GAVIANO [hiatus]

By LalapanFlashback

68K 3.5K 2.8K

Tidak terlintas dibenak Gavi,jika ia akan tinggal satu rumah bersama seorang gadis. Banyak cara yang Gavi lak... More

-00:Tyhrgang
-01:Inti Tyhrgang
-02:Hukuman
-03:Pembalasan
-04:Siapa dia?
-05:Cinta itu?
-06:Sadvibes
-07:Presentasi Versi Tyhrgang
-08:Boncel darimana?
-09:Cewek Nyusahin?
-10:Ditinggalkan
-11:Rencana Gavi
-12:Penculikan
-13:Berpura-pura?
-14:Mencari dan Hilang?
-15:First Time
-17:Hanya berpura-pura?
-18:Drunk and Kiss
-19: Begitu cepat?
-20:IPC dari Rifan
-21:Algaza
-22:Maling Mangga
-23: Mengetahui dan Cerai?
-24: Rasa Bersalah Gavi
-25: Ujian 🔞
-26: Kembali
-27: Gengsi Berarti Kurang Percaya Diri!
-28:Algaza Berulah
-29: Barbeque'an

-16:Surat Izin untuk Alna

1.4K 74 0
By LalapanFlashback

Hii-!! Call me Lala-!!

Apa kabar kalian semua para pembaca?

Udah siap buat baca kelanjutan cerita GAVIANO? Udah penasaran? Langsung baca aja ya-!!

"Menyukai teman sekelas, is another level of pain." ~Lalaa.

Usahain komen disetiap paragraf yaw! Buat next part harus antusias dong!!

Happy reading temen-temen-!! Enjoy ya,bacanya-!!

-16:Surat Izin untuk Alna
.
.
Alzan dengan pakaian acak-acakan kini sedang berlari kekamar abangnya, Gavi. Cowok itu baru saja selesai melihat kondisi Alna yang ternyata gadis yang dijuluki boncel oleh Gavi itu kini sedang sakit.

"BANG BANGUN ANJING! KAK ALNA SAKIT WOI!" teriak Alzan menggelegar dengan tangan yang mengguncang brutal tubuh kekar Gavi.

"Apaan sih lo? Gue ngantuk, jangan ganggu ck!" gumam Gavi sambil berdecak kesal.

"Gila jam segini masih tidur. Bangun woi bang! Kak Alna sakit! Suhu badannya panas banget, dia nggak bangun-bangun dari tadi, bang!" ujar Alzan sedikit kesal dengan abangnya itu.

"Apa?" pekik Gavi saat mendengar itu.

Gavi dengan cepat bangun dari tidurnya, lalu menyibak selimut yang ia gunakan.  "Seriusan lo Al?"

"Dua rius malahan! Gimana ini bang? Gue sekarang ada presentasi, dan bu Indah lagi keluar, terus lo mau sekolah, siapa yang jagain kak Alna?" tanya Alzan bingung.

"Apa gue telpon bunda aja ya? Biar dia pulang dari Thai," sambung Alzan.

"Yaudah telpon aja!" sahut Gavi.

"Ehhh."

"Anjir kaget bangsat! Kenapa sih, bang?" tanya Alzan dengan beberapa makian yang dipersembahkan kepada abangnya.

"Gausah ditelpon! Biar gue yang jagain boncel. Lo sekolah aja sana!" usir Gavi sambil meninggalkan adiknya sendirian.

"Abangsat! Dia yang ngusir, dia yang pergi!" Alzan menggelengkan kepalanya lalu buru-buru keluar dari kamar Gavi.

—tyhrgang—

Gavi membuka pintu kamar Alna dengan pelan, cowok itu kemudian masuk kedalam. Terdapat Alna yang terbaring lemah disana, membuat rasa bersalah Gavi kembali muncul begitu saja.

Pertama kalinya dalam seumur hidup, Gavi diselimuti oleh rasa bersalah karena seorang gadis. Biasanya Gavi diselimuti daun pisang karena dia lontong.

Cowok itu duduk ditepi ranjang, kemudian menempelkan punggung tangannya di jidat Alna, dan benar saja suhu tubuh gadis itu sangat panas sekali.

Dengan cepat Gavi pergi dari sana, mengambil kompres hangat kemudian kembali lagi ke dalam kamar Alna yang menurut Gavi pendek itu, eitsss tapi seksi!

Gavi kembali duduk ditepi ranjang, kemudian mengompres Alna dengan hati-hati. Hingga, cowok itu terpaku dengan wajah Alna.

Mulai dari mata, hidung, pipi, dan bahkan bibir semua itu terpahat dengan sempurna. Tuhan memang menciptakan manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Mungkin saja, Tuhan sedang berbahagia saat memahat wajah gadis itu hingga tampak sangat sempurna. Sungguh indah ciptaan tuhan satu ini, apalagi yang memandang.

Sadar dengan apa yang dilakukan, Gavi dengan cepat menggeleng mencoba menepis apa yang ada dalam pikirannya saat ini.

"Abang!"

"Ehh?" Gavi terkejut saat Alna tiba-tiba berteriak.

"Lo kenapa Cel? Ada yang sakit?" tanya Gavi.

Alna bangun dari tidurnya, mengubah posisinya menjadi duduk diatas ranjang. Tanpa disuruh air matanya keluar begitu saja, gadis itu menangis.

"Ehh kok nangis?" tanya Gavi dibuat bingung oleh gadis itu.

"A-ala kangen abang!" jawab Alna masih menangis.

"Kenapa nggak ditelpon aja?" tanya Gavi datar, gadis itu memang sangat bodoh menurutnya.

Bukannya gadis itu sudah mempunyai handphone, kenapa tidak langsung menghubungi kakaknya saja.

"Abang Nada nggak ngasih no hpnya ke Ala, kak Ano!" jawab Alna masih dengan sisa tangisnya.

"Kok bisa?" tanya Gavi lagi.

"Dia udah ninggalin Ala selama bertahun-tahun, dan nggak pernah balik lagi. Bahkan nggak ngasih no hpnya sama Ala," jelas Alna mengusap pipinya yang basah.

"Emang dia pergi kemana?" jiwa kepo Gavi semakin berkoar-koar saat mendengar cerita cewek pendek itu yang cukup menarik baginya.

"Nggak tau, bang Nada nggak ngasih tau siapapun soal itu, kecuali Mommy sama Daddy mungkin mereka tau. Ala udah berusaha buat nyari no hpnya di handphone Daddy sama Mommy tapi nggak ada."

"Buset semisterius itu?" Gavi melongo tidak percaya.

"Ihh udah jam segini? Aku udah telat sekolah dong?" pekik Alna saat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima puluh menit.

Gadis itu ingin beranjak dari tempat tidurnya tetapi ditahan oleh ucapan Gavi yang ketus dan juga tegas.

"Lo lagi sakit, Cel! Gausah sekolah!"

"Terus kak Ano kenapa nggak sekolah?" tanya Alna gadis itu kini sudah berbaring.

"Mau jagain cewek nyusahin." jawab Gavi acuh.

"Siapa kak?" tanya Alna masih tidak mengerti.

"Yang lagi tiduran didepan gue, dia nyusahin banget pengen gue buang!" jawab cowok itu dengan ketus.

Alna yang mengerti jika Gavi menyindir dirinya hanya mampu diam saja. Tidak berani membalasnya lagi, tentu saja Alna sadar jika Gavi tidak suka dengan keberadaan dirinya disini.

Jika saja orang tuanya tidak pergi ke luar negeri mungkin dirinya sekarang tidak berada disini. Banyak sesuatu yang gadis itu takuti sudah terjadi, mulai dari dibentak, diculik, dan juga ditinggalkan.

Gavi tertegun saat melihat Alna diam saja begitu mendengar ucapannya. "Alna?"

"Ya?" jawab Alna menatap Gavi.

Tepat saat Alna menoleh tatapan mereka beradu. Membuat Gavi merasa gugup, dengan cepat cowok itu mengalihkan pandangannya sambil berdehem singkat.

"E-enggak papa." jawab cowok itu.

"Gue kebawah dulu!" sambung Gavi sebelum pergi dari sana.

—tyhrgang—

Menuruni tangga dengan sebelah tangan yang memegang dadanya. Gavi, cowok itu seperti orang gila sekarang, mulutnya berkomat-kamit seperti membaca mantra.

"Gila, gila jantung gue kenapa? Apa gue serangan jantung? Atau gue lagi---"

Gavi menggeleng pelan. "Nggak, nggak mungkin gue suka sama tuh boncel! Inget Gavi dia bukan tipe lo! Tipe lo itu yang cantik bukan kayak tuh boncel yang pendek dan juga badannya apaan itu nggak nggak!"

Awas Gavi kemakan omongan sendiri!

Tiba-tiba ponsel yang berada disaku celananya berbunyi membuat Gavi mengambil ponsel tersebut lalu membukanya.

Terdapat notifikasi dari aplikasi hijau, yang diduga mengirim pesan tersebut adalah Rifan.

Gavi hanya berdecak kesal membaca pesan yang dikirim terakhir oleh Rafin. Sialan, kenapa cowok itu sampai berpikir seperti itu dan kenapa juga dia typo kan Gavi jadi malu. Ohh shit.

Gavi berjalan kedapur, berniat membuatkan Alna bubur untuk gadis itu makan. Mengingat cewek pendek itu sedang sakit sudah pasti lidahnya pahit jika sedang merasakan makanan apapun.

Masalah memasak Gavi tentu ahli. Mengingat, ia pernah ditinggal kedua orangtuanya keluar kota ditambah dengan pembantu dirumahnya yang sedang pulang kampung. Membuat cowok barbar dan sayangnya pandai berpura-pura itu harus belajar memasak hingga Gavi ahli dalam bidang itu.

Sedang asik mengaduk bubur, suara notifikasi terdengar dari handphone Gavi, cowok itu mematikan kompornya. Kemudian, cowok itu mengambil ponselnya yang berada dimeja makan.

Kenzo mengirimkan satu pesan dan juga sebuah foto, yang membuat Gavi penasaran dengan cepat jarinya membuka foto tersebut.

Gavi membelalakkan matanya saat membaca deretan kata yang berada disurat tersebut. Apa-apaan itu?

Karena malas meladeni kelakuan Kenzo yang diluar nalar itu, Gavi lebih memilih naik keatas menuju kamar Alna dengan semangkuk bubur, dan juga segelas susu hangat.

Cowok itu membuka pintu kamar Alna dengan pelan, kemudian masuk kedalam. Terdapat Alna yang masih dengan posisinya tertidur diatas ranjang, dilihat dari raut wajah gadis itu yang kini tampak murung tak seperti biasanya.

"Makan dulu!" titah Gavi yang tak diperdulikan oleh Alna.

Gavi berdecak kesal saat omongan dirinya tidak dituruti oleh Alna. "Alna woi pendek!"

"Kenapa sih kak Ano?" tanya Alna dengan kesal menatap cowok itu dengan wajah pucatnya.

Melihat itu Gavi menjadi kelabakan. "E-ehh makan dulu, Al!"

Alna menggeleng lemah, dia tidak ingin makan pikirannya masih berkeliaran kemana-mana. Rindu dengan kedua orangtuanya, rindu dengan abangnya, Alna sangat ingin merasakan kembali cara mereka memanjakan dirinya, cara mereka menyayangi dirinya Alna ingin semua itu kembali.

Gavi menatap Alna dengan bingung, kenapa gadis itu? Seperti sedang memikirkan sesuatu.

Gavi cukup peka, entah kenapa pikirannya bekerja dengan cepat. "Lo kangen sama ortu lo?"

"Abang juga." jawab Alna mengangguk dengan suara serak.

Gavi menghela nafas, cowok itu meletakkan nampan berisi bubur dan segelas susu diatas nakas. Kemudian, cowok itu duduk ditepi ranjang.

"Kalau lo emang kangen ya telfon, Al! Nggak mungkin ortu lo nggak jawab panggilan dari lo, secara lo itu anak kandungnya. Telfon aja kalau masih bisa! Biar apa? Biar rasa kangen lo terobati nggak semuanya lo harus pendem, terutama rasa kangen lo sama ortu!" jelas Gavi panjang lebar.

"Tapi aku kangen dipeluk sama mereka, pengen ngerasain kasih sayang mereka lagi. Mereka terlalu sibuk sampai nggak pernah ngehubungin aku sama sekali." ujar Alna.

Sampai segitunya? Wajar saja Alna sudah lama tidak bertemu orang tuanya.

"Sini biar gue peluk lo, biar rasa kangen lo terobati!" ujar Gavi, entah kemasukan setan darimana.

"Emang bisa?" tanya Alna sedikit kaku sekaligus bingung.

"Coba aja dulu!" jawab Gavi, merentangkan kedua tangannya.

Alna dengan ragu memeluk tubuh kekar Gavi, rasanya nyaman dan hangat. Kalau seperti ini, memeluk Gavi saja sudah membuat rindunya terobati. Pelukan itu sama seperti pelukan yang dikasih oleh abangnya dulu yang sangat ia rindukan.

Gavi bingung dengan dirinya sendiri, kenapa seolah-olah tubuhnya menginginkan Alna memeluknya tetapi egonya menyuruh dirinya untuk melepas pelukan itu. Tidak sampai disitu, kebingungan Gavi kembali disaat ia merasakan gejolak aneh dalam dirinya. Bibir cowok itu melengkung keatas, demi apapun Gavi tidak bisa menahan senyumnya saat ini, seolah seluruh tubuhnya sudah ada yang menggerakkan.

Hingga suara bel rumah yang terdengar brutal itu membuat Alna melepas pelukannya. Jangan salah walaupun mereka berada dilantai dua, tetap saja mereka bisa mendengar bel berbunyi.

"Gue kebawah dulu!" pamit Gavi menatap Alna sebelum cowok itu pergi dari kamar Alna.

—tyhrgang—

Gavi membuka pintu rumahnya, mata cowok itu langsung menatap malas siapa yang datang. Pantas saja memencet bel rumah dengan tidak santai, ternyata yang datang orangnya tidak ramah, dan tidak penyabar modelan Kenzo, Rifan, Rafin, dan Lingga.

"Ngapain lo kesini?" tanya Gavi ngegas.

Kenzo menyengir seperti orang gila sambil menghampiri ketuanya itu. "Hallo pak negara, kita disini mau jenguk ibu negara nih! Dia ada didalem, 'kan?"

"Ibu negara?" ketua Tyhrgang itu tampak kebingungan.

"Alna maksud gue!" sahut Kenzo.

"Masuk gess! Anggap aja rumah kita semua!" sambung Kenzo memimpin ketiga temannya agar ikut masuk.

Gavi yang ditinggalkan diambang pintu, langsung berlari sambil memaki mereka berempat.

"Gila! Rumah gue! Bukan rumah kita anjjing lo, Ken!" maki Gavi dengan tak santai.

"Kamar Alna yang mana, Gav?" tanya Lingga membuka suara.

"Sebelah gue!" jawab Gavi, membuat mereka berempat siap untuk menuju lantai dua.

"Ehh stop!" perintah Gavi, membuat mereka kembali menoleh kearah ketuanya.

"Kenapa lagi sih, bos?!" pekik Rifan, dan juga Rafin barengan.

Gavi sedikit curiga dengan apa isi paper bag yang dibawa oleh mereka berempat. Apalagi paper bag milik si kembar yang ukurannya sangatlah besar daripada yang lain.

Gavi menyuruh mereka berempat duduk di sofa ruang tamu. "Taruh bawaan lo pada diatas meja!"

"Kenapa sih bos?" tanya Rifan kesal.

"Tau tuh kita, 'kan mau ketemu bu negara." sambung Rafin.

Kenzo, Rifan, Rafin, dan Lingga meletakkan paper bag masing-masing diatas meja bundar didepannya. Mereka bingung dengan kelakuan Gavi saat ini.

Gavi mengecek isi paper bag mereka masing-masing, mulai dari Kenzo cowok itu membawa coklat dan juga cemilan yang cukup banyak kemudian, paper bag Lingga yang isinya buah-buahan dan juga sari roti. Nah, sekarang giliran paper bag si kembar yang sangat-sangat membuat Gavi curiga.

Gavi membelalakkan matanya saat melihat isi paper bag Rafin dan juga Rifan.

"ANJIR UDAH GILA LO BERDUA?!?"

—tbc—

Hallo!!

Kemarin Lala udah bilang bakalan up sekarang kan? Lala udah up yau, jangan nagih² mulu. Lala berasa punya utang banyak sama kalian😭

Tolong dimaklumi gess, yang udah liat story ig Lala pasti tau ya.

Maaf sekali lagi, buat hal itu tapi mau gimana lagi.

Hari selasa kemarin bener-bener bikin Lala bingung sama apa yang Lala rasain. Lala nangis cuma gara-gara seseorang dan anehnya, besoknya pas ketemu disekolah Lala ga bisa ga senyum kalo dia lagi bercanda sama Lala.  Tumben banget sampe nangis gara-gara seseorang huhh..

Udahlah, mari sadar diri!!

See you and papayy!!!

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 107K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
294K 13.3K 43
Hubungan masa lalunya yang mengalami kegagalan, membuat Kayana menutup hatinya untuk orang-orang yang menyukainya. Bahkan Kayana bertekad untuk tidak...
7M 48K 60
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
252K 18.9K 43
Nara, seorang gadis biasa yang begitu menyukai novel. Namun, setelah kelelahan akibat sakit yang dideritanya, Nara terbangun sebagai Daisy dalam dun...