Mr. Perfectly Fine [END]

By myungzyonly

7.8K 1.6K 182

Remake dari I Am Being Chased by a Perfectionist Man~ --- "Topeng Besi dari Departemen Penjualan" perusahaan... More

Pengenalan Tokoh
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27

Chapter 17

212 47 9
By myungzyonly

Sorry for typo(s)!

---

Beberapa hari kemudian, rumor bahwa Sooji dan Myungsoo berangkat bekerja bersama menyebar ke seluruh perusahaan.

"Hei, benarkah kau berkencan dengan Topeng Besi?"

Ini kelima kalinya dia ditanyai pertanyaan yang sama hari ini. Sooji dengan lembut menghela napas sambil menatap pria yang bertanya.

Di dalam pantry yang secara tidak sengaja telah berubah menjadi ruang merokok, rekan Sooji sedang merokok sambil menuang secangkir kopi untuk dirinya sendiri di sampingnya.

Wajah pria itu memucat dan tubuhnya gemetar ketakutan melihat tatapan tajam Sooji.

"Maksudku, kalian datang kerja di waktu yang sama dan bahkan pulang bersama, 'kan? Dapat dimengerti jika kalian datang untuk bekerja bersama, tetapi pulang bersama pun terasa aneh! Mustahil untuk tidak menganggapnya mencurigakan!"

"Seperti yang kubilang, itu hanya kebetulan..."

"Mustahil! Itu terjadi terlalu sering jika itu hanya sekedar kebetulan! Ditambah lagi, banyak orang melihat kalian berdua rukun dalam perjalanan pulang."

Pria itu mengarahkan ujung rokoknya ke arahnya dan Sooji mengerutkan kening. Dia tidak menyukai bau rokok dan dia ingin menyuruhnya berhenti merokok karena itu buruk bagi kesehatan, tapi ini bukan saat yang tepat untuk mengatakannya.

"Itu karena kami tinggal searah..."

"Mencurigakan sekali... Sungguh, ada apa dengan kalian berdua?"

"Apa yang terjadi, katamu..."

"Kalian berkencan, 'kan?"

Wajah Sooji menegang mendengar perkataan rekannya. Dia dan Myungsoo sering bersama di perusahaan. Tidak mengherankan jika orang berasumsi demikian.

Saat dia dengan tak berdaya mencoba menyangkalnya, Sooji merasakan keringat dingin menetes di dahinya, dia membuka mulutnya dengan marah.

"Sungguh, kau hanya membayangkannya. Ngomong-ngomong, bukankah kau baru saja mendapat telepon dari pelangganmu? Apa kau tidak akan membalas telepon itu?"

Dengan sedikit tidak sabar, rekan kerjanya itu buru-buru mematikan rokoknya.

"Aku lupa! Terima kasih sudah mengingatkanku!"

Rekan kerjanya segera pergi. Saat dia mendengar pintu dapur ditutup, Sooji menghela napas lega.

Sooji kesal karena bau rokok yang menusuk hidungnya dan rumor yang terus-menerus menyengat telinganya seperti lebah. Pertama-tama, merupakan sebuah kesopanan umum untuk tidak mengarahkan puntung rokok kepada orang lain. Menyeruput kopi segarnya, Sooji menggelengkan kepalanya untuk menenangkan dirinya. Dia tidak bisa kembali bekerja dengan perasaan seperti itu.

Dia tinggal di sana sebentar dan tepat ketika dia selesai istirahat dan hendak kembali bekerja, pintu dapur terbuka dan dia berhadapan dengan rekan juniornya, Sowon. Sooji bergumam kaget.

"Sooji! Akhirnya aku menemukanmu! Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, apa kau ada waktu luang sekarang?"

"Apa itu?"

Wajah Sooji berkedut karena firasat yang meresahkan. Namun, Sowon tidak menyadarinya dan menyeringai padanya, matanya dipenuhi rasa ingin tahu.

"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Kim Myungsoo?"

"Mulai bekerja!"

Setelah ditanyai pertanyaan yang sama untuk keenam kalinya hari ini, Sooji merasa muak dan meninggalkan dapur.

---

"A-Aku ingin mengatakan sesuatu, Myungsoo! Mengapa kita tidak berangkat kerja terpisah saja?"

"Apa kau sudah menemukan orang lain untuk menemanimu? Aku tidak terlalu keberatan, kau tahu," kata Myungsoo sambil makan malam.

Di depannya, Sooji mengerucutkan bibirnya karena ketidakpuasan.

Sepulang kerja, keduanya makan malam bersama seolah itu adalah hal paling wajar untuk dilakukan. Mereka baru mulai makan bersama beberapa hari yang lalu namun suasana tenang di antara mereka terasa seperti sudah mereka lakukan selama beberapa bulan.

Sejujurnya menyusahkan karena Sooji harus memasak untuk Myungsoo setiap dua hari sekali, tetapi memiliki seseorang yang menghargai makanan yang dia siapkan terasa luar biasa. Demikian pula, meminta seseorang memasak untuknya adalah pengalaman yang menyenangkan. Karena itu, Sooji merasa hubungan mereka tidak terlalu buruk.

Ngomong-ngomong, hari ini di apartemennya, giliran Myungsoo yang memasak. Makanan yang dia siapkan selalu rumit dan terlihat sangat menggugah selera. Myungsoo menjelaskan,"Aku hanya ingin menyajikan sesuatu yang lebih lezat dari yang kau harapkan," mengisyaratkan bahwa dia mencoba yang terbaik untuk mengesankan Sooji.

Tak mau mengaku kalah, Sooji pun berusaha sekuat tenaga dalam memasak. Pasti suatu hari dia akan memenangkan pertarungan ini. Dia sama sekali bukan seorang profesional tetapi dia percaya diri dengan masakannya. Sayangnya, Myungsoo sedikit lebih baik darinya.

Misalnya hari ini, dia menyiapkan hidangan rumit lagi di hadapan Sooji. Ada salad sayur, sop sayur, semur daging sapi, dan roti, semuanya berjejer rapi di atas meja.

Meja tersebut tidak sama dengan meja tengah yang mereka gunakan sebelumnya; sekarang menjadi meja makan untuk dua orang. Sepertinya apa yang dibeli Myungsoo ketika dia pindah akhirnya tiba beberapa hari yang lalu.

Saat dia menggantungkan kakinya di kursi makan baru, Sooji mulai menggali makanan.

"Hm, sup ini enak! Rasanya seperti masakan buatan restoran!"

"Yah, itu mudah. Kau hanya perlu menyiapkan bahannya sehari sebelumnya dan kemudian merebusnya setelahnya. Aku bisa mengajarimu resepnya. Apa kau ingin melakukannya bersama lain kali?"

"Aku ingin tahu apa aku bisa melakukannya... tapi aku akan melakukan yang terbaik! ...Omong-omong, ayo kembali ke topik."

Sooji tersenyum melebar tapi dia dengan cepat mengalihkan fokusnya kembali pada apa yang awalnya ingin dia diskusikan. Menghadapi Myungsoo, dia meninggikan suaranya seolah mengajukan protes.

"Jika itu pagi hari, itu akan baik-baik saja, tapi aku pasti khawatir dan gelisah saat malam hari. Jadi, ayo berangkat kerja terpisah besok pagi."

"Memang pagi hari cerah dan tidak masalah jika kita pergi sendiri-sendiri, tapi kita bisa naik kereta yang sama bersama-sama, 'kan?"

"Ugh..."

Dia tidak bisa membantahnya karena itu benar jadi Sooji hanya mengerucutkan bibirnya. Melihat itu, Myungsoo terasenyum lembut.

"Aku sudah mengatakannya sebelumnya, katakan saja yang sebenarnya kepada orang yang ingin kau ajak bicara. Lagi pula, jika kau membiarkannya, orang pada akhirnya akan kehilangan minat."

"Bahkan jika kau mengatakan itu..."

"Lalu, apa kau ingin mengubah rumor itu menjadi kenyataan?"

Myungsoo menyipitkan matanya sambil mengulurkan tangannya ke arah Sooji. Tangannya yang besar mengusap pipi Sooji, lalu menelusuri bagian bawah bibirnya. Bahu Sooji terangkat mendengar gerakan itu.

"Ada sesuatu di sana, kau tahu," kata Myungsoo sambil menjilat ibu jarinya.

Punggung Sooji menegang dan pipinya memanas. Dia tersipu malu saat suhu tubuhnya naik dengan cepat. Melihatnya, Myungsoo memiringkan kepalanya sedikit.

"Oh, kau tidak bereaksi keras hari ini? Biasanya kau akan menjadi garang dan berkata,"Apa yang sedang kau lakukan?!" atau semacam itu..."

"I-Itu..."

"Mungkinkah, kau akhirnya memutuskan untuk berkencan denganku?"

Myungsoo berkata tanpa banyak perubahan pada ekspresinya. Itu sedikit membuat Sooji kesal. Meski Myungsoo yang menyatakan perasaannya, Sooji sepertinya yang selalu bingung. Dia merasa jantungnya akan meledak tetapi Myungsoo tetap tenang.

"Belum!"

"Sungguh?"

Myungsoo menatap Sooji seolah dia bisa memahami pikirannya. Sooji memalingkan wajahnya dan merendahkan suaranya.

"Sungguh."

"Apa kau yakin?"

Pada pertanyaan ketiga, Sooji merasa kesal dan tiba-tiba berdiri. Myungsoo mendongak kaget.

"Aku akan pulang."

Dia telah menyadarinya sebelumnya tapi Myungsoo tidak pernah mengubah ekspresinya bahkan ketika dia mengucapkan kata-kata seperti itu. Entah kenapa hal itu membuat Sooji kesal.

Hal ini tetap terjadi bahkan ketika rumor mulai beredar. Meskipun wajahnya selalu memerah setiap kali ditanya, Sooji berhasil mengatakan "tidak, bukan itu" dengan nada seperti sedang berbisnis. Bukannya dia ingin Myungsoo menjadi bingung atau panik, tapi dia hanya merasa itu tidak adil.

Dia bersiap untuk pergi tetapi ketika dia hendak meraih piringnya, Myungsoo menangkap tangannya.Dia mengedipkan matanya keheranan saat dia melihat ke arah Myungsoo yang wajahnya ditutupi amarah.

"Mengapa?"

"Mengapa, kau bertanya..."

Masih memegang tangannya, Myungsoo bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di depan Sooji. Tangannya, ekspresi dan kata-katanya – semuanya membuat Sooji merasa cemas dan bingung.

"...Tidak ada apa-apa..."

"Tidak mungkin tidak ada. Apa aku telah melakukan sesuatu? Apa aku bertindak terlalu jauh?"

Setelah merenungkan pertanyaannya, Sooji menggelengkan kepalanya.

"Tidak, hanya saja... aku agak tidak menyukai ekspresimu..."

"...Ekspresi?"

"Rasanya hanya aku satu-satunya yang selalu bingung dan itu membuatku jengkel."

Saat dia mengaku, mata Myungsoo terbuka lebar. Setelah beberapa saat, ekspresinya berubah menjadi normal.

"Bukannya aku berusaha menjadi keren..."

"...Entah kenapa, ini tidak adil."

"Apa kau ingin melihatku menjadi bingung dan memerah?"

"Itu..."

Sambil mencoba menghindari menjawabnya, Sooji memalingkan wajahnya. Myungsoo perlahan mendekat dengan seringai nakal di wajahnya.

"Sooji, sudah lama tidak bertemu, jadi bagaimana kalau kita berciuman?"

"Apa?"

Sooji memekik kaget.

"Kau ingin melihatku memerah, 'kan? Dan aku hanya ingin melakukannya bersamamu. Itu membunuh dua burung dengan satu batu, 'kan? Jadi..."

Saat wajahnya semakin dekat, Sooji mencoba berbalik. Tapi Myungsoo dengan cepat menangkap pinggulnya dan dia tidak bisa melarikan diri.

"A-Aku tidak akan melakukannya! Kau hanya melakukan itu dengan seseorang yang kau kencani!"

"Dengan seseorang yang kau kencani, katamu. Tapi aku sudah mengajakmu berkencan, 'kan?"

Sambil berkata begitu, wajah Myungsoo semakin mendekat. Jaraknya cukup dekat sehingga mereka bisa mendengar napas satu sama lain. Sooji menutup matanya tanpa berpikir.

"Akhir-akhir ini, kau jauh lebih responsif. Atau itu hanya imajinasiku saja?"

Myungsoo berbisik di telinganya dan wajah Sooji menjadi panas. Panas napas Myungsoo menyebar dari telinga ke seluruh tubuhnya. Saat dia menelan ludah, tenggorokan Myungsoo bergetar saat dia tertawa.

Lalu pria itu memeluknya erat.

"Tolong jatuh cinta padaku lebih cepat, oke?"

Mendengar kata-kata itu, Sooji merasa merinding di sekujur tubuhnya.

"P-permisi!!!"

"Ah!"

Sooji melepaskan diri dari pelukan Myungsoo, mengambil tasnya dan meninggalkan ruangan. Sambil terengah-engah di lorong, dia menampar pipinya yang memerah beberapa kali.

"Oh tidak, ini tidak bagus. Aku terhanyut!!"

Suhu tubuh Sooji meningkat lagi jadi dia meraih pegangan pintu sambil mencoba untuk tenang.

Saat itulah, dia menyadari bahwa pintu yang seharusnya dikunci kini terbuka karena suatu alasan.

"Eh, kenapa ini terbuka..."

Setelah diperiksa lebih dekat, lubang kunci tersebut telah dipecahkan oleh sesuatu seperti bor listrik. Panas tubuh yang dia coba tekan beberapa waktu lalu menjadi dingin dalam sekejap.

Saat dia melihat keadaan kamarnya yang mengerikan, Sooji berteriak ketakutan.

20 September 2023

Continue Reading

You'll Also Like

7.8K 295 25
[Fanfiction of Sasusaku] ⚠️ LENGKAP DALAM VERSI PDF, BISA DIORDER LEWAT DM ⚠️ Dua sejoli yang seharusnya tidak bersatu, memaksakan kehendak untuk men...
15.7K 2.4K 15
Suzy ,Eun Woo, Myungsoo I'm Fine Eunzy
4.4M 132K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...
3.5M 251K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...