KUMPULAN CERITA PANAS by Robe...

By RobertoGonzales95

271K 1K 23

Kumpulan Cerita Panas buatan Roberto Gonzales. Khusus 21 tahun ke atas. More

Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria (1)
Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria (2)
Pesta Bujang Liar si Pengantin Pria ( 3 )
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (1)
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (2)
Skandal Besar Menjelang Pernikahan (3)
Disewa Lionel (1)
Disewa Lionel (2)
Disewa Lionel (3)
- JEREMY MURAKAMI kembali -
Gigolo Biseks Simpanan Mama (1)
Gigolo Biseks Simpanan Mama (2)
Gigolo Biseks Simpanan Mama (3)
CASAMIGOS
CASAMIGOS - PROLOG
CASAMIGOS - 1: Ricardo
CASAMIGOS - 2: Kendall
CASAMIGOS - 3: Arjuna
CASAMIGOS: 4 - Sophia
CASAMIGOS: 5 - Intersection 1A
Suami Yang Disetubuhi Cowok Macho Spanyol
Si Pemuas Satu Kos
Si Pemuas Satu Kos 2
Pacarku Sang Pemuas Satu Geng
Pemuas Suami Si Bos Bule
DRIVER OJOL ARAB PLUS - PLUS
Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku (1)
Tubuh Kekar Suamiku Dijadikan Mainan Lima Atasanku (2)
DISETUBUHI TEMAN MACHO ISTRIKU DI PESTA PANTAI BINAL (1)
Disetubuhi Teman Macho Istriku di Pesta Pantai Binal (2)
TUBUHKU DIPINJAMKAN PACARKU DI PESTA LIAR
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (1)
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (2)
BODYGUARD "PLUS-PLUS" MODEL GANTENG ITALIA (3)
Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (1)
Piala Bergilir Pesta Seks Tokyo (2)
Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (1)
Di-Double Penetration Di Depan Istri Hamil (2)
PEMUAS PARA PREMAN JALANAN
Memperawani Suami Muda Tetanggaku
Lubang Pemuas Pria-Pria Beristri
Malam Liar Sang Budak Korporat
Takdir Seorang C*mdump
Service Plus-Plus Barber Straight Turki
BULE ONLINE, PEREBUT KEPERJAKAANKU
Salah Kamar, Aku Dapat Sugar Daddy
Napas Buatan Dari Papa Sahabatku
MENGERJAI DADDY KEKAR BERISTRI
Menjebak Sopir Straight Bad Boy
MENJAJAL KEJANTANAN MASSEUR IMPOR RUSIA
LEGENDA SI OTONG MONSTER
MESIN PEMUAS MANTAN DAN GEBETAN
PELARIANKU SEORANG PRIA KEKAR BERISTRI
SI PEMUAS SEKAMPUNG
PEMILIK TUBUH INDAH SI PEMBANTU GANTENG
PELEGA DAHAGA SAHABAT PAPAKU

CASAMIGOS: 6 - Intersection 1B

496 6 1
By RobertoGonzales95

KENDALL HSU’s POV


 

Ilustrasi: Kendall Hsu



I was raised a princess… Papaku adalah seorang superstar Mandopop. Mamaku adalah seorang mantan ratu televisi. Aku adalah putri satu-satunya dua selebritis yang paling dicintai di Taiwan. Mereka bilang aku cantik dan sangat beruntung. Karena Taiwan tidak punya keluarga kerajaan, mereka memanggilku Princess Kendall…

Saat aku kecil, bayanganku seorang pangeran persis seperti Carlos Vergara. Badannya tinggi, rambutnya gelap dan tertata stylish, badannya berotot, perutnya six pack, dan wajahnya tampan bukan main. Hanya satu hal yang agak membuat Carlos agak berbeda dari bayanganku: dia memiliki beberapa tato di sekitar tubuhnya. Selain itu, dia sempurna…


 


Ilustrasi: Carlos Vergara

Bersama Carlos, aku mencapai sebuah ketenaran yang lebih daripada sebelumnya. Aku bukan hanya seorang putri dari dua pemimpin kerajaan entertainment Taiwan; aku adalah seorang putri yang memiliki seorang pacar pria Latin tampan dan cerdas. Netizen Taiwan tahu aku seorang mahasiswa jurusan Art History di Universitas Columbia yang bergengsi itu. Mereka juga tahu pacarku, atau akhirnya tunanganku, adalah seorang dosen, yang tidak hanya cerdas tetapi juga sangat seksi. Berita ini meledak dan membuat instagram-ku dan Carlos kebanjiran followers. 

Carlos pun tidak berhenti-henti mendapat pesan menggoda dari para follower-nya di Instagram. Para netizen Taiwan menggodanya dan berusaha merebutnya dariku. Tetapi, pria tampan itu hanya tersenyum ketika aku marah-marah padanya. Dia hanya mengecup bibirku.

“Aku lah pria paling beruntung di dunia… Aku berhasil memiliki sang putri Taiwan yang cantik dan cerdas ini,” ucapnya sambil meraih pinggangku dan melumat bibirku.


Ilustrasi: Carlos Vergara


Ciuman itu… Ciuman dari bibir Carlos selalu berhasil membuatku berhenti berkata-kata… Ketika aku mencium bibirnya, aku merasa aku paling dekat dengan dirinya.

He was also my first kiss… Aku mengingat pertama kali aku mengenalnya, aku terpesona. Di kelas penuh mahasiswa, aku merasa tidak masuk akal sekali ada seorang professor yang semuda dan setampan Carlos. Aku benar-benar terpana. Rupanya, dia juga memperhatikanku. Setelah kelas selesai, dia mengajakku minum kopi.

Can I ask you for a coffee?” tanyanya sangat santai dan terbuka.

“Di mana?” tanyaku malu-malu.

“Hari Sabtu ini…”

Aku mengerutkan dahiku. Ini masih hari Senin, kan? Kenapa lama sekali?

“Seperti di perkenalanku di kelas tadi, aku orang Kolombia. Kami sangat pemilih soal kopi…”

“Aku mengerti,” kataku tersenyum, berusaha sopan.

“Setiap Sabtu dan Minggu, aku berjualan kopi dan snack khas Kolombia di SoHo. Aku punya bisnis food truck yang bertujuan memberdayakan komunitas orang Latin di New York. Aku bersama lima staff-ku menjual tinto dan arape, kopi hitam tradisional dan makanan…”

“Wah, aku suka sekali arape!” kataku menimpali sebelum Carlos selesai menyelesaikan kata-katanya. “Aku suka sekali jagung…”

“Apa?” tanyanya kaget. “Kamu pernah mencicipi arape?”

Aku mengangguk bersemangat, lalu tersenyum, “Aku pernah ke Kolombia…”

“Wow! Benarkah?”

Aku hanya tersenyum lembut.

“Liburan?”

“Tidak,” jawabku cepat. “Sebenarnya, aku cuma dua malam di sana… Aku menemani Papaku mengadakan konser mini di Bogota…”

“Ayahmu penyanyi reggaeton?” ucapnya terkejut. “Penyanyi reggaeton dari Asia? Atau, jangan-jangan kamu punya darah Latin yang tidak bisa kusadari dari penampilanmu?”

“Bukan,” timpalku buru-buru. “Ayahku seorang penyanyi Mandopop… Dia merilis lagu-lagu Mandarin… Kami di Bogota untuk menyanyi di Kedutaan Taiwan di Bogota.”

“Aku mengerti sekarang,” jelas Carlos sambil tersenyum. “Aku berasal dari Medellin.”

 

“Aku ingin sekali pergi kesana. Sayangnya, kami tidak punya waktu,” ucapku cepat-cepat. “Medellin adalah gudang penyanyi reggaeton… Aku suka sekali penyanyi-penyanyi dari Medellin, seperti Camilo, Sebastián Yatra, Karol G, Maluma, dan J Balvin. Medellin benar-benar menghasilkan banyak sekali musisi hebat, kan?”

“Kamu juga mendengarkan reggaeton?” tanya Carlos kembali terkaget-kaget.

“Keluarga kami sangat musikal… Setiap hari, Papaku suka mendengarkan berbagai jenis musik dari belahan dunia… Dia seorang musisi. Penting baginya belajar mendengarkan musik di setiap negara… Kamu boleh menyebut salah satu negara di dunia, dan dia pasti setidaknya bisa menyebutkan satu nama penyanyi atau band dari sana… Hidupnya didedikasikan untuk bermusik dan passion-nya adalah mempelajari musik dari berbagai belahan di dunia… Di situlah, dia belajar dan mencintai reggaeton…”


 

Ilustrasi: Carlos Vergara



“Begitu rupanya,” kata Carlos tidak bisa menyembunyikan senyumnya yang lebar. “Jadi, bagaimana dengan sebuah kencan di tempatku? Belum terdengar romantis, memang. Tetapi, tunggu sampai kamu mencicipi kopi paling enak yang pernah kamu rasakan…”

“Jadi, ini kencan?” tanyaku tersenyum malu-malu.

“Untuk apa aku merisikokan pekerjaanku dan memberanikan diri mengajak mahasiswiku pergi apabila ini bukan kencan?” ucapnya terkekeh.

Aku cuma tersenyum dan mengangguk, memberinya persetujuan.


[ … ]


Di hari Sabtu, aku bertemu dengan Carlos di daerah SoHo, tidak terlalu jauh dari apartemenku di West Village. Dia memperkenalkanku pada lima staffnya. Kami semua langsung akrab… Di sana, Carlos memberiku tinto, kopi tradisional Kolombia, dan apare. Aku pun mencoba melayani beberapa pembeli yang datang. Rasanya sungguh menyenangkan… Dan sorenya, ketika Carlos mengantarkanku pulang, dia mencium bibirku.



Ilustrasi: Carlos Vergara


“Hari ini menyenangkan sekali,” ucapnya setelah mengecup bibirku lembut.

Aku terpana… Carlos menatapku sambil tersenyum hangat. Wajahku sendiri memerah dan aku tertunduk malu.

“Kenapa?” tanya Carlos mulai khawatir.

“Maafkan aku…” ucapku tidak berani memandang matanya. “Hanya saja… Itu ciuman pertamaku…”

“ASTAGA!” ucapnya penuh rasa kaget. “Maafkan aku… Aku sungguh tidak bermaksud… Aku hanya merasa ingin menciummu saja… Maafkan aku… Aku pria Latin… Aku terbiasa…”

“Bolehkah kamu menciumku lagi?” sahutku dengan napas tercekat.

“Apa?” tanya Carlos tidak percaya.

“Aku ingin kamu menciumku lagi, Carlos…” tanyaku lagi cepat-cepat. “Maukah kamu melakukannya?”

Carlos hanya mengangguk paham. Satu tangannya segera menarik pantatku maju dan tangannya yang lain memegang wajahku, mengarahkan wajahku tepat di depan wajahnya. Dia mengecup bibirku dengan lembut, sebelum melanjutkan melumat bibirku dengan begitu intens. Lidahnya perlahan dikeluarkan dan mencari lidahku. Rasa liurnya yang segar dan aroma napasnya yang harum menyerbu segala indra di wajahku. Aku pun membuka mataku, ingin menikmati wajah tampannya yang begitu dekat dengan wajahku. Di depan apartemenku, aku mendapatkan ciuman pertamaku yang indah dari pria tertampan yang pernah kulihat…

Aku dan Carlos berpacaran selama sembilan tahun… Sembilan tahun terindah dalam hidupku… Dia tahu aku wanita tradisional. Alhasil, ciuman adalah satu-satunya yang kami lakukan selama bertahun-tahun… Dan itu sangat kusesali… Aku ingin lebih sering menyentuh dirinya… Aku ingin lebih sering menikmati pelukan hangatnya… Kecupan bibirnya… Dan belaian tangannya… Sebelum dia meninggal seminggu sebelum acara pernikahan kami… Aku bahkan tidak pernah memiliki fotoku saat berciuman dengan dirinya… Yang ada hanya video pribadiku yang tersebar saat aku mengoral kemaluan Carlos beberapa hari sebelum kematiannya… Bahkan tidak ada wajah Carlos… Hanya kemaluannya dan wajahku yang sedang mabuk dan sibuk memuluti kemaluannya seperti gadis murahan…

Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Carlos mengambil video itu? Siapa yang menyebar video itu?

Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus kupikirkan? Carlos adalah satu-satunya pria yang aku cintai hingga kini… Dia meninggal tragis karena kecelakaan dalam perjalanan ke Bandara JFK… Apakah dia bermaksud menyebarkan video itu? Apa aku harus membencinya?


[ … ]

Ilustrasi: Kendall Hsu



Tiga bulan setelah kematian Carlos dan tersebarnya video itu, aku terus tidak mau makan dan minum secara teratur. Berat badanku turun dan aku terus mengurung diri di rumah. Kedua orang tuaku memaksaku pulang ke Taipei. Namun, semuanya jauh lebih buruk di sana… Orang-orang di jalan mengenalku dan menanyakan pendapat mereka soal kematian Carlos dan video seks itu. Instagram-ku dipenuhi pesan-pesan yang menghinaku dan menganggapku wanita murahan… Pria-pria mengirimi aku banyak pesan tak senonoh dan gambar kemaluan mereka di Direct Message. Aku tidak mau keluar rumah karena setiap kali aku keluar rumah, banyak wartawan mengikutiku dan menanyakan berbagai pertanyaan mengenai video itu… Aku hanya bisa menangis dan menangis…

“Kendall, aku rasa sebaiknya kamu tinggal bersama Mamamu di Singapura,” ucap Papaku suatu hari setelah mengetuk kamarku. “Kamu ingat Wendy Chen, anak produser musik teman Papa di Shanghai? Waktu kecil, kalian sempat dekat… Dia membeli sebuah unit di sebelah unit kita… Mungkin ada baiknya kalian tinggal di sana sampai orang-orang melupakan kasus ini…”

Aku pun setuju… Singapura adalah rumah kedua kami di Asia… Di sana, keamanan dan privasi kami lebih terjamin…

Menggunakan pesawat jet pribadi, kami tiba di Bandara Seletar, bandara khusus pesawat jet pribadi dan charter di Singapura, pukul empat pagi. Mamaku mengatur semuanya agar tidak ada wartawan yang melihat kami, baik di Bandara Taiyuan ataupun Bandara Seletar. Wendy Chen menjemput kami dan dengan mobil SUV Range Rover hitam langsung di landasan pesawat.

Dua orang pria Asia berbadan besar dengan setelan jas hitam segera turun dari mobil itu dan menghampiri diriku dan Mamaku yang turun dari pesawat. Salah seorang dari pria itu memegang tangan Mamaku dan menggandeng Mamaku turun dengan sopan dan penuh perhatian. Salah seorang pria yang lain segera pergi ke sisi samping belakang pesawat dan mengambil bagasi kami.

“Nona Chen sudah menunggu di mobil,” ucap pria yang menggandeng Mamaku sambil membukakan pintu belakan Range Rover itu.

“Terima kasih,” ucap Mamaku pada pria itu, lalu naik ke dalam mobil sebelum aku masuk.

“Saya turut menyesal, Tante,” ucap Wendy dalam Bahasa Mandarin setelah memeluk Mamaku, lalu memegang tanganku karena posisi kami tidak nyaman. “Kendall, aku harap penerbanganmu menyenangkan…”

“Terima kasih, Wendy,” ucap Mamaku tulus. “Kamu seharusnya tidak perlu repot-repot menjemput subuh-subuh begini…”

“Setidaknya, ini yang bisa saya lakukan untuk membantu kalian…”


[ … ]


Ilustrasi: Wendy Chen


Beberapa hari di Singapura, Wendy benar-benar menjadi seorang teman yang baik. Dia terus mendatangi kami di apartemen kami dan mengajak kami makan malam atau sekedar keluar untuk menghirup udara segar. Dan Singapura benar-benar tempat yang kubutuhkan. Hampir tidak ada orang yang mengenaliku. Hanya ada kebetulan satu orang turis dari Taiwan yang sempat menyapaku dengan ramah di Orchard Road beberapa hari lalu. Aku dan Wendy sendiri kembali akrab seperti kami tidak pernah berpisah sama sekali saja.

Suatu malam, Mama pergi berbelanja dengan Wendy Chen, sedangkan aku dipaksa Wendy menunggu mereka di unit miliknya. Ada sebuah rencana gila… Aku meminta Wendy menghentikan ketidakwarasan ini, tetapi dia menolak mentah-mentah.

“Ini yang benar-benar kamu perlukan, Kendall,” ucapnya bersikeras. “Kau tahu, kamu akan melupakan segalanya… Dia yang terbaik di antara terbaik… Jadwalnya di Singapura sangat padat… Untung saja, aku bisa mendapatkan slot karena aku adalah salah satu pelanggan setianya selama ini…”

“Apa kamu sudah gila?” kataku berbisik di telinga Wendy, berharap hal gila ini sama sekali tidak didengar Mamaku. “Memikirkan kamu pernah memakai jasanya saja sudah membuatku ingin mundur… It’s going to be weird…

“Anggap ini bantuan teman lama yang ingin membantumu,” sahut Wendy cepat-cepat. “Aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri selama ini… Saat kamu pindah ke New York, aku tidak pernah mengontakmu. Aku berkali-kali mengirimimu DM di Instagram ketika berita calon suamimu yang meninggal dan skandal itu… Tetapi, aku tidak bisa menghubungimu… Aku tahu follower-mu banyak sekali… Jadi, kamu tidak mungkin membacanya… Ketika aku meminta ayahku menghubungi manager Papamu, aku baru bisa menghubungi keluargamu… Sekarang, anggap ini kado permintaan maaf untukmu…”

“Tetapi, ini benar-benar tidak masuk akal, Wendy!” ucapku bersikeras menolak. “I don’t do this kind of thing…

“Ini cara terbaik untuk memulai hidup yang baru, Kendall… Percayalah padaku… Setelah aku dan Tante keluar, para pelayan di sini sudah aku persiapkan untuk pulang… Kami akan memberimu privasi,” sahutnya berbisik di telingaku, lalu berjalan menghampiri Mamaku. “Tante, sepertinya Kendall tidak enak badan… Biar dia istirahat di kamar tamu di sini… Kita akan menjemputnya untuk makan malam di Marina Bay Sands nanti malam…”

“Oh, kamu tidak ikut, sayang?” tanya Mamaku khawatir. “Tadi pagi, kamu tidak apa-apa…”

“Dia baru saja bilang padaku, Tante… Sebaiknya, biarkan dia istirahat…” ucap Wendy sambil meraih lengan Mamaku dan mengajaknya berjalan pergi. 

Sebelum menutup pintu, Wendy mengedipkan satu matanya padaku. Jantungku berdegup luar biasa kencang


[ … ]



Ilustrasi: Kendall Hsu



Bel pintu apartemen depan diketuk. Aku tahu dia segera datang…

Sebuah pesan masuk di ponselku.

Wendy Chen:

Dia sudah sampai di luar.

Para pelayan sudah pulang, jadi tolong buka pintu depan…

Aku benar-benar berharap ini bisa membantumu…

Kuhembuskan napasku kuat-kuat. Dengan ogah-ogahan, aku bangkit dari kamar tamu dan berjalan mendekati pintu depan. Ketika kubuka pintu, seorang pria berkulit putih dengan rambut pirang kecoklatan dan wajah yang luar biasa tampan tersenyum padaku. Dia memakai setelan jas yang sangat fashionable. Baunya juga harum sekali.

“Maafkan aku… Sebenarnya, aku tidak tahu menahu soal ini…” kataku gugup, lalu mempersilahkan pria itu masuk.

Segera kuarahkan tanganku padanya, mengajak bersalaman. Namun, pria itu malah meraih tanganku dan mencium tanganku.

“Kamu pasti Kendall, kan?” tanya pria itu sambil tersenyum.

Aku segera menarik tanganku cepat-cepat, tidak terbiasa diperlakukan seperti itu. Setelah itu, pria itu tersenyum lembut padaku… Tatapannya sungguh menggodaku… Bau wangi parfumnya yang elegan segera mengisi ruangan itu.

“Kamu lebih cantik dari yang Wendy ceritakan,” ucap pria itu sambil tersenyum manis sekali.

Aku sedikit tertegun, lalu segera mempersilahkan masuk. Kami segera duduk bersama di ruang tamu. Pria tampan itu memandang wajahku penuh seksama, membuat aku merasa sangat gugup. Dia terus memberikan sebuah senyuman yang sangat menggoda.

“Maafkan aku…” ucapku memulai pembicaraan. “Ini semua ide Wendy… Aku sama sekali tidak tahu menahu soal ini…”

“Aku mengerti,” ucap pria itu sambil tersenyum. “Aku akan membimbingmu… Jadi, apa kamu ingin aku menggosok gigiku dulu? Atau, kamu punya parfum yang kamu ingin aku pakai selama bersamamu?”

“Apa?” tanyaku penuh kebingungan. “Apa maksudnya?”

Pria itu terkekeh. “Maksudku, mungkin kamu ada permintaan khusus? Kamu adalah kerabat Wendy Chen… Dia adalah customer premiumku… Aku tidak mau mengecewakannya…”

“Tidak…” jawabku grogi. “Aku tidak tahu harus melakukan apa sekarang…”

“Wendy Chen adalah seorang wanita yang tahu apa yang dia mau…” ucap pria itu sambil memamerkan senyum manisnya lagi. “Dia sangat particular dengan apa yang dia mau… Kita bisa mulai dari sana… Adakah sesuatu yang ingin kamu lakukan bersamaku?”

“Itu…” mataku tertunduk ke bawah, tidak berani memandangnya sama sekali. “Aku tidak tahu…”

“Santai saja, Kendal…” ucap pria itu mendekatiku sekarang. Dia duduk di sebelahku, lalu memegang tanganku lembut. “Tell me what you want…

Setiap kesedihan, kebingungan, dan segala ketidakpastian menyergapku. Tiba-tiba, ada sebuah keinginan besar yang merasukiku… Aku ingin melakukannya… dengan pria di depanku ini…

Kiss me…” ucapku.

“Kamu yakin?” ucap pria itu sambil terkekeh.

Shut up and kiss me!

Aku meraih lengan pria itu dan memaksanya mengecup bibirku. Mulut kami saling beradu… Dia adalah pria kedua yang menciumku selain Carlos… Bibirku pun segera menari-nari bersama dengan bibir pria itu. Jantungku berdegup kencang luar biasa, sedangkan pria tampan sangat tenang dan mulai mempraktekkan segenap keahlian ciumannya ke mulutku. Ciumannya semakin dalam dan intens. Pria itu meraih pinggangku agar kakiku mengapit perutnya. Lalu, dengan tenang dia berdiri. Dia lepaskan kecupan mautnya dari mulutku sebentar, lalu berbisik.

“Di mana kamarmu, Kendall?”

Aku pun segera mengecup bibir pria itu lagi, tidak sudi menghabiskan waktu tanpa bibir kami saling bertemu. Kutunjuk guest room yang tidak berada jauh dari tempat kami berdiri. Tanpa ragu-ragu lagi, kami segera saling memagut bibir masing-masing sambil pria itu memegangi kakiku dan berjalan ke arah kamar yang kutunjuk.

[ … ]


I

lustrasi: Kendall Hsu



Di kamar itu, pria itu menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Dia benar-benar sangat profesional. Sepertinya, dia bisa membaca gerak-gerikku dan tahu bahwa aku tidak berpengalaman dalam hal ini. Dia tidak langsung melakukan penetrasi. Sebagai gantinya, dia dengan perlahan melakukan foreplay padaku. Dia menelanjangi tubuhku hingga tidak ada sebuah benang pun yang menutupi tubuhku. Bersamaan dengan itu, dia terus menciumi pipiku, daguku, leherku, hingga dadaku. Perlahan-lahan, dia mulai melucuti tubuh indahnya, membuat aku bisa menikmati keindahan tubuhnya di depan mataku sendiri. Setelah kami berdua telanjang bulat, pria itu hanya terus mencumbu bibirku dengan intens. Lidahnya menari-nari, menjilat lembut bibirku dan terkadang masuk ke dalam mulutku untuk berdansa dengan lidahku. Dadaku berdegup kencang… Aku pun semakin terbawa suasana. Tetapi, ada satu hal yang masih mengangguku. Entah apa pun itu, aku sama sekali tidak tahu…

“Aku punya sebuah tantangan untukmu, Kendall…” bisik pria itu di telingaku.

“Apa itu?” tanyaku malu-malu.

Let’s make a deal!” ucapnya di dekat telingaku. Dia sempat mengecup telingaku sebelum kembali berbisik, “Jika kamu bisa memasukkan lidahmu ke dalam mulutku dan menyentuh tenggorokan hingga tubuhku gemetaran karena nafsu, aku akan mengatakan sesuatu yang sangat penting padamu…”

Sebuah permintaan seksi yang membangkitkan jiwaku… Kurasakan putingku mengeras hanya dengan mendengarkan ucapan dari mulutnya. Apakah dia akan mengatakan dia mencintaiku? Tetapi, kami baru saja mengenal! Hanya saja, dicintai pria yang seseksi dan setampan ini? Rasanya pasti sangat menyenangkan, kan?

Aku pun bertanya, “Bagaimana kalau aku gagal?”

“Tidak usah khawatir, Kendall,” ucapnya membelai rambutku sambil menggosok-gosokkan hidungnya ke hidung. “Aku selalu bisa menghargai usaha setiap orang…”

Mendengar ucapannya, aku segera bangkit dan menindih pria itu tepat di atas tubuhnya. Tubuh polosku menaiki tubuh telanjang sempurnanya. Kurasakan kemaluannya yang setengah tegang berhimpitan di vaginaku. Dalam hitungan detik, kulumat mulutnya sekali lagi. Dia segera membuka mulutnya, memberi kesempatan untuk lidahku masuk. Aku pun berusaha mengeluarkan lidahku sepanjang mungkin, berusaha menembus tenggorokannya. Tubuhku bergetar hebat… Lidahku menjelajahi mulut pria tampan itu, menikmati segenap rasa yang bisa kurasakan dari mulut dan lidahnya. Aku bertekad ingin menyentuh tenggorokannya… Entah dengan kekuatan darimana, dia memutar-mutar kepalanya, membuat lidahku bisa masuk semakin dalam dan menyentuh tenggorokannya. Tubuh kami berdua bergetar bersamaan, sebelum pria itu melepas lidahku dari mulutnya dan tertawa.

“Kamu benar-benar nakal, Kendall,” ucapnya menggosok-gosok rambutku dengan penuh kasih sayang.

“Aku berhasil, kan?” ucapku sambil napas yang menderu.

“Iya…” katanya dengan wajah tampannya yang memerah. “Kamu memang gadis yang pintar belajar hal baru…”

“Apa yang ingin kamu sampaikan?” tanyaku tidak sabar.

“Kemarilah!” ucap pria itu, berusaha agar aku mendekatkan telingaku.

You are the most beautiful woman I’ve ever seen,” ucapnya berbisik di telingaku. “You don’t have to do this, Kendall… This is not who you are…”

Mataku melotot kaget.

Is it your first time?” tanyanya lagi.

Kesadaranku kembali menghampiri diriku. Aku pun turun dari tubuh pria itu. Pria itu mengikuti gerakanku, terus memandangku lembut. Kini, dia tidak memandangku seperti seonggok daging yang ingin dipuaskan. Dia bersandar ke samping, berusaha memandangku dengan tatapan penuh simpati. Aku menarik selimut untuk membungkus tubuh kami berdua. Kupandang langit-langit guest room itu. Pria itu memiringkan tubuhnya dan menghadap ke wajahku. Tatapan matanya yang biru indah itu sungguh menenangkan…

Are you going through something?” tanyanya padaku.

“Iya…” balasku lirih. “Aku baru saja kehilangan tunanganku… Hampir satu dekade kami bersama… Dia meninggal beberapa hari sebelum pernikahan kami…”

“Aku turut berduka cita,” ucap pria itu sambil mengelus dadaku. “Tetapi, kenapa aku punya firasat kami belum pernah melakukannya?

“Maksudmu, berhubungan seks?” tanyaku lembut.

“Ya…” jawab pria itu lagi. “Aku tidak pernah suka menjadi pria pertama yang menyentuh klienku… Bagiku, setiap orang harus disentuh pertama kali oleh orang yang mereka cintai… Orang yang mereka percayai… Tetapi, entah mengapa aku berpikir kamu masih perawan? Padahal, selama ini instingku selalu tepat… Bukankah kalian berhubungan selama sepuluh tahun? Seharusnya, hubungan kalian sudah cukup intim, kan? Apa kamu masih perawan?

“Tidak…” jawabku pelan, sambil mendesah pelan. “Aku pernah melakukannya… Sekali… Sehari sebelum dia mati karena kecelakaan di New York…”

Pria itu lalu mengangguk, memandangku seperti siap mendengarkan ceritaku. Aku pun segera melanjutkan ceritaku, merasa dia ingin mendengar lebih lagi.

He was the nicest guy I knew… Tampan, seksi, pintar, dan rendah hati,” jelasku, berusaha untuk tenang. “Dan dia pria Latin… Dia berasal dari Kolombia…”

“Benarkah?” tanya pria itu dengan mata berbinar-binar. “Seseorang pernah berkata aku berasal dari Kolombia…”

“Maksudmu?” tanyaku bingung. “Bagaimana bisa kamu tidak tahu darimana kamu berasal?”

“Lanjutkan ceritamu,” kata pria itu terkekeh.

“Pria Latin sangat laid back dan seksi. Kamu tahu, kan?” ucapku menjelaskan. “Bayangkan, dia mau menungguku sepuluh tahun sebelum aku memperbolehkan dia menyentuhku… Aku menggedor-gedor pintu apartemennya, mabuk dan baru saja selesai minum-minum dengan teman-temanku setelah bridal shower. Lalu, aku mencumbui bibirnya penuh nafsu. Bahkan, aku mengoral kemaluannya untuk pertama kali dalam hidupku… Kami pun berhubungan seks dan aku sangat menyukai setiap detiknya…”

“Lalu?” tanya pria itu penasaran. “Kalau aku menjadi dirimu, aku pasti senang sekali… Setidaknya, sebelum dia meninggal, kalian memiliki sebuah kenangan yang indah…”

“Beberapa minggu setelah kematiannya, videoku mengoral kemaluannya tersebar di internet…” jelasku lirih. “Aku menjadi wanita paling jalang dan malang di Taiwan… Ini benar-benar membuatku bingung…”

Pria Latin itu pun tampak tercekat.

“Maaf, aku tidak menduga begini akhir ceritamu…”

Do you think he did that?” tanyaku ragu-ragu. “Apakah menurutmu dia tega menyebarkan itu? Tetapi, kenapa? Aku tidak bisa menanyakannya… Karena dia juga sudah meninggal tragis…”

Pria itu memandangku penuh seksama. Lalu, dia mulai membuka mulutnya.

Apakah kamu percaya dia mencintaimu?”

Pertanyaan itu sebenarnya mudah sekali kujawab. Aku hanya mengangguk.

“Kalau begitu, kamu tahu sendiri jawabannya…”

Aku tidak menjawab apa-apa. Yang kulakukan hanya kembali memandang ke langit-langit kamar itu… Berpikir soal Carlos masih sangat menyakitkan…

“Lalu, kenapa kamu bersedia melakukan ini?” tanya pria itu lagi. “Kamu bahkan tidak memperbolehkan pria itu menyentuhmu selama sepuluh tahun. Kenapa tiba-tiba kamu memperbolehkan orang asing sepertiku menyentuhmu?”

“Wendy bilang melakukan ini akan membuatku melupakan Carlos…” ucapku lirih. “Diam-diam, aku percaya padanya…”

Pria itu mendesah kecil. Lalu, dia berbisik menjelaskan.

“Tiga tahun lalu, pria yang kuanggap satu-satunya keluargaku meninggalkan aku seorang diri. Tanpa pekerjaan, tanpa keahlian. Aku minta dia membunuhku. Tetapi, dia menolak. Dia bilang aku cocok menjadi male escort. Karena seks adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan dengan  baik, dan orang-orang tidak akan pernah meninggalkanku… Mereka akan terus mencariku… Sekarang, di sini diriku sekarang… Apa menurutmu, mengikuti saran orang lain, aku bisa terlihat bahagia?”

Pria itu tiba-tiba bangun dari kasur itu. Dia duduk, lalu mengambil pakaiannya yang terlepas berserakan di lantai dekat kasur. Dia memakai semua pakaiannya. Sebuah setelan jas yang sangat fashionable.

“Sebaiknya aku pergi sekarang, Kendall…” ucap pria itu sambil menoleh padaku. “Aku akan bilang kamu tidak membuka pintu karena kamu ketiduran atau semacamnya. Dengan begitu, Wendy tidak perlalu membayarku kali ini…”

“Tidak,” ucapku sambil terduduk di atas kasur. “Kamu sudah menemaniku… Baru adil kalau aku membayar jasamu untuk semua yang terjadi tadi…”

Pria itu menghadapku, lalu tersenyum.

“Bagaimana kalau kamu membayarnya dengan cara selain uang?” ucapnya sambil tersenyum manis di depanku.

“Apa itu?” tanyaku grogi, tidak mengerti apa yang dia mau.

“Aku butuh teman…” ucapnya dengan mata yang meredup. “Aku butuh teman di Singapura. Aku sering kesini, tetapi aku sama sekali tidak punya teman. Jadi, jadilah temanku… Kamu mau, kan?”

Aku cuma memandangnya kebingungan sambil mengangguk.

Kamu berjanji tidak akan meninggalkanku, kan?”

“Apa?” tanyaku bingung dengan pertanyaannya.

Pria itu tertawa, seperti menertawakan kekonyolannya sendiri.

“Maafkan aku,” ucapnya sambil mendekat padaku. “Permintaanku aneh-aneh saja…”

“Kamu mau makan siang bersama suatu saat?” tanyaku cepat-cepat. “Antar teman? Aku yang akan mentraktirmu…”

“Tentu saja,” jawab pria itu sebelum mendekatiku dan mengecup keningku.


Ilustrasi: Ricardo Adonis Ramirez


“Namaku Ricardo…” katanya kemudian. “Ricardo Adonis Ramirez…”

“Senang berkenalan denganmu, Ricardo,” ucapku sambil tersenyum sambil menyalaminya.


[ … ]


Medellin, waktu kejadian


Ilustrasi: Arjuna Wongso


Please don’t die…” kata pria Asia asing itu lagi mulai menangis sambil terus menggoyang-goyangkan tubuhku lagi.

Aku mulai mendapatkan kesadaranku. Segera kubuka mataku, mendapati tubuhku dibungkus oleh sebuah selimut. Kulihat tubuhku telanjang dan dadaku penuh luka memar.

“Apa yang terjadi?” tanyaku ke pria yang membangunkanku tadi. “Ouch…”

Aku segera merasakan kemaluanku terasa perih. Sedetik kemudian, kuamati selimut yang kupakai memiliki bercak darah di bagian selangkanganku. Aku berteriak ketakutan.

“APA YANG KAU LAKUKAN?” kataku memeriksa tubuhku di bawah selimut dan melihat kemaluanku berdarah-darah. “SIAPA KAU? KAU YANG MELAKUKAN INI SEMUA?”

Aku mendapati seorang pria Asia berbadan kekar sedang memandangku dengan rasa bersalah. Dia tampak panik sekali.

“Bukan aku, Nona!” katanya membela diri. “Aku bukan orang jahat! Aku juga tidak mengerti yang terjadi! Percaya lah padaku! Aku juga terluka!”

Aku pun menoleh ke sekitar kami. Ada dua tubuh lain. Seorang wanita yang masih tertidur tak berdaya. Dan juga seorang pria Latin yang kukenal… Ricardo!

“Apa itu Ricardo?” tanyaku cepat-cepat, lalu berdiri dan menghampiri tubuh lemasnya.


I

lustrasi: Ricardo Adonis Ramirez



Ricardo tidur tengkurap dan bagian pantatnya yang terbungkus sebuah handuk asal-asalan itu kini penuh darah.

“Kau mengenalnya?” tanya pria Asia itu terdengar lega.

“APA YANG KAU LAKUKAN PADA RICARDO?” teriakku pada pria Asia itu.

“AKU BUKAN PEMBUNUH!!!” kata pria Asia itu dengan suara yang memekikkan telinga. “AKU BUKAN ORANG JAHAT! AKU… AKU…”

Aku masih bingung apa yang sebenarnya terjadi. Di tengah kebingunganku, aku berusaha membangunkan Ricardo. Tubuhnya telanjang dan penuh luka… Pantatnya berdarah-darah seperti baru saja disodomi. Badannya dingin dan lemas. Tiba-tiba, pria tadi berjalan melewatiku untuk mengambil sebuah pistol yang tergeletak di dekat meja dapur. Dia meraih pistol itu.

WHAT ARE YOU DOING?” teriak wanita di sebelahku. “ARE YOU TRYING TO KILL US?”

Jantungku berdegup makin kencang. Apa akan ada pembunuhan?

“AKU BUKAN ORANG JAHAT!!!!” teriak pria berbadan kekar itu lagi sambil menangis.

Tiba-tiba saja dia membuka mulutnya lebar-lebar dan mengarahkan pistol itu ke mulutnya.

“JANGAAAANNNNN!!!” teriak seorang wanita lain yang tidak kusadari keberadaannya, berusaha menghentikan kegilaan ini.





Ilustrasi: Sophia Yeoh




“Siapa kamu?” tanya pria Asia itu bingung.

Aku masih bingung dengan segala yang terjadi. Tanganku terus menggoyang-goyang tubuh Ricardo, berusaha membangunkannya.

“Apakah kamu… Arjuna Wongso?” ucap wanita itu pelan-pelan. “Anak Harry Wongso?”

“Bagaimana kamu bisa tahu?” tanya pria itu.

“Ada yang ingin kukatakan padamu…” ucap wanita itu pelan-pelan dan hati-hati. “Jangan mati terlebih dahulu…”

Aku berusaha terus membangunkan Ricardo. Tetapi, wajahnya tampak pucat, dan dia sama sekali tidak responsif terhadap panggilan-panggilanku. Aku segera mencari denyut nadinya di tangannya. Tidak ada…

“TOLONG BANTU AKU!” teriakku meminta perhatian kedua orang asing itu. “JANTUNG TEMANKU SEPERTINYA TIDAK BERGERAK!”

“APA?” tanya pria Asia bernama Arjuna itu.

Arjuna segera mendekati kami berdua. Dia berlari cepat, membuatnya lupa memegangi kain yang membalut tubuh telanjangnya. Kini, tubuhnya yang atletis sempurna itu terpampang semua di depan kami tanpa ditutupi sehelai benang pun. Penisnya yang besar dan panjang menggantung-gantung tak berdaya. Dia segera mendekati tubuh telanjang Ricardo yang tak berdaya itu dan segera melakukan pertolongan pertama dengan memompa dada Ricardo. Aku sendiri tidak terpikir lagi dengan kemaluanku yang perih dan berdarah itu.

“Berikan napas buatan dari mulut ke mulut sampai dia sadar kembali!” teriak wanita yang mengaku mengenal Arjuna tadi.


Ilustrasi: Arjuna Wongso


Arjuna segera membuka mulut Ricardo dan meniupnya. Wanita itu pun tiba-tiba terjatuh pingsan.

“Wanita itu juga pingsan!” teriakku pada Arjuna yang masih sibuk memberi napas buatan ke Ricardo.

Continue Reading

You'll Also Like

20.7K 2.5K 27
Lily Autumns has watched Allie Winters blow up her boss's, life three times. Once when Allie destroyed his company, and bought it for scraps, once wh...
84.2K 1K 40
I've never been good at writing, but I've been reading a lot lately and I wanted to just try it out. I'll try to not be a writer who just leaves you...
78.9K 2.1K 10
Sweet 🎯 Sad🎯 Nafsu 🎯 Posesif 🎯 dissociative identity disorder🎯 Aku bahkan jatuh cinta pada seorang yang aku BENCI!! MeanMin. Dia lelakiku. Phir...
609K 21.3K 51
For both the families, It was just a business deal. A partnership, that would ensure their 'Billionaire' titles. And to top it all off, they even agr...