Sebelum 365 Hari (End)

By thedreamwriter13

37.3K 2.6K 7.8K

"Bagaimana bisa aku terus mengingatnya, jika aku saja, tak bisa mengenali diriku sendiri?" - Thea. ... More

0. PROLOG
1. TRAUMA MILIK THEA
2. GALANG DAN SHELLA
3. PENGAKUAN RASA
4. PATAH HATI GALANG
5. KEBINGUNGAN
6. CUPCAKE DI CAFE MENTARI
7. BERTEMU DENGAN ALI
PEMBERITAHUAN • JADWAL UPDATE!
8. GALANG PUNYA PACAR?
9. CEWEK POPULAR
10. BUKAN PACAR NYA
11. MEMBERIKAN RASA AMAN
12. LO, AKAN TETAP JADI THEA
13. SI MATA INDAH
14. KEVIN?
15. SPOILER PERASAAN
16. PROSOPAGNOSIA
17. MAAF, GUE GAK SENGAJA
18. CINTA ATAU KASIHAN?
19. GALANG KENAPA?
20. DUNIA DAN RASA KECEWA
21. KHAWATIR
22. PUNYA GEBETAN
23. THEA SAYANG BUNDA
24. KENA HUKUMAN
25. NIGHT WITH YOU
26. DIA PEMBUNUH
27. SWEET DAY
28. ROOFTOP SEKOLAH
29. PENGAKUAN SHIRA
30. MENYESAL
31. SETENGAH KEPERCAYAAN
32. GRAVITASI CINTA
33. HARUS RELA
34. SEJUTA LUKA
35. RUMAH BARU
36. LIBRARY DATE
37. KESAYANGAN
38. KALIAN SIAPA?
39. ACQUIRED PROSOPAGNOSIA
40. IZIN DARI ALI
41. DANCING IN THE RAIN
42. YANG BELUM USAI
43. MAAF, THEA
44. KITA TERLALU SINGKAT
45. RAIN WITH MEMORIES
46. BERDAMAI
48. JIKA DIA KEMBALI, LAGI
49. NYATA YANG SEPERTI MIMPI
50. KITA SELAMANYA

47. KEPERGIANNYA

593 39 188
By thedreamwriter13

Hai, Love 💕

Selamat membaca Sebelum 365 Hari.

Minimal 20 vote, untuk lanjut!

Semoga bab ini ada rasa nya di kalian yaa 😀

Selasa, 5 September 2023 -

Happy Reading, Love!

47. KEPERGIANNYA

*Di atas, ada musik, dengerin ya!

~ Dengarlah tangis ku ini, tak henti memanggil namamu, dalam kesendirianku. ~ 🎵

🌻🌻🌻

Suara mesin-mesin di dalam ruangan ini menggema. Mengiringi sunyi resah hati beberapa manusia yang kini tengah berusaha menyelamatkan sebuah jiwa yang berada pada ujung hidupnya.

Galang, lelaki itu menyandarkan tubuhnya pada dinding ruang ICU. Tubuhnya mati rasa sejak tadi, bahkan tak dia hiraukan seluruh seragam sekolah yang tadi putih bersih dan kini dipenuhi oleh bercak merah itu.

Lo harus baik-baik aja, Thea. Gue mohon, jangan kemana-mana! batin Galang dengan mata terpejamnya.

Galang menoleh, terdengar suara tangis yang membuat dirinya semakin dilanda rasa bersalah. Suara tangis yang keluar dari Samara, Bunda Thea.

Selepas berhasil membawa Thea ke rumah sakit ini, Galang memang langsung menghubungi Ali. Ali mengajak Bunda kesini.

Meminta maaf, bersimpuh di hadapan Samara, memohon padanya, sudah Galang lakukan karena rasa bersalah yang amat melandanya.

Galang berusaha melangkah lagi, ingin mendekat pada wanita paruh baya itu.

Namun, sebuah tangan lebih dulu menarik kerah bajunya, satu pukulan yang dengan keras mendarat di pipi kanan Galang.

"BRENGSEK LO, LANG!"

Galang diam, menatap lelaki berseragam seperti dirinya.

Sekali lagi, dia tarik kerah baju Galang dan memukuli nya berkali-kali.

"Udah berapa kali gue bilang, jauhin Thea! Kenapa lo gak pernah dengar?"

"Lo itu bikin Thea selalu sial. Lo gak bisa jagain dia!"

Ali berlari mendekat, menarik tangan adiknya menjauh dari Galang yang wajahnya sudah lebam.

"Theo, ini rumah sakit. Bisa gak jaga emosi lo?" ucap Ali.

Theo baru saja datang, emosi nya kembali meledak saat melihat wajah Galang, sebab dia tahu semua ini terjadi saat Thea bersama lelaki ini.

"Bang, lo kenapa sih, selalu belain dia? Lo tau gak, Thea kayak gini gara-gara dia." Theo menegaskan setiap kalimatnya.

"Bukan Galang yang buat Thea kayak gini, Yo. Ini kecelakaan. Kita semua termasuk Galang gak ada yang mau ini terjadi sama Thea," jelas Ali.

"Halah. Lo bodoh, Bang! Lo terlalu percaya sama bajingan yang satu ini!"

"Theo, cukup!" Samara yang tadi duduk, kini berdiri, mendekati ketiga lelaki ini.

"Bun," lirih Theo.

"Bunda gak pernah mengajarkan kamu bicara seperti ini sama orang lain," peringat Samara.

"Kamu gak perlu marah-marah seperti ini. Ini gak akan merubah apapun, Theo. Galang juga sudah menceritakan semua yang terjadi, Galang yang menolong Thea, namun, semua ini harus terjadi karena Thea ingin menyelamatkan Galang. Kita hanya perlu berdoa untuk keselamatan Thea, bukan melakukan hal seperti ini," jelas Samara.

Theo menatap tajam Galang, dia masih jengkel, kenapa semua orang membela Galang? Padahal semua ini salahnya. Salah Galang yang tidak bisa menjaga adiknya.

🌻🌻🌻

Samara baru saja keluar dari dalam ruang ICU, dirinya menemui Thea tadi, setelah dokter dan beberapa perawat menyelesaikan tugas mereka.

Seorang lelaki dengan wajahnya yang sudah berantakan itu mendekati Samara. "Bunda."

"Kenapa, Lang?"

"Boleh Galang ketemu Thea?" pinta nya pelan.

Galang menundukkan wajahnya. "Maafin Galang untuk yang kesekian kalinya lagi, Bun. Maaf Galang lalai jaga Thea. Karena Galang, Thea jadi kayak sekarang. Maaf, Bunda," ucap Galang dengan memelas.

Samara menatap pemuda ini dengan wajah iba. Keputusasaan terlihat jelas dari nya. Samara rasanya tak tega jika menolak permintaan Galang. Apalagi, mungkin ini bisa jadi waktu terakhir untuk Galang bertemu Thea lagi.

"Masuk aja, Lang. Siapa tau Thea bisa lebih baik kalau dengar suara kamu?" Samara tersenyum, mengelus pundak Galang pelan.

Wajah Galang berubah lebih bersemangat. "Makasih, Bunda."

Galang membuka pintu ruangan di depannya. Galang sangat ingin menemui Thea di dalam sana. Melihat keadaannya, memastikan jika Thea akan tetap dan selalu baik-baik saja.

Setelah memakai pakaian khusus untuk berada di ruangan ini. Galang berjalan dengan langkah pelan, menghampiri gadis cantik yang kini tertidur pulas. Dengan banyaknya alat medis yang menempel di tubuhnya.

Kenapa, melihat Thea dalam keadaan jauh dari baik sangat melukainya?

Ini menyakitkan untuk Galang, Thea.

"Hallo, Thea," kata Galang.

Galang tersenyum kecil, menatap Thea yang diam tanpa menjawab sapaannya.

"Lo tetap cantik, dan selalu cantik."

"Tapi gue lebih suka kalau lo senyum. Kalau lo natap gue pakai mata indah itu."

"Jangan lama-lama tidur nya! Gue kangen."

Tanpa sengaja, tetesan air kembali turun dari pelupuk mata Galang. Lelaki itu duduk di kursi yang ada di dekatnya. Diraihnya tangan kanan Thea, Galang menggenggamnya erat.

"Gue takut, Thea. Andai lo tau gue setakut ini."

Tatapan matanya kian lekat pada wajah gadis ini, dengan tangan yang masih terus dia genggam. "Lo gak perlu ngelakuin ini, The."

"Lo kenapa ngelakuin ini buat gue, Thea? Keselamatan lo lebih berharga," ucap Galang lirih.

Isakan tangis Galang mulai terdengar. Thea, mampu membuat lelaki yang selalu terlihat tegar ini rapuh. Hanya di hadapan Thea, Galang seperti ini.

"Gue gak pernah merasakan kehilangan yang seperti ini, Thea. Semakin hari lo menjauh, gue semakin rindu sama lo."

"Gue tau lo bisa dengar gue, lo bisa ngerasain kehadiran gue di sini, kan?"

"Lo boleh marah sama gue, lo boleh kecewa sama gue, lo boleh pukul gue Thea. Hukum gue seperti kemarin, tapi nggak dengan cara kayak gini. Gue gak bisa ngeliat lo dalam kondisi seperti ini, Thea," ujar Galang dengan suara parau nya.

Galang meletakkan tangan Thea yang dia genggam di pipinya sendiri. "Lo selalu mengulang kata-kata pergi yang gue sendiri gak tau arah maksud nya kemana?"

"Kalau pergi hanya untuk menjauh dari gue, it's okay, Thenyu. Asalkan lo tetap ada di bumi ini, gue masih bisa ngeliat senyuman lo meski gak secara langsung, itu udah selalu cukup. Gue cuma perlu liat lo baik-baik aja."

Galang menarik nafasnya sejenak. "Dunia terlalu jahat sama lo, ya? Lo capek dengan semua yang terjadi di hidup lo? Makannya lo milih untuk tidur seperti ini. Gak apa-apa, The, tapi nanti bangun ya kalau istirahat nya udah cukup. Gue temenin lo lagi, kita sama-sama ngejalanin semua nya."

"Dunia ini terlalu gelap untuk gue jalan sendiri tanpa lo bersama gue, Thea."

"Bangun dan bahagia lagi, ya? Gue masih dan akan selalu ingin berjalan bersama lo."

"Gue tau lo kuat. Setelah semua yang terjadi, mungkin ini gak ada apa-apanya kan? Thenyu nya Galang kan selalu kuat," kata Galang dengan kekehan kecil di akhir.

Lagi-lagi gue selalu bertanya, kenapa hal-hal kayak gini terjadi sama lo? batin Galang.

Galang tersenyum, lelaki itu mendekati wajah Thea dan mencium keningnya.

"Cepat sembuh, cepat membaik, jangan sakit lagi, Thenyu. Galang, akan selalu menunggu Thea kembali," bisik Galang di dekat telinga Thea.

Dari sisi lain, di luar ruangan, tepat di sebelah jendela ruangan yang tidak tertutup gorden, Ali dan Samara berdiri. Menatap penuh haru dua anak manusia di dalam sana.

"Galang terlihat sangat menyayangi Thea," kata Samara.

"Ali juga melihatnya seperti itu, Bun. Sebaliknya, Thea juga sangat menyayangi Galang. Bahkan rela sampai seperti ini," balas Ali setelahnya.

Samara menghela kasar nafasnya. Rasanya tak sanggup jika harus membuat dua anak itu terpisah. Membayangkan bagaimana sedihnya Galang jika tanpa Thea lagi di sini.

Samara tau, awalnya semua ini cukup berat untuk Thea. Meski pada akhirnya, Thea yang menginginkan. Ingin untuk pergi, mengobati dirinya tanpa harus membuat Galang ikut hancur seperti Thea.

Walaupun tanpa sadar, keputusan Thea akan menghancurkan Galang.

"Apa Bunda tetap akan menuruti keinginan Thea?" tanya Ali.

"Ini demi kebaikan Thea, Bang. Awalnya juga Bunda yang meminta ini."

"Iya, Bunda yang meminta Thea untuk berobat. Bukan itu yang Ali maksud, tapi permintaan Thea untuk- tak pernah memberi tahu Galang soal apapun sampai Thea berhasil pergi," jelas Ali.

"Bunda sebenarnya gak mau. Tapi Thea mungkin lebih tau yang terbaik untuk mereka. Jadi, kita ikutin apa kemauan nya."

Samara tersenyum, menatap Galang yang terlihat masih mengajak Thea berbicara tanpa balasan. "Kasih mereka waktu lebih banyak dulu. Biarin Galang puas berbicara sama Thea meski Thea tak membalasnya. Mereka butuh sedikit waktu lagi, sebelum merelakan banyak waktu nanti," cakap Samara.

🌻🌻🌻

Galang berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan sebuket bunga Daisy di tangannya.

Ini sudah dua hari, sejak kejadian memilukan itu. Di hari kejadian, Galang menemani Thea hingga larut, berharap gadis itu segera bangun dan tersenyum manis lagi.

Meski nyatanya, hingga detik ini, tak ada kabar gembira itu terdengar. Tapi Galang selalu percaya, jika Thea-nya akan kembali.

"Thenyu, semoga lo suka bunga ini."

"Maaf, gue kesiangan ke sini nya. Banyak toko bunga yang tutup hari ini, gue sampai keliling buat cari bunga nya dulu. Gue harap hari ini lo akan sadar. Gue kangen banget," gumam Galang pada dirinya.

Lelaki itu kembali berjalan dengan wajah yang terlihat memaksa bahagia. Saat sampai di depan ruang ICU, ada yang membuat nya bertanya. Mengapa tak ada satupun keluarga Thea yang Galang lihat hari ini?

Dimana Bang Ali yang biasanya menunggu di bangku panjang ini? Dimana Bunda yang biasa menyambut kedatangan Galang?

"Kok sepi ya? Apa hari ini mereka belum kesini? Tapi gak mungkin ah, ini udah siang, masa mereka gak ada yang nemenin Thea," gumam Galang.

Berusaha berfikiran baik, Galang kini mencoba membuka pintu ruangan yang terdapat Thea di dalamnya.

Persetan dengan kenapa tak ada mereka yang menunggu di depan, Galang kesini memang hanya untuk menemui Thea-nya dan memastikan dia baik-baik saja.

Saat mendekat kearah ranjang, kaki Galang berhenti melangkah. Menatap ranjang sudah kosong tanpa seseorang yang menempatinya lagi.

"Thea?"

"Kok Thea gak ada? Gue gak salah ruangan kan?" Galang memperhatikan sekelilingnya, dia tak salah, ini tempat keberadaan Thea sejak dua hari lalu.

Namun, dimana Thea berada sekarang?

"Oke tenang. Siapa tau Thea udah membaik dan di pindahin ke ruang rawat."

Galang berjalan kearah luar, dia memang tak tahu dimana Thea di pindahkan, tapi Galang akan mencarinya, dan menemukan Thea lagi.

Saat sampai di depan ruangan, ada seorang perawat yang melintas. Galang mengenali wajah perawat ini, ya dia sudah beberapa kali memeriksa kondisi Thea.

"Permisi suster. Maaf, saya mau tanya. Pasien yang di ruangan ini dimana ya?" Galang menghentikan perawat itu dan coba mencari jawaban atas pertanyaannya.

"Oh iya, mas. Pasien yang ada di ruangan ini sudah di bawa pulang oleh keluarganya pagi-pagi sekali tadi. Sepertinya akan di pindahkan rumah sakitnya."

"Dipindahkan kemana ya, sus?"

"Kalau soal itu saya tidak tahu, mas. Mas nya tanya langsung sama pihak keluarga nya saja. Permisi ya."

Perawat tadi pergi, meninggalkan Galang yang masih diam. Banyak hal yang membuatnya kian bertanya-tanya.

"Thea kan belum pulih. Bahkan dia belum sadar. Keluarganya bawa dia kemana ya?"

"Tumben, biasanya Bang Ali selalu kasih gue kabar."

"Gue mau kerumah Thea sekarang, gue harus tau dia kemana," ucap Galang yang langsung berlari pergi.

🌻🌻🌻

Suara bel rumah yang berbunyi, mengusik pendengaran Ali yang sejak tadi memejamkan matanya di sofa ruang keluarga.

Tubuhnya masih di balut dengan pakaian rapih, jaket kulit yang masih terpasang, serta sneaker shoes nya yang belum terlepas.

"Mas Ali, ada Mas Galang di depan," ucap Bi Irma.

Ali terbangun dari posisi tidurnya. "Iya, saya ke depan Bi. Makasih ya."

Ali berjalan kearah luar rumah, membuka pintu yang tadi tertutup lebih dulu.

"Lang, ada apa?"

Galang yang tadi memunggunginya kini menatap Ali. Tatapan penuh tanya milik Galang dapat terlihat. Lelaki itu berdiri dengan sebuket bunga yang masih dibawa nya.

"Bang, maaf gue ganggu. Tadi gue ke rumah sakit tapi Thea gak ada. Kata suster kalian udah bawa Thea pulang. Dan mungkin pindahin ke rumah sakit lain."

Nada bicaranya terdengar panik. "Thea udah sadar? Thea udah ada di dalam? Atau Thea di pindah ke mana, Bang? Thea baik-baik aja kan?"

Ali diam tanpa suara. Bagaimana dia harus menjelaskan?

"Kok lo diem sih, Bang? Gue mau tau Thea di mana."

"Lo tunggu bentar di sini!" Ali masuk kembali kedalam rumah nya, entah apa yang akan dia lakukan.

Sampai tak lama, Ali kembali ke hadapan Galang. "Dari Thea. Lo baca nanti aja kalau udah siap."

"Dari Thea?" Galang menatap sebuah amplop biru muda ditangannya.

"Thea kemana? Lo belum jawab gue."

Ali benar-benar tak sanggup menjawabnya. "Lo gak perlu cari Thea lagi ya. Thea sekarang baik-baik aja dan akan selalu begitu."

"Bang jangan buat gue bingung," lirih Galang.

"Bunda bawa Thea ke luar negeri untuk pemulihan nya. Thea harus operasi dan-"

"Operasi apa? Bukannya setelah penusukan itu luka nya sudah di jahit. "

"Lang." Ali mendekati Galang dan menepuk pundak kirinya.

Galang menggeleng, wajahnya panik tak karuan. "Bang, tolong jelasin dulu!"

"Oke, mungkin selama ini Thea gak pernah cerita sama lo. Thea harus operasi, untuk mengangkat tumor di otak nya. Lo tau soal prosopagnosia itu kan? Penyebab nya bukan kecelakaan, tapi tumor otak yang ada di kepalanya," jelas Ali dengan suara berat.

Kaki Galang reflek bergerak mundur, wajahnya terlihat lemas. Apa lagi ini? Tolong katakan pada Galang bahwa semua ini tak benar adanya!

"Tolong bilang gue kalau lo bohong!"

"Saat gue dengar ini pertama kalinya, gue juga berharap dokter bohong sama kami semua, Lang. Tapi itu kenyataan yang ada," tegas Ali.

Galang mengusap wajahnya kasar, matanya berair. "Berarti sekarang Thea gak ada di sini?"

Ali mengangguk.

"Kenapa lo gak bilang sama gue, Bang? Kenapa lo gak ngasih tau soal ini? Kenapa lo gak biarin gue ketemu sama Thea dulu? Kenapa, Bang?" cecar Galang dengan tatapan tajamnya.

"Gue minta maaf. Semua ini permintaan Thea sejak lama. Dia gak mau lo tau. Dia gak mau lo akan bikin dia semakin susah untuk pergi."

"Thea pergi kemana?"

"Lo gak perlu tau. Thea akan aman."

"Thea akan kembali?" tanya Galang.

Ali tersenyum kecil. "Semua tergantung berhasil atau tidaknya dia bertahan."

"Makasih udah jagain adek gue selama ini. Gue tau lo tulus sama Thea. Thea juga sangat menyayangi lo, Lang. Ini adalah bagian dari rasa sayang itu, yang mungkin buat lo gak sejalan. Thea sudah cukup bahagia sama lo. Jangan cari Thea lagi! Karena gue gak mau membuat lo semakin berharap dengan kepulangannya kesini. Gue takut semua gak sesuai sama yang kita harapkan."

"Lebih baik lo sakit sekarang, sebelum semuanya lebih ngelukain lo lagi nanti," lanjut Ali.

Ali mengelus pundak lelaki dihadapannya. "Pulang, Lang! Thea udah gak ada di sini lagi."

"Gue gak melarang lo untuk tetap mencintai dia. Tapi, dengan atau tanpa Thea, hidup lo harus terus berjalan. Jangan terpaku sama harapan yang sama-sama gak bisa kita pastikan itu!"

"Makasih, udah mencintai adek gue sebesar ini. Tapi lo berhak untuk bahagia meski bukan sama Thea. Bukan gue gak mengizinkan kalian. Tapi gue gak mau, lo semakin berharap lebih sama ketidakpastian ini. Bahkan kami sekeluarga, cuma hanya bisa belajar ikhlas, jika amit-amit nya, terjadi sesuatu di luar perkiraan kami."

"Karena tanpa kejadian waktu itu saja, kondisi Thea sudah jauh dari baik. Dan terakhir dokter dirumah sakit bilang, Thea benar-benar ada di posisi hidup atau mati. Karena luka tusuk nya cukup buat kondisi Thea lebih mengkhawatirkan."

Wajah Galang sangat putus asa. "Sejauh ini dan gue kayak orang bodoh yang gak tau apa-apa. Kenapa sih, Bang? Kenapa gak biarin gue tau aja?"

🌻🌻🌻

Galang pulang.

Ali tetap memintanya untuk bisa belajar menerima keputusan yang Thea buat. Ali meminta Galang untuk bisa lebih rela dengan apapun yang akan terjadi nantinya.

Harapan Thea untuk kembali sangat kecil.

Galang menepikan motornya. Turun dari atas kendaraan dan terduduk di tepi sebuah trotoar jalan yang kini tampak sepi.

Galang merogoh saku jaketnya, mengambil sebuah amplop biru yang tadi Ali berikan. Yang kata Ali adalah pemberian Thea.

Apa yang Thea tulis untuknya?

Galang membuka amplop biru tersebut. Mengambil sebuah kertas dari dalamnya.

Iya, Galang kenal siapa pemilik tulisan tangan ini.

"Apa yang Thea tulis?" gumam Galang.

Dear, Galang.

Lang, apa kabar?
Kayaknya kita udah terlalu jauh ya buat tau kabar masing-masing.

Kalau gue, sampai hari ini masih gak baik. Mungkin aja lo mau tau?
Tapi gue harap, lo baik-baik aja ya.

Gue gak tau, Lang. Apa soal gue masih penting buat lo atau nggak? Gue cuma mau bilang maaf, maaf gue udah ngambil keputusan sebelah pihak saat itu. Sejujurnya ini sangat berat buat gue.

Lo tau kan gimana sakit nya ngelepasin sesuatu secara terpaksa? Gue masih sangat ingin menggenggam lo, tapi kondisi yang memaksa gue untuk melepaskan.

Gue mengalami hari-hari yang berat tiga bulan belakangan ini, Lang. Setelah gue tau kalau ternyata prosopagnosia itu karena tumor otak yang ada di kepala gue. Gue benar-benar se-putus asa itu.

Maaf gue baru bilang sama lo. Maaf kalau gue gak pernah jujur. Gue bukan gak menganggap lo, Lang. Tapi buat gue, rasanya lo cukup untuk menerima gue yang jauh dari kata sempurna ini. Mungkin sekarang lo merasa bisa nerima gue, tapi gue takut lo akan lelah. Karena jujur, gue sendiri lelah untuk selalu berusaha nerima diri gue, Lang.

Mungkin lo baca ini saat kita udah gak bisa ketemu lagi. Jangan menunggu gue, Lang! Jangan berharap pada kembali yang gue sendiri gak tau akan melakukan itu atau tidak! Lo cukup jalani hidup lo semestinya. Seperti yang pernah lo bilang, kalau dengan atau tanpa lo, gue harus tetap bahagia. Dan, gue juga mau mengharapkan sesuatu yang sama.

Lo harus bahagia, hidup lo harus terus berjalan meski tanpa gue, janji ya?

Oh iya, ada satu kebohongan yang harus lo tau lagi. Gue bohong saat gue bilang, gue bahagia kalau lo menjauh. Gue tahu kata-kata gue waktu itu sangat menyakitkan untuk lo. Dan lo salah kalau lo mengira, lo gak pernah buat gue bahagia, Lang.

Lo berhasil membawa gue masuk ke dalam dunia itu. Dunia seorang Galang yang sederhana, sudah sangat cukup membuat Thea bahagia.

Maaf sudah menyakiti lo.
Lo tau gue gak pernah menginginkan ini.
Makasih sudah menerima gue.
Makasih sudah mencintai gue sebesar itu.
Makasih sudah membuat gue sangat bahagia dengan sederhananya hidup lo.
Makasih untuk gak pernah berhenti jalan bersama gue, Lang.

Sekarang, saatnya lo berhenti melakukan itu semua. Jika gue gak pernah kembali, gue tetap ingin lo jatuh cinta lagi.

Hidup dengan bahagia, Galang Reynandika. Jangan hancur juga, ya!

Lo sudah membantu gue untuk sembuh, tapi gue mungkin gak akan pernah sembuh. Nanti lo lelah, berhenti jadi obat ya. Lo mungkin lebih pantas untuk manusia yang bisa hidup tanpa harus minum obat seperti gue.

Bahagia, Galang.

Jangan menunggu gue!

Gue mencintai lo, dan lo akan selalu tau itu kan?

See you, when i see you, again.

Mungkin?

- Calithea Zevanya Aurora.

Galang memeluk sepucuk surat yang baru selesai dibaca nya. Sejak awal Galang tau, bahwa Thea tak pernah sungguh melepaskannya.

Mereka memang masih saling, tapi keadaan yang tak pernah berpihak.

Satu hal yang akan selalu Galang sesali dalam hidupnya, tentang mengapa dia tak pernah menyadari ini sejak awal? Tentang mengapa dirinya tak pernah berusaha mencari tau lebih jauh.

Galang akan selalu menyesali hari dimana dia kehilangan sosok Thea dari hidupnya.

"Gue yakin Thea, kalau suatu saat lo akan kembali."

"Dengan atau tanpa kepastian, gue akan tetap menunggu lo. Maaf, gue gak bisa menepati permintaan yang satu ini."

To Be Continued ....

🌻🌻🌻

Hallo gimana bab 47 nya?

I hope you like it, Love 💕

Thea akan kembali? Atau gak pernah lagi?

Semoga bab ini berasa yaa hehehe.

Maaf banget ya baru update, soalnya akhir-akhir ini aku agak sibuk hehe. Tapi semoga bab ini memuaskan.

Aku gak tau ini sisa 3/2 bab lagi, soalnya tergantung nanti gimana aku ngatur kata per bab nya.

Pokoknya sih sedikit lagi. Aku juga lagi berusaha nyelesaiin draf nya minggu ini, soalnya minggu depan aku mulai ospek dan kemungkinan sedikit waktu untuk nulis.

Pokoknya sabar nunggu aku up ya!

Minimal 20 vote untuk lanjut!

Terimakasih udah bertahan sejauh ini!

See you next bab!!

Follow:

Wattpad : @thedreamwriter13

Instagram : @thedreamwriter13

Twitter : @worldofjingga13

Tiktok: @blueskyitsyouuu

Makasih love 💗


Continue Reading

You'll Also Like

3M 249K 54
𝙏𝙪𝙣𝙚 𝙠𝙮𝙖 𝙠𝙖𝙧 𝙙𝙖𝙡𝙖 , 𝙈𝙖𝙧 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞 𝙢𝙞𝙩 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞 𝙃𝙤 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞...... ♡ 𝙏𝙀𝙍𝙄 𝘿𝙀𝙀𝙒𝘼𝙉𝙄 ♡ Shashwat Rajva...
3.9K 9 2
Joano dan Luna adalah dua remaja yang hidup berdampingan dengan luka dan trauma masa kecil. Mereka berusaha untuk selalu bergandengan tangan menjalan...
MIRACLE By Ara

Teen Fiction

322K 11.8K 45
"My mother named me Miracle, but I am anything but a miracle in her and our family's life. I am a mistake. I am a product of a heinous crime." Miracl...
4.7M 107K 142
Soon to be Published Darlene isn't a typical high school student. She always gets in trouble in her previous School in her grandmother's province. S...