GOOD BOY || JKT48 Ver.

By xwchkshncrzy

21.4K 1.5K 44

Shan adalah pemuda pengidap skizofrenia, pemuda aneh dengan sejuta tabiat yang membuat siapa saja pasti akan... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29 [End]

Chapter 22

415 48 0
By xwchkshncrzy


Malam semakin larut, dan hujan yang mengguyur kota Ackerley seperti enggan untuk berhenti. Hawa dingin menguar begitu saja dari balik jendela-jendela yang tidak tertutup rapat. Hujan yang turun sangat lebat membuat semua orang lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah. Apalagi waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam.

Gadis dengan piyama berwarna biru cerah, juga sepasang sandal tidur berwarna senada, tengah duduk terpekur di atas kursi belajarnya. Tirai jendelanya tersibak dengan halus akibat deru angin dari luar. Di atas meja belajar, sebuah laptop masih menyala menampilkan website dengan banyak paragraf yang berjajar rapi. Gadis dengan gummy smile itu membenarkan letak kacamata bacanya, helaan nafasnya terdengar samar.

"Hades adalah Dewa Kematian dalam mitologi yunani. Apa Hades ini yang selalu Shan sebut..??? Arghhhhh!!" Chika mengacak rambutnya, pikirannya benar-benar buntu dan itu sukses membuatnya uring-uringan. Chika lalu menarik kursinya, dia bangkit dari sana dan berjalan perlahan ke arah jendela kamarnya yang besar. Rintik hujan masih terus mengguyur kota Ackerley, Chika bisa melihat embun-embun yang menempel di kaca jendelanya.

"Vin... Apa kau yakin??"

Suara dari mulut Naomi terdengar masuk ke gendang telinga Chika, gadis itu langsung berlari kecil ke arah pintu kamarnya. Chika tau, pasti Vino dan Naomi tengah mengobrol di depan pintu kamar Vino. Chika masih bisa mendengarnya karena kamarnya dan Vino yang bersebalahan. Gadis bergummy smile itu lalu menempelkan daun telinganya ke pintu. Menguping.

"Belum 100%, tapi sikap Boby seolah-olah sedang menutupi suatu kebenaran tentang kasus kematian ayahnya. Dan jika Shan benar-benar terlibat, bukankah tidak aneh jika Boby melindungi adiknya? Keluarga Tuan Devan adalah keluarga terpandang, tentu Boby tidak akan membiarkan publik tau jika adiknya adalah seorang psikopat gila!"

Mata Chika terbelalak, jantungnya seakan berhenti seketika. Ucapan Vino benar-benar seperti ribuan pedang yang menusuk jantungnya secara bersamaan.

Shan??? Pembunuh??? Psikopat gila??

Tubuh Chika bergetar hebat.

"Analisisku juga sama sepertimu, apalagi jejak sepatu itu sama persis. Namun kita masih butuh bukti lain yang kuat vin.."

Itu suara Naomi, membuat Chika diam seketika dengan tubuh yang mulai lemas. Apa dia tidak salah dengar?? Shan??? Shan teman sekolahnya, pemuda sedikit gila yang juga sudah berhasil mencuri hatinya, dia... Terlibat dalam kasus pembunuhan berantai yang mengerikan ini??? Benarkah???

Chika tidak ingin percaya, namun bayangan ketika Shan selalu berbicara tentang Hades dan hal-hal yang janggal membuatnya menyadari satu hal. Pemuda itu... Memang mencurigakan!!

Dalam semilir angin yang masuk melalui celah jendela yang tidak tertutup rapat, Chika berjalan gontai ke arah ranjangnya. Pikirannya jauh melanglang-buana memikirkan banyak hal. Dan Shan, nama itu yang memenuhi rongga otaknya. Chika merebahkan tubuhnya begitu saja di atas ranjang, lalu menarik selimut sebatas dada, matanya menatap lurus ke arah langit-langit kamar, benaknya masih terus bertanya. Benarkah Shan Dandelion terlibat dalam kasus mengerikan ini?? Chika tertidur dengan banyak pertanyaan yang masih bersemayam di pikirannya.

.

.

.

.

Jam menunjukkan pukul 14.00, Naomi baru saja memarkirkan mobilnya di sebuah halaman luas dengan satu rumah besar yang terpampang di depan matanya. Kepalanya menoleh ke arah papan nama yang berdiri kokoh meski di beberapa bagian sudah terlihat usang. Bibirnya tertarik, lalu kepalanya mengangguk beberapa kali, Naomi bersedekap dada sambil menatap bangunan di depannya. Sebuah Panti Asuhan.

Semilir angin menerbangkan helaian rambut panjang milik wanita bermata kucing itu, dengan langkah pasti dia berjalan ke arah rumah besar itu.

"Detektif Naomi..."

Naomi tersenyum saat di depan pintu rumah itu, seorang wanita dengan kisaran umur 50 tahunan tengah berdiri menyambutnya. Awalnya dia sedikit terkejut, bagaimana bisa wanita itu tau namanya?? Namun ingatannya langsung berakhir pada percakapannya dengan Ashel beberapa waktu yang lalu. Pastilah Ashel sudah memberitahukan pada wanita di depannya ini tentang dirinya.

"Silahkan masuk Detektif..." ajak wanita itu, lalu menggiring Naomi untuk masuk ke dalam. Naomi langsung duduk di atas sofa berwarna biru cerah, pandangannya berkeliling melihat foto-foto yang terpajang rapi di dinding dan rak khusus.

"Euhmmmm... Bibi ⎯  "

"Melody Laksani. Anak-anak memanggil saya Bibi Mel." potong wanita itu sambil tersenyum. Naomi mengangguk paham.

"Baiklah Bibi Mel, apa Ashel sudah memberitahukan maksud kedatangan saya kemari..??" tanya Naomi, langsung to the point tanpa basa-basi, di saat seperti ini basa-basi bukanlah saat yang tepat.

Bibi Mel mengangguk.

"Langsung saja jika begitu, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan mengenai Grey."

Raut wajah Bibi Mel seketika murung, terlihat gurat kesedihan di wajahnya yang tidak lagi muda. Naomi bisa melihat raut wajah kehilangan di wajah wanita yang duduk berhadapan dengannya itu.

"Silahkan Detektif... Saya akan menjawab semua pertanyaannya."

Naomi tersenyum di sertai anggukan.

"Bisa bibi ceritakan mengapa Grey bisa berakhir di Panti Asuhan ini??" tanya Naomi, lalu dia meletakkan ponselnya dengan mode merekam.

"Grey berada disini semenjak dia bayi. Saya menemukannya terbungkus selimut tebal di dalam box bayi yang tergeletak begitu saja di luar Panti. Sepertinya kedua orangtua Grey memang sengaja meninggalkannya disini." jawab Bibi Mel.

Naomi mengangguk.

"Lalu bagaimana kehidupan Grey selama di Panti??"

Wajah Bibi Mel menerawang, seperti sedang memikirkan sesuatu yang terjadi di masa lalu.

"Grey anak yang baik. Dia juga aktif dan sangat setia kawan. Beranjak dewasa dia mempunyai banyak teman di luar Panti, dan saat itu dia memutuskan untuk mandiri dengan cara keluar dari Panti secara baik-baik." jawab Bibi Mel, ada guratan kesedihan yang tergambar di wajahnya.

"Apa mungkin bibi tau jika Grey mempunyai musuh atau pernah bermasalah dengan seseorang??" tanya Naomi lagi.

Bibi Mel menggeleng.

"Walaupun dia seperti berandalan, tapi setau saya Grey tidak pernah bermasalah dengan siapapun. Itu yang membuat saya kaget saat tau jika Grey tewas karena di bunuh.." Bibi Mel sudah berkaca-kaca, Naomi tau jika wanita di hadapannya ini pasti begitu menyayangi Grey.

Naomi menghela nafasnya, belum terlihat titik terang yang mengarah pada si pelaku. Dia jadi sedikit ragu tentang dugaannya pada Shan.

"Detektif, saya ambilkan minum dulu yaa.." ucap Bibi Mel sambil perlahan bangkit dari sofa. Naomi hanya mengangguk di sertai senyumannya.

Bibi Mel lalu melenggang pergi meninggalkan Naomi seorang diri di ruang tamu. Tatapannya kini langsung mengarah ke deretan foto yang terpajang rapi di sebuah rak bersusun. Naomi bangkit dari duduknya, dan berjalan ke arah foto-foto tersebut. Ada banyak foto yang di pajang disana, kebanyakan adalah foto anak-anak yang tinggal di Panti.

Naomi meneliti satu-satu foto tersebut, lalu tangannya meraih sebuah foto dengan bingkai yang sudah usang. Di foto itu terlihat seorang bocah laki-laki dengan kemeja kotak-kotak yang tengah tersenyum. Naomi bisa memastikan jika bocah laki-laki itu adalah Grey. Lalu di samping Grey berdiri seorang bocah perempuan yang tengah memeluk boneka beruang, bocah perempuan itu juga tersenyum menatap kamera. Naomi memicingkan matanya, wajah bocah perempuan itu seperti tidak asing baginya. Naomi cepat-cepat mengeluarkan ponselnya dan memfoto Grey dan bocah perempuan itu, lalu dia buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil yang dia bawa.

Bibi Mel datang, lalu meletakkan segelas lemon tea hangat di atas meja.

"Banyak sekali foto yang di pajang.." ucap Naomi, masih berdiri sambil bersedekap dada menatap jejeran foto-foto tersebut.

"Saya pribadi memang suka mengabadikan momen anak-anak Panti dengan mengajak mereka berfoto. Semua anak yang berada di foto itu adalah anak yang tinggal di Panti Asuhan ini." jelas Bibi Mel sambil tersenyum, lalu dia berjalan menghampiri Naomi. Wanita paruh baya itu lantas mengambil sebuah foto yang Naomi sendiri sudah melihatnya.

"Ini Grey saat berumur 6 tahun. Dia masih sangat menggemaskan.."

"Lalu gadis kecil ini..??" tunjuk Naomi.

"Dia Fransisca, sahabat Grey. Namun dia sudah meninggal karena sebuah kecelakaan saat berumur 8 tahun.." jelas Bibi Mel.

Fransisca..???

Naomi memicingkan matanya. Menatap lekat ke dalam foto bocah perempuan itu.

"Tunggu... Kenapa wajahnya sangat tidak asing bagiku.." monolog Naomi sambil mengusap dagunya dengan telunjuk dan juga jempolnya.

"Fransisca..???" tanya Naomi sekali lagi.

Bibi Mel mengangguk.

"Tapi Grey dan yang lainnya lebih sering memanggilnya Sisca."

Deg!

Mata Naomi membulat. Gadis kecil di foto usang itu, wajahnya sama persis dengan Sisca Sarasean putri dari mendiang Tuan Devan. Naomi berdiri dengan pikiran yang sangat penuh.

Fransisca. Sisca Sarasean.

Drrrtttt!! Drrtttt!!!

Dering ponsel membuyarkan lamunan Naomi. Dia langsung merogoh ponselnya dan mendapati nama Vino tertera di layar benda berbentuk persegi panjang itu.

"Haloo?? Ada apa vin..???"

"Aku masih di Panti Asuhan, mungkin sebentar lagi aku akan pulang."

"Baiklah, aku mengerti. Oke aku akan langsung ke kantor."

"Iya iya baiklah aku tau."

Tut!

Setelah menerima panggilan itu, Naomi buru-buru berpamitan dengan Bibi Mel. Vino menelponnya dari kantor kepolisian, dan dia membutuhkan Naomi sekarang.

Mobil milik Naomi keluar dari halaman Panti Asuhan, tanpa Naomi tau ada sepasang mata yang memperhatikannya dari kejauhan. Sepasang mata itu menatapnya dengan tatapan benci juga kemarahan.








TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

85.6K 10.6K 15
Bagaimana jika enam Dokter muda ditugaskan ke daerah terpencil? Dituntut untuk dewasa dan mandiri, memegang tanggungjawab besar di tengah banyaknya m...
211K 22.8K 43
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...
13.8K 1.7K 28
masa lalu yang menghantuimu menjadi jalan baru menuju masa depanmu
115K 11.5K 45
Pandora merupakan ekstrakulikuler di SMA Semesta. Komunitas yang menerbitkan majalah dan mading sekolah. Namun, di balik semua itu Pandora merupakan...