Thank God, It's You

By Minaayaaa

3.7K 761 1.1K

Ada hari di mana aku bangun dan tak ingin melakukan semua pekerjaan menyebalkan itu, hingga melihat siapa yan... More

1. Yang Tersembunyi
2. Tutorial Jadian
3. Solo, Mungkin Berarti Sendiri
4. Metro Pop Scene
6. Rencana - Rencana
7. Terlalu Cepat
8. Our Fears
9. Roman Picisan
10. Wild Night
11. Kekacauan
12. Outcast
13. Tinggal Bersama
14. Apa Apaan!
15. Kedatangan Glen
16. Ulang Tahun Mas Wafa
17. Thank God, it's Them
18. Berlatih Punya Anak
19. Masalah Asmara
20. Huru Hara Asmara
21. Bibit Bibit Tak Baik
22. Rintangan
23. Yang Paling Baik (Menurutku)

5. Pertemuan Keempat

158 34 58
By Minaayaaa

Solo, 12.30 WIB

Jam makan siang.

Hari ini Wafa sengaja meminjam motor ayahnya, dia juga sengaja tak membawa bekal dari ibunya dengan dalih akan ada acara makan-makan di kantor. Semua ini demi dia, Si Cantik, Ibu Guru, yang dia tak tahu namanya.

Yang jelas gadis itu telah merenggut semua rasa ingin tahunya beberapa hari ini semenjak tak sengaja bertemu untuk ketiga kali.

Wafa sebenarnya memang tipe yang mudah jatuh cinta, terutama jika disodori sosok perempuan penyayang anak-anak. Kedua sahabatnya sudah hafal seperti apa selera wafa semasa kuliah dulu, kalau tidak calon perawat ya pasti calon guru. Dae sampai bilang kepada Wafa kalau seleranya itu mirip-mirip selera stereotype polisi dan tentara hingga untuk beberapa waktu Dae dan Glen menyapanya sebagai Mas Halo Dhek, Wafa tak pernah kesal dengan julukan itu. Kakeknya tentara, neneknya perawat, Ayahnya ASN, Ibunya guru, iparnya polisi, kalau semisal bekerja, Kak Yura pasti menjadi bidan. Template keluarga Indonesia idaman, yang membuat tetangga merasa harus raising the bar.

Glen juga punya cerita tersendiri di mana dulu dia sering diajak Wafa untuk mengapeli pacarnya, waktu itu yang berkuliah di sebuah kampus keguruan di kota Semarang. Bukannya apa-apa, mereka sering lewat jalan tikus yang menyambungkan dua area universitas itu yang Masyaallah curamnya. Glen sampai bilang ini adalah jalur hidup dan mati tapi demi kesetiakawanannya dia tetap menjalaninya. Lagi pula Wafa adalah sahabat yang baik dan tidak pernah pamrih. Dia setahun lebih tua dari pada Glen dan satu angkatan dengan Dae, mereka yang membantu Glen selama hidup sendirian di Semarang. Memang Glen tak pernah kekurangan harta benda, tapi hidup mandiri itu sesuatu yang tak hanya membutuhkan uang saja. Glen juga butuh lingkungan yang baik serta pergaulan yang sehat untuk meraih gelarnya tepat waktu. Jadilah Wafa dan Dae yang sudah berteman setahun sebelumnya, menambahkan Glen yang menghuni kamar di antara mereka sebagai sahabat hingga kini.

Wafa tersenyum sendiri melihat postingan yang dikirim Glen di grup chatnya bersama Dae, kiranya ada 7 repost dari tiktok yang menampilkan video-video konyol tak berfaedah. Dae hanya mengabaikannya, beberapa minggu terakhir dia sangat sibuk dengan persiapan pameran mebelnya ke Berlin sehingga harus mengurus ini dan itu. Sedang Glen, pasti dia sedang marahan dengan Chalize, Wafa sampai hafal, memang begitu stress release nya.

Wafa hanya menduga-duga, kali ini apa tema dari peperangan keduanya? Sebab selalu ada saja dan tak penting serta tak perlu dipikirkan, sebab paling lama tiga hari mereka juga akan balikan lagi.

Tapi alih-alih terus menduga apa yang terjadi dengan pasangan itu, saat ini Wafa sudah mengemudikan motornya ke jalan seputaran Stadion Manahan, ada satu tempat yang ingin ditujunya, tapi bukan makan siang di Shelter Manahan, tetapi sekolah di depannya.

Wafa memarkirkan motornya di parkiran sekolah nasional plus yang plusnya memakai bahasa Inggris sebagai pengantar itu. Wafa sempat tertegun untuk meyakinkan dirinya, apakah ini sangat jamet jika dilakukannya atau ah, sudahlah daripada setiap malam tak bisa tidur!

Kaki panjangnya pun menaiki anak tangga menuju teras sekolah di mana seorang satpam menyapanya dan beberapa suster yang sedang menunggu anak asuhnya di ruangan sebelah satpam mulai berbisik memperhatikan pemuda tinggi berlesung pipit itu.

"Siang Pak, ada perlu apa?" Sapa satpam itu membuat Wafa deg deg an seperti bertemu calon mertua.

"Ah ini, saya mau titip ini ke wali kelasnya Laurent, anak kelas satu atau dua ya? Yang tempo hari outing ke Sky Walk!" Wafa mencoba menjelaskan maksudnya sambil menyerahkan mini paperbag yang berisi sebuah kotak kecil berisi hair pin Hello Kitty itu.

Pak Satpam mengamati Wafa dari atas sampai bawah, dia juga memperhatikan seragam baju keki yang dipakainya.

"Apa isinya?"

Wafa sempat berpikir, terlalu aneh kalau bilang itu adalah sebuah jepit rambut, maka cepat-cepat Wafa berkata.

"Wah, kurang tahu Pak, itu titipan, pesannya tolong diberikan ke guru kelasnya Laurent"

Lantas cepat-cepat Wafa undur diri, meninggalkan tempat itu padahal Pak Satpam masih mengernyitkan dahinya heran.

Beberapa jam setelah anak-anak pulang, mini paper bag itu pun diserahkan kepada wali kelas Laurent.

Sang Wali Kelas pun sempat heran, mengapa ada orang yang menitipkan barang di post satpam yang konon diantar oleh seorang Mas Mas ASN tampan yang sempat menghebohkan ruang suster.

Dibukanya perlahan kotak di dalam paper bag itu, dia sedikit heran sebab menemukan hair pin Hello Kitty yang memang milik Laurent yang terjatuh pada saat outing minggu lalu. Guru itu tersenyum sebab Laurent sangat sedih dan berhari-hari tetap mencoba mencarinya sampai dia merasa sedih.

Untung ada orang baik yang menemukannya.

Si Guru semakin heran ketika ada sebuah kartu terselip di dalam kotak itu.

Hallo, saya Wafa, saya yang menemukan jepit rambut ini dan waktu itu anak ini sempat menyebutkan namanya. Sebenarnya kita sudah beberapa kali bertemu. Kalau tidak keberatan silakan hubungi nomor ini 08*********

Wafa

"Anjay, cringe banget!" Umpatnya sambil terkekeh, dia sempat terdiam sebentar, kemudian sekali lagi ditimbangnya.

Lantar diambil ponsel dan disimpannya nomor itu, tak lama dikirimnya sebuah pesan yang tentu saja diterima Wafa.

08********

Halo, ini saya gurunya Laurent. Ini Wafa ya?

Pesan itu datang ketika Wafa melihat ke arah jam dinding di ruangannya untuk menunggu jam pulang, semua pekerjaannya sudah selesai.

Wafa melihat ke sekililing, dia takut kalau terlihat terlalu bahagia dengan pesan itu. Tak tik murahan yang dipakainya kali ini rupanya bisa memancing atensi perempuan itu.

Wafa (Penemu jepit rambut Lau)

Oh hai, iya saya Wafa, senang kamu sudah membaca pesan saya

Berulang kali Wafa menghapus pesan dan akhirnya mengirimkannya, tapi akhirnya dikirimkannya pesan diatas, namun benar-benar disesalinya, sebab seseorang di sambungan sana tak membalas pesannya.

Wafa kemudian berpikir keras agar pesannya dibalas lagi. Harus dibalas! Dia sungguh penasaran dengan gadis itu dan kini bahkan nomor sudah didapatnya.

Sementara seseorang di sambungan itu justru sedang asyik melihat profile picture chat milik Wafa yang tidak diprivat itu. Dia berpikir sejenak dan tersenyum ketika mengetikan sebuah pesan.

Wali Kelas Laurent

Mau ketemu nggak? Sekalian mau ucapin terimakasih

BRAG!!

"Pak Wafa kenapa?" Tanya Amira yang duduk di depan Wafa.

Seisi ruangan staff DLH menoleh ke arah Wafa yang terjatuh dari kursinya.

Tergagap Wafa bangkit dengan sedikit malu kemudian duduk lagi.

"Hehehe ngantuk hehehe" Ujarnya membuat rekan-rekannya hanya menggelengkan kepala.

Mata Wafa kembali ke layar ponselnya, dia membelalak tak percaya? Semudah inikah gayung bersambut? Memang ya kalau jodoh tak akan kemana, tak perlu basa basi dan berpikir lama-lama.

Wafa (Penemu jepit rambut Lau)

Boleh, setengah jam lagi saya pulang kerja, mau ketemu di mana?

Wali Kelas Laurent

Sunset Cofee, tau nggak?

Wafa (Penemu jepit rambut Lau)

Nggak tau, saya baru di Solo, tapi bisa cari tahu kewat Gmaps

Wali Kelas Laurent

Oke kalau begitu, saya pakai seragam kerja

Wafa (Penemu jepit rambut Lau)

Don't worry, I think I know you, See you there

Wali Kelas Laurent

Oke, aku juga akan ngenalin kamu, sama kayak yang di PP kan?

Wafa (Penemu jepit rambut Lau)

Iya, sama

Wali Kelas Laurent

See you then

Wafa pun merasa sore ini Solo indah sekali.

Dua tahun di Kalimantan memang tidak bisa membuat seorang Wafa sempat memiliki pacar. Pekerjaannya sungguh banyak, belum lagi dia juga sibuk beradabtasi dengan lingkungan kerja, lingkungan rumah, juga cuaca serta kondisi jalanan. Wafa sampai tak sempat memikirkan mantan-mantannya yang berderet-deret itu. Bahkan ketika hendak pulang ke Solo tak juga memikirkan mengenai pasangan. Barulah saat bertemu ketiga kali tanpa sengaja dengan ibu guru yang sepertinya adalah ideal type nya, barulah hatinya tergerak luar biasa.

Wafa lebih suka yang bertemu secara alami atas usahanya seperti ini, alih-alih dikenalkan teman apalagi sampai akan dijodohkan dengan keponakan pimpinan, tentu saja hanya akan membuat bebannya berat sebab harus menjaga banyak perasaan orang. Padahal menjaga perasaannya sendiri saja sudah sangat repot.

Wafa tak sempat berganti baju, membuatnya sedikit kikuk memasuki café dengan desain minimalis ala ala rumah kaca yang sering membuat Wafa tak mengerti. Konsep seperti ini hanya akan membuat ruangan terasa panas dan mereka harus mengeluarkan uang ekstra untuk mendinginkan ruangan. Tapi mungkin ingin tampil sedikit beda. Café-Café di Solo sudah sangat menjamur dengan berbagai macam konsep. Dari yang bangunan mangkrak, etnik, modern, hommy, skandinavian, bertema Parislah, Unicorn lah, pecinan, tinggal pilih, sangat berbeda dari waktu Wafa meninggalkannya dulu, mungkin 10 an tahun yang lalu.

Dia dan teman-temannya sangat jarang menemukan Café yang ramah kantong pelajar. Paling keras ya mereka nongkrong di wedangan atau jagung bakar sekitar Gladak. Dunia sudah banyak berubah.

Wafa menyapu ruangan yang serupa launge sebelum memesan di counter. Dia tidak menemukan gadis itu, hanya beberapa orang saja yang ada di café ini. Beberapa di antaranya sepertinya mahasiswa yang sedang kerja kelompok dan beberapa orang yang entah mengerjakan apa dengan laptopnya. Wafa langsung memahami konsep cafee shop ini sebagai working space. Wafa mengangguk sendiri, mungkin kapan-kapan dia akan membuat evaluasi dan pelaporan rencana program dan akuntabilitas kinerja di sini saja sambil minum-minum mohito yang dinamai aneh-aneh.

Karena gadis yang belum ditanyai namanya sebab Wafa ingin mendengarnya langsung itu belum datang, jadi dia memutuskan untuk memesan minuman dulu. Wafa cukup tergiur dengan beberapa menunya hingga dia memutuskan untuk memesan Sunset Dream, yang terdiri dari perasan jeruk segar, pomegranage ditambah aroma rosmary yang membuatnya unik. Setelah membayar Wafa hendak berbalik dan tiba-tiba seseorang yang duduk tak jauh dari kasir memanggilnya.

"Wafa ya?" Kata orang dengan seragam dari sebuah institusi pendidikan itu sambil berdiri.

Wafa bergeming, berpikir sejenak.

"Iya, siapa ya?" Sapanya, sebab mungkin saja dia melupakan teman lama.

Orang itu sedikit bingung, lalu mengulurkan tangannya dan dengan sopan Wafa membalasnya.

"Saya Boni, yang tadi wasapan"

"Hah?" Wafa memandangi laki-laki berjari lentik dan sangat ramah itu.

"Saya wali kelasnya Laurent" Ujar Boni lagi membuat Wafa melepaskan tangannya secara tiba-tiba.

"Eh kenapa nih?" Tukas Boni juga kaget

"Ah, enggak kok, enggak papa!" Wafa sungguh bingung dengan apa yang terjadi, sejurus kemudian dia menyadari kebodohannya sedari awal. Mungkin saja gadis itu bukan wali kelas Laurent, mungkin wali kelas yang lain. Ah tapi bagaimana ini, ya kali lari, harga minumannya aja nyaris 40 ribu.

Shit! Mana kayaknya gemes banget ni guru laki!

Ujar Wafa memberontak dalam hati.

"Duduk duduk, kebetulan hari ini saya memang ada rencana ke sini, jadi waktu kamu ngajak ya udah sekalian aja, itung-itung punya kenalan baru" Ujarnya santai

Wafa pun duduk

Sial banget! Ini aneh ga sih ngafe ngafe cantik sama cowok juga, Anjing! Kalau Glen sampai tahu bisa diketawain sampai lebaran kuda tiba.

Wafa tersenyum kikuk, kelar sudah rencana cringe itu memang telah berakhir dengan cringe yang lebih ultimate. Dia sungguh bingung harus bagaimana lagi untuk lari dari pria di depannya yang rupanya terlihat sangat menikmati pertemuannya dengan Wafa.

"Jadi gimana ceritanya kok kamu bisa nemu hair pinnya Laurent, tau ga sih, dia itu sedih banget!"

DAMN! Ini beneran aku harus ngomongin hair pin sama mas mas, ya Tuhan somebody please help!

"Ah itu ga sengaja waktu itu Laurent nabrak saya terus kenalan waktu line up masuk ke Balapan!"

"Oh, bisa gitu ya, tapi kamu baik deh mau balikin benda remeh gitu, jarang ada yang baik, apalagi kamu cowok gitu kan"

"Ah iya" Wafa sudah tak bisa berpositif thinking lagi, duduknya juga sudah tidak nyaman.

"Kamu kerja di mana, ASN ya?"

"Di DLH, area manahan juga"

"Ya ampun deket juga tempat kerja kita, kamu tahu soto yang di perempatan, deket dishub! Nha aku sama temanku suka tuh ke situ, deket banget sama kantor kamu, kok kita nggak pernah papasan ya?" Cerocos Boni.

"Ah iya" Ujar Wafa mengangguk antara bingung dan sungkan

"Kok kamu pendiem gitu sih? Tadi kayaknya semangat banget pengen ketemu? Kenapa?" Ujar Boni menjadi-jadi, dia memang sekemayu itu dan tentu saja mengagetkan bagi Wafa yang didikannya konvensional, kalau Glen mungkin akan lebih paham, dia dan Chalize punya banyak teman semodelan ini.

"Iya, gapapa , hehe" Ujarnya lagi sambil tersenyum kepada waiters yang mengantar minum

"BON BIN HUHUHU KENAPA NINGGALIN? IH SEBEL!"

Di tengah-tengah huru hara kemelut hatinya, Wafa terkejut dengan sosok yang tiba-tiba memeluk Si Boni-Boni tadi dari belakang.

Tak hanya Boni yang kaget, Wafa pun juga bahkan sampai tiba-tiba berdiri dan menyampar minuman 40 ribuannya yang baru saja datang.

AWW

Semuanya panik ketika gelas cantik itu berputar menggelinding dan nyaris jatuh ke lantai.

HAP

Semua pun kembali lega ketika dengan sigap Wafa bisa menangkapnya, meskipun hatinya sangat kacau. Kini pemuda itu sibuk memanggil waiters lagi untuk mengelap mejanya. Hatinya tambah tak karuan ketika gadis itu menatapnya dengan aneh dan keheranan.

"Untung nggak kena baju" Ujarnya yang terdengar lembut serta merdu di telinga Wafa.

Gadis itu juga memakai seragam yang sama seperti Boni, bedanya Boni memakai Dasi sedang gadis itu tidak.

Rambut pendeknya yang dicat coklat caramel itu dikuncir sembarangan ke belakang, bibirnya masih merah menegaskan semburat pink di pipinya yang putih, Wafa benar-benar terpukau meski ini sudah keempat kalinya mereka bertemu.

Wafa kembali duduk, kali ini detak jantungnya tidak keruan tapi berbeda dengan yang tadi.

"Kamu sih teriak-teriak, temanku jadi kaget kan!" Ujar Boni menyalahkan gadis yang cengar-cengir dan kini duduk di sampingnya.

"Yee... nyalahin! Kamu yang ninggalin, katanya hari ini mau healing bareng gimana sih?!"

"Tadi aku udah ke kelas kamu dua kali, meeting ga selesai-selesai"

"Ya kan penting!"

"Ah udah udah, kenalin ini temen aku, Wafa"

Wafa pun menegakkan duduknya.

"Halo, kenalin Yudha"

"Yudha?" Ulang Wafa yang maksudnya oh nama gadis cantik ini Yudha.

"Eh kenapa? Kayak nama cowok ya? Hahaha Ghaida Yudhanti" Ulang Yudha malah menyebutkan nama lengkapnya.

Pikiran Wafa langsung ke mana-mana, alangkah cantiknya nama itu, sepertinya cocok diucapkan saat ijab qabul.

"Ehm!" Yudha berdehem sebab Wafa tak melepaskan tangannya.

"Oh sorry"

"Nevermind, eh kayaknya kita pernah ketemu deh!" Ujar Yudha

Wafa sempat berpikir sejenak, untuk menjawabnya, kini keduanya diam dan saling pandang, Boni pun jadi melempar pandangannya ke arah Yudha dan Wafa bergantian.

"Iya, kita pernah ketemu" Jawab Wafa akhirnya

"Di mana ya tapi?"

"Tiga kali" Jawab Wafa masih memandangi gadis itu tanpa bosan

"Di mana?"

"Di depan Balapan, di dalam Bus Trans, di Tahu Kupat Mbak Diah, ini yang keempat kalinya kita ketemu!" Ujarnya pelan tapi membuat hati Yudha juga tak karuan

Ini kan mas mas yang duduk di sebelahku waktu di bus trans setelah aku lari dari Tiko.

Yudha pun mengingatnya.

Kini Boni yang mengangguk angguk menyimpulkan sendiri, dia jadi mengerti kalau Wafa mungkin salah paham mengenai wali kelas Laurent. Mungkin Pria itu mengira Yudha adalah wali kelas gadis kecil itu sebab memang waktu itu Yudha membantu mengawasi murid-muridnya selama outing. Otak cerdasnya sebagai guru tentu saja dapat menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

"Eh ngomong-ngomong kamu nggak pesen minum Yud?" Boni memutus interaksi kedua orang itu

"Ah iya, aku mau pesen" Yudha baru akan beranjak ketika Wafa menahannya

"Biar aku aja yang pesenin, mau minum apa?" tanya Wafa

Yudha agak bingung lantas meminta afirmasi dari sahabat di sebelahnya, Boni pun mengangguk.

"Sunset dream" Ujarnya ragu, Wafa kemudian tersenyum

"Selera kita sama!" Lantas pria itu pun beranjak menuju counter bermeja panjang yang juga menampilkan beberapa cake serta croisant itu.

Yudha dan Boni saling pandang, kemudian mereka memandangi punggung lebar pemuda tinggi bertelinga caplang yang justru membuatnya samakin menarik.

"Sikat Yud!"

"Maksud kamu?" Yudha bingung dengan perkataan Boni

"Sikatlah, dia kayaknya tertarik sama kamu!"

"Ih tapi dia siapa? Kok bisa kenal kamu sih Bon?" Bisik gadis itu

"Kamu nggak dengar tadi? Dia itu sebenernya nyariin kamu,tapi long short story pokoknya dia salah orang terus ketemunya aku"

"Lha kok bisa? Apaan sih?" Yudha makin bingung

"AH udah nanti masalah itu kamu tanyain aja ke dia buat jadi bahan obrolan!" Kini Boni cepat-cepat meneguk kopinya dan memasukkan ponsel ke dalam tas kerjanya.

"Lha mau kemana sih Bon, kita kan belum gibah apapun!"

"Heh, kamu itu! Gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya"

"Kesempatan apa? Kamu gila?"

"Yud Please! Look at him, tingginya 185, aku yakin sih, sepatunya hmmm... ukuran 45 lah... tu pantofelnya custom deh, bahunya ya ...hmmm" boni kemudian mencoba mengukur dengan jarinya, sementara beberapa meter di depan sana, sepertinya Wafa sedang memesan slice cake juga.

"Berapa?" Tanya Yudha excited

"Yah ... 48 atau 49 lah, dan you know, parfumnya! Wah gila sih ni"

"Apaan?"

"Aqua di Parma, bergamoto, yakin lillahi taala Yud,Haqqul yaqiiiin! Bukan PNS biasa dia pasti punya jabatan!"

"Nggak ah minder" Ujar Yudha sambil menyandarkan kembali punggungnya ke kursi tepat saat Wafa berbalik dan tersenyum dengan senyuman yang tak dapat ditolak ke arahnya.

"Bodoh kalau yang ini kamu lewatkan!" Ujar Boni dan Yudha hanya memutar bola matanya.

"Lho, mau ke mana Bon?" Ujar Wafa ketika kembali

"Ini, anakku tiba-tiba nelepon!" Ujarnya sambil tersenyum

"Oh, sudah punya anak?" Wafa kaget sendiri

"Udah, 5 tahun, eh kalian ngobrol aja deh, sayang kan udah pesen minum, bye!" Ujar Bonny tiba-tiba dan sebelum Yudha protes duda satu anak itu sudah keluar café sambil tersenyum meninggalkan dua orang tanpa obrolan.

Lima menit berlalu setelah minuman dan makanan datang, keduanya hanya diam sambil memainkan sedotan tanpa ada yang berinisiatif untuk minum atau bicara.

Wafa sedikit kaget ketika ponselnya berbunyi, dilihatnya ada pesan masuk.

Wali Kelas Laurent

Ghaida Yudhanti, piscess, 27 tahun, jomblo, guru kelas 6, sayang anak-anak, pintar masak, suka musik jazz tapi suka Kpop juga, bisa main gitar dan piano, suka nyanyi juga, jago bikin puisi, berangkat pulang naik gojek atau kendaraan umum, udah segitu aja.

Ajak dia ngobrol, kalau awal rada pemalu, jangan dimacem-macemin kalau nggak pengen nomor kamu saya sebarkan sebagai nomor sedot WC.

Good Luck!

Wafa sedikit tersenyum, sedikit menghela nafas.

"Kamu tadi ke sini naik apa?" Ujar Wafa pada akhirnya dan ditanggapi dengan hangat oleh Yudha dan selanjutnya pembicaraan mereka mengalir begitu saja hingga tak ingin waktu berakhir di senja itu.

***

Jakarta 19.30 WIB

Tuan Muda Glen

Nggak peduli kamu masih marah apa enggak, buka pintu aku anterin sesuatu.

Cintaku

Tinggalin aja di depan pintu, nanti aku ambil! Masih Boker!

Jawab Chalize pada teks pesan instan itu membuat Glen semakin kesal dan akhirnya membuaka pintu itu sendiri dan menaruh beberapa paperbag itu di sofa tempat mereka sering cuddling lantas meninggalkannya begitu saja.

Tuan Muda Glen

Sabtu ini dipakai, Om Prab ngundang kita ke stabelnya! Aku jemput setengah 7 udah harus siap! Make sure jangan malu-maluin!

Sepuluh menit kemudian Chalize keluar dari toilet dan membuka paper bags berisi baju dan sepatu baru dari brand fashion yang beberapa hari lalu sempat dibahasnya dengan Glen. Tak lama dia membuka pesan dari Glen, kemudian membalasnya.

Cintaku

Jadi secara sepihak kamu udah putusin kalau aku jadi trophy wife kamu?

Tuan Muda Glen

Terserah mau ngomong apa, buang aja kalau ga mau!

Chalize mengetik lagi, tapi kali ini dengan senyuman.

Cintaku

Nggak, aku suka sih, warna hijau pasti cakep, tapi aku nggak suka geratisan.

Tuan Muda Glen

Ya udah bayar, kamu tau rekeningku!

Cintaku

Not with that one, aku masih bayar cicilan Iphone, kamu capek kan kita berantem terus?

Tuan Muda Glen

You can say that again!

Glen mendengus kesal sambil mengingat-ingat di mana dia parkir, lantas mulai memencet tombol kunci mobilnya.

Cintaku

Pijat plus plus, mau?

Balas Chalize sambil mengirim sebuah pap di mana dia hanya mengenakan tank top dengan wajah memelas manja.

"FUCK!"

Glen mengumpat, meratapi betapa murahan dirinya dan Chalize ketika bersama.

Pemuda itu pun langsung berlari ke arah lift, sebelum gadisnya berubah pikiran.

Bersambung

Vomennya donk

Terima kasih sudah membaca.

Continue Reading

You'll Also Like

3.9M 43.2K 33
(โš ๏ธ๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”žโš ๏ธ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] โ€ขโ€ขโ€ขโ€ข punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
156K 8.5K 25
Seri THE CONUNDRUM - Buku 1 Pemenang Naskah Fantasi Terbaik Wattpadlit Awards 2017. "Faux, kemustahilan yang indah selagi kepakan sayap burung terlih...
4.1K 1.1K 36
Tentang Choi Junhong, Choi Arin, dan Choi Eunjun; kakak-beradik keluarga Choi, yang nggak bisa nggak ribut meski hanya untuk satu hari. Ketiganya sel...
1M 154K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...