DERMAGA// (SUDAH TERBIT!)

By suroyyanurlaily

4.4K 150 10

𝘾𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖 𝙞𝙣𝙞 𝙨𝙪𝙙𝙖𝙝 𝙩𝙚𝙧𝙗𝙞𝙩 𝙙𝙞 𝙏𝙚𝙤𝙧𝙞 𝙠𝙖𝙩𝙖 𝙥𝙪𝙗𝙡𝙞𝙨𝙝𝙞𝙣𝙜!! 𝙈𝙚𝙣𝙜𝙖𝙥𝙖 �... More

PROLOG//
{1}. Awal Cerita//
{2}. Pertemuan Mereka//
{4}. Awal Kisah Sang Bumantara & Shandya//
{5}.Apa definisi rumah bagi Bumantara & Sandhya? //
{6}. Kebersamaan//
{8}. Tentang Indiya latita//
{9}. Hari Ini Hujan Turun//
{10}. Di Dunia Ini Masih Banyak Orang Baik//
{12}. Hei! you, aku merindukanmu//
{13}. Bulannya Indah Kayak Kamu//
{15}. Kenyataan//
{17}. Sekuat Sesakit //
{18}. RUMAH//
{19}. Terpikat Senyuman mu//
{20}. The Gang Wacana Forever//
{21}. Psikolog//
{22}. Semesta bercerita//
{24}. THE JAM9T🥵
{25}. Karena Kita Sahabat//
{27}. 9-1=? //
{30}. Jangan Dulu TUHAN! //
{31}. Manusia Berisik//
{32}. Monokrom//
{33}. Indah Ada Waktunya//
{34}. Sakit lagi.
{35}. Bulan Pada Malam Itu//
EPILOG//
DERMAGA// LOLOS TERBIT!!?
OPEN PRE ORDER!

{16}. It's Oky//

61 3 0
By suroyyanurlaily

HAPPY READING📖

Tandai typo!!!!

--Dermaga//--

Pemuda itu merintih kesakitan ketika merasakan sakit yang sangat amat perih di perutnya, di tambah lagi dengan pukulan dari paruh baya yang tak ada henti-hentinya.

" Pah.. Udah. S-sakit AKH! " Perutnya di tendang. Candra terkapar lemah dengan darah yang berceceran, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah yang tak terbilang sedikit.

Bagai samsak, bastian tak henti-hentinya memukul sekujur tubuh putranya tanpa pikir panjang. Tak sama sekali merasa iba melihat keadaan sang putra, ia terus memukul, menendang tubuh yang sudah sangat lemah olehnya.

Di masih setengah kesadarannya, candra memegang pinggangnya yang terasa sangat sakit, penyakitnya kambuh lagi. " Pah.. P-perut aku sakit. T-tolong. " Bastian menghentikan pergerakannya lalu menatap anaknya yang sudah terkapar lemah.

" Apa? " Tanyanya sedikit ketus.

" Catra.. Pah. " Candra sangat berharap papahnya memanggilkan catra untuknya sebelum kesadaran candra sepenuhnya hilang.

Bastian merasa sedikit iba, ini adalah pertama kalinya ia merasakan kasihan kepada putranya. Tian pergi dari gudang meninggalkan candra yang sudah sangat lemas dan tak berdaya oleh pukulan serta sakit yang menderu di perutnya.

Uhukk uhukk

Candra batuk mengeluarkan cairan pekat berwarna darah, tenggorokannya sangat perih ketika ia ingin batuk untuk ketiga kalinya darah kembali muncul dari mulut nya. " P-perih.. Sssh, "

Tak kuat menahan sakit yang sangat menderu, matanya tertutup berniat mengistirahatkan badannya, darah terus-menerus keluar dari hidungnya bahkan meluber ke lantai saking banyak darah yang keluar.

" Candra!! " Seru seseorang yang baru saja masuk untuk melihat kembarannya. Catra mendekati tubuh candra yang terkapar tak sadarkan diri, pemuda itu menggerakkan bahu candra untuk mengecek apakah saudaranya itu masih sadar apa tidak.

Tak ada pilihan lagi, catra pergi dari gudang meminta tolong kepada papahnya untuk membawa candra ke rumah sakit.

" Kamu saja yang bawa, atau biarin dia di sana. " Entah berapa kali bastian menolak permintaan putra kesayangan nya.

Catra mengepalkan tangannya dengan telinga dan hidungnya memerah, entah pemuda itu ingin menangis atau marah. " Pah! Papah jangan egois jadi orang, di sini bukan papah doang yang merasa kehilangan mamah! Aku juga, apalagi candra yang setiap hari papah salah 'in atas meninggalnya mamah. Aku mohon pah, malam ini aja, tolong aku tolong candra. " Pinta catra sembari menarik pelan tangan papahnya.

Bastian mengomel selama tangannya di tarik oleh catra. " Ngerepotin banget sih tu anak. " Meskipun ia menurut dan kini sampailah mereka di gudang. Paruh baya itu mengangkat tubuh candra di bantu oleh catra dan membawanya ke mobil untuk pergi ke rumah sakit.

-

-

-

Catra dan papahnya menunggu di dekat pintu UGD untuk menunggu konfirmasi dari dokter yang masih memeriksa keadaan candra.

Catra menggigit kukunya khawatir, sedangkan bastian ia hanya memainkan handphone nya tak merasa khawatir sama sekali.

" Loh, catra? " Catra mendongak mencari suara yang memanggilnya. Catra menyapa ketika melihat gadis yang ia kenal.

" Lilya, ngapain di sini? " Tanya catra. Gadis itu adalah lilya.

" Habis nge-jenguk rain. Kalau lo? " Lilya sudah dari sore di rumah sakit karena harus menjaga kakak sepupunya yang tidak ada menjaganya, siapa lagi kalau bukan rain. Pemuda itu habis kecelakaan motor dan langsung di larikan ke rumah sakit. Dasar lakik.

Catra mendesah pelan. " Candra di pukul lagi sampai tepar oleh manusia yang nggak punya hati. " Pemuda itu melirik sedikit kepada papahnya yang sama sekali tak terusik.

" A-apa? Lo bilang apa? Lagi?! " Catra menggerakkan bola matanya ke samping untuk mengkode perempuan itu. Lilya memandang apa yang di tunjukkan oleh catra lalu seketika menutup mulutnya.

" H-halo om. " Sapanya dengan senyuman kecil. Bastian tak membalas dengan senyuman sapaan lilya. Paruh baya itu, bangun dari duduknya dan berkata akan segera pergi dari rumah sakit ini padahal dokter belum keluar menyampaikan informasi tentang keadaan anaknya.

" Udah selesai kan? Papah pulang dulu. " Belum sempat catra mengucapkan sepatah kata bastian justru melangkah kan kakinya pergi dari sana.

Setelah kepergian bastian dari rumah sakit, catra dan lilya serempak mendesah khawatir.

" Gw belum bisa jadi kakak yang baik buat candra, mamah pasti kecewa banget sama gw. " Lilya menepuk pelan kepala pemuda itu berniat menguatkan catra. Suara pintu terbuka membuka keduanya langsung menoleh dan mendekatkan diri ketika melihat seorang dokter keluar.

" Saudara saya baik- baik saja kan? " Tanya catra.

" Pasien hampir henti nafas karena penyakit yang pasien alami, dan harus mendapatkan perawatan yang intensif  " Jelas dokter, lilya mengerutkan keningnya tak mengerti.

" Tapi, sahabat saya Baik-Baik saja kan dok? " Tanya lilya.

" Cukup di bilang Baik-Baik saja, jika penyakit pasien kambuh panggil saya, ya. " Keduanya mengangguk mengerti.

" Oiya dok, kita boleh masuk? "

" Cuma satu orang aja ya. " Setelah itu, dokter itu pergi, meninggalkan catra dan lilya. Lilya menyuruh catra untuk terlebih dahulu untuk masuk, biar ia menunggu di luar.

Catra masuk ke dalam, dan langsung melihat keadaan adiknya. Nonrebreathing oxygen face mask terpasang menutupi hidung, mulut dan sebagian wajahnya oleh benda transparan itu, berguna untuk membantu menyalurkan gas pernafasan oksigen dari tabung oksigen ke paru-paru.

Candra yang sudah sadar, melihat siapa yang masuk dengan lirikan matanya, badannya sungguh tak bisa di gerakan saking sakitnya.

" Catra... " Panggil nya lirih, dengan cepat catra menghampiri candra lalu menggenggam tangan yang terdapat selang infus di sana, entah berapa banyak infusan yang terpasang di tangan kanan candra. Tetapi, hanya dan cuma satu yang catra ketahui karena ia pernah melihat itu di google yaitu Comafusin Hepar infus infusan untuk pasien pengidap penyakit hati.

" Sakit.. Cat, " Catra tak terlalu jelas mendengar perkataan candra karena terhalang oleh masker oksigen yang pemuda itu pakai tetapi karena pergerakan mulut adiknya, catra mengerti apa yang di katakan oleh candra.

" Sini? " Pemuda itu mengangguk pelan ketika catra mengusap perut bagian kanannya.

" Lo udah tau? " Catra harap pemuda itu tidak tau apa yang di alami nya.

" Tau. " Catra hanya diam ketika candra mengetahui itu.

" Maaf, karena nggak ngasih tau lo. Gw gak tau harus kasih tau lo dari mana soalnya. " Candra mengangguk mengerti.

" Oiya, di luar ada lilya, gw keluar dulu ya. Biar lilya yang jagain lo sebentar, gw pesanin lo kamar inap dulu. " Candra hanya mengangguk pelan sebelum catra pergi dari sana.

Ceklek

Lilya mendongak ketika mendapatkan catra yang sudah berdiri di sampingnya. " Udah? Gw boleh masuk? "

" Masuk aja. Gw mau pesanin candra rawat inap dulu. " Sebelum pemuda itu pergi dari sana, lilya bertanya kepada catra tak mengerti yang di katakan oleh dokter tadi.

" Candra sakit? " Entah kata apa yang tepat untuk mengatakan ini, makanya lilya justru memilih kalimat ini untuk bertanya kepada catra.

" Gak pa-pa kok, tenang aja. "

***

" Lo mau makan apa? " Tanya lilya kepada candra. Pemuda itu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.

" Lo pulang aja. " Suruh pemuda itu. Karena perempuan itu sehabis pulang sekolah ia langsung ke rumah sakit, sampai sore menjenguk nya.

Lilya juga masih memakai seragam sekolahnya. " Nanti, nunggu catra balik. " Catra, Laki-laki itu pergi entah kemana meninggalkan mereka berdua.

Candra memandang luar jendela, entah kenapa badannya tak bisa ia gerakkan, sangat sakit. Melihat dirinya di kaca, ah wajahnya babak belur dan bengkak, ia tak ganteng hari ini.

" Gw gendut ya sekarang? " Tanyanya tanpa menoleh ke lilya.

Lilya juga memperhatikan setiap inci wajah candra, pipi pemuda itu semakin berisi. " Pipi lo makin berisi, gw suka. " Dan itu adalah kenyataan. Lilya mengarahkan jari telunjuk nya ke pipi candra dan menekan-nekan nya.

" Hm. "

" Candra hadap sini deh. " Suruh lilya, candra menurut menggerakkan kepalanya agar menghadap lilya.

Gadis itu mengusap rahang, sudut bibir, pipi, kening, dan sudut mata candra yang terdapat tanda biru keunguan di sana, mengusap nya dengan hati-hati. " Sakit nggak? "

" Sakit kalau lo teken. " Lilya nyengir dan berhenti mengelus lebam-lebam itu.

" Kenapa nggak ngelawan sih? "

" Justru kalau gw ngelawan, dia bakal buat lebih dari ini. "

" Gitu ya? Tapi, kasihan badan lo kesakitan mulu. " Candra membawa tangannya menepuk-nepuk kepala gadis itu lalu tersenyum kecil.

" Tenang, gw Baik-Baik aja kok. "

Entah kenapa lilya menjatuhkan air matanya, ia tidak lebay hanya terharu. Menutup wajahnya yang sudah banjir dengan derai air matanya.

" Kok lo nangis sih anjir? " Lilya justru mengeraskan tangisannya. Dadanya sesak, bahu itu bergetar berusaha menahan air mata yang keluar.

" Sorry, entah kenapa gw pengen nangis aja. " Tangan candra menepuk punggung tangan lilya pelan.

" Nangis aja. "

" Gak, udah badmood. " Lilya menghapus jejak air matanya lalu menidurkan kepalanya di pinggiran ranjang candra.

Candra memandang langit-langit kamar rawat inapnya, sebelum merasakan perih lagi di perutnya.

Shh,

Darah keluar lagi dari hidungnya. Kenapa hidupnya seperti ini? Kedua tangannya meremas pinggangnya.

" Akh! L-lilya.. Sakit, Ssh. " Lilya mendongak menatap candra yang terlihat jauh darii kata baik, darah dari hidungnya berceceran keluar mengenai bantal yang ia tiduri.

Dengan cepat, lilya menekan tombol emergency yang berada di dinding itu dia lalu beralih menatap candra yang terlihat sangat kesakitan. " Candra, cand, jangan tutup mata lo, lihat gw! " Mata itu hampir menutup membuat lilya berseru seperti itu.

" S-sakit. " Dokter pun datang dan segera memeriksa candra, seorang suster menyuruh lilya untuk menunggu di luar dan gadis itu menurut.

" Lilya?! Candra kenapa? " Tanya catra sembari ngos-ngosan memegang lututnya menetralkan nafasnya.

" Kenapa candra sering ngeluh sakit di perutnya terus mimisan, cat? Dia nggak nutupin sesuatu kan? " Catra mengangkat bahunya polos.

" Mending sekarang lo pulang, ini udah sore nanti lo di cari sama orang tua lo. " Suruh catra, lilya menggeleng keras menolak suruhan tersebut.

" Nggak, "

" Pulang lya, " Suruh catra.

" Apasih, gw nggak mau pulang! "

" Pulang lilya! " Catra tak sengaja menaikkan nadanya membuat lilya terkejut, ini adalah pertama kalinya ia mendengar catra marah dan membentak dirinya.

Lilya menekuk alisnya, dan pergi dari dana meninggalkan catra yang diam.

Melihat lilya yang pergi, catra merasa sangat bersalah, ini adalah pertama kalinya ia membentak perempuan. Tapi, disisi lain, ia ingin menyuruh lilya untuk pulang karena tak ingin gadis itu mengetahui apa yang terjadi dan menyuruh gadis itu untuk pulang istirahat.

Catra mengacak-acak rambutnya merasa sangat bersalah. Suara pintu terbuka membuat ia langsung memfokuskan satu objek yang akan keluar.

" Bagaimana keadaan saudara saya dok? "

" Pasien masih belum sadar, mungkin sadarnya beberapa jam nanti. "

" Saya sarankan pasien tidak terlalu kelelahan, dan jangan lupa suruh saudaranya untuk minum obat yang sudah saya berikan, ya. " Catra mengangguk paham.

Setelah kepergian dokter tadi, pemuda itu masuk ke dalam ruang rawat inap kembarannya.

" Uang tabungan gw udah habis lagi, buat bayar spp dengan buku gw sama candra nanti pake apa? " Monolog catra mengingat uang tabungan yang selalu ia jaga dan simpan sejak beberapa tahun lalu habis oleh bayar perawatan candra di rumah sakit.

Kalau di tanya di mana catra mendapatkan uang untuk di tabung? Jawabannya mudah. Ia bisa meminta uang lebih ke papahnya kemudian di bagi dua, satunya di masukkan di celengan dan satunya ia pakai. Niatnya, tabungan itu untuk bayar SPP dan segala kebutuhan candra, karena mana pernah papahnya itu memberikan candra uang, sekedar uang belanja aja pemuda itu meminta ke catra.

Hufft..

Dulu, pernah sekali ia melihat adiknya membantu mba asila untuk berdagang, dan di kasih upah sepuluh ribu. Candra membantu mba asila setiap hari dan setiap pulang sekolah sampai sore, dan setiap di beri upah ia akan menabungnya. Satu tahun uang itu terkumpul dan candra memantapkan besoknya ia akan membayar buku di sekolah.

Tapi siapa sangka, papahnya itu malah mengambil uang candra yang telah pemuda itu kumpulkan dari satu tahun lalu dengan cara berkerja di ambil semudah itu oleh papahnya.

" Pah, itu uang aku, aku mau bayar buku hari ini. " Candra yang masih berusia 14 tahun berusaha mengambil uangnya yang berada di tangan bastian.

" Cih, sok ngaku-ngaku. Kamu pasti ngambil uang papah terus ngaku punya kamu. Dasar! " Jari telunjuk panjang berurat itu mendorong kepala candra kebelakang. Candra berusaha menahan tangisannya.

" Jangan pah. Kalau papah ambil, aku bayar buku pake apa? "

" Serah kamu. " Bastian mengantongi lima uang berwarna merah dan segera membawanya pergi. Candra berteriak memanggil papahnya, remaja itu tak bisa menahan tangisannya, menangis diam-diam di kamarnya sebelum berangkat ke sekolah bersama kakaknya.

Dan ketika bersama catra, ia akan berpura-pura Baik-Baik saja, tertawa dan jahil seperti biasa.

Catra juga dari dulu mengetahui apa yang di alami oleh adiknya dari itu ia diam-diam mempunyai ide untuk meminta uang seratus ribu dan ia pecah menjadi dua. Lima puluh ribu untuk nya dan sisanya ia tabung. Itupun, uang yang lima puluh ribu untuknya ia pecah lagi menjadi dua kemudian di berikan kepada candra untuk belanja sampai satu minggu kalau cowok itu bisa.

Terkadang ia pernah berpikir kenapa Tuhan memberikan peran seperti ini kepdanya dan candra. Jika saja catra adalah penulis dari cerita nya, yakin ia akan membuat naskah yang paling bahagia dengan candra. Tetapi, ia hanyalah tokoh di cerita yang singkat ini. Kalaupun itu, jadikan ia salah satu tokoh protagonis yang selalu di sisi adiknya.

--Dermaga//--

Seandainya jika, aku adalah penulis dari naskah cerita ini, akan ku buat cerita ini begitu bahagia.
~Catra abyasa A.

Hai kembali lagi dengan suroyyanurlaily, bagaimana dengan cerita ini?

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 157K 51
(SADNESS STORY⚠️) SUDAH TERBIT Ini tentang seseorang sang pengagum hujan, si penikmat tangisan sang semesta yang terlihat tegar namun rapuh didalam. ...
5.7M 637K 44
Ini tentang Kinanti dengan penyakit mematikan yang dideritanya dan bagaimana adiknya, Kinara selalu dijadikan kambing hitam jika ia kambuh oleh orang...
37.4K 3K 41
Dia tersenyum untuk menutupi duka, tertawa untuk menutupi luka dan pura-pura terlihat bahagia di depan semua orang. Ini kisah dia Laut yang memiliki...
Jenaka By Zsabella

Teen Fiction

14.9K 1.4K 34
JUDUL PERTAMA DALAM SERI JENAKA Jenaka (completed) ------------------------------------------------------------ "Makasih ya, Jena." "Makasih apa? Ka...