Alina's Love Story [TAMAT]

By fmoonab

306K 20.1K 2.7K

Mengisahkan perjalanan hidup Alina yang penyabar nan baik hati, dengan sang anak yang bernama Putra. Putra ad... More

1. Nangis.🌹
2. Sayang mamah.❤
3. Siapa Alina?
4. Peluk mamah.
5. Jalan-jalan.
6. Peluk?
7. Jahat.
8. Papah.❤
9. Setuju
10. Kiss.
11. Miss me?
12. Paulina?
13. Abuela. ❤
14. Cry..
15. Menikah. 💔
16. Malam pertama.💔
17. Putra.. ❤
18. Uang.
19. Hadiah.
20. Alina🔥
21. Tersinggung
22. Rangga tak ada
23. Talak.
24. Jangan ganggu
25. Jadi talak?
26. Bulan madu
27. Putra marah
28. Honeymoon.❤
29. Pulang honeymoon.
30. Lea.
31. Lea🚩
32. Mulai romantis.
33. Baju olahraga.
34. Terbongkar?!
35. Hug.🩷
36. Diantar papah.
37. Tahu.
38. Berusaha tegar.
39. Sulit.
40. Alina pergi.
41. Merana.
42. Spanduk
43. Coba cari lagi
44. Bertemu?
45. Cerai?
46. Minta cerai!
47. Putra menangis.
48. Saran Jaya
49. Ngidam
50. Tak mau berpisah.
51. Tidak
52. Ulang Tahun❤️
53. Tembak
54. Putra berulah.
55. Kabar buruk
55. Hore!!
56. Kado apa?
57. Ikhlas.
58. Liburan
59. Jalan-jalan.
60. Farhan kurang ajar.
61. Ada adek❤️
62. Mengejutkan
65. Bayi❤️
65. Cordellia Iswara
66. True Love ❤️
67. "Tolong jaga suami hamba."
68. Lili cute.😙
69. ALINA❤️

63. Masuk Penjara?

944 76 7
By fmoonab

Rangga melakukan interogasi dengan kooperatif, tenang, dan tak sulit menjawab. Semua pertanyaan ia jawab. Ia tidak mengelak, namun membahas sisi negatif pria yang sudah mengganggu istrinya.

Satu aparat bertanya atas dasar apa Rangga harus menyiksa Farhan yang bahkan baru pertamakali bertemu. Dengan tegas Rangga menjawab laki-laki itu sudah melecehkan istrinya.

"(Lalu saya harus diam saja menyaksikan istri saya dilecehkan?)" tanya Rangga pada aparat yang sedang mengetik di seberang meja.

"(Saya tidak mendengar ada pelecehan dari para saksi.)" Polisi itu berhenti mengetik.

"(Pria itu mengusap betis istri saya dalam keadaan dia menangis histeris. Itu pe-le-ce-han!)"

Rangga duduk tenang, namun tidak dengan sorot matanya.

"(Bukannya ada CCTV? Apa kalian malas memeriksa?)"

"(Saya minta periksa sekarang!)"

"(Baik! Mari kita periksa sama-sama.)" Polisi itu membuat teman-temannya bergegas menyiapkan.

Semua begitu senyap menyaksikan layar proyektor menayangkan cuplikan. Video itu dipercepat dan betul saja apa yang Rangga ucapkan.

"See?"

"(Saya emosi? Pantas! Karena saya seorang suami.)

"(Anda tahu korban sempat kritis?)"

Sesaat pria itu diam memikirkan jawaban. Dengan mudah ia mengangguk.

"(Siapa yang tahu dia akan kritis? Lalu saya saat itu harus biarkan istri saya dilecehkan?)" jelas Rangga retoris.

"I am a husband! She is my beloved wife. Don't you think i'm okay with all of this?"

"(Istri saya sedang hamil. Istrinya saya menangis histeris, menangis ketakutan karena wanita itu.)"

"(Dan kalian berharap saya diam? Dan orang itu berbisik hal-hal buruk pada saya, saya harus diam?)" geram Rangga melotot dengan tangan mengepal.

"Ekhem! Right."

"(Berbisik hal buruk apa?)"

"(Bisa dijelaskan? Jelaskan pada kami dengan rinci.)" Polisi tua itu melipat satu kaki.

"(Dia berbisik kalau dia ingin merebut istri saya. Dia bilang istri saya miliknya. Gila!)"

Para polisi malah memasang wajah mencemooh. Sepertinya kisah cinta segitiga ini hanya sebuah hiburan bagi mereka. 

Rangga disuguhi air, dan segera ia minum. Suasana ruangan begitu hening.

"(Mari kita bahas kenapa anda tidak kooperatif kemarin.)" Polisi itu menegapkan duduk.

"(Ah? Hahaha! Istri saya melahirkan, sempat demam, lalu saya harus pergi?)"

"(Disaat istri saya kesulitan bangun, demam, suhu naik-turun, kalian pikir saya bisa pergi begitu saja?" tegas Rangga sampai beringsut membenarkan duduk.

"I see." Polisi disana mengangguk dan mencebik. 

Selama hampir enam jam lamanya Rangga diinterogasi. Sempat ia mencuri waktu istirahat dengan alasan Salat Dzuhur. Ia sengaja perlambat semua aktivitasnya dari mulai membuka sandal sampai memakainya kembali.

Para aparat tidak tahu kalau Rangga hampir sama sekali tak tahu bacaan salat.

"My wife just gave birth." Rangga menunduk dengan raut wajah datar. Ini sudah sore.

(Istri saya baru saja melahirkan)

"(Bukannya kau punya satu anak lagi? Istrimu pasti sudah berpengalaman. Dia pasti bisa sendiri)"

"What the fuck?" tukas Rangga mendecih sinis.

Tiba-tiba ada suara pintu dibuka. Rangga luar biasa lega mendapati Raffi, sahabatnya telah tiba.

Rangga segera menggeser duduk agar pria itu duduk di sampingnya.

"Shit man! Kalo bikin dosa tu yang cerdas." Raffi duduk berlagak tak mengucapkan apapun.

"Shit!"

"Pengacara dari lu gimana?" lanjut Rangga melupakan umpatannya tadi.

"Aman. Dua aja cukup. Bisa, kok, dipotong jadi cuman lima belas tahun."

"Fuck! You kidding me?"

"Hahaha. Lu anggap gua pengusaha abal-abal?"

"But! Hold on. Hakimnya udah gue kedipin," bisik Raffi tiba-tiba saja menunduk dan sedikit menyampingkan wajah. Ia menyeringai lebar tanpa memperdulikan para polisi disana.

Rangga menyeringai tak kalah lebar. Inilah gunanya teman, apalagi satu kebiasaan. Mereka saling mendukung, saling membela, saling membantu.

Para polisi yang sedang berucap mereka abaikan begitu saja. Rangga mengarahkan diri pada temannya. Mereka berbisik-bisik.

"Kasian bini gua." Rangga berbisik setenang mungkin.

"I see."

"Alina baru empat hari lahiran. Gua udah harus masuk penjara."

"Salah lu siksa orang sampe koma!" geram Raffi memutar wajah memelototi sahabatnya. Untung saja volumenya rendah.

"Terus lu mau gua nonton istri gua dilecehin? Dibikin nangis cowok goblok?"

"Ya at least bogem aja cukup tiga kali. Abis itu abisin di Jakarta. Udah! Masalah aman, dendam lo terbayar."

"Mana ada gua mikirin taktik." Rangga mendecih memalingkan wajah.

"Are you guys done?"

"Yes? Y-yes! Rigth!" jawab Rangga segera menegapkan bahu.

Tak mau berlama-lama berbincang, Rangga biarkan pengacara yang temannya bawa untuk menghadap. Pengacara yang Rangga dan Raffi panggil ternyata sudah tiba tuk mendampingi.

Kasusnya sempit, namun serius. Rangga ingin memakai banyak pengacara karena ingin hukumannya ringan. Tak ada banyak ruang untuk dirinya memanipulasi.

"Dah malem. Gua harus buru-buru." Rangga meninggalkan lobi kantor polisi dalam keadaan sudah memakai pakaian rapi.

"Iya. Kasian bini lu. Mana mau direbut cowok pula."

"Berisik lo!"

"Hahaha. Lagian punya istri maunya yang muda," timpal Raffi si hobi bercanda.

"Ngaca! Lu pedo!" sembur Rangga tak terima. Perbedaan usianya dengan Alina hanya 11 tahun, sedangkan sahabatnya beda 15 tahun.

"Pedo? What the fuck!" geram sahabat Raffi tak terima. Pedofilia adalah makhluk menjijikkan.

Rangga duduk mengendalikan napas di samping Raffi yang menyetir mobil. Entah berapa bulan hukuman yang akan diberi padanya. Andai istrinya tidak baru melahirkan, dirinya baru mempunyai bayi merah, mungkin tidak akan seberat ini.

Rangga tak mendengus kala baru sadar ini sudah malam. Dirinya baru saja sampai di lantai dimana kamar istrinya berada.

"Tuan?"

"Tuan? Selamat datang, tuan!"

"Akhirnya tuan bebas."

"I'm not free!" desis Rangga tak mau berhenti melangkah menuju salah satu kamar dimana ada lima ajudan berjaga.

"Lu ga sewa satu lantai, gitu?"

"Ga punya duit, lu?"

"Ga. Lahirannya dadakan. Ruangannya lagi pada isi." Rangga menggenggam pintu dan perlahan

"Ya, kan, bisa lu usir satu-satu."

"Iya, kan, gua ga goblok kayak lu!"

Tanpa disangka terdengar suara sendor kunci terbuka. Pintu itu terdorong oleh tangan kekar yang bahkan tak berusaha mendorong.

Jeritan kencang menggema dari seisi ruangan, apalagi Alina. Ternyata sudah ada banyak anggota keluarga.

"Maaaas! Mas Ranggaaa!"

"Alina, seat! Duduk!" tahan Lucia tampak cemas. Alina melahirkan secara normal, hasil terbentur. Ini bisa bahaya.

"Hei! I'm fine. Hmm? I'm okay." Rangga berlutut di depan kursi roda dimana istrinya duduk.

"Mas. Huuu. Gimanaa? Disana gimana? Mas makan, kan?"

"Yes, honey."

"Udah makan? Ga disiksa, kan?" desak Alina membelai wajah suaminya berdama derai airmata. Ia gerakkan wajah suaminya ke kanan ke kiri tuk memeriksa.

"Ga dipukul, kan, mas? Jawab jujur!"

"Mana, sini! Berdiri dulu. Buka bajunya biar aku periksa." Alina memaksa.

"Mereka ga berani siksa kamu, kan? Ga boleh ada yang siksa kamu!"

Tubuh Rangga menolak diputar ke belakang. Sontak ia terkekeh manis menangkup wajah sembab istrinya yang menangis histeris. Dengan lembut ia kecup bibir istrinya.

"Nggak. Lepasin. Aku ga mau dicium. Aku mau nanya mas ga disiksa, kan?" isak Alina mendorong agar berjauhan.

Para anggota keluarga sangat bersyukur melihat kedatangan Rangga.

"Siapa? Siapa yang disiksa?"

Alina terisak. Tangisnya pecah kembali.

"Ga boleeh. Ga boleh ada yang siksa kamu, mas. Kalo kamu disiksa, aku juga harus disiksa." Alina mendekap pinggang suaminya. Kursi rodanya sampai ikut maju.

"Hei! What did you say? That was so bad."

"Gaa! Huuu. Ga boleeh."

"Ada papah? Papaaah!!" teriak Putra dalam kondisi baru beberapa detik bangun dari tidurnya.

"Sssuut." Rangga memberi kode pada anaknya agar tidak menangis. Setia ia dekap istrinya dengan lembut.

"Papah udah pulang. Papah ga ditangkap polisi, sayang," ucap Alina parau.

"Ssuut. Jangan pada nangis gini."

"Sini, sayang."

Rangga berlutut mendekap istri dan anaknya. Ia biarkan bahu dan ceruk lehernya dijadikan tempat menenggelamkan wajah

Sesuai perintah ayahnya, Putra tidak menangis, melainkan ia meringis menahan kesedihan.

"Makan dulu. Makan! Harus!" tegas Alina mendongak lirih.

"Aku udah makan, sayang."

"Nggak. Harus!" tolak Alina seperti seorang ibu yang otoriter.

Dengusan Rangga yang manis membuat Alina tenang.

"Ini, Al, saosnya." Lea botol pada meja di dekat Alina dan kakaknya.

Rangga disuapi makan oleh istrinya yang berpenampilan kacau. Bagaimana tidak, seharian Alina menangisi kepergian suaminya yang dijemput paksa oleh polisi.

Pria itu nikmati setiap suapan yang diberi oleh wanita kecintaamnya yang duduk di kursi roda ini.

Anggota keluarga Rangga hanya menjadi penonton. Bayi itu tidak ada di ruangan.

"Aku doain kamu seharian, mas. Mana aku ga bisa solat, lagi nifas. Aku bingung." Alina terisak menyiapkan suapan di mangkok.

"Aku ga mau pisah lagi, mas."

"Ga boleh ada kejadian pisah."

"Iya." Rangga mengangguk mengusap bulir kesedihan di mata sembab itu.

"Aku udah panggil pengacara sama kak Tere. Ada tiga. Pengacara paling bagus nolak kita," ungkap Alina malu dan sedih. Ia merasa menjadi istri tidak berguna. Semua suaminya berikan, tapi membantu hal seperti ini saja tak bisa.

"Mereka nolak kamu karena udah aku ambil." Rangga menyeringai manis.

"Serius?"

"Toni bahkan manggil dia sedetik setelah aku bikin onar. Mereka tahu bakal ada apa," jawab Rangga menarik tangan yang menggenggam sendok berisi makanan, memakannya tanpa diminta.

"Serius, mas?"

"Serius, pah?"

"Serius, sayang." Rangga menarik Putra agar duduk diantara kedua paha. Ia dekap anak sulungnya dengan lembut.

"Tap-tapi ini m-mas Rangga bisa pulang. Berarti aman?"

"Emang boleh pulang. Karena mereka kasihan sama aku. Ada istri sama anak-anak."

"Aku juga ga berkelit disana."

"Terus? Berarti tetep dihukum? Masuk penjara?" tanya Alina dibalas anggukan penuh percaya diri. Seketika ia mencelos mendengarnya sampai piring di genggamannya jatuh.

'Prang!'

Suara piring jatuh, namun tidak pecah. Makanan berhamburan di bawah.

Wanita itu menekan satu tombol di kursi roda sampai menjauh mundur. Ia menutup wajah dan menangis tanpa suara.

"Hei! Sayang... aku emang harus ditahan." Rangga mendekat dengan perlahan.

"Tapi aku janji, ga bakal lebih dari tiga tahun."

"Di penjara? Tiga tahun? Bayi kita keburu lupa sama kamu, mas. Keburu dia bisa lari!" tukas Alina gemetar pedih kala menatap mata biru itu. Suaranya tercekat.

"Ya Allaah.... huuuu."

"Alina sayang. Mau gimana lagi. Saksi sama CCTV nya bener-bener ga bisa dimanipulasi. Aku siksa orang sampe kritis, sampe koma," ucap Rangga menangkup bahu yang gemetar hebat. Istrinya terus menggeliat.

"Mamiiih. Pilih... bantu, miih, piih. Mas Rangga anak kalian. Huuu." Alina memohon pada mertuanya disana.

"Mamih sama papih ga bakal diem, Alina!"

"Maaas. Demi Allah.... jangan, maas."

Alina sangat menyedihkan. Rambutnya berantakan, wajahnya sembab, matanya bengkak. Dicengkeramnya kedua tangan sang suami dengan posesif. Ia sayang sekali pada suaminya.

Mendapat nasihat dari banyak suara membuat Alina hanya mampu menunduk memeluk suaminya yang berdiri dengan kedua lutut mensejajarkan tubuh mereka.

"Aku bisa apa. Ini ga kayak di Indonesia kemarin. Kasus Vanessa reda dalam tiga hari. Semua videonya hampir lenyap."

"Tapi, kayak, yang kamu bilang. Ini Singapura." Rangga membelai istrinya yang menangis tanpa suara. Alina seolah kehabisan tenaga.

"Maafin aku."

"Maafin aku selalu jadi suami pembuat masalah. Sekarang ada lagi masalah," bisiknya terpejam tanpa disangka menitikkan airmata.

"Anak kita... anak kedua kita baru lahir." Alina berucap nyaris tak terdengar.

"Dia butuh ayahnya."

"Ayahnya malah masuk penjara." Alina semakin menenggelamkan wajah di ceruk leher suaminya. Tangannya melingkar lemah di leher itu.

Rangga mengangguk. Ia benarkan seluruh ucapan istrinya.

Semua menenangkan Alina. Semua memberitahu Alina kalau bisa menjenguk rutin, bisa membawa anak, bisa membayar oknum. Itu biasa.

"Tapi, mas. Asal mas Rangga tahu... aku bakal selalu nunggu kamu sampai kapanpun." Alina melerai dekapan. Senyumnya begitu tipis.

"I love you, Alina."

"Aku bakal datengin kamu ke penjara. Aku bakal selalu jenguk kamu."

"Asal kamu janji kamu bakal berubah," ucap Alina membelai dengan kedua tangan.

Dengan lembut Rangga berjanji. Ia berjanji akan berusaha mengendalikan diri lebih baik. Setidaknya jangan mudah tersulut.

Kecupan bertubi di kedua punggung tangan membuat tangis Alina kembali pecah. Tak bisa ia bayangkan suaminya akan pergi meninggalkan ia bersama anak-anak mereka untuk mendekam di balik jeruji besi.

Bersambung..

Kenapa pendek?
Itu hukuman.

Wleee🤪😶‍🌫️🙈😭
Kayak bocah ya.

Ga papa. Soalnya lagi betmyut.✌️😁

Continue Reading

You'll Also Like

156 52 6
jangan ragukan kekayaan seorang Daniel Radcliffe,diabahkan bisa memberikan 500 produk Louis Vuitton untukmu dengan cuma cuma.
428K 16.2K 23
Sejak kecil, Kenan sangat suka sekali pada bayi bernama Celine. Ternyata hingga besapun dirinya jatuh hati pada gadis ini. Meski gadis itu manja, san...
107K 8.4K 15
Cucu seorang jendral terkenal masuk ke dalam sebuah novel dan menjadi adik sang antagonis?ya itulah yang di alami oleh jane arstelin,dia masuk ke dal...
114K 3.5K 55
Bisa nggak masa lalu itu terikat? Apakah mungkin seorang yang kita temui pertama kali akan menjadi yang terakhir untuk kita? Apakah tidak ada yang le...