My Beloved Teddy Bear

By lapetitmanchot

1.1K 67 4

warningโš โš  Cerita Boys Love!!! homophobic please stay away๐Ÿ™๐Ÿ™ BAYI!?!?!?!? kedua pemuda itu saling bertatapan... More

Our different lives
The start
keep it or give it?
Family?
Make a choice
Not a kid anymore
It's just about us
a little story from Maraville's hometown
Trouble
Couple or partners
Busy
The space he created
Unrequited love
Say goodbye to Mr.first love
I.....(love u)
I'm done!
me, you, and my broken heart
Be with you
Distance
Ours date
The truth behind desk
The Doubt

Let you go

33 1 0
By lapetitmanchot


"pagi semuanya...." Gadis muda yang sudah rapi dengan seragam SMA dan tas ransel di pundaknya berjalan mendekati meja makan dengan riang, tempat kedua orangtuanya berkumpul dengan si mungil penghuni baru rumahnya.

"tumben manis, biasanya sok dingin," tatapan ketus dan nada sinis yang Jonnathan sengaja alamatkan kepada putrinya benar – benar tepat sasaran, ia bahkan tersenyum bangga saat wajah manis itu ditekuk dengan dengusan yang tentu sebuah umpatan Chizie tunjukan untuknya.

"sayang..." Tamara hanya bisa pasrah dengan wajah cantiknya tersenyum tak mengerti, ia masih belum paham kenapa suaminya senang sekali menggoda putri mereka di saat mood Chizie sedang baik seperti sekarang.

"kenapa? aku hanya berbicara kenyataan, babe. Kalau tidak dingin ya ketus, iya nggak putrinya daddy?"

Ucapan Jonnathan hanya dihadiahi dengusan dengan lidah yang menjulur kesal, Chizie bahkan memilih duduk di samping Tamara dengan pandangan yang langsung beralih pada hidangan dihadapan mereka, mengambil dua potong croissant dengan isian yang berbeda dan langsung menyantapnya.

tapi sesaat kemudian Chizie kembali tersenyum, memandang Tamara yang meletakan semangkuk kecil puding coklat ke hadapannya. "sudah jangan cemberut, nanti cantiknya putri mae hilang," ucap Tamara dibarengi dengan belaian lembut pada surai sang anak. "terima kasih maeee.... mae mamang yang terbaik." balas Chizie yang menggundang senyum Tamara.

"oh, sayang, apa kamu melihat oppa mu? Kenapa Archana jam segini belum bangun?" Chizie hanya menggedikan kedua bahunya, sejujurnya ia juga mencari sang kakak tapi pintu kamar Archana yang masih tertutup rapat membuatnya mengira jika pemuda itu belum bangun atau belum siap keluar.

"mungkin dia semalam bergadang bermain game seperti biasa." Jonnathan sangat tahu kebiasaan putra sulungnya itu meski sudah tak tinggal serumah lagi, kebiasaan Archana tidak pernah berubah dan akan selalu terlihat dengan mudah jika Archana merubah sikapnya secara tiba – tiba.

"benar – benar anak itu, sudah punya anak masih saja bersikap kekanakan," ucap Tamara diikuti gelengan pelan, masih tak habis pikir dengan sikap putranya yang tak mau berubah sejak SMA.

"biarkan saja, mae. Toh, Maraville oppa belum mengatakan apapun dan memberitahu semuanya pada Arcy oppa," timpal Chizie yang kembali menampakan senyum cerahnya, moodnya kembali ketika membicarakan kakak kesayangannya itu.

Dan pada akhirnya sosok yang sejak tadi mereka jadikan bahan pembicaraan datang dan ikut duduk bergabung, mencomot dua croissant tanpa isi dan menegak susu putih di sampingnya tanpa mengucapkan apapun, tak mempedulikan tatapan heran yang mereka tujukan kepadanya.

"oppa kenapa?" hanya gadis manis itu yang berani bertanya saat wajah sendu dengan mata bulat sembab itu menatapnya, menggeleng tak apa, seolah mengatakan sesuatu yang berlawanan dari ekspresinya.

"apa ada yang menggangu mu, Arcy?" andai si sulung duduk di sampingnya, mungkin Tamara sudah mengusap lembut surai yang masih berantakan itu, membelai pipi kemerahan dan mata sendu itu, Tamara tak bisa melihat Archana 'kacau' seperti ini.

"tidak apa, mae. Arcy hanya lelah," ucapnya dengan senyum, mencoba menampakan mentarinya meski mendung yang ia perlihatkan.

"kalau begitu kamu istirahat saja, sayang. Hari ini biar Cilo, mae yang urus, oke." Anggukan lesu tak berselera yang Archana perlihatkan sudah cukup menggambarkan mood pemuda 22 tahun itu.

"sudah daddy bilang untuk tidak bermain game sampai larut, Kesehatan mu itu lebih penting, sayang," Jonnathan yang biasanya senang bercanda dan menggoda kedua anaknya, terlihat berbeda jika sedang khawatir seperti ini. pria yang nyaris kepala lima itu berubah lembut dengan senyum penuh cemas terlihat di wajahnya.

"hmm, maaf membuat daddy khawatir, tapi Arcy nggak janji kalau nanti nggak Arcy ulangi lagi," kini gantian, Archana yang menggoda sang ayah dengan ucapannya, mengedipkan sebelah matanya mencoba mencairkan suasana.

"bocah ini, apa kamu mau daddy jual semua PS dan komik mu dulu?! Dan jangan bilang kalau kopi daddy semalam kamu yang minum?" ancaman Jonnathan hanya ditanggapi dengusan putranya, tersenyum menunjukan gigi putih ratanya hingga kedua matanya terlihat menghilang.

"jangan dong dad... itukan harta Arcy yang pa......ling berharga, terus kalau masalah kopi kan salah daddy sendiri taruh di sebelah susu kotak Arcy..." meski ucapannya mengesalkan tapi wajahnya yang berubah merayu dengan tangannya yang melingkar di lengan sang ayah bermanja, membuat Jonnathan hanya bisa menggeleng disertai dengan usakan pelan di surai coklat Archana.

"bisa – bisanya aku punya anak macam ini," ucapnya yang tentu bercanda, melihat Tamara dan Chizie yang menertawai kepasrahan Jonnathan dalam menghadapi sikap Archana yang seperti tak tahu malu itu.

Tapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama, kala salah seorang berubah dingin dan tak ramah sesaat setelah tamu mereka ikut bergabung bersama, memilih duduk tepat di sebelah Archana yang berubah diam tanpa suara.

"pagi semua," semua membalas kecuali Archana, pemuda itu bahkan sudah siap bangkit dari kursinya setelah menegak habis susu miliknya dengan terburu.

"mau kemana?"

"bukan urusan mu," ketusnya melepas tangan yang lebih putih, menatap kesal dengan sesuatu yang lain kepada orang disamping nya, sesuatu yang bahkan dirinya sendiri tak mudah untuk menjelaskan.

Archana tak pernah manaruh harap pada perasaannya, tak pernah terbersit di benaknya jika perasaan cintanya suatu saat akan terbalas dan ia memang tak mengharapkan itu, tapi bukan berarti dia tak apa dikesampingkan seperti ini.

Bukan setahun dua tahun ia dan Maraville saling mengenal, keduanya sudah berteman nyaris 8 tahun dan bukannya menganggap kedekatan keduanya, Maraville justru lebih memilih menyembunyikan kabar pernikahannya dan Archana benci hal seperti itu, itu jauh lebih sakit daripada perasaan cinta yang terang – terangan ditolak.

"Chana... temani aku makan, apa kamu tidak merindukan makan bersamaku?" sedikit memohon Maraville sudah tak mempedulikan image nya di hadapan keluarga Charmpabell itu, mereka sudah dekat dan nyaris seperti keluarga sendiri sejak bertahun lalu.

"untuk apa aku temani, cari saja Alexa dan kau tak sendiri lagi," nada dingin dengan tangannya yang masih berusaha melepas gengaman yang lebih tua Archana berikan, sedikit memaksa ketika gengaman itu mengerat semakin kuat.

"ada apa dengan Lexa, Chana?" Maraville benar – benar dibuat kebingungan dengan alasan Archana belakangan ini, kenapa pemuda itu selalu membawa nama Alexa sahabatnya kedalam nyaris setiap perbincangan keduanya, bahkan alasan ia harus bermalam di kamar tamu sedirian pun karena Archana yang merasa tak nyaman jika Alexa tahu keduanya tinggal di kamar yang sama, sungguh aneh sikap si manis ini?

"sudahlah, lepas! aku ada janji dengan Dandy hyung," ucapnya menatap tajam Maraville hingga gengaman itu terlepas, berjalan pergi dari sana tanpa sepatah katapun termasuk untuk keluarganya yang dibuat binggung dengan sikap tak biasanya.

"selesaikan kesalapahaman kalian segera, saya tidak mau anak saya sedih hanya karena hal sepele," tegas Jonnathan di sela keheningan. Kata 'saya' dan 'anak saya' yang ia ucapkan sudah cukup mengatakan jika pria itu sedang dalam mode serius seorang ayah, seorang yang sedang memberi peringatan agar tak bermain – main dengan putra kesayangannya.

Dan Maraville hanya bisa mengangguk lesu, ia sendiri bahkan tak tahu penyebab dari kekesalan Archana kepadanya, jadi bagaimana dia bisa menyelesaikannya? Bagaimana caranya menyudahi kesalahpahaman yang ia sendiri tidak tahu karena apa.

.

.

"kenapa?"

Seharian ini Arachie menatap heran ke arah juniornya ini. Beberapa kali mengamati bahkan ketika jam makan siang bersama dan berada di studio, Maraville tak pernah lepas dari pengawasan atasan sekaligus temannya ini.

Seolah melihat sosok lain yang menyerupai Maraville, Arachie dibuat binggung sendiri dengan perubahan drastic yang pemuda itu perlihatkan. Kebiasaan yang sering tertawa, serius ketika mengerjakan project di studio, bahkan terlalu nyaman dengan gitar dan pena hingga tak mudah membuat Maraville merasa lelah atau sekedar menghela nafas, kini hilang seketika.

Kali ini sikap pemuda itu sangat berbanding terbalik dengan kesehariannya, sudah beberapa hari ini Maraville Nampak lebih murung dan tak berselera seperti biasanya. Dan puncaknya hari ini, pemuda pecinta semangka itu terus saja menghela nafas setiap ada kesempatan, seolah ia tak bisa melakukan apapun jika tak menghela nafas penuh kebingungan itu.

Tak hanya menghela nafas, fokusnya dalam bekerja pun terganggu dan tergantikan dengan ia yang sering kali terlihat melamun kehilangan focusnya, ia terus saja melakukannya di sela – sela aktivitasnya seharian ini, dan tentu itu menganggu Arachie yang bekerja bersamanya kali ini.

"hey, aku bertanya ada apa," tegurnya lagi, dibuat kesal dengan Maraville yang masih diam tak menanggapi.

"tidak apa, hyung. Mungkin aku hanya sedikit lelah," wajahnya memang menampilkan kejujuran akan kalimatnya tapi sayangnya ekspresinya tidak, Arachie jelas bisa melihat sesuatu yang lain yang tersimpan rapi dibalik wajah tampan dengan guratan lelah itu.

Karena bagaimanapun, alasan seperti itu Arachie sudah terlalu sering mendengarnya, terlebih ketika beban pikiran seseorang melebihi dari kapasaitas kemampuan mereka.

"katakan padaku, kenapa kau seperti ini. terakhir kau terlihat begitu bersemangat, bahkan kau terus tersenyum saat memberikan demo lagu barumu, lalu sekarang kenapa? apa terjadi sesuatu dengan keluarga atau kekasih mu?" Arachie mengambil kursi beroda yang tak jauh darinya, duduk menghadap ke arah Maraville yang masih setia menatap ratusan tombol perekam di hadapannya, menatapnya dengan kosong dan tak bersemangat.

"ayolah, aku sudah tahu kalau orang tua mu ingin kau segera mengambil alih perusahaan mereka, dan saat ini kau juga sudah mulai bekerja dengan mereka. Tapi tidak biasanya kau sampai semalang ini?" menggoda di akhir, Arachie ingin yang lebih muda bercerita kepadanya, membagi kisah yang mungkin saja bisa ia bantu ringankan.

"kalau soal itu, hyung, aku... aku rasa aku akan behenti setelah lagu ini selesai semua... aku mungkin..." jawaban penuh keraguan yang ia lontarkan benar – benar membingungkan lawan bicaranya, terus menatap dirinya dengan kerutan di kening.

"kau aneh, apa sekarang kekasih mu juga ikut membebani pikiran mu? Apa dia kesal karena kabar kau dan Archana yang memiliki anak di luar nikah?" bukan Arachie namanya jika tak mengetahui gossip terbaru, jelas ia sangat tahu dan bahkan beberapa kali memburu Maraville dengan pertanyaan di kepalanya tanpa jeda, meski tentu Maraville tak menjawabnya atau hanya sekedar kata 'tak tahu' yang terucap darinya.

"kekasih?" hanya kata itu yang menarik perhatian Maraville, bertanya – tanya tentang kenapa semua orang berpikir dirinya memiliki seorang kekasih? Kenapa orang – orang di sekitarnya tidak ada yang mengangap jika gossip itu benar seperti Masyarakat di luar sana? Kenapa tak ingin Mengira jika ia dan Archana memang memiliki sebuah hubungan istimewa dan Arcielo benar putra mereka.

"iya, kekasih. Bukannya kau akan menikah? itu berarti kau pasti memiliki kekasih kan?"

"menikah?"

"iya menikah, kau akan menikah agar bisa mengadopsi Arcielo kan?" angguk Arachie antusias, kelewat antusias untuk seorang yang lebih dewasa darinya.

"apa kekasih rahasia hyung yang memberitahu?" tebak Maraville, tentu saja ia tahu siapa kekasih rahasia yang selama ini di perbincangkan Arachie, the one and only Havenly. Kenapa dia bisa tahu? semua karena Archana yang pernah melihat wallpapers couple di ponsel Havenly yang sama dengan milik Arachie juga name di kontak masing masing, dan untungnya Archana hanya bercerita kepadanya.

"ah, kau tahu ternyata... kalau begitu, bisa kau beritahu siapa calon mu itu kepadaku," ucapnya, memperlihatkan wajah memohon penasaran kepada yang lebih muda, tersenyum saat Maraville berbalik menatapnya.

"tanyakan saja pada Havenly hyung, hyung," tangannya diraih ketika akan beranjak, tertahan oleh rasa penasaran Arachie yang belum tuntas.

"Havenly tidak mau memberitahuku... jadi, beritahu aku" Arachie tak mau melepas tangan putih itu, memberi tatapan penasaran yang membuat Maraville menghela nafas pasrah.

"tentu dengan ibunya Cilo, dengan siapa lagi aku akan menikah jika bukan dengannya, hyung," kalimat ambigu itu mengakhiri percakapan keduanya, Maraville meninggalkan Arachie yang masih dibuat kebingungan dengan kata – katanya, berpikir keras hingga raut wajahnya terlihat begitu serius.

"ibunya Arcielo? Bukannya dia tidak tahu asal usul bayi itu? Atau Arcielo benar anaknya? Tapi dengan siapa?" bak orang bodoh, Arachie terus bermonolog mengungkapkan semua pertanyaan yang berputar di kepalanya secara lantang. Ia benar – benar tak mengerti sekarang, tak mungkin kan kalau Arcielo itu benar anak Maraville dengan Archana? Benarkah?

.

.

Masih dengan sikapnya yang selalu dingin dan mengabaikan setiap ucapan yang Maraville tujukan kepadanya, Archana terus saja menghindari pemuda itu, melanjutkannya dengan cara yang belakangan cukup extreme dari biasanya.

Jika biasanya ia akan melunak dengan tingkah polah Arcielo di tengah keduanya namun kali ini berbeda, Archana bahkan rela meninggalkan si mungil ketika Maraville akan bergabung dengan si bayi sebagai alasan, sedikit memulikan pendengarannya ketika bayi tak berdosa itu mengoceh atau bahkan menangis mencari dirinya, ia berusaha tak mempedulikannya meski kedua orang tua dan adiknya sesekali juga turut menegur sikap kekanakannya itu.

"mau kemana lagi kamu, Arcy... tidak lihat Cilo sebentar lagi tertidur," Tamara hanya bisa menepuk Pundak putranya ketika Archana berniat memindahkan si mungil ke dalam gendongannya, meninggalkannya ketika Maraville berjalan mendekati ketiganya.

"ada yang harus aku kerjakan Mae," ucapnya yang berharap pengertian dari Mae-nya, namun sayangnya Tamara menolak dengan menjauhkan sedikit tubuhnya ketika Archana ingin memberikan Arcielo kepadanya.

"kalau urusan mu hanya untuk menghindari Mara, sebaiknya jangan teruskan. Mae tidak tahu ada apa dengan kalian atau mungkin hanya kamu, tapi menghindar bukanlah solusinya," Tamara mengusap surai yang serupa dengan mendiang ibu Archana, tersenyum ketika mendapat wajah cemberut dari putranya.

"bicarakan baik – baik sayang, mae yakin kalau masalah kalian itu hanya salah paham, karena bagaimanapun kalian berdua tidak mungkin kan saling menyakiti secara fisik," tambahnya yang kali ini mengusap lembut surai Arcielo yang ternyata sudah terlelap nyaman di gendongan putranya, sangat damai wajah malaikat kecil mereka itu.

Dan dengan ucapannya itu Tamara pergi dari sana, kembali ke lantai dua tempat kamarnya dan sang suami yang pasti masih sibuk dengan laptop dan berkas kantornya berada. Ia tahu betul kebiasaan Jonnathan yang tak bisa meninggalkan pekerjaan yang belum tuntas di kantor dan akan menyelesaikannnya di rumah.

"tidak menghindari ku lagi?" pertanyaan sarcastic yang Maraville layangkan masih dianggap angin lalu oleh Archana, tak menatap atau sekedar berdehem menjawabnya.

"aku rasa dia akan sulit jika berpisah dengan mu, Chana... lihat saja, dia bahkan bisa terlelap nyaman hanya dengan timangan mu saja," pujian itu tak ditanggapi sebagai sesuatu yang positif oleh Archana, pemuda itu cenderung menangkap kalimat pertama yang Maraville layangkan dengan negative.

"kalau begitu cepat minta Alexa untuk dekat denganya, kenapa kamu selalu sulit jika aku mengatakan hal itu?" kekesalan yang Archana rasakan perlahan ia utarakan, menangapi dengan pendapatnya yang jauh berbeda dari yang mungkin Maraville bayangkan.

"kenapa selalu Alexa, Chana? Kenapa tidak kamu saja? Atau aku, atau kedua orang tua kita, Havenly hyung, Nathaan, dan lainnya. Kenapa harus Alexa?"

Oke, Maraville sudah cukup bersabar dengan kebingungan dan kegelisahan di pikiran dan perasaannya setiap Archana membuka suaranya, ia sudah dibuat jengah dengan nama Alexa yang selalu dibawa oleh pemuda di hadapnnya ini, selalu dibuat seperti orang bodoh ketika pembahasan yang Archana lakukan hanya seputar Alexa dan Arcielo.

Alexa yang perlu mengurus Arcielo, Alexa yang perlu mengenal Arcielo, Alexa yang perlu beradaptasi dengan Arcielo, Alexa yang wajib dekat dengan Arcielo, Alex yang harus menjaga dan merawat Arcielo? Semua tentang Alexa dan Arcielo, tak ada satu kata yang terucap dari bibir mungil itu selain Alexa dan Arcielo. Seolah mereka berdua lah yang menjadi pemeran utama dalam cerita keduanya.

Tapi bukannya menjawab pertanyaan yang Maraville ajukan, Archana memilih pergi meninggalkan pemuda itu sendirian, membawa bayi yang tak sampai dua bulan lagi akan genap berusia satu tahun pergi dengannya, ke lantai dua tempat kamarnya berada.

"huff"

Hanya helaan nafas yang bisa ia perdengarkan setiap kali hal ini terjadi, terlalu sering ia mendapat perlakuan seperti ini dari yang lebih muda, dan naasnya ia tak tahu penyebab dari marahnya Archana kepadanya. Tak tahu kenapa sifat sahabatnya itu berubah kepadanya, menjauh meninggalkannya. Bahkan sesekali Maraville berpikir jika Archana sangat membenci dirinya, seperti tak ingin lagi mengenal dirinya.

.

.

"selalu jadi nyamuk," Jeremiah hanya bisa bermonolog kesal ketika Archana menginvasi kediamannya, tepatnya pasangannya sedari tadi.

Seharian ini Archana berada di kediamannya, meski atas undangan Nathaan yang ingin menunjukan tempat tinggal baru mereka, tapi Archana yang tak ingin pergi dan terus mengekori kesayangannya tetap membuatnya kesal. Semakin kesal saat Nathaan-nya juga tak ingin Archana menjauh, terlalu asyik dengan Arcielo yang senang dengan kamar calon bayi mereka yang penuh dengan boneka kelinci dan anjing berwarna pastel.

"apa kamu tidak lelah, Na?" tentu Archana khawatir, perut sahabatnya yang mulai membesar membuatanya tak bisa untuk tak memperhatikan Nathaan yang terus saja ingin menggendong Arcielo kesana kemari, terlalu asyik menunjukan setiap sudut rumahnya dan kamar calon anaknya.

Terdengar seperti ingin memamerkan apa yang ia miliki dan tidak Archana miliki, tapi bukan itu maksud Nathaan sesungguhnnya. Banyak makna yang ingin ia tunjukan pada sahabatnya itu, dan mungkin keluarga kecilnya yang bahagia bisa menginspirasi Archana dalam mengambil keputusan kedepannya. "aniya, sekalian belajar gendong anak ku nanti," balasnya singkat.

Archana hanya bisa menghela nafas, diikuti Jeremiah yang pasrah berdiri di belakang pemuda berkulit tan itu, keduanya bahkan perlu beberapa kali mengurangi 'full battery' Nathaan ketika terlalu antusias, berkali kali mengingatkan jika ia sedang berbadan dua dan tidak boleh bertingkah berlebihan.

"apa kau tidak lelah melihat Nathaan yang seperti ini, Jer?" tanya Archana menyenggol lengan yang lebih tua, sedikit berbisik meski jarak antara mereka dengan Nathaan cukup jauh.

"aku mencintainya, jadi kenapa harus lelah? Tapi... ya aku memang harus extra perhatian, kau lihat sendiri bagaimana kelakuannya, padahal dia sedang hamil," jawabnya disertai dengan sedikit curahan hatinya, beberapa kali tak bisa berpaling dari pasangannya yang terlihat lebih aktif dan mulai sensitive dari biasanya.

Cinta huh? Andai ia juga bisa memiliki seorang yang mencintainya seperti itu. Terkadang Archana dibuat iri dengan orang orang terdekatnya, ia juga menginginkan seorang spesial yang dikirim tuhan untuk bersamanya dalam keadaan suka maupun duka, dan jika bisa hingga maut memisahkan. Jeremiah dengan Nathaan, Rena bersama Rey, Havenly dan Arachie, Kaide dengan Winnie, dan jangan lupakan kedua orang tuanya, juga bubu dan papa, lalu siapa lagi pasangan yang akan terlihat begitu mesra dan harmonis? Siapa lagi pasangan yang akan membuatnya tersenyum iri dengan kata kebahagiaan dan cinta kasih.

"hey, kenapa diam saja? Ayo ke taman belakang, Cilo mau bermain di sana, iya kan sayang? Utututututu........ uwahhh....."

Arcielo hanya tertawa lepas mendapat perlakuan manis seperti itu, namun berbanding terbalik dengan Archana dan Jeremiah yang kembali menghela nafas sembari menggelengkan kepala mereka. Bukan apa, keduanya takut terjadi sesuatu dengan Nathaan dan janinnya, meski sudah menginjak usai 5 bulan tapi keduanya tetap was was.

"kau sendiri bagaimana? Apa sudah ada kabar, mungkin tentang orang tua Arcielo?" pertanyaan yang Jeremiah berikan kembali mengingatkannya jika sebentar lagi si mungil akan berpindah tangan, pergi menjauh darinya beberapa hari lagi. Berterimakasihlah kepada Nathaan yang meminta waktu dua minggu lagi kepada pamannya, dan Archana bersyukur ternyata kesempatan itu masih ada meski kini hanya tinggal menghitung hari, waktu yang tersisa dengan si mungil.

"tidak ada, Jer. Aku rasa mereka benar – benar akan membawa Cilo ke panti itu," jawaban itu terdengar begitu lesu dan pasrah di saat bersamaan, terlihat lebih menyedihkan ketika ekspresi Archana mendukung murung.

"andai aku bisa membantu, tapi aku tidak mungkin membiarkan Nana kelelahan, ditambah kami yang belum pernah menjadi orang tua." Sebenarnya ia ingin saja menjadi orang tua angkat dari si mungil, namun pengalaman yang belum ada juga calon anak mereka yang perlu mereka urus membuat kedua pasangan baru itu menurungkan niat mereka untuk menawarkan hal tersebut.

"tidak apa, aku sendiri paham jika mengurus seorang anak memang membutuhkan banyak tenaga, dan lagi...... aku tidak ingin anak kalian merasa terbagi kasih sayangnya, karena kau tahu Jer... itu tidak menyenangkan......" tutup Archana sebelum kembali melangkah mendekati Nathaan, meninggalkan Jeremiah yang diam dengan senyum tampan di wajahnya.

"memang tidak salah Mara memilihmu...... kau benar – benar ibu yang baik, Archy..." monolog yang ia ucapkan dalam hangat, merasa jika keputusan pemuda canada itu memang tepat bagi masa depan mereka.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 60.6K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
39.8K 4.2K 16
Romance story๐Ÿค Ada moment ada cerita GxG
88.3K 12.6K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
797K 38.6K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...