Double update!!!
.
.
.
Kalya menatap dirinya di cermin. Kantung matanya semakin cekung dan menghitam, tumbuh beberapa jerawat dibagian wajahnya, pipi yang sebelumnya terlihat berisi berubah menirus. Kalya kehilangan berat badannya hampir sembilan kilogram dalam waktu kurang lebih satu bulan, hal yang harusnya sedikit mustahil bagi Kalya kehilangan berat badan sebab dia pecinta makanan dan sering memakan camilan di tengah malam. Namun, sejak satu bulan lalu, sejak dia memutuskan membatalkan pernikahannya bersamaan dengan itu pula Kalya kehilangan napsu makannya. Kalya yang biasa produktif, tidak suka berleha-leha di rumah dan sering mengerjakan ini itu agar waktunya diisi hal yang bermanfaat, berubah menjadi Kalya yang hanya menghabiskan sepanjang waktunya di kamar. Kalya akui, mentalnya tidak baik-baik saja setelah membatalkan pernikahan. Apalagi selang beberapa hari dari keputusan Kalya, keluarga besarnya yang mendengar batalnya pernikahan Kalya, sengaja datang ke rumah wanita tersebut. Tidak hanya menanyai alasan mengapa pernikahan dibatalkan, beberapa dari keluarga besar Kalya menghakimi wanita itu, mengatakan yang tidak-tidak mengenai Kalya. Misalnya saja menuduh Kalya selingkuh sehingga Jerry memutuskan tak melanjutkan, atau mereka menyalahkan watak Kalya yang congkak sehingga Jerry tak tahan. Sebelumnya, Kalya selalu membalas tiap-tiap perkataan keluarganya yang menuduhnya tidak-tidak, tapi kemarin, ketika keluarganya berkata yang bukan-bukan, Kalya hanya bisa diam mendengarkan. Dia tidak punya tenaga membalas ucapan mereka dan Kalya merasa tidak ada gunanya untuk membalas, di hadapan mereka, Kalya sudah dipandang jelek.
Kalya tahu, tindakan-tindakan beberapa anggota keluarganya yang tak enak merupakan konsekuensi yang harus Kalya terima setelah mengambil keputusan membatalkan pernikahan.
“Teh?” Kalya menoleh, melihat kepala Raihan muncul di celah pintu. “Boleh masuk gak?”
“Enggak.” Raihan cemberut. Kalya tersenyum tipis. “Boleh. Biasa langsung nerobos juga lo.”
Raihan menunjukkan cengirannya. Dia menghampiri Kalya dengan penampilan sudah rapih. “Gue mau ke Sukabumi nih, trip sama temen-temen.”
“Jangan minta duit ke gue. Udah sebulan gue gak kerja.”
“Dih enggak anjir. Malah gue mau nanya, lo mau nitip apa? Mau oleh-oleh gak?”
Kalya menggeleng.
“Ah masa gak mau? Biasanya nodong.”
“Enggak, gue gak mau apa-apa. Lo berangkat sana.”
Raihan menghela napas. “Teh, gue tau kok pisah sama si brengsek itu gak gampang. Apalagi ini baru sebulan, lo pasti belum move on. Tapi jangan kayak gini terus Teh, jangan gak napsu makan, jangan leyeh-leyeh di kamar terus, jangan ubah kebiasaan lo, jangan jadi kurus kering gara-gara Jerry. Dia yang bikin lo menderita, harusnya dia yang ngalamin ini semua. Dia yang harusnya dihujat sama keluarga kita, bukan lo. Lo korban Teh. Gue gak terima kalau lo yang jadi stress gini, harusnya Jerry, pokoknya dia yang harus lebih menderita, bukan lo.” Raihan meraih tangan sang kakak, menggenggamnya erat. “Katanya lo mau nunjukkin kalau lo bisa bahagia tanpa Jerry, ayo, gue dukung itu. Lo bisa, pasti bisa. Ada gue, Mama, Papa, Clara, yang jadi suporter lo nomor satu.”
Kalya termenung dengar perkataan adiknya. Benar, mengapa dia yang harus terlihat sangat menderita. Padahal Kalya ingin membuktikan bisa berbahagia tanpa Jerry. Jika Jerry tahu dirinya sekacau ini, mungkin Jerry akan merasa menang dan semakin yakin Kalya tak akan bisa bahagia tanpanya.
“Dulu sebelum ada Jerry lo bisa happy, lo bisa enjoy dengan hidup lo, lo bisa ke sana ke mari dengan lepas, itu artinya sekarang setelah lo lepas dari dia, lo juga bisa ngelakuin itu lagi. Jerry gak semenguntungkan itu kok buat hidup lo.” Raihan beralih menepuk-nepuk pipi Kalya. “Inget, lo Kalya Maheswari, cewek yang gak bergantung sama cowok, cewek mandiri, cewek yang gak gampang dihancurin gitu aja, apalagi sama cowok brengsek. Samain aja Jerry sama mantan-mantan lo yang sebelumnya biar lo cepet move on jalur ilfeel. Jerry gak jauh beda sama Tama, sama-sama kayak tai.”
Kalya terkekeh pelan. Dia menyingkirkan tangan Raihan. “Kayak tai?”
“Iya, kayak tai. Bisa-bisanya mereka nyakitin cewek sebaik Teteh gue. Teriak Teh, teriak yang kenceng kalau mereka kayak tai.”
“Tai! Jerry tai!” Kalya mengikuti saran Raihan. Keduanya tertawa.
“Akhirnya, setelah sebulan gak denger lo ketawa.”
Kalya tersenyum. “Makasih ya Han.” Dia merasa sangat beruntung, memiliki Raihan, orang tua, dan sahabat yang selalu mendukungnya, sekalipun di masa-masa sulit seperti ini. Mereka tidak pernah jauh dari Kalya.
Raihan mengangguk. “Jadi mau oleh-oleh atau enggak?”
“Mau dong. Kue mochi lampion sama kue jahe.”
“Oke! Besok ya. Gue nginap sehari di sana soalnya.” Raihan tiba-tiba mengecup pipi Kalya. “See you!”
“Iiiih najis dicium ubi cilembu!”
Raihan yang sudah keluar dari kamar Kalya, tertawa mendengar teriakan membahana Kalya.
“Udah mulai baikan tuh Pa, teriakannya udah kedengeran lagi.” Dewi menyenggol lengan Sadi.
Sadi tersenyum. “Semoga makin baik dan hati Teteh dikasih ketenangan.”
⭐️
“Serius ini rambut mau lo potong?”
Kalya menggeleng. “Gak potong pendek sih. Lo rapihin aja, itu cabang-cabangnya lo benerin. Ah pokoknya lo perbaikin penampilan gue. Udah sebulan gue gak ngurus diri, mandi aja jarang, apalagi keramas.”
“Tau sih, baunya kecium dari lo masuk ke salon tadi.”
Kalya memukul tangan Clara. “Setan juga mulut lo.”
Clara tertawa. Dia memakaikan kep ke Kalya, mencegah rambut-rambut mengenai baju sahabatnya. Clara mulai melakukan pekerjaannya. Dia merapihkan rambut Kalya yang memang terlihat rusak. Clara memaklumi, dia tahu sahabatnya tak mengurus diri beberapa waktu belakangan. Clara bahkan kaget saat Kalya tiba-tiba datang ke salon tanpa mengabarinya lebih dulu. Namun di sisi lain, Clara senang karena Kalya sudah mau keluar rumah. Sebelumnya, tiap kali Clara ajak keluar dengan maksud menghibur, Kalya selalu menolak. “Bau-baunya berhasil move on nih.”
“Belum.”
“Ya proses lah ya. But, tenang Kal, lo mah segini doang sepele. Nanti kalau udah move on, kabarin gue aja, gue kenalin ke berondong.”
Kalya hanya menanggapi Clara dengan seulas senyum. Entah kapan dia akan move on, hanya waktu yang bisa menjawab.
“Kal?”
“Hm?”
Clara berpindah ke hadapan Kalya. “Gue makeup-in lo sekalian ya. I miss Kalya yang cantiknya cetar membahana. Bosen gue liat bibir pucet lo terus. Kelar dari sini, kita hangout. Gue yang bayarin semuaaaaaanya hari ini. Oke?”
“Okelah, seribu tahun sekali lo baik gini.”
Kepala Kalya ditoyor sahabatnya. “Sialan lo.”
Mendapat dukungan dari keluarga dan sahabat, Kalya semakin mantap berusaha berdamai dengan keadaan. Dia tak ingin terkurung terus menerus di tempat yang sama, setidaknya untuk orang-orang yang sudah mendukungnya.
Dengan model rambut baru, makeup menempel di wajah, Kalya tak terlihat seperti orang yang sedang melewati rintangan besar di hidupnya. Bersama Clara, dari luar wanita itu nampak enjoy menikmati harinya dari mulai nonton di bioskop, nongkrong di kafe, sampai bermain sepeda di sekitar pantai. “Gimana? Lebih enak di luar, 'kan di banding mendem di kamar terus?” Clara bertanya pada Kalya diboncengannya.
“Ya okelah.”
“Huh, berat anjir lo Kal.”
Kepala Clara ditoyor. “Udah turun sembilan kilo nih.”
Clara tertawa.
Di tengah kegiatan asik tersebut, Kalya mendapat sebuah pesan di ponselnya dari pihak fotografer yang sempat memotret preweddingnya dan Jerry beberapa waktu lalu. Fotografer itu mengirimkan sebuah link, dan ketika Kalya membukanya, dia bisa melihat hasil fotonya dan Jerry. “Mau ke ujung sana gak Kal?” Suara Clara yang mengajaknya berbicara seakan angin berlalu. Kalya terfokus melihat foto-fotonya dan Jerry. Dalam hati, Kalya berdecak kagum melihat indahnya hasil jepretan tersebut. Kalya yang nampak anggun dalam balutan kebaya, sementara Jerry terlihat berwibawa dalam balutan beskap. Ada satu foto yang membuat kedua sudut bibir Kalya terangkat, ketika dirinya dan Jerry saling bertatapan dengan senyum terpatri di wajah mereka, seakan memberitahu melalui foto itu kalau keduanya saling mencintai. Namun, setelah Kalya sadar hubungannya dan Jerry telah berakhir, foto itu tak lagi berguna baginya.
Kalya mematikan ponselnya, dia menatap ke arah matahari yang mulai tenggelam dan menghela napas panjang. “Kayaknya semesta sengaja bikin gue susah move on, udah bener-bener sebulan ini gue gak liat Jerry, eh malah dikirimin hasil foto prewed. Bangke.”
Wkwkwk kalya...
Asem ga kasih spoiler duls, bingung mau ss yang mana hehe