OUR MARIPOSA

By Luluk_HF

284K 25.9K 2K

Untuk kamu yang selalu suka Mariposa ❤️ Untuk kamu yang selalu mendukung Mariposa ❤️ Dan.... Untuk kamu yang... More

WELCOME (WAJIB DIBACA)
1 - TOGETHER
2 - MEMORIES
3 - SEPERTI ES KRIM
4 - GERBANG SEKOLAH
5 - WAFER
6 - RESTORAN BURGER
7 - COMPLETION
8 - CAMPING
9 - THE NIGHT
10 - SIAPA CEPAT
11 - THE THINGS
12 - LITTLE GIFT
13 - PROVE
14 - WAITING YOU
15 - MY DEAR
16 - ALWAYS WITH YOU
17 - PERSUADE
18 - EMOTION
19 - RENCANA
20 - SYARAT
22 - JANGAN MARAH
23 - BOLEH?
24 - SECOND KISS

21 - SALAH PAHAM

3.6K 255 2
By Luluk_HF


MASA KINI

Perlahan Iqbal mendekatkan wajahnya ke Acha dan membisikan sesuatu ke Acha.

"Syaratnya adalah...."

Iqbal masih menggantungkan ucapannya. Acha menoleh ke Iqbal, jantungnya berpacu makin cepas, ia sangat was-was.

"Syaratnya adalah gue juga harus ikut."

Acha langsung menjauhkan tubuhnya dari Iqbal dengan kedua mata dan bibir terbuka lebar. Acha cukup terkejut mendengar jawaban Iqbal. Sosok Iqbal yang sekarang memang berubah aneh.

Padahal dulu, jika Acha meminta izin seperti itu, Iqbal pasti akan langsung mengiyakan tanpa syarat apapun apalagi ingin ikut juga. Namun, sekarang Iqbal malah menawarkan dirinya agar ikut juga.

Ya, Acha sendiri tahu alasan Iqbal bersikap seperti itu. Karena hubungan Acha dan Glen tahun lalu.

"Setuju dengan persyaratannya?" tanya Iqbal menyadarkan Acha.

Acha pun hanya bisa bernapas berat dan mengangguk pasrah. Toh tak ada alasan juga bagi Acha untuk menolak syarat Iqbal. Acha hanya kaget saja mendengar persyaratan Iqbal yang tidak biasanya.

"Oke, Iqbal boleh ikut."

*****

Glen menggaruk-garuk belakang lehernya yang sebenarnya tidak gatal. Ia menatap Iqbal dan Acha yang sudah berdiri di hadapannya sembari saling berpegangan tangan.

"Glen, maaf ya. Iqbal ingin ikut juga nggak apa-apa, kan?" tanya Acha merasa tidak enak dengan Glen.

Glen tak menjawab, ia menatap Iqbal jengah.

"Lo nggak percaya sama gue atau lo memang nggak ada kerjaan sampai ingin ikut?" tanya Glen tanpa basa-basi ke Iqbal.

"Dua-duanya," jawab Iqbal tanpa ragu.

"Bal!"

Iqbal menghela napas pelan.

"Acha baru saja maafin gue," ucap Iqbal tak mau buat Glen salah paham.

"Terus masalahnya di mana? Berarti kalian sudah baikan kan?"

"Iya, tapi nggak sepenuhnya."

"Maksudnya?"

Glen beralih menoleh ke Acha, masih bingung.

"Acha sudah nggak marah sama Iqbal, sudah maafin Iqbal. Tapi, Acha sedikit masih kecewa sama Iqbal," jelas Acha.

Glen merasakan kepalanya terasa berat, sejenak dia menyesali keputusannya meminta bantuan Acha jika harus terjebak ditengah-tengah dua pasangan tak terpisahkan ini.

"Iqbal boleh ikut, kan, Glen?" tanya Acha hati-hati.

"Kalau pun gue nolak, dia bakalan tetap ikut, kan?" sindir Glen.

"Jelas!" jawab Iqbal dengan bangga.

Glen mendesis kesal, ingin rasanya dia melempar wajah Iqbal yang menyebalkan dengan kunci mobilnya. Namun, Glen tak ada alasan juga untuk melarang Iqbal.

"Ayo berangkat sekarang," ajak Glen tidak ingin berlama-lama.

Iqbal dan Acha mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil Glen.

****

Glen memegang stir mobilnya dengan emosi mulai berkobar-kobar. Ia menatap ke arah spion mobil, melihat jelas pantulan Iqbal dan Acha yang duduk di belakang dengan mesrahnya.

"Lo berdua kira gue supir?" sinis Glen.

"Iqbal nggak mau duduk di depan, Glen," ucap Acha mewakili.

"Kalau begitu lo yang duduk di depan, Cha" suruh Glen berusaha tetap sabar.

"Gue nggak ngebolehin," tolak Iqbal cepat.

Glen mendesah berat. Kesabarannya ada di titik terendah dan sedikit lagi habis. Glen langsung membalikkan badan dan memberikan tatapan tajam ke Iqbal.

"Kenapa lo nggak bawa mobil sendiri saja, Bal?" protes Glen.

"Gue capek."

Glen menggeramkan giginya, masih berusaha menahan diri dan emosinya. Glen memikirkan jalan tengah terbaik.

"Bagaimana kalau lo yang nyetir, terus Acha duduk di samping lo dan gue duduk di belakang?"

Iqbal langsung mengangguk cepat tanpa pikir panjang.

"Gue setuju."

Glen seketika menepuk dahinya dengan keras. Baru kali ini dia menghadapi Iqbal yang benar-benar sangat menyebalkan. Bahkan level menyebalkannya melebihi saat cowok itu masih SMA.

Glen melihat Acha dan Iqbal sudah keluar dari mobilnya untuk pindah tempat duduk. Glen geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu.

"Orang paling pinter pun bisa mendadak bodoh kalau sudah bucin!"

*****

Glen, Acha dan Iqbal akhirnya sampai di PIM. Salah satu Mall besar di Jakarta. Acha menyarankan untuk membelikan sepatu atapun tas. Dan, Glen memilih untuk membelikan tas saja. Mereka bertiga segera berjalan ke salah satu toko tas branded.

"Selamat siang Kak. Ada yang bisa dibantu?" tanya salah satu pegawai toko dengan ramah.

"Saya cari tas untuk hadiah, Kak," jawab Glen.

Pegawai tersebut tersenyum semangat.

"Wah, hadiah untuk pacarnya, ya?" ucap pegawai toko itu sembari menunjuk ke Acha.

Baik Glen, Acha dan Iqbal langsung sama-sama terdiam, sedangkan pegawai toko tersebut masih mengembangkan senyumnya dengan tak berdosanya.

"Maaf Kak, dia bukan pacar saya," ucap Glen mencoba meluruskan suasana.

"Oh, kirain pacarnya, Kak."

"Saya pacarnya," sahut Iqbal dengan sikap tenangnya.

Keadaan pun berbalik, pegawai toko tersebut yang terbungkam dan menyadari kesalaghannya. Pegawai toko tersebut tersenyum kaku dan merasa tidak enak dengan Iqbal.

"Maaf ya, Kak. Saya ceroboh dan sok tau," ucap pegawai toko tersebut.

Iqbal mengangguk singkat, tidak terlalu mempermasalahkan juga. Iqbal menoleh ke Acha yang sedari tadi diam saja.

"Lo bantu Glen cari hadiahnya," bisik Iqbal.

Acha menoleh balik ke Iqbal.

"Iqbal mau kemana?" tanya Acha.

"Gue tunggu di luar."

Acha tertegun sesaat, ia memperhatikan Iqbal lebih lekat.

"Iqbal marah?" tanya Acha hati-hati.

"Enggak," jawab Iqbal jujur.

Acha memastikan Iqbal berkata sebenarnya, membuat Acha lebih lega.

"Tunggu sebentar ya, Iqbal. Acha akan carikan secepatnya hadiah untuk sepupu Glen."

"Iya."

Iqbal pun beranjak keluar, meninggalkan Glen dan Acha yang mulai sibuk mencari tas mana yang cocok untuk hadiah. Iqbal memilih berdiri di depan toko sembari memainkan ponselnya, memeriksa beberapa materi tugasnya.

****

"Iqbal kenapa keluar?" tanya Glen merasa tidak enak.

"Iqbal pengin tunggu di luar," jawab Acha.

"Iqbal marah?"

Acha menggeleng.

"Enggak, kok. Glen nggak usah khawatir."

Glen mengangguk singkat dan melanjutkan membantu Acha mencari tas yang cocok. Acha memberikan tiga pilihan tas kepada Glen. Warna cokelat muda, warna pink dan warna hitam.

"Sepupu Glen orangnya bagaimana? Girly atau tomboy?"

"Nggak terlalu feminim dan nggak terlalu tomboy juga," jawab Glen ambigu.

Acha menimang sejenak tiga tas yang ada dihadapannya.

"Menurut Acha warna pink paling cocok. Untuk cewek yang nggak terlalu feminim dan nggak terlalu tomboy pasti tetap suka warna pink. Bagaimana menurut Glen?"

"Gue nggak tau soal cewek, makanya gue minta bantuan lo."

Acha mendecak pelan, ia langsung mengambilkan tas yang warna pink dan menyerahkannya ke Glen.

"Beli yang ini saja," ucap Acha yakin.

"Lo nggak mau beli juga?" tanya Glen.

"Acha nggak punya uang sebanyak itu sekarang. Harga satu tasnya saja diatas dua puluh juta," jawab Acha sambil bergidik ngeri.

"Kalau mau ambil aja, gue beliin," ucap Glen dengan santainya.

Acha cukup terkejut mendengarnya, sontak Acha langsung mengedarkan pandangannya ke sekitar, memastikan Iqbal masih di luar.

"Glen makasih untuk tawarannya. Tapi, Acha belum ingin beli tas baru. Dan, nggak pantas juga Acha dapat tas mahal dari Glen. Acha harus jaga hati Iqbal."

Glen mengangguk-angguk mengerti. Ia tak memikirkan sampai kesana.

"Gue bayar dulu tasnya," ucap Glen dan meninggalkan Acha untuk menuju ke kasir.

Acha menghela napas panjang, ia tanpa sadar langsung mengelus-elus dadanya sendiri. Entah kenapa Acha merasa gugup di situasi saat ini.

"Acha berasa lagi selingkuh sama cowok lain!"

****

Acha keluar duluan dari toko dan menghampiri Iqbal. Acha menemukan Iqbal yang sedang fokos dengan ponselnya, kebiasaan seorang Iqbal yang sulit untuk dirubah.

"Iqbal," pangil Acha.

Iqbal mengangkat kepalanya.

"Sudah selesai?" tanya Iqbal sembari memasukan ponselnya.

"Sudah. Tasnya mahal banget. Harganya di atas dua puluh juta," cerita Acha.

"Lo mau juga?" tanya Iqbal.

Acha langsung menggeleng.

"Tabungan Acha belum sampai segitu. Dan, kemahalan juga buat Acha."

"Gue beliin," balas Iqbal tanpa beban.

Acha tertegun sekaligus kaget mendengarnya. Dalam satu hari kurang dari satu jam ada dua cowok yabng menawarinya membalikan tas mahal. Kalau saja, Acha cewek jahat dan matrealistis mungkin Acha sudah kaya mendadak saat ini.

Acha tersadarkan dan segera menggeleng.

"Nggak Iqbal. Acha nggak ingin beli tas."

"Terus pengin apa?"

Acha bergumam pelan, mencari jawaban yang pas.

"Acha ingin makan es krim sekarang," seru Acha semangat. Entah kenapa dia sedang ingin makan yang segar dan manis.

"Oke kita makan es krim."

*****

Setelah dari toko tas, mereka bertiga berpindah ke toko es krim untuk menuruti keinginan Acha. Untung saja toko es krim kesukaan Acha tidak seramai biasanya jadi mereka tidak perlu antri panjang.

Acha terlihat begitu semangat, ia membeli es krim cone dengan dua rasa.

"Iqbal mau rasa apa? Rasa cokelat kesukaan Iqbal?" tanya Acha.

Iqbal mengangguk mengiyakan.

"Cokelat dan vanilla."

"Oke, Acha pesankan cokelat dan vanilla untuk Iqbal."

Acha segera memberitahukan kepada kasirnya untuk memesankan punya Iqbal. Acha beralih menoleh ke Glen yang entah sejak kapan sibuk menelfon.

"Satunya lagi rasa apa, Kak?" tanya kasirnya ke Acha.

"Sebentar ya, Kak," ucap Acha menunggu Glen.

Acha melambaikan tangannya ke Glen dan Glen segera mendekati Acha.

"Glen mau es krim rasa apa?" tanya Acha.

"Kayak biasanya, Cha," jawab Glen buru-buru dan kembali fokus berbicara dengan orang di telfon.

Acha mengangguk singkat dan menyebutkan pesanan Glen yang dihapalnya.

"Satunya lagi rasa vanilla dan mintchoco ya Kak."

Acha menyerahkan uang dua ratus ribu kepada kasirnya dan menunggu pesanannya. Setelah itu, Acha kembali mendekati Iqbal yang memandanginya dengan sorot yang lekat.

"Kenapa Iqbal?" tanya Acha meras aneh karena tatapan Iqbal.

Iqbal tak menjawab, membuat Acha semakin bingung.

"Ada sesuatu di wajah Acha?"

Iqbal mengembangkan senyumnya kemudian menggeleng.

"Nggak ada. Kamu cantik," puji Iqbal tulus.

Acha tersenyum malu mendengar pujian dari Iqbal. Tak lama kemudian, pesanan mereka sudah jadi. Mereka segera mengambilnya.

"Ayo kita makan es krimnya di rooftop Mall. Acha pernah kesana dan bagus banget pemandangannya," ajak Acha.

Lagi-lagi Iqbal dan Glen mengiyakan saja permintaan Acha. Mereka bertiga segera naik lift menuju rooftop mall.

*****

Sepoi angin sore mengibaskan rambut Acha dan menerpa wajah mereka bertiga, cukup segar dan tidak terlalu panas. Mereka bertiga mengambil duduk di salah satu kursi yang ada di rooftop dan menikmati es krim mereka sembari melihat beberapa siswa-siswi SMA yang sedang asyik berfoto-foto.

Acha, Iqbal, Glen tak bisa lepas mengamati siswa-siswi SMA di depan mereka. Terlihat begitu riang.

"Acha jadi kangen masa-masa SMA. Menyenangkan, bebas dan nggak banyak yang harus dipikirkan. Nggak seperti sekarang," lirih Acha mengutarakan perasaanya.

Glen dan Iqbal mengangguk, setuju.

"Hal yang paling lo ingat waktu SMA apa, Cha?" tanya Glen tiba-tiba.

Acha berpikir sejenak, pertanyaan yang menarik menurutnya.

"Acha paling ingat waktu Acha berjuang buat dapatin hati Iqbal," jawab Acha sembari menoleh ke Iqbal.

Iqbal tersenyum mendengar jawaban Acha.

"Gue juga paling ingat itu," balas Iqbal, tangannya terulur menyentuh rambut Acha dan membelainya pelan.

Acha membalas senyum Iqbal.

"Kalau Glen apa?" tanya Acha balik.

Glen berdeham pelan sembari berpikir.

"Kalau gue yang paling berkesan adalah cireng Mbak Wati," jawab Glen yakin.

Acha berdecak pelan, menyesal sudah memberikan pertanyaan ke Glen. Acha kembali menatap ke depan.

"Acha ingin balik SMA lagi," seru Acha begitu menginginkannya.

Iqbal dan Glen hanya tersenyum mendengar ucapan Acha. Dalam hati pun mereka berdua menyetujuinya. Masa SMA yang sangat menyenangkan dan penuh banyak kenangan.

Iqbal melihat jam tangannya, menunjukkan pukul empat sore. Jalanan pasti sudah mulai macet. Iqbal berdiri dari duduknya.

"Iqbal mau kemana?" tanya Acha.

"Toilet," jawab Iqbal.

"Oke."

Iqbal pun beranjak ke toilet terdekat meninggalkan Acha dan Glen yang masih duduk manis sambil menikmati es krim mereka.

****

Acha mengerucutkan bibirnya ketika es krimnya sudah habis. Acha berdiri dengan tatapan sedih.

"Lo kenapa?" tanya Glen merasa aneh dengan raut wajah Acha.

"Es krim Acha habis. Acha ingin lagi," ucap Acha sedih.

"Lo nggak kenyang?" takjub Glen.

Acha menggeleng.

"Acha ingin lagi."

"Ya udah ayo gue anter," ucap Glen malas mendengar Acah merengek seperti anak kecil.

Acha mengangguk semangat sembari loncat-loncat.

"Tunggu Iqbal dulu, ya."

"Nggak usah loncat, nanti lo jatuh," peringat Glen, was-was melihat Acha yang banyak tingkah.

Acha tidak mendengarkan, ia tetap loncat bahkan sambil memainkan kakinya ke kanan dan ke kiri layakanya anak TK yang asyik dengan dunianya.

"Cha, nanti lo jatuh," peringat Glen kedua kalinya.

"Nggak Glen. Acha bosan kalau diam saja."

"Nggak usah loncat juga. Kalau lo ja..."

Belum sempat Glen menyelesaikan perkataanya, kaki kanan Acha tiba-tiba tersandung kaki kirinya membuat tubuh Acha tidak seimbang.

"Glen!!!" teriak Acha meminta pertolongan.

Glen refleks membuang es krim yang masih belum habis dan segera berdiri untuk menangkap tubuh Acha. Untung saja, tubuh Acha terjatuh dalam pelukan Glen.

Acha bahkan tanpa sadar memeluk bahu Glen sangat erat, karena masih takut dia akan terjatuh.

"Acha."

Sebuah panggilan menyadarkan Acha dan Glen. Acha dan Glen menoleh ke samping, sangat terkejut melihat Iqbal berdiri di samping mereka entah sejak kapan.

Baik Acha dan Glen segera menjauhkan tubuh mereka dan berdiri dengan benar. Acha langsung berjalan mendekati Iqbal dengan wajah sangat panik.

"Iqbal, Acha tadi mau jatuh. Terus, Glen... Itu... Glen nangkap tubuh Acha biar Acha nggak jatuh di tanah. Acha nggak sengaja peluk Glen," jelas Acha terbata-bata.

Iqbal masih diam dan memperhatikan Acha.

"Bal, gue bisa jelasin," sahut Glen merasa tidak enak.

"Iqbal, jangan salah paham ya. Acha be..."

Iqbal mendekat satu langkah ke Acha. Bibirnya perlahan mengembang dengan tangan terulur ke puncak rambut Acha. Iqbal membelainya dengan hangat.

"Jangan loncat-loncat lagi, Natasha."

Acha membeku di tempat, entah kenapa dia merasakan senyum Iqbal berbeda dengan tatapan Iqbal. Acha merasa ada perasaan sedih, khawatir dan marah di sana. Namun, Iqbal tidak menunjukannya.

"Iqbal nggak salah paham sama Acha dan Glen, kan?"

*****

#CuapcuapAuthor

Bagaimana part ini? Semoga selalu suka dan selalu baca Our Mariposa ya.

Jangan lupa kasih vote dan komen juga biar aku semakin semangat update lagi.

Terima kasih banyak teman-teman pembaca untuk semua supportnya. Jangan lupa jaga kesehatan ya. Love u all.

Salam,

Luluk HF

Continue Reading

You'll Also Like

255K 24.1K 30
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
932K 13.5K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
573K 22.2K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
2.6M 140K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...