1000% GENGSI

By ceyberryaa

874K 54.7K 2.1K

[TAMAT] Bersama Adinata, Ayyara menyadari satu hal. Bahwasannya, menjalani hubungan tanpa cinta bukanlah sebu... More

sedikit cerita tentang pasutri
resepsionis baru
Adik
sentuh-sentuh
Hama
Bersama Rosa
Paket
Suami siaga
Kabar surat cerai
Welcome to Duda~
What's wrong with Nata?
a sweet night>>>
Dirumah juga bisa, katanya
Hadiah
Aneh part2
Kekuatan Syndrome Couvade
sekarang giliran temen-temennya
MAS, DIA SIAPA?!
Giliran istrinya
Menghadapi Adinata
Singa Juna
Jazziel's cafe
Si gede gengsi
Spesial suami dan istri
Dua malaikat kecil Ayah
Keinginan Nata yang terpenuhi
Family time in Basel City
On the way
Finally
say goodbye
Extra chapter-- Teenager
Extra chapter-- what if sequel?
Extra chapter-- little story of them
visualisasi
CERITA BARU?!
BYE!
Instagram
INFO!!

Aneh

23.4K 1.7K 55
By ceyberryaa

Happy weekend para pembaca pasutri beringin ✨

chapter ini saya rombak sampe berkali-kali dan akhirnya jadi deh chapter yg sekarang, sampe telat apdet juga yakan. biasanya apdet di hari jum'at malah jadi minggu bwahaha, nungguin gaaaa?

***

Pak Bos.

Katanya mulai sekarang Naufal harus memanggil Nata dengan sebutan itu. Biar kedengarannya lebih keren. Katanya lagi, kalo cuma dipanggil 'Pak' kesannya kayak Nata udah tua. Entahlah, Naufal juga sempet heran sama Nata yang hari ini.

Nata jadi lebih cerewet. Sungguh itu adalah sebuah kemustahilan. Naufal sempat dengar ada beberapa karyawati yang bilang, kalo Nata cerewet maka bumi akan berubah jadi jajar genjang. Tapi nyatanya tidak tuh. Memang dasar orang-orang berlebihan.

Setelah keanehan meminta dipanggil 'Pak Bos', Nata juga buat Naufal bingung dengan keanehan selanjutnya. Katanya minta tolong dibikinin teh hangat tapi pake es batu yang banyak. Aneh kan?

Ya maksudnya, kalo mau teh anget ya teh anget aja jangan pake es. Kalo pake es, jadinya gak anget lagi. Tapi yang namanya Nata gak pernah kalah soal mendebat. Dia selalu menang. Begitu pula kalo dengan Naufal.

Dan lagi, selain cerewet, Nata juga hari ini jadi lebih friendly. Kan aneh.

"Fal, minta tolong beliin saya es dawet dong."

Si jangkung Naufal yang baru saja masuk kedalam ruangan bernuansa keren itu terdiam. Jadi, Nata menelpon dan memintanya masuk kedalam ruangannya hanya untuk minta dibelikan es dawet? Mendung-mendung begini?

"Baik. Kalo begitu saya belikan dulu, Pak ... Bos." mengesampingkan rasa bingungnya, Naufal memilih menyetujui saja. Sejujurnya nih ya, Naufal agak sedikit canggung memanggil Nata dengan sebutan seperti itu. Lagian awal-awal bekerja, Naufal sempat memanggil seperti itu. Tapi Nata menolak. Katanya terdengar Bossy. Dan kalau sampai Naufal masih memanggilnya seperti itu, ancamannya adalah dipecat.

Tapi lihatlah sekarang. Tadi pagi tepatnya. Nata memaksa Naufal untuk memanggil seperti itu. Bahkan hampir akan merengek. Selain takut di pecat karena memanggil Bos, Naufal juga takut Nata kerasukan. Kan berabe.

"Oh iya," Nata tersenyum dengan ramah menatap Naufal yang menghentikan langkahnya. "Es dawet nya jangan pake dawet ya!"

Lah?

Naufal pun bingung tujuh keliling.

***

Setelah menghabiskan satu mangkuk es dawet tanpa dawet, kini laki-laki yang berstatus sebagai Bos Naufal itu tengah menghirup aroma kopi dalam-dalam dengan gelas yang berada ditangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya memegang segelas susu strawberry untuk diminum.

Karena pada dasarnya Nata memang tidak suka kopi. Katanya, karena rasanya yang ada pahit-pahitnya. Sedangkan aromanya dia suka.

Dan karena pada dasarnya juga Nata hari ini sedang aneh, jadi dia banyak tingkah juga banyak mau. Minta dibuatkan kopi tapi bukan untuk diminum.

Naufal benar-benar takut ada yang salah dengan atasannya ini. Dia duduk di sofa yang bersebrangan dengan Nata. Pria itu sesekali tersenyum setelah menghirup aroma kopi lalu meminum susunya. Naufal menggaruk hidung. Sebab itu semua terlihat crepy. Karena yang melakukan itu adalah Nata.

Akan terlihat biasa saja jika yang melakukan itu adalah dirinya. Sebenarnya, Naufal dulu tidak se-cool sekarang. Aslinya dia tuh selengean. Tapi karena keseringan dan kelamaan deket Nata, Naufal jadi ketularan. Lebih tepatnya Naufal juga pengen di panggil cool kayak Nata. Apalagi daya tarik seorang Adinata bukan cuma parasnya aja, tapi sifatnya yang cenderung diam juga jadi salah satu faktornya. Naufal yang awalnya cuma pura-pura kalem, akhirnya jadi beneran kalem.

"Fal,"

"Iya, Bos?"

Nata meletakkan kedua gelas yang tadi ia pegang ke atas meja, lalu mulai fokus ke sekertaris yang merangkap asisten pribadinya itu. Alis tebalnya bertaut, "Saya lupa. Umur kamu tahun ini berapa?"

Naufal memang teman Nata. Mereka bertemu di sebuah kafe dan menjadi teman tongkrongan. Tapi mereka bukan teman sebaya. Yang jelas Naufal lebih muda dari pada dirinya. Itu sebabnya tadi Nata bertanya. Kan dia lupa. Maklumi. Karena selain tempatnya khilaf dan dosa, manusia juga tempatnya lupa.

"Dua tujuh, Bos." jawab Naufal.

Nata menganggukkan kepalanya dengan mengerti. Seumuran dengan Juna berarti. Lalu dia mengetukkan jari di atas paha. Kebiasaan itu memang tidak bisa hilang. "Belum ada niatan untuk menikah?"

Naufal tentu terkejut. Tidak biasanya Nata menanyakan hal yang pribadi seperti ini. Tapi setelah ingat bahwa Nata yang sedang eror dan aneh, Naufal memaklumi. "Calonnya belum ada, Bos."

"Belum ada atau kamu belum nyari?"

Pertanyaan biasa. Tapi itu terasa menusuk bagi Naufal. Sebab selama ini dia memang sangat cuek perihal pasangan. Dia selalu merasa belum waktunya. Padahal kedua orang tuanya sudah sering menanyakan itu. Kini di tambah dengan si Bos. "Belum sempet, Bos."

"Kayaknya saya harus nyari asisten pribadi baru."

"Loh kenapa?!" tanya Naufal kaget. Apa dirinya akan di pecat gara-gara manggil 'Bos' ? Oh tidaaaaaak. Eh, tapikan dia melakukan itu karena di suruh.

"Biar kamu gak terlalu sibuk. Jadi ada waktu buat nyari jodoh." kata Nata sembari membenarkan posisi duduknya. Tangannya bersedekap dada, sedang kepalanya mendongak mengamati langit-langit ruangan. Pose yang begitu keren dan mungkin bisa saja membuat para perempuan menjerit jika melihatnya.

"Saya pernah denger, katanya yang namanya jodoh itu bakal datang sendiri." jawab Naufal. Dia pernah mendengar kata-kata itu. Entah kapan dan dimana pastinya.

"Ya memang. Tapi gimana kalo seandainya jodoh kamu itu lagi nunggu kamu buat jemput dia?" tanya Nata balik. Laki-laki itu mengajukan pertanyaan tanpa mengubah posisinya. "Tuhan punya berbagai rencana untuk mempertemukan ciptaannya. Bisa jadi dengan dia yang datang ke kamu. Atau kamu yang datang ke dia. Jadi, gak ada salahnya kan, kalo kamu usaha nyari dia? Siapa tau sama-sama saling mencari."

Naufal meneguk es jeruk nya hingga tandas. Tenggorokannya terasa kering. Setiap kali membahas jodoh dan pernikahan rasanya dia selalu merasa haus. "Bos kayaknya ngebet banget minta saya nyari jodoh."

"Memang. Biar kamu cepet nikah."

"Kalo saya udah nikah memangnya Bos mau ngapain?" Naufal bertanya dengan penasaran. "Oh, atau ini cara halus Bos mecat saya, ya?"

"Suudzon!"

Alis yang tak setebal milik Nata itu mengernyit. "Terus apa?"

"Saya pengen kondangan."

Muncul deh anehnya. Pikir Naufal.

"Fal,"

"Iya, Bos." Naufal meladeni dengan sabar. Antara menghormati atasan atau memang takut di pecat.

"Bisa gak sih, kamu nikah aja bulan depan?" pinta Nata dengan seenak udelnya. Dia berganti posisi. Kini dia menompang dagu sambil menatap Naufal. "Bulan depan, ya, saya tunggu."

"Saya pengen banget liat kamu nikah bulan depan." lanjutnya.

Naufal menepuk kening. Benar-benar aneh. Lebih mending kalo Nata minta dicariin mengkudu isi selai dari pada minta dia nikah. "Bos, bisa minta yang lain gak? Bos minta saya hitungin garem juga saya jabanin. Asal jangan minta saya nikah aja."

"Kenapa?" entengnya nanya kenapa. "Padahal kalo kamu beneran bisa nikah bulan depan, biaya resepsi saya yang tanggung. Mau semewah apapun itu. Sampe kamu mau undang Ariana Grande juga saya bayarin. Terus saya juga bakal kasih rumah sebagai hadiah pernikahan kamu. Rumah dua lantai di perumahan Graha Mutiara."

Naufal melotot mendengar penuturan Bos yang hari ini begitu aneh. Tapi jika anehnya Nata malah menawarkan rumah, Naufal rasa Nata lebih baik aneh tiap hari.

Siapa yang bakal nolak kalo dibiayai resepsi pernikahan? Katanya mau semewah apapun itu. Memang ya, orang kaya mah bebas.

Ngundang Ariana Grande? Mau banget lah. Walaupun Ariana gak bisa lagu koplo, itu bukan masalah. Gak rugi. Tapi pertanyaan nya, emang Ariana nerima job dari orang nikahan?

Dan lagi, meskipun cuma dua lantai, rumah di perumahan Graha Mutiara tidak bisa di remehkan begitu saja. Sebab disana adalah perumahan elit. Meskipun tidak se-elit perumahan Nata. Desain rumahnya pun bukan kaleng-kaleng.

"Oke, deal!"

Maafkan Naufal. Meskipun gaji sebagai sekertaris dan asisten pribadi dari Nata sudah lebih dari cukup— bahkan saaaaangat cukup, namanya Naufal yang masih sejenis dengan manusia lainnya, dia tentu tidak akan menolak rezeki. Meskipun setelah ini dia harus dipusingkan dengan cara mencari jodoh.

Doakan Naufal cepat bertemu jodohnya biar bisa dapet rumah!

***

Saat memasuki pekarangan rumah dan keluar dari mobil, biasanya Nata selalu disambut dengan senyuman manis khas Ayyara yang memang sengaja menunggunya. Entah itu sambil menyiram bunga ataupun sambil menemani Ziel bermain.

Tapi kali ini, Nata malah di suguhkan dengan raut murung dari perempuan paling cerewet yang dia kenal. Siapa lagi kalo bukan adik tirinya?! Meskipun adik tiri, Nata tidak bisa menampik ketika banyak orang yang bilang kalau dirinya ini ada sedikit kemiripan dengan gadis itu. Yaudah lah, Nata tidak keberatan. Karena Bagi Nata, meskipun menyebalkan, gadis berumur dua puluh lima itu adalah adiknya. Tak peduli kandung ataupun bukan.

Nata celingkuan ke kanan dan kiri mencari keberadaan Ayyara. Ingin bertanya mengapa istrinya itu tidak memberitahu perihal kedatangan perempuan menyebalkan itu. Juga perihal raut masam yang tak enak dipandangnya.

"Mas,"

Nata membalikkan badan. Ternyata Ayyara ada di belakangnya dengan tangan yang menjinjing kresek. Nata menyambut uluran tangan Ayyara yang langsung mendapatkan kecupan dipunggung tangannya itu. "Dari mana?"

"Beli Seblak ceker di depan."

"Tumben." cibir Nata. Mereka ini sama-sama anti makanan pedas. Jadi sangat jarang memakan makanan sejuta umat itu.

Ayyara menyengir. "Gak tau, nih. Pengen banget dari tadi." lantas perempuan itu mengamit lengan suaminya, meninggalkan garasi dan mengajaknya jalan bersama. "Oh iya, aku lupa kabarin Mas kalo Rachel dateng."

Nata mengangguk saja. Langkahnya semakin dekat dengan perempuan bersurai cokelat itu. Raut nya masih terlihat sangat menyebalkan bagi Nata. Apalagi dengan bibir yang mencebik itu. Akhirnya Nata sampai di depan gadis itu. Tangannya terangkat, menyentil keningnya sebagai ucapan selamat datang.

"Aduh!"

Bibir yang semula mencebik itu berubah menjadi manyun. Kini Nata menyentil bibirnya.

"Ih! Apasih, Mas?!"

"Kamu yang apaan." dengus Nata balik sewot. Dia bersedekap dada. "Kamu pikir wajah sepet kamu itu enak di lihat apa?"

Duh, pedesnya. Begitulah mulut Nata jika berhadapan dengan Rachel.

"Yaudah jangan di liat!" ketus Rachel. Dia mendelik sebal pada Kakaknya yang seperti tak punya empati itu. Jangankan empati, rasa kangen aja kayanya Nata tidak punya. Padahal mereka sudah lama tidak bertemu karena Rachel sedang sibuk-sibuknya mengurus keperluan wisuda. "Mas Nana tuh makin kesini makin nyebelin!"

Nata mendengus. Dia duduk di kursi samping Rachel. Sedangkan Ayyara bergegas masuk kedalam rumah. Memberikan ruang untuk dua saudara itu. Dari awal datang, Rachel memang sudah seperti itu. Dan yang dicarinya pun Nata. Ayyara mengerti, pasti Rachel sedang membutuhkan Kakaknya. Entah itu hanya untuk meminta pendapat dan solusi untuk sebuah masalah ataupun hanya ingin curhat-curhat biasa sampai adu mulut.

"Kenapa lagi?"

Rachel merubah duduknya jadi menyamping, menghadap sepenuhnya pada Nata yang kini tengah menggulung lengan kemejanya sampai siku. Melihat urat-urat di tangan kakaknya, tekad Rachel semakin menjadi. Dia jadi tidak sabar ingin mengadu pada Nata dan meminta kakaknya itu menghajar orang yang sudah membuat nya seperti ini. "Aku putus."

"Rasain."

Memang tidak ada akhlak. Tapi itulah cara Nata memperlihatkan perhatian nya. Bilangnya mampus dan ngatain Rachel cengeng gara-gara suka ngadu, padahal mah Nata diem-diem selalu ngasih pelajaran pada siapapun yang sudah mengusik adiknya.

"Gak nanya kenapa aku putus?"

"Gak penasaran." jawab Nata semakin menyebalkan.

"Ih, Mas tuh, ya." gereget Rachel. Tapi meski begitu Rachel tetap ingin menceritakan semuanya pada Nata. "Ternyata selama tiga bulan ini dia cuma manfaatin aku. Dia cuma numpang tenar sama aku yang Mas tau sendirilah kalo adik Mas ini terkenal banget di kampus. Dia pansos."

Nata berdecih. Lagi galau juga masih aja narsis.

"Dia juga cuma mau uang aku. Dia bilang, dia kerja banting tulang buat biayain ibunya yang lagi sakit parah. Aku yang emang punya empati dan pastinya gak kayak Mas, inisiatif buat ngebantu setiap dua minggu sekali aku transfer. Lima juta. Tapi ternyata itu semua bohong." Rachel menarik nafasnya dengan kasar. Kalau masalah uang, sepertinya bukan apa-apa. Meskipun Rachel sudah melihat adanya perubahan dari cara Nata menatap. Sudah sedikit terpancing. "Ekhem! Dia ... Dia juga ternyata taruhan sama temen-temennya."

"Mereka taruhan siapa yang lebih dulu bisa dapetin aku terus jebak aku terus nid—"

"Kasih tau siapa orang nya sekarang!"

Rachel mengulum bibir. Dia dengan segera menyerahkan handphone nya pada Nata. Ini yang dia inginkan. Nata memberi pelajaran pada orang-orang itu. Terserah Rachel mau dibilang kejam ataupun aduan. Rachel hanya sedang menikmati bagaimana rasanya memiliki sosok Kakak.

"Tapi, Mas ... "

"Dia lakuin hal lain lagi?"

Rachel menggeleng. Bibirnya semakin melengkung. "Sekarang aku jomblo. Ngenes banget gak sih?!"

Kaki yang yang terbalut sendal bulu itu dihentakan dengan cepat. Dan merengek pada Nata sebab tak terima dirinya yang kini berstatus sebagai jomblo. Padahal bagi Nata jomblo bukanlah hal yang merugikan. Tapi agaknya bagi anak muda jaman sekarang hal itu bagaikan sebuah fenomena menjijikkan.

Nata berpikir sejenak. Lagi-lagi jarinya ia ketukan di atas paha. Melupakan sejenak perihal dia yang ingin memberi pelajaran pada laki-laki yang sudah memiliki niat buruk pada adiknya. Nata mengusap dagu dengan mata yang menyipit. "Kamu gak mau jadi jomblo?"

Rachel yang kini sudah duduk di bawah— lebih tepatnya di teras itu mengangguk. "Ngenes banget, Mas. Gak mau."

Nata mengangguk. Dia menepuk pucuk kepala adiknya. "Gak usah pacaran. Langsung nikah aja gimana?"

Nata memang tersenyum. Tapi senyum itu terlihat mencurigakan bagi Rachel. "Ya kalo mau nikah harus punya pacar dulu dong!"

"Kata siapa?"

"Hah?"

"Mas gak pernah tuh pacaran-pacaran kayak kamu. Langsung nikah juga." jawab Nata.

"Beda dong. Mas kan—" mata Rachel melotot saat tau apa maksud dari perkataan kakaknya. "Jangan bilang, Mas mau jodohin aku?"

Maunya Rachel, Nata menggeleng. Tapi apalah daya kala Nata malah mengangguk dengan wajah riang. "Pinter banget kamu." dan setelahnya dia berdiri. "Besok Mas atur pertemuan kamu sama calon mu. Dia terpercaya kok. Mas kenal baik."

"Maaaas!" Rachel merengek lalu bangkit untuk mengejar Nata yang sudah memasuki rumah.

Berbeda dengan Rachel yang menggerutu karena sebal. Nata malah bersenandung dengan riang dan gembira. Jika begini, jangankan mengundang Ariana Grande, mau ngundang presiden Korea Utara pun Nata ladenin. Bahkan kalo perlu dia yang bakal modalin semuanya.

"Yes kondangan!"

***

PANJANG GAK SEEEEH???? tapi ini spesial keanehan Nata dan juga sabarnya seorang Naufal;) ada yg bisa tebak kenapa beliau aneh kayak gitu?

sampai jumpa lagi di weekend depan, BHAAAY🔥💋

cey, 19 Agustus

-see u-

Continue Reading

You'll Also Like

357 126 4
Dunia adalah tempat yang penuh dengan misteri. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan logika dan kata-kata, namun sering kali muncul tanpa peringa...
829 90 11
Yusi adalah seorang gadis cantik . ia adalah orang yang tidak mudah percaya dengan perkara mistis, tapi apalah daya semua perspektifnya berubah ketik...
1K 88 23
Veni, mahasiswa baru Jurusan Bisnis mengambil pekerjaan paruh waktu di sebuah kafe demi mendekati Glen, pemilik sekaligus barista di kafe tersebut. W...
620K 53.4K 57
"Kangen!" Aku melemparkan diriku ke dalam pelukannya. Kurasakan dia terkekeh pelan, lalu mengusap-usap rambut panjang ku yang aku tebak masih menguar...