Demario dan yang lainnya sudah siap dengan pakaian formalnya. Jajaran mobil mewah pun sudah berada tepat di depan mansion
Gara berangkat terlebih dahulu karena ada beberapa hal yang harus ia urus. Sedangkan yang lainnya akan berangkat bersama-sama tapi dengan mobil yang berbeda
Di dalam kamar Demario, sang pemilik kamar sedang beradu argumen dengan putranya yang ingin ikut pergi juga
Seperti biasa, Irene yang akan menjadi penengah. Tapi dengan ke keras-kepalaan Kenniro, semua kata-kata yang di keluarkan Irene berakhir sia-sia
"Papa, coba ngertiin Ken sekali aja. Papa, Daddy, Abang-abang bahkan Opa aja pergi. Kenapa Ken nggak boleh pergi?"
"Keadaannya beda, nak. Kamu juga harus ngertiin Papa" ujar Demario berjongkok di depan putranya yang duduk di kursi roda
"Apa karena Ken lumpuh? Papa malu kan punya anak lumpuh kaya Ken? Makanya Papa nggak mau ajakin Ken pergi" tudingnya dengan mata yang berkaca-kaca
"Bukan gitu-" kata-kata yang akan Demario keluarkan tercekat di tenggorokan. Andai ia bisa memberitahu putranya bahwa pekerjaan yang dilakukannya ini berbahaya
"Kenniro mau keluar kan? Kenniro mau jalan-jalan? Papa janji, nak. Setelah ini Papa bakal bawa Kenniro pergi kemanapun yang Kenniro mau. Tapi, jangan pernah berpikiran seperti itu"
Benar, tinggal beberapa saat lagi maka ia akan terbebas dari semuanya. Ia akan membawa putranya mengelilingi dunia bila perlu
"Semalam Papa sendiri yang bilang kalau Ken nggak boleh tinggalin Papa. Tapi kenapa sekarang malah Papa yang mau tinggalin Ken?"
"Papa cuma pergi sebentar, nak. Tunggu Papa, ya? Papa akan segera kembali dan ajak Kenniro keluar jalan-jalan sama Mama juga"
"Beneran?" Tanya Kenniro agak ragu dengan perkataan Papanya. Tawaran Papanya begitu menggiurkan, apalagi sejak ia terkena racun dirinya sudah tak pernah keluar lagi. Bahkan hanya untuk sekedar bermain di halaman pun tidak
"Iya. Tunggu Papa, ya?" Demario menggenggam tangan Putranya dan menciumnya sebentar
Rencananya setelah ini ia akan membawa Kenniro berobat keluar negeri sambil membawa keluarga kecilnya jalan-jalan
"Eum" Kenniro mengangguk semangat. Binaran di matanya membuat Demario tak dapat menahan senyumannya
Lalu Demario pun berdiri, mencium kening Kenniro juga Irene dengan penuh sayang
"Sebentar lagi..." Bisiknya tepat ditelinga Irene yang membuat wanita itu tersenyum lembut dan mengangguk
Sekali lagi, kecupan ringan itu mendarat di kening Kenniro. Tapi kali ini, seng empu membalasnya dengan kecupan di pipi tirus Demario
Cup
"Cepat pulang, nanti kita jalan-jalan"
Demario tak dapat menyembunyikan raut terkejutnya. Jarang-jarang Kenniro mau menciumnya tanpa paksaan darinya
"Papa pergi"
Kakinya melangkah menjauh. Tangannya yang memegang handle pintu terhenti ketika mendengar panggilan putranya
"Papa"
Tubuhnya berbalik dengan senyum yang masih tertera di wajahnya
"Iya?"
"Bye bye, Papa" Kenniro melambaikan tangannya dengan senyum yang nampak begitu cerah seolah tak ada beban yang di pikulnya
Tanpa sadar pun, Demario ikut membalas lambaian tangan dari putranya
"Bye bye. Tunggu Papa ya, nak"
.
.
.
Demario terdiam di tempat duduknya dengan pikiran yang semakin kacau. Berat rasanya meninggalkan Kenniro hari ini entah kenapa
Agra yang duduk disampingnya pun menangkap kegelisahan sang putra yang sedari tadi memandang handphone dengan foto Kenniro yang terus ia lihat
"Mario" tangan keriputnya memegang bahu Demario hingga membuatnya berjengkit kaget
"Sedang memikirkan sesuatu?" Tanya Agra lagi
"Hm, aku ingin ini semua selesai dengan cepat. Putraku menungguku" ujarnya dengan mata yang masih terfokus pada ponsel pintarnya
Tak lama mereka pun sampai ke tempat tujuan. Demario di sambut dengan baik oleh para ketua mafia lainnya, mereka semua pun menunduk hormat kala melihat lencana yang terpasang di baju Demario
Demario melihat betapa luas dan mewahnya ruangan yang dipijaknya saat ini. Lampu-lampu kristal yang bergantungan, lantai marmer yang menampakkan bayangannya juga hidangan yang berupa minuman beralkohol
Seorang pria menghampirinya dengan gelas kecil ditangannya
"Suatu kehormatan bagi saya jika anda berkenan bisa berbincang sebentar dengan saya" ujar pria itu sambil mengangkat gelas kecilnya
Demario pun turut mengambil gelas kecil dari seorang pelayan yang kebetulan lewat, lalu menyatukan gelasnya dengan gelas pria itu hingga menimbulkan suara yang sedikit nyaring
Mereka meminumnya bersama-sama merasakan kenikmatan yang membuat candu. Lalu Demario meletakkan asal gelas itu di meja sebelum angkat bicara
"Waktu saya tidak banyak"
"Begini, bulan lalu saya mengirimkan berkas kerja sama-"
"Sepertinya, anda membahas sesuatu yang salah dengan saya. Karena sebentar lagi, saya bukan pemimpin dari Daimon. Apa anda lupa?"
Pria itu tertawa hambar lalu meminum minumannya untuk menetralkan rasa malunya
Demario yang tak memperdulikan pria itu lagi pun menghampiri Gara yang tengah menyesap batang rokoknya di sudut ruangan
"Ayo!"
.
.
.
"Nah! Kenniro disini dulu ya?"
Irene berhenti mendorong kursi roda saat sudah berada di dalam kamar Kenniro
"Mama mau kemana?" Tanya Kenniro sambil mendongak, melihat wajah ayu Irene bawah
"Mama mau ke bawah dulu"
Kenniro membalasnya dengan anggukan dan segera menyuruh Irene untuk segera pergi dari sana
Setelah memastikan Mamanya pergi, Kenniro mendorong kursi rodanya sendiri mendekati ranjang. Dengan usahanya, ia pun berhasil naik ke atas ranjang
Tangannya terulur mengambil sebuah novel di meja nakas. Dari pada tak melakukan apapun, lebih baik ia membaca novel saja.
Mata sayunya tampak fokus pada buku ditangannya. Lembar demi lembar ia lewati hingga tak terasa hari sudah siang
Kenniro merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Padahal novel yang dibacanya belum selesai ia baca karena buku itu sangatlah tebal. Tapi apa boleh buat? Matanya sudah sangat pegal dan minta di istirahatkan
Tok
Tok
Tok
Kerutan di dahinya terlihat jelas kala telinganya mendengar ketukan pintu dari luar. Ini waktu istirahatnya dan tak seharusnya ada orang yang mengganggunya. Tapi tak ayal, Kenniro menyuruh orang itu masuk
Ceklek
Seorang maid khas dengan baju seragamnya masuk dan kembali menutup pintu kamarnya
"Tuan muda, waktunya anda minum susu"
Benar, pantas saja maid itu berani mengetuk pintunya karena jika ia melewatkan waktu minum susunya maka para pekerja akan mendapatkan konsekuensi dari Demario sendiri
"Letakkan disana" ujar Kenniro sambil melihat ke arah meja nakas
"Tapi, saya harus memastikan tuan muda menghabiskan susunya" jelas maid itu yang membuat Kenniro menarik nafas panjangnya
"Sini" tangannya terulur mengambil segelas susu yang di bawa oleh maid itu dan dengan segera meneguknya hingga habis tak tersisa lalu memberikan kembali gelas yang sudah kosong itu
"Kenapa masih disini?, Gue mau istirahat" heran Kenniro saat maid tidak segera pergi dari kamarnya
Tiba-tiba saja maid itu menampakkan seringainya dan mengambil sebuah katana dari balik bajunya yang sedari tadi ia sembunyikan. Tentu hal itu membuat Kenniro terkejut bukan main dan segera menempati sisi lain ranjang
"Siapa kau?!" Ujarnya dengan keras
"Malaikat maut mu" ujarnya dengan terkekeh mengerikan
Kenniro berkeringat dingin. Ingin berteriak meminta tolong pun rasanya percuma karena kamarnya sudah di buat kedap suara
"Pergi kau!" Teriak Kenniro melempar benda apapun yang dapat ia raih di rasa maid itu semakin menggila ingin mendekatinya
"Hahaha..."
"Selamat tinggal, anak manis" ujarnya setelah Wanita itu berhasil meraih lengan Kenniro
See you next time 🍄🍄🍄
.
.
.
Dikit lagi....