aku Bara." Sambil memindahkan rokok ke tangan kiri, si pemuda mengulurkan tangan kanan ke arah si gadis.

Si gadis menjabat tangan Bara. Tangan putih super halus bertemu dengan tangan besar, kasar, dan berurat hijau. "Aku Electra. Panggil aja Elle. Nggak usah 'mbak' segala. Hehehe." Elle, gadis bule itu menyadari sesuatu. Ia melihat telunjuk dan jempol Bara yang besar dan panjang. Seketika otaknya travelling ke antah berantah. Membayangkan sesuatu yang seharusnya tak ia bayangkan. Apalagi pria yang baru ia kenal ini masih belum di konfirmasi karakternya. Dari wajah tampannya, tersimpan aura misterius yang tertutupi kesan ramah.

"Ngomong-ngomong, kamu bukan orang sini, ya?" Elle bertanya. Mencoba mengulik informasi.

"Kok tau? Jangan-jangan kamu intel?" dengan nada bercanda, Bara balas bertanya.

"Iya. Aku intel. Tugasku ngawasi bandar judi."

"Mana ada intel ngomong-ngomong? Emang situ sales?"

Elle merengut. "Ih! Aku mah cuma bercanda. Serius amat kamu."

"Iya, ya. Nggak mungkin kan Intel cantik. Biasanya berkedok jadi ODGJ. Kalau nggak ya ... tukang tahu tek keliling."

"Pinginnya sih tukang bakso. Boleh nggak?" Elle mengalihkan pembicaraan. Ia tak mau terlihat malu-malu dipuji oleh Bara.

"Bebas aja. Yang penting nggak makan ternak warga."

Keduanya tertawa cekikikan. Mengundang decak iri orang yang malang melintang curi-curi pandang ke arah tempat keduanya bercengkerama.

Hingga di beberapa detik berlalu, baik Bara mau pun Elle terdiam. Sibuk akan pikiran masing-masing. Bara yang tengah memikirkan cara untuk kabur dari sini, sedang Elle yang mencoba menyusun kata untuk mencoba akrab dengan Bara.

"Ehm ... jadi kamu ke sini mau ngapain? Ah, maksudku kerja, gitu?" Elle bertanya, diakhiri mengoreksi pertanyaan.

Bara menghisap rokok terlebih dahulu. Hembusan asap ke samping, dilanjutkan membuang puntung rokok ke jalan. "Bisa jadi. Tapi tujuanku ya kuliah. Cuma aku mau nyari kostan dulu."

Wajah Elle berubah senang. "Kebetulan kostanku ada satu kamar kosong."

"Kostan cewek, kali."

"Bukan. Kostan umum. Ada cowoknya. Rata-rata mahasiswa semua."

"Emangnya di mana?"

"Itu, di belakang Kampus UB."

Bara menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Boleh deh kalau nggak ngerepotin. Sekalian dianter ke sana. Lihat-lihat dulu tapi, ya."

"Siap!" Elle mengangguk sambil menyungging senyum semanis madu. "Btw, bagi rokoknya, dong."

Meski terkejut karena baru pertama kali melihat wanita merokok di depannya, Bara tetap mengiyakan. "Monggo." (Silahkan.)

Setelah dipersilahkan, Elle membakar rokok, ia bercerita kalau Kampus UB alias nama lain dari Universitas Buyung Upik adalah kampus negeri tempat ia kuliah. Sungguh kebetulan yang mengerikan jika Bara nantinya akan menimba ilmu di Kampus UB selama empat tahun. Ditambah besar kemungkinan mereka akun satu kostan. Nikmat mana yang Bara dustakan jika hari pertamanya tiba di Kota Anggur sesempurna ini?

"Berangkat sekarang?" Elle bertanya.

"Gas."

Sebelum beranjak, tetiba ada satu orang datang mengendarai motor Vario biru cerah. Ia menghentikan motor depan di dekat motor Elle. Orang itu turun tanpa melepaskan helm dan masker yang ia kenakan. Kemudian, agak tergesa ia menghampiri Elle.

"El, ada urgent di kampus. Kamu dicari anak-anak." Orang itu, tidak, wanita itu menegur Elle sambil menatap Bara. "Dia ... temenmu, El?"

"Oh, ya. Kenalin, ini Bara. Rencananya dia mau ngekost di tempatku." Elle menjawab sambil menepuk ringan pundak Bara.

Bukannya menjawab, si wanita yang mengenakan almamater hijau justru terbelalak. Meski Bara tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, ia bisa menebak jika si wanita terkejut dari respon matanya yang membola.

"Aku Bara, Mbak."

"Da-Dayu." Dayu mengangguk kaku. Lalu, menatap Elle. Mengisyaratkan untuk segera beranjak dari sana. Sebab, ada alasan baru mengapa ia harus cepat-cepat keluar dari situasi yang tidak baik untuk kesehatan jantungnya. "Ayo, El. Cabut."

"Sek talah, Day." (Tunggu sebentar, Day.) Elle berdiri. Bara ikut berdiri. Kemudian, Elle mengeluarkan ponsel dari dalam tote bag yang dibungkus case merah muda. "Minta WA-mu dulu, Bar."

"Oke." Bara merogoh saku dalam jaket. Ponsel polos tanpa case menyala. Barcode WhatsApp ia sodorkan kepada Elle. Sejurus, Elle memindahi barcode tersebut, lalu chat 'p' ke nomor Bara. Keduanya saling menyimpan kontak masing-masing. Setelahnya, Elle memasukkan kembali ponsel ke dalam tote bag putihnya yang bergambar Pikachu. "Maaf banget, ya, Bar. Harusnya aku anter kamu ke sana. Kamu sendiri bisa, kan?"

"Bisa, kok. Santai aja. Sorry juga kalau ganggu."

"Iya. Kalau gitu kamu langsung aja ke kostan. Cari orang yang namanya Mas Loki terus bilang kalau kamu anak baru yang mau ngekost di sana. Bilang juga kamu temennya Elle, gitu."

Bara manggut-manggut. "Nama kostannya, apa?"

"Rantai Hitam."

Continue Reading

You'll Also Like

419K 1K 13
Kumpulan One Shot 18 dan 21+ (MINOR DNI)
84.3K 4.9K 20
namakamu & iqbaale story's
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

139K 18.9K 49
hanya fiksi! baca aja kalo mau
2.5K 134 13
Cover by : @EirAvyanna Setelah Serial mereka berhasil membuat rating salah satu televisi itu naik, membuat mereka memperpanjang episode. Dengan beber...