I'm Fine (End)

By Mhyka62

1M 114K 6.6K

Rasya Abelio pemuda yang menyerah akan hidupnya, diabaikan oleh keluarganya karena perbedaannya membuat Rasya... More

Prolog
Part:1
Part:2
Part:3
Part:4
Part:5
Part:6
Part:7
Part:8
Part:9
Part:10
Part:11
Part:12
Part:13
Part:14
Part:15
Part:16
Part:17
Part:18
Part:19
Part:20
Part:21
Part:22
Part:23
Part:24
Part:25
Part:26
Part:27
Part:28
Part:29
Part:30
Astaga..
Part:31
Part:32
Part:34
Part:35
Part:36
Part:37
Part:38
Part:39
Part:40
Extrapart
Baluuu

Part:33

16K 2K 131
By Mhyka62

Vote and comment juseyo....
....

Arsya sekarang sedang berada di kantin, hendak melahap bekal yang berisi makanan kesukaannya yang dibuat oleh Alfanza.

Sudah terhitung sebulan lamanya sejak mereka mengetahui Alfanza merupakan Rasya, semenjak saat itu juga mereka selalu berusaha mendekati Alfanza, tentunya dengan cara mereka masing-masing.

Alfanza juga tidak pernah menolak, dia tidak menutup hatinya dan juga tidak terlalu berharap, karena tidak ingin dikecewakan lagi, tapi tidak dipungkiri dirinya merasa senang menerima semua itu.

"Gue heran, seenak apasih bekal lo itu sampai 2 bulan terakhir ini lo selalu bawa bekal?" Heran Roni menatap Arsya yang tampak melahap makanannya dengan nikmat.

"Benar tuh, boleh nggak kita nyobain juga?" Ujar Rafli penasaran.

"Kalian tau jawabannya apa" ujar Arsya cuek dan menghiraukan teman-temannya, yang lainnya hanya menghela nafasnya pelan karena sudah biasa dengan penolakan dari Arsya.

"Udahlah, nggak akan dikasih sih kita, lebih baik kita makan juga dari pada cuma liatin Arsya"

"Kalian mau makan apa, biar gue pesanin" ujar Bima menatap Roni dan Rafli.

"Samain aja" ujar Roni dan diangguki oleh Rafli.

"Gue titip jus mangga" ucap Arsya karena dia juga harus minumkan. Bima mengangguk dan mengambil uang yang disodorkan oleh Arsya.

Setelah kepergian Bima, Roni dan Rafli berbincang ringan, begitu juga Arsya yang menanggapi di sela-sela makannya.

Awalnya semuanya terasa tentram, hingga akhirnya seorang wanita yang selalu mengusik hidup Arsya selama sebulan ini mengambil bekal yang ada di hadapan Arsya dan membuangnya begitu saja.

Bruk

Bekal yang tinggal setengah itu berceceran di lantai kantin. Arsya, Roni dan Rafli kaget melihat tindakan dari Rara yang tampak tidak merasa bersalah sedikitpun.

Arsya yang masih diam mencerna hal yang terjadi, seketika menatap Rara dengan wajahnya yang menggelap marah, melihat makanan yang dibuat adeknya dengan sepenuh hati harus terbuang sia-sia.

"R-rara apa yang kamu lakuin" ujar Roni menatap sepupunya itu tidak percaya, apalagi melihat Arsya yang kelihatan sangat marah.

Rara menghiraukan Roni dan tersenyum menatap Arsya, dengan menyodorkan bekal baru pada Arsya.

"Kak, Rara bikinin bekal nih buat kakak"

"Rara tau kakak suka bawa makanan dari rumah, nah karena itu Rara belajar masak dan bikinin bekal buat kakak dengan sepenuh hati"

"Pasti lebih enak dari makanan itu" ujar Rara dengan tatapan berbinar dan senyuman yang mengembang.

"Kak Ra..."

"Akhhh" teriak Rara ketika Arsya dengan kuat menjambak rambut wanita itu, membuat seluruh murid yang berada di kantin langsung menatap ke arah mereka.

"Akhh sakit kak, lepas" teriak Rara dengan air mata yang mengalir.

"Arsya, lo...."

"Diam Roni!" Tegas Arsya menatap temannya itu tajam.

"Gue sudah terlalu sabar selama ini bitch, gue selalu berusaha sabar saat lo ngusik gue, hanya karena lo sepupu teman gue" ujar Arsya dengan nada rendah dan mencekam.

"Tapi sekarang gue nggak bisa sabar lagi, kalau lo ngusik gue lagi"

"Gue pastiin lo langsung keluar dari sekolah ini" ujar Arsya dan mendorong Rara hingga wanita itu tersungkur kebelakang.

"Kakak kok kasar banget hiks sama Rara, Rara cuma mau dekat sama kakak hiks"

"Kenapa kakak selalu nolak Rara hiks, salah Rara apa sama kakak" ujar Rara dengan nada menyedihkan untuk menarik simpati orang-orang yang ada di kantin itu.

Arsya hanya menatap malas Rara, dan melangkah pergi dari kantin itu, sebelum emosinya meledak dan menghabisi wanita itu sekarang.

"Arsya" ujar Rafli menyusul temannya itu, jangan sampai Arsya malah melampiaskan emosinya pada orang yang tidak bersalah.

Sedangkan Roni menghela nafasnya kasar, melihat Arsya yang pergi dan menatap Rara yang masih menangis.

"Lo sudah keterlaluan Rara, kali ini gue nggak akan bela lo" ujar Roni dan melangkah meninggalkan Rara sendirian.

"Abang hiks, kok ninggalin Rara hiks" ujar Rara berteriak dan mengepalkan tangannya kuat ketika bisik-bisik mengarah padanya.

"Sialan, sebenarnya kenapa Arsya selalu nolak gue, daddy juga kenapa sampai sekarang selalu diam kalau gue minta dijodohin sama Arsya"

"Padahal dia selalu nurutin kemauan gue selama ini" kesal Rara dan memegang jantungnya yang terasa sakit.

"Penyakit sialan" gumamnya dan melangkah keluar kantin, menahan sakit sendirian tanpa ada yang mau membantunya.

Begitu juga Prince yang sedang makan bersama teman-temannya.

"Itu adek lo nggak mau dibantuin, kayaknya penyakitnya kambuh tuh" ujar Wawan.

"Biarin aja, nggak guna juga, bikin malu aja" ujar Prince acuh, Cakra menyeringai kecil melihat itu.

"Gue harap dia cepat mati, supaya bang Rasya aman"

"Hanya karena dia, bang Rasya jadi terkurung di mansion, padahal gue kan juga mau main keluar sama dia"

"Huff bang Rasya lagi apa ya sekarang?" Batin Cakra tiba-tiba raut wajahnya berubah kesal mengingat si kembar yang selalu bersama Rasya.

"Mau homescholling juga"....

.

.

.

.

.

.

Sedangkan Alfanza baru saja selesai belajar dengan guru bimbingan bersama Eric dan Aron di gazebo taman belakang mansion Smith.

Aron membenamkan wajahnya di buku-buku yang berserakan di atas meja, setelah pembimbing tersebut pergi meninggalkan mereka.

"Bosan" keluh Aron menghela nafasnya pelan.

Baru saja sebulan dia  terkurung di mansion mewah ini, tapi dirinya sudah merasa bosan.

Dia jadi tidak bisa membayangkan kehidupan sebagai Rasya yang bahkan jarang keluar dari mansion selama 18 tahun hidupnya.

Awalnya, seminggu pertama mereka lalui dengan bersemangat. Mereka selalu melakukan hal apapun di mansion itu bersama. Bermain Basket, berenang, memasak kue, bermain game, dan juga bermain alat musik bersama-sama.

Tapi akhir-akhir dia merasa jenuh, dan terkadang ada pikiran untuk kabur dari sana dan pergi walaupun hanya sebentar, setidaknya dia bisa bermain diluar seperti kehidupan bebasnya dulu.

Tapi itu hanya pikiran sesaatnya, mengingat papanya selalu memperingatinya untuk tidak membuat ulah. Lagian, dia tidak mau membuat Alfanza dalam masalah hanya karena keegoisannya.

Alfanza tersenyum tipis melihat Aron yang tampak tidak semangat. Dia tau pemuda itu sudah merasa jenuh, begitu juga Eric, walaupun raut yang di tampilkan oleh Eric biasa saja.

"Kalian bosan ya?" ujar Alfanza membuat Aron tersadar.

"Bosan karena belajar tadi kok bang, pusing kepala gue dengar penjelasan gurunya" ujar Aron tentu saja berbohong, dia tidak ingin membuat Alfanza merasa bersalah lagi.

Mengingat Alfanza selalu meminta maaf dan merasa bersalah pada mereka. Karena dirinya, mereka si kembar juga harus terjebak di mansion Smith ini.

Eric menatap kembaran datar dan tersenyum menatap Alfanza.

"Dia selalu nggak suka pelajaran kimia bang, biarin aja dia"

"Lebih baik kita nonton aja yuk bang, sebelum Cakra pulang sekolah" ujar Eric tersenyum dan menyenggol kaki Aron.

"Ahh ya, kita nonton aja bang, kalau Cakra pulang, pasti nanti dia bakalan posesifin abang" ujar Aron dengan ekspresi kesalnya.

Mengingat sebulan yang lalu, karena Alfanza jengah terus diperebutin oleh mereka, Alfanza akhirnya memutuskan membagi waktunya untuk bermain bersama mereka.

Dari pagi sampai Cakra pulang sekolah, dia akan bersama si kembar. Dan dari sore sampai malam, si kembar tidak boleh mengganggu Cakra kalau sedang bersama Alfanza.

Tentunya bukan hanya dengan mereka saja dia menghabiskan waktunya, dia juga menghabiskan waktu bersama yang lainnya, walaupun tidak selama dengan mereka bertiga.

"Alfanza" ujar seseorang dibelakang Alfanza, membuat Alfanza menoleh dan tersenyum melihat keberadaan Rendi.

"A-ab... ehh tuan muda Rendi, ada apa?" Tanya Alfanza karena dirinya hampir kecoplosan.

Yahh mereka memang masih memainkan drama, untuk mengecoh bawahan di mansion itu.

"Kamu ikut saya sebentar" ujar Rendi dan diangguki oleh Alfanza.

"Dan kalian, makan siang duluan aja ya, udah disiapin kok sama maid di ruang makan" ujar Rendi pada di kembar.

"Hmm kita mau makan di sini aja bang, bolehkan" ujar Aron yang memang sudah lumayan akrab dengan sepupunya itu.

"Baiklah, nanti abang suruh maid bawakan makanan kalian ke sini" ujar Rendi mengelus rambut Eric sejenak, dan melangkah pergi diikuti oleh Alfanza di belakangnya.

.

.

.

.

.

Alfanza sekarang sedang rebahan di sofa di ruang kerja Rendi dengan paha Rendi sebagai bantalannya, sambil memakan martabak telur yang dibawakan Rendi untuknya.

"Abang kok cepat banget pulangnya?" Tanya Alfanza menatap layar besar yang sedang menayangkan sebuah film di sana.

Yahh Rendi membawa Alfanza tadi cuma ingin menonton bersama adeknya itu, mengingat beberapa hari ini dia sibuk dan tidak mempunyai waktu banyak dengan adek-adeknya.

"Sengaja, kerjaan abang juga nggak banyak sekarang" ujar Rendi mengelus rambut Alfanza.

Alfanza mengangguk dan kembali fokus ke film yang sedang tayang.

"Ohh ya bang" ucap Alfanza tiba-tiba duduk ketika mengingat sesuatu.

"Ada apa?"

"Kayaknya ada beberapa maid yang mulai curiga deh" ujarnya, ketika mengingat saat dia hendak memasak sarapan tadu, Alfanza mendengar beberapa maid yang sedang bergosip mengenai dirinya.

"Curiga tentang apa?"

"Itu loh bang, awal mulanya Al kesini kan karena mommy yang lagi stress dan mengira Al itu Rasya"

"Tap..."

"Itu yang mereka tau bang" ujar Alfanza dan diangguki mengerti oleh Rendi.

"Dan sekarang mereka curiga...

"Karena mommy udah keliatan kayak orang sehat mentalnya, tapi kalian masih manggil Al dengan sebutan Rasya dan memperlakukan Al dengan baik kalau bersama mommy"

"Padahal mommy udah nggak keliatan stress lagi" jelas Alfanza dengan raut wajah serius.

Rendi bingung dengan ucapan adeknya itu, dan diam sejenak memikirkan maksud sebenarnya adeknya itu.

"Abang ngerti kan maksud Rasya, Rasya mau mereka nggak menaruh curiga lagi" 

"Sedikit, jadi apa kamu udah ada rencana supaya mereka tidak curiga lagi?" Tanya Rendi menatap Alfanza.

"Ada sih, dan dengan itu kita nggak perlu pura-pura sembunyi lagi seperti ini" ujar Alfanza.

"Jadi..."

"Hmm bisa nggak mulai sekarang panggil Rasya dengan sebutan Alfanza saja, baik ada mommy atau nggak" ujar Alfanza tampak sedikit ragu.

"Tapi dek.."

"Katanya daddykan mau angkat Alfanza jadi anak angkatnyaq kalau masalah dengan Alberto selesai, untuk menutupi semua ini dari Opa" ujar Alfanza memotong perkataan Rendi lagi.

Rendi menghela nafasnya pelan karena merasa kesal, Alfanza terus memotong perkataannya. Dia akhirnya diam dan menatap Alfanza, membiarkan adeknya itu mengutarakan pendapatnya.

"Jadi untuk sekarang nggak masalah kan kalau pekerja yang ada di sini tau, kalau Alfanza akan jadi anak daddy dan mommy nanti"

"Mereka pasti maklum kenapa kalian bersikap baik sama Alfanza...

"Dan kita juga nggak perlu sembunyi-sembunyi gini lagi kan bang" ujar Alfanza membuat Rendi mengerti arah pembicaraan adeknya itu.

"Pintarnya adek abang, kenapa abang nggak mikir ke sana ya" ujar Rendi senang. Karena sejujurnya dia juga capek terus bersembunyi untuk memanjakan adeknya seperti ini, kalau mommynya tidak ada diantara mereka.

"Bukan Rasya yang pintar, tapi Abang aja yang nggak mikir ke sana" ujar Alfanza membuat Rendi terkekeh pelan.

Ucapan Alfanza tidak salah juga, mereka memang hanya terus memikirkan bagaimana caranya supaya keberadaan Rasya tidak dicurigai di mansion ini.

Terlebih mereka terus mengawasi pergerakan Alberto.

Dan juga..

"Tapi kakek pasti tidak akan tinggal diam, kalau mendengar kabar daddy mengangkat seorang anak" ujar Rendi menatap Alfanza.

"Rasya akan coba hadapi kakek bang mulai sekarang"

"Lagian baik besok ataupun beberapa bulan lagi, kakek pasti juga akan tau kan, kalau daddy angkat Alfanza jadi anaknya.

"Jadi buat apalagi disembunyikan dari kakek" ujar Alfanza dan diangguki mengerti oleh Rendi.

"Tapi, adek yakin udah siap?"

"Karena abang yakin, kalau sampai pekerja di sini tau, pasti juga akan terdengar di telianga kakek"

"Dan kakek akan langsung datang ke sini dan melihat kamu langsung" ujar Rendi memastikan dan diangguki yakin oleh Alfanza.

"Rasya yakin"

"Hmm baiklah, nanti abang bicarakan sama daddy dan mommy dulu ta" ujar Rendi tersenyum dan mengelus rambut Alfanza.

"Makasih bang" ucap Alfanza tersenyum senang, sedangkan Rendi menanggapinya hanya dengan senyuman tipis.

Sebenarnya masih ada yang menjanggal dihatinya, ketika menyadari ucapan Alfanza tadi.

"T-tapi dek..." ucapan Rendi terpotong dan menatap Alfanza lekat.

"Apa lagi bang?"

"Huff nggak, abang sedih aja...

"Kalau kamu sudah resmi jadi bagian keluarga ini, kamu malah dikenal sebagai Alfanza"

"Dan nama Rasya hilang begitu saja" ujar Rendi membuat Alfanza diam.

Entahlah, padahal hanya perihal nama, tapi perasaannya jadi tidak karuan seperti ini. Mengingat Rasya yang berada di raga Alfanza, harus dikenal dengan yang bukan namanya.

Bagaimana ya perasaan Rasya pikirnya, apa dia tidak akan sedih juga?

"Abang sedih kenapa sih hehe...

"Lagian ya bang  apapun itu namanya Rasya, Rasya tetap senang selama kalian tetap menyayangi Rasya"

"Baik dengan panggilan Rasya ataupun Alfanza bang" ujar Alfanza tersenyum, tapi Rendi tampak tidak puas dengan jawaban dari adeknya itu.

Alfanza tersenyum tipis menyadari itu, dia memang sedikit peka dan otaknya langsung berpikir cepat untuk mengatakan sesuatu yang membuat abangnya itu tidak kepikiran lagi, perihal namanya.

"Ohh ya bang, apa abang tau, kalau Rasya punya nama yang sama loh dengan Alfanza" ujar Alfanza dengan senyum penuh arti.

.

.

.

.

.

Tiga hari kemudian...

"Lio" panggil Alex melihat Alfanza dan Cakra yang melangkah menuju ruang makan.

Mendengar itu, semua yang ada di sana menampilkan ekspresi kaget, kecuali Alex, Arsyi dan Rendi tentu saja.

Uhuk uhuk

"Pelan-pelan minumnya" ujar Rendi mengelus punggung Arsya yang tersedak air.

"L-lio" ulang Arsya dengan ekspresi heran dan kaget.

"Sini Lio" ujar Alex menyuruh Alfanza berdiri di sampingnya, Alfanza menatap Rendi dan menganggukkan kepalanya.

"Nah, daddy mau kasih pengumuman buat kalian semua"

"Dan juga untuk pekerja di sini, dengarkan baik-baik" ujar Alex dengan nada sedikit keras membuat Pekerja yang ada di sana menghentikan aktifitasnya dan fokus mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh tuannya itu.

"Mulai hari ini, Alfanza Adelio akan menjadi putra saya, jadi perlakukan dia sebaik mungkin seperti anak-anak saya yang lainnya" ujar Alex membuat para pekerja di sana kaget.

"Dan juga, saya peringatkan informasi ini jangan sampai terdengar keluar mansion, sampai saya menyebarkannya sendiri"

"Atau tidak, saya akan menghukum kalian semua"

"Dan terakhir, mulai sekarang panggil dia dengan nama Lio" tegas Alex dan tersenyum mengelus rambut Alfanza.

Author: Nah dengarkan, sekarang panggil dengan Lio ya haha...

"Mom..."

"Mommy udah sadar kalau dia bukan abang kamu" ujar Arsyi dengan raut wajah sedih

"Tapi mommy sudah terlanjur sayang sama dia, jadinya mommy mau angkat Alfanza jadi anak mommy"

"Dan mommy dengar kalau dulu dia dipanggil dengan sebutan Lio, itu mengingatkan mommy sama nama kesayangan Rasya yang diberikan Opa kamu"

"Jadi gapapa kan, kalau Alfanza kita panggil Lio juga, untuk mengingat Rasya di antara kita" ujar Arsyi membuat Arsya dan Cakra tersenyum senang, karena mengerti arah pembicaraan ini kemana.

"Akhirnya abang, jadi abang Cakra benaran juga" ujar Cakra memeluk Lio.

"Akhirnya drama ini selesai juga bang" gumam Cakra membuat Lio terkekeh pelan dan mengelus rambut Cakra.

Eric dan Aron ikut senang melihat itu, dan mengucapkan selamat untuk Lio.

"Bang, keluarga ini kebanyakan drama nggak sih, heran pada hebat banget actingnya"

"Kenapa nggak jadi artis aja semuanya ya" bisik Aron membuat Eric  terkekeh pelan.

"Gapapa, untuk kebaikan bersama lebih baik gini, maklumin aja"...










Tebece

Maaf ya, kayaknya kemarin 750 votenya udah malam ya?

Sebagai gantinya hari ini aku double Up..

Tapi nanti sore ya aku Up...

Continue Reading

You'll Also Like

599K 44 1
CERITA INI DIPINDAH KE AKUN @awwa_89
649K 56.6K 63
WARNING ⚠️ Di sarankan jika ingin menikmati cerita ini, jangan pakai logika! Jangan berpikir tentang alur yang ada. Nikmati saja tanpa banyak berpiki...
416K 37K 24
Gak ada deskripsi^^ Penasaran??? Baca aja:) From: Menjadi TUAN MUDA To: TUAN MUDA (ADRIAN) { Bahasa campuran } Vote kalo suka^^ Nggk suka skip aja yg...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.9M 93K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...