MANTAN || SUNA RINTAROU X REA...

Galing kay coretanpeach

747 106 30

Berpisah karena keadaan memanglah menyakitkan. Namun bagi (Name) itulah satu-satunya cara, satu-satunya jalan... Higit pa

01🫧
02🫧
04🫧
05🫧
06🫧

03🫧

111 16 8
Galing kay coretanpeach

Sorry for typo☹️

Happy Reading!

🫧🫧🫧

Seperti biasa, pagi-pagi (Name) sudah berangkat ke sekolah walaupun ia tidak ada jadwal mengajar pagi. Biasanya ia gunakan waktu tersebut untuk memeriksa catatan siswa atau hanya sekedar datang daripada bermalas-malasan di rumah.

Saat hendak keluar dari ruang guru dan bertujuan menuju ruang kelas 2-3 untuk mengembalikan buku catatan mereka, ia bertemu dengan Akaashi yang hendak menuju ke ruangannya.

"Selamat pagi, Pak direktur." sapanya dengan senyum lebar saat mata mereka bertemu.

Akaashi ikut tersenyum dan mengangguk, "Selamat pagi, (Name). Mau kemana? "

"Nganterin buku catatan siswa pak."

"Rajin banget."

(Name) menyengir, "Saya gak ada jadwal pak, jadi daripada duduk-duduk aja di ruang guru, mending saya nganterin ini sekalian jalan-jalan hehe..." jelasnya.

"Oh iya, pulang sekolah nanti ke tempat biasa ya. Ada yang mau gue omongin."

Bola mata (Name) langsung berbinar-binar, apakah Akaashi akan mentraktirnya lagi?

"Serius, Pak?! Siapp! Pulang nanti auto gas tempat biasa. Asik makan gratis! "

Akaashi tertawa pelan, temannya satu ini sama sekali tidak berubah.

"Sampai jumpa, (Name). Gue ke ruangan dulu."

"Oke, Pak! Siap! Hati-hati, jangan sampai nabrak nyamuk yaa! " ucap (Name) seraya melambai-lambai kan sebelah tangannya.

Akaashi masih tersenyum dan menggeleng pelan, tangannya terangkat untuk membalas lambaian tangan (Name) lalu kembali berjalan menuju ruangannya.  (Name) juga ikut beranjak menuju kelas 2-3. Setelah mengantar ia kembali ke ruang guru guna menunggu waktu mengajarnya jam 10 nanti.

Ruang guru cukup sepi, hanya ada dirinya dan dua orang guru yang juga tidak ada jadwal mengajar pagi. Sembari menunggu, (Name) memilih untuk melihat absen anak-anak.

Ting!

Mendengar suara dentingan yang berasal dari ponselnya, (Name) meraih benda pipih yang tergeletak di atas meja nya itu.

Bola matanya melebar mendapati sebuah dirrect message yang muncul di layar lockscreen nya. Ia melipat bibirnya, ragu membuka DM sebab melihat username yang muncul.

"Buka enggak, buka enggak, buka enggak? " tutur (Name) seraya menggigit ujung jarinya.

"Ada apa, Bu (Name)? "

(Name) tersentak kaget, ia menyengir pada Pak Areki yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Enggak, Pak, heheh... bukan masalah serius. Bapak kenapa kembali?"

"Saya lupa bawa buku absensi, duluan ya, Bu." ucap Pak Areki seraya mengangkat buku absensi di tangan kirinya.

"Oh iya, Pak."

Pak Areki pun beranjak dan keluar dari ruang guru.

(Name) menarik napas panjang lalu meyakinkan diri bahwa ia bisa melalui ini. Tangan kanannya pun kembali meraih benda pipih itu dan membuka aplikasi instadeka nya. Menekan icon pesan dan menatap lama pesan paling atas yang terdapat simbol biru. Ada tiga pesan yang dikirimkan oleh username itu.

Kembali menarik napas panjang, ia memegang dadanya yang tiba-tiba merasa deg-degan panas dingin. Padahal hanya menerima DM dari mantan bisa sampai begini. Ia pun menekan pesan baru tersebut lalu menutup matanya, ia berhasil menekannya sehingga layar ponselnya kini menampilkan room dm nya di sang mantan.

Pelan-pelan (Name) membuka kedua matanya, ia kembali menarik napas panjang dan membuangnya secara perlahan.


Ah, (Name) lupa. Ternyata setelah putus ia langsung memblokir nomor Suna dan meng-unfollow instadeka cowok itu. Sebenarnya bisa saja ia memblokir akun instadeka Suna juga, hanya saja ia pikir terlalu berlebihan. Menurutnya terlalu terlihat takut gagal move on jika harus memblokir semua akun Suna. Yaa walaupun itu hanya pemikirannya saja.


Kening (Name) mengernyit, lagi? Kenapa harus ada kata lagi? Seolah-olah Suna mengetahui bahwa ia sering bertemu dengan Akaashi.

(Name) menggaruk keningnya yang kebetulan gatal seraya memejamkan mata. Apalagi yang mau Suna bicarakan padanya? Bukankah mereka sudah lama berakhir? Apa cowok itu mau buat dirinya semakin gagal move on?

Ia yakin Suna tahu bahwa dirinya gagal move on, apakah karena itu sehingga Suna jadi semena-mena padanya? Berlagak seolah tidak terjadi apa-apa.

Mengingat itu membuat (Name) menjadi benci dengan dirinya sendiri. Padahal sudah mau tiga tahun, tetap saja ia belum bisa ikhlas sepenuhnya. Walaupun sering bertengkar, dan masalah mereka putus karena Suna selingkuh, tetap saja ia belum bisa melupakan cowok itu. Jejak indah Suna lebih banyak daripada jejak buruknya, makanya (Name) jadi susah lupa.

(Name) kembali menghela napas. Kenapa harus secara langsung sih? (Name) sudah membangun tembok yang sangat tinggi. Jangan sampai bertemu langsung dengan Suna membuat tembok tersebut retak hingga rubuh. (Name) capek jika harus membangun tembok lagi.

(Name) berdecak, Suna benar-benar keras kepala. Jika sudah begini (Name) tidak punya pilihan lain. Jika menolak, takutnya Suna akan terus menerornya.

(Name) memandang jadwal mengajarnya yang ia tempelkan di dinding pembatas. Besok jadwalnya kosong, melihat jam yang sebentar lagi pukul 10, (Name) pun mengiyakan permintaan Suna lalu beranjak dari ruangan pergi ke lapangan.

🫧🫧🫧

Sesuai perjanjian, setelah bel pulang berbunyi, (Name) segera pamit pulang kepada guru-guru yang ada di ruang guru. Ia mengirimkan pesan pada Akaashi bahwa ia sudah otw ke resto tempat mereka bertemu sebelumnya. Akaashi berkata ia juga akan otw sebentar lagi.

(Name) pun lebih dulu berangkat ke restoran, memesan dessert sembari menunggu kedatangan Akaashi.

"Akaashi! " seru nya saat Akaashi memunculkan diri di pintu resto, laki-laki itu sontak menoleh dan tersenyum tipis lalu menghampirinya.

"Udah lama? "

(Name) menggeleng dan membalas senyuman Akaashi, "Baru aja. Duduk-duduk."

Akaashi pun mendudukkan diri di depan (Name).

"Kita pesen aja dulu, sambil nunggu ada yang mau gue sampein." kata Akaashi.

"Oh iya-iya."

Akaashi pun memanggil salah satu pelayan dan memesan, begitu pelayan tersebut pamit untuk menyiapkan pesanan mereka. Akaashi langsung memberikan beberapa lembar kertas berkas kepada (Name) sehingga mengundang kerutan di dahi (Name).

"Apa ini? " tanya (Name).

Akaashi tersenyum, "Itu info loker yang gue dapat dari Bokuto, dibutuhkan ahli medis yang bersedia bekerja di tim volly putra manapun. Kalo lo lulus, pihak dari sananya yang nentuin lo kerja di tim mana." jelas nya kemudian.

Mendengar penjelasan Akaashi, (Name) membaca baik-baik berkas tersebut. Bahkan Akaashi sudah menyiapkan formulir pendaftaran untuknya dan itu membuat matanya berkaca-kaca pada Akaashi.

"Tapi gue lulusan ilmu keolahragaan, bukan kedokteran."

"Syaratnya gak harus lulusan kedokteran kok. Selama lo kuliah gak mungkin lo gak belajar tentang medis juga, terutama pelajaran tentang cara mengatasi cedera dan lain sebagainya juga ilmu gizi olahraga. Di dunia olahraga sangat membutuhkan itu."

(Name) kembali membaca berkas yang diberikan oleh Akaashi. Persyaratannya juga tidak susah, apa ia ikut saja ya? Siapa tau lulus kan?

"Gajinya juga lumayan kok, lebih banyak dari gaji lo di sekolah. Gue rasa itu udah bisa bantu lo buat ngumpulin biaya untuk lo masuk semester baru nanti." lanjut Akaashi.

(Name) kembali memandang Akaashi ragu, "Tapi... pasti banyak deh anak kedokteran yang daftar juga. Kalo gue gak lolos gimana? "

Akaashi tersenyum sembari menghela napas pelan, "Gak ada salahnya lo coba, kalaupun lo gak lolos berarti belum rejeki lo. Pasti ada kerjaan lain kok. Tapi kan sekarang ada peluang, lo gak rugi juga kalo nyoba."

"Iya sih." balas (Name) sembari berpikir kembali.

Benar juga apa kata Akaashi. Tidak ada salahnya ia mencoba, apalagi pendaftarannya tidak di pungut biaya dan persyaratannya juga tidak banyak.

Oke, (Name) akan coba. Semoga saja ia lulus.

"Oke, gue bakalan coba. Thanks ya, lo udah bantu gue."

"Bukan masalah, sudah sewajarnya teman saling membantu."

(Name) terkekeh mendengar penuturan Akaashi, "Lo juga kalo butuh bantuan kasih tau gue aja, siapa tau gue bisa bantu. Minta cariin jodoh misalnya."

Akaashi tertawa pelan, "Lo dulu baru gue."

"Ah elo, gue mah masih lama, kelar S2 dulu."

"Nunggu lo aja kalo gitu."

"Yaaa! Akaashi! Hati gue tuh kayak jelly, mudah meleyot! Lo jangan kek gitu, kalo gue baper gimana?! Mau tanggung jawab lo??"

"Hahaha maaf-maaf."

"Males gue ah, kirain--"

"Permisi, pesanan anda. "

"Udah jangan badmood, mending makan. Terima kasih, mbak."

"Curang, kalo kek gini mah gue gak bisa ngambek."

🫧🫧🫧


(Name) memandang restoran milik Osamu dari dalam mobilnya, ia sama sekali belum keluar padahal sudah hampir 20 menit memarkirkan mobilnya di lahan khusus parkir mobil.

Ia memandang jam yang ada di pojok atas layar handphone nya, hari menunjukkan pukul 16.05. Sepulang dari sekolah ia langsung pulang ke rumah untuk berganti pakaian lalu kembali pergi ke restoran Osamu.

Jarinya beralih membuka aplikasi instadeka saat notifikasi pesan masuk dari Suna muncul di atas layar handphonenya.

Suna Rintarou
rin_suna0125

Dmn? Gue udh di restonya Samu

Bentar

Lantai dua

Hm

(Name) menarik napas panjang dan membuangnya secara perlahan. Matanya kembali memandang gedung resto milik Osamu kemudian memperhatikan penampilannya dari cermin mobil. Kemudian (Name) pun keluar dari mobilnya setelah memastikan tidak ada yang ia lupa. Mengunci mobilnya lalu beranjak memasuki resto Osamu.

Tiba-tiba (Name) merasa gugup dan tidak percaya diri. Padahal penampilannya hari ini biasa-biasa saja, dan ia rasa juga tidak seharusnya merasa khawatir hanya karena bertemu Suna.

"(Name)."

"Eh, Sam." (Name) tersenyum sembari menaikkan sedikit topinya yang tadi sengaja ia menghalangi penglihatannya.

Osamu yang melihat kehadiran (Name) pun menghampiri cewek itu, "Mau ketemu Suna? Dia di lantai 2."

"Oke thanks." sahut (Name) seraya mengangguk.

"Jangan lari lagi, (Name). Tapi kalo emang udah gak bisa, jangan lo paksa."

Kata-kata yang terucap dari mulut Osamu itu dapat membuat mulut (Name) bungkam tak tahu harus membalas apa. Tentu ia tahu bahwa Osamu dan kembarannya Atsumu selalu berusaha untuk mempertemukan dirinya dan Suna. Entah apa maksud dari keduanya, (Name) tidak mengerti. Yang ia tahu, dirinya dan Suna sudah tidak ada keperluan lagi untuk membahas mengenai mereka berdua, mereka berdua sudah selesai. Namun tingkah Osamu dan Atsumu yang selalu berusaha mempertemukan mereka berdua, membuat (Name) merasa bahwa ada sesuatu yang belum ia ketahui.

Oleh karena itu, setelah berpikir panjang, (Name) pun mengiyakan pertemuan hari ini. Ia juga ingin melepaskan Suna dengn ikhlas, mungkin dirinya belum bisa move on sampai pada saat ini karena dirinya memang belum ikhlas.

"Iya, gue ke atas dulu kalo gitu." ucap (Name) dibalas anggukan oleh Osamu.

(Name) pun melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju lantai dua, ia mengedarkan pandangannya dan berhenti pada satu titik di sebuah meja yang terdapat di pojok ruangan berkaca itu. Kakinya pun kembali melangkah menghampiri meja tersebut dan duduk tanpa mengeluarkan suara.

Namun walaupun tanpa bersuara, Suna tetap menyadari kehadirannya padahal (Name) lihat-lihat cowok itu seperti sedang melamun.

"Oh, udah datang? " tanya Suna mungkin sekedar basa-basi.

(Name) menjawabnya dengan anggukkan kepala.

"Pesanan lo berdua."

Suara Osamu mengalihkan pandangan (Name), saking effortnya Osamu mengantarkan sendiri pesanan mereka. Melihat apa yang dibawakan oleh Osamu membuat (Name) terdiam, kembali merasa dejavu.

Ice cream tiga rasa yang di tambahkan buah pisang, cream serta beberapa buah dan juga wafer sebagai hiasannya membuat pikirannya kembali ke tiga tahun yang lalu. Ice cream yang wajib ia pesan ketika hangout bersama Suna di restoran Osamu. Bahkan saat adanya ice cream ini di restoran Osamu, dialah pelanggan pertamanya.

Ah, mata (Name) mulai memanas. Tolong jangan buat dia menangis karena dejavu disini.

"Makasih, Sam." tutur Suna dibalas deheman oleh Osamu.

(Name) memandang Osamu, apakah Suna sudah memesan duluan dan menyuruh Osamu untuk mengantarnya ketika ia telah datang?

"Makasih, Samu." ucap (Name) kembali memandang ice cream di depannya.

"Iya, nikmati, gue kembali ke bawah dulu." pamit Osamu membuat keduanya menganggukkan kepala.

"Makan, (Name). Masih jadi kesukaan lo 'kan? "

Sh*t!

(Name) mengumpat dalam hati, Suna suka sekali berusaha merobohkan dinding besar yang sudah ia bangun.

"Ck, to the point deh! " tukas (Name) malas, ia jadi merasa kesal.

Melihat wajah tidak enak yang ditunjukkan (Name) membuat Suna juga merasa tidak enak. Apakah (Name) sebenci itu padanya?

"Maaf." ucap Suna tiba-tiba membuat (Name) mengepalkan tangannya yang ada di atas pahanya, "Gue ngajak lo ketemu bukan mau ngebela diri. Gue juga bukan mau memperbaiki semua yang udah gue hancurin, (Name)."

(Name) menatap mata Suna, entah kenapa suara cowok itu seolah magnet yang menarik dirinya.

"Tapi gue enggak munafik, gue memang masih berharap bisa sama lo. Gue berharap setelah pertemuan kita hari ini, lo bisa ngasih gue kesempatan." lanjutnya, "Gue gak minta kok, tapi gue cuman berharap aja."

(Name) membeku melihat senyum tipis yang muncul di wajah Suna, yang sudah lama tidak ia lihat.

"Gue minta maaf udah nyakitin lo waktu itu, tapi semoga lo mau dengerin gue dari awal."

"Hm." tanpa sadar (Name) membalasnya dengan senyuman.

Suna mengembangkan senyumnya, cowok itu menatap es cream miliknya yang mulai mencair.

"Gue suka lo dari kita masih SMP, tapi gue masih belum tahu waktu itu. Semakin hari, gue ngerasa lo punya magnet tersendiri bagi gue. Kalo ada lo mata gue pengennya tertuju mulu ke lo." ungkap Suna sembari terkekeh kecil, merasa lucu dengan dirinya yang mulai flashback.

(Name) sampai dibuat tertegun dengan pengakuan cowok tersebut,  ia memang tahu kalau Suna memiliki perasaan padanya sejak lama, namun ia hanya mendengar dari mulut si kembar, bukan dari Suna langsung.

"Gue gak tahu cara mengekspresikan perasaan gue ke lo gimana, jadi dengan ngejahilin lo dan buat lo kesel jadi cara biar gue bisa berinteraksi dengan lo. "

"Hal itu gue lakuin sampai kita SMA. Jujur, awalnya gue pengen daftar di SMA yang lain, tapi tahu lo daftar di HARUDATE gue jadi ngikut Atsumu yang juga daftar disana karena ada Keisya. Tapi gue malah buat lo ngebenci gue, gue malah nyakitin hati lo dan buat lo tersinggung."

Suna kembali menatap wajah (Name) yang terdiam mendengar kata-katanya, senyumnya kembali mengembang.

"Gue minta maaf udah nyakitin hati lo selama itu." katanya masih membuat (Name) terdiam.

"(Name), gue tahu hanya kata-kata gak bisa ngeyakinin lo kalau sampai sekarang gue masih cinta sama lo. Gak ada yang berubah sedikit pun."

"Waktu itu...gue gak bilang lo sepenuhnya salah paham karena gue juga emang salah." ujar Suna membuat (Name) tahu kemana arah pembicaraan ini. Sekuat mungkin (Name) menahan air matanya agar tidak jatuh, sebab kejadian itu masin sangat membekas dan menyakitkan baginya.

"Malam dimana kita janjian itu, tepat saat tim voli putra dan putri dari perusahaan gue ngadain makan-makan buat menjalin kekeluargaan. Gue gak bisa gak ikut karena gue juga harus bergaul dengan anggota tim EJP, dan gue juga gak mungkin batalin janji gue ke lo karena gue takut bakalan buat lo kecewa. Gue yang ngajak, malah gue yang batalin. Gue gak mau lo marah."

"Cewek yang lo liat gue rangkul itu salah satu anggota tim voli putri, dia kebanyakan minum. Gue gak berdua dengan dia, kami berempat. Saat itu semuanya sudah pada balik, tersisa kami bertiga cowok dan satu cewek." Suna mulai bercerita sembari menatap (Name) was-was, ia bersyukur (Name) mau mendengarkan walaupun wajah gadis itu sudah berekspresi tidak bersahabat.

"Dua temen gue yang cowok lagi ngambil mobil di parkiran, gue gak bawa kendaraan waktu itu karena gue mau naik bus bareng lo pulangnya. Cewek itu searah dengan salah satu temen gue, jadi gue yang bantu rangkul selagi dia ngambil mobilnya karena cewek itu mabuk berat."

"Gue seneng banget pas liat lo datang waktu itu. Gue sengaja gak makan banyak juga gak minum biar gue bisa makan bareng lo. Gue kira lo bakalan marah karena gue nyuruh lo tunggu-tunggu mulu. Tapi ngeliat lo yang tetep datang buat gue seneng." lanjutnya masih setiap menatap wajah (Name), mata gadis itu mulai memerah dan berkaca-kaca. Jika ia berkedip mungkin cairan liquid itu akan mengalir di kedua pipinya.

"Tapi pas ngeliat ekspresi marah, kecewa dan sedih lo malam itu, perasaan senang gue langsung hilang. Gue langsung merasa sangat kecewa dengan diri gue sendiri."

"Kenapa lo gak ngejar saat gue pergi??? " tanya (Name) yang tak mampu lagi menahan air matanya. Ia biarkan begitu saja air mata itu mengalir di pipinya.

"Gue ngejar lo, (Name)... gue ngejar." Suna menjeda ucapannya sejenak, "Tapi lo udah keburu naik taksi waktu itu. Tepat saat lo melangkah pergi, kedua temen gue datang, gue langsung nyerahin cewek itu ke temen gue, gue bahkan gak pamitan sama mereka, gue langsung ngejar lo, tapi lo udah keburu pergi." jelas Suna, "Gue gak bawa kendaraan, Bus bahkan taksi aja udah gak ada malam itu, (Name). Gue kesel kenapa disaat genting itu gak ada satupun kendaraan umum yang lewat, akhirnya gue lari dengan harapan dapat ngejar lo."

"Tapi ternyata enggak, gue akhirnya nelpon Osamu, minta tolong buat nganterin gue ke rumah lo."

(Name) menyeka air matanya dan kembali mendengar penjelasan Suna. Hatinya kembali sakit mendengar penjelasan cowok itu.

"Pas gue sampai di rumah lo, gue udah di tungguin sama bokap lo, (Name). Gue udah buat bokap lo kecewa dan gue gak diizinin buat ketemu lo lagi." lanjut Suna, "Gue kira besoknya gue bisa dateng nemuin lo, karena gue kira bokap lo kek gitu sebab dalam keadaan emosi, makanya gue datang lagi besoknya, berharap bokap lo udah gak emosi lagi dan ngijinin gue buat ketemu lo. Tapi ternyata enggak, gue tetap gak diizinin buat ketemu lo."

"Hingga hari dimana, beberapa hari setelah kejadian itu lo yang langsung ngeblokir semua akun sosmed gue di malam itu ngirimin gue chat di WA. Gue kira lo mau dengerin penjelasan gue, tapi ternyata gue salah. Lo minta putus. Gue bahkan belum balas chat lo, tapi lo kembali ngeblokir WA gue."

"Saat lo nerima gue jadi pacar lo, gue berjanji pada diri gue sendiri, gak akan nyakitin lo lagi. Pertengkaran-pertengkaran kecil kita selama pacaran gue anggap sebagai cara kita menunjukkan kasih sayang satu sama lain. Tapi malam itu... gue benar-benar merasa kecewa dengan diri gue sendiri yang udah buat lo sekecewa itu."

"Makanya gue gak ngejar-ngejar lo, (Name), padahal gue pengen banget. Gue hanya bisa mandang lo dari jauh, gue gak mendekat karena gue tahu lo pasti benci sama gue sejak hari itu."

"Di sela-sela kesibukkan gue, gue selalu nyempetin buat lihat lo di kampus, dan di rumah lo ketika lo pulang atau pergi. Gue selalu ngatasin rasa rindu gue dengan ngeliat lo dari jauh. Tapi bukannya rindu gue hilang, rindu gue malah makin banyak dan besar."

"Gue gak pintar gombal kayak Oikawa ataupun Atsumu, setidaknya dengan cara itu bisa buat gue lega. 'Ohh, dia baik-baik aja.'  Gue selalu ngomong itu kalo liat lo. Ngeliat lo masih ada di bumi ini aja udah bikin gue bersyukur, (Name)."

(Name) makin tak bisa mengontrol perasaannya yang bergemuruh, bukankah penjelasan ini yang ingin ia dengarkan? Tetapi kenapa rasa sakit dan sesak di dalam dirinya tidak hilang atau melega?

"Gue selalu ngelakuin itu selama tiga tahun ini. Bahkan saat lo ngajar di sekolah Akaashi, gue suka nunggu lo datang mengajar di depan sekolah itu, setelah itu gue datang kesini. Osamu sampai hapal alasan tiap pagi gue kesini karena habis dari ngeliat lo di sekolah."

Bola mata (Name) perlahan melebar mendengar itu, berarti alasan cowok itu mengetahui ia ada janji dengan Akaashi karena sering melihatnya berinteraksi dengan Akaashi yang dapat terlihat dari luar sekolah?

"Iya, gue sering ngeliat lo ngobrol sama Akaashi di parkiran sekolah, gue juga sering ngeliat lo nyapa satpam sekolah." seperti cenayang, Suna menjawab pertanyaan yang muncul dalam kepala (Name) hanya dengan melihat ekspresi terkejut yang ditunjukkan olehnya.

"Lo gak sepenuhnya salah paham, (Name). Gue juga salah, harusnya gue langsung pamit aja waktu itu dan nemuin lo, tapi karena temen gue minta tolong gue jadi gak enak nolak."

(Name) menunduk, ia menurunkan topi hitamnya dan menghapus air mata yang ada di wajahnya. Ia bingung harus bagaimana sekarang. Bukankah penjelasan Suna sudah menjawab semuanya? Bukankah sudah jelas bahwa mereka masih sama-sama move on?

"Gue minta maaf..." (Name) mengangkat wajahnya memandang ke arah lain dan menarik cairan dalam hidungnya yang hendak turun, memberanikan diri untuk kembali menatap wajah Suna, "Maaf, gue gak dengerin penjelasan lo dulu. Maaf gue ngebenci lo padahal lo sama sekali gak salah... gue nya aja yang terlalu negatif thinking tentang lo..."

Suna menggeleng, tatapannya menyendu melihat air mata (Name) yang mengalir deras.

"Nggak... lo nggak salah, (Name)."

(Name) ikut menggeleng, tangannya kembali menghapus air matanya.

"Maaf, gue bener-bener minta maaf." ucap (Name) kembali menunduk menyembunyikan wajahnya di balik topi yang ia kenakan.

"(Name), udah gue bilang, lo gak sepenuhnya salah paham karena gue juga salah. Gue tahu lo orangnya gampang kepikiran, tapi gue malah ngelakuin hal yang kalau lo lihat bisa buat lo kepikiran."

(Name) tetap menggeleng-geleng, walaupun begitu ia yang paling bersalah disini. Ia pikir, dia sudah cukup dewasa namun ternyata masih kekanakan. Harusnya di umurnya segitu, ia sudah mampu mengelola pemikirannya dengan baik, tetapi ternyata ia salah. Tak semudah itu melakukannya.

"Gue minta maaf udah ngebenci lo selama tiga tahun ini... Gue kira dengan gue ngebenci lo, gue bakalan bisa lupain lo dan ngikhlasin kejadian waktu itu. Tapi sampai saat ini gue masih belum bisa lupain lo, gue masih belum ikhlas kalau kita udah benar-benar berakhir." jelas (Name) tanpa menatap wajah Suna, ia takut jika ditatapnya wajah Suna, ia tidak akan mampu mengatakan yang sejujurnya.

Mendengar penuturan (Name) membuat jantung Suna berdegup gugup, ia terkejut dengan kejujuran yang diungkapkan oleh (Name). Ternyata bukan hanya dirinya yang gagal move on,  mereka sama-sama gagal move on.

"Maaf, gue emang gak baik buat lo."

Bola mata Suna membulat, "(Name) gak gitu..." sanggahnya.

(Name) kembali menggeleng, ia memang tidak baik dan tidak cocok untuk Suna.

"Gue gak baik buat lo, Rin... lo terlalu baik untuk gue yang masih banyak kurangnya ini. Lo bakalan sakit kalau sama gue..." ucap (Name) kembali tanpa sadar memanggil Suna dengan nama depannya dan itu membuat kedua mata Suna berkaca-kaca. Ia rindu dipanggil seperti itu oleh (Name).

"Maaf... sebaiknya lo hilangin aja perasaan lo sama gue. Gue juga akan berusaha, lo pasti bisa, Rin... ada banyak cewek yang lebih baik dan lebih menghargai lo daripada gue di luaran sana. Kalo sama gue, gue takut bakalan nyakitin lo, Rin... gue gak mau nyakitin cowok sebaik lo."

Suna hanya terdiam mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh (Name), keduanya sudah tergepal. Ia tidak mungkin melakukan hal itu, hatinya masih menginginkan (Name). Namun mengapa (Name) merendahkan dan menyalahkan dirinya?

"Gak! Gue mau nya lo, (Name), gue gak mau cewek lain. Lo gak bisa memaksakan hati seseorang."

(Name) hanya menunduk sembari menggeleng, masih membiarkan cairan liquid itu menetes. Hingga ia merasa tidak sanggup, (Name) pun berdiri dari duduknya kemudian membungkukkan badan pada Suna tanpa memandang cowok itu.

"Maaf." katanya lalu beranjak pergi dari sana.

Suna ikut berdiri, mengambil kunci motor dan juga ponselnya yang ada di atas meja lalu segera mengejar (Name) yang berlari keluar membuat orang-orang yang ada di dalam resto memandang mereka.

"(Name)! " pekik Suna sesaat ia baru saja menuruni anak tangga, memanggil (Name) yang sudah di luar resto berlari masuk ke dalam mobilnya.

"Rin."

"Sam, sorry!" Suna tak menolehkan kepala ke arah Osamu yang memanggilnya, ia terus berlari mengejar (Name) yang sudah mengendarai mobilnya menjauhi area resto.

Suna berdecak lalu berlari mengambil motornya guna kembali mengejar (Name) yang sudah jauh. Dengan kecepatan penuh ia mengejar (Name), namun sialnya lampu merah dan mobil (Name) sudah melesat jauh.

Merasa kesal, Suna memukul badan motor sport nya sebagai bentuk pelampiasan emosinya.

To be continue

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

5.3K 343 12
Kisah Park Junkyu yang beruntung memiliki seorang ayah seperti Park Jihoon. Dirinya dan adiknya Park Doyoung di rawat dengan baik, meski bukan anak k...
5.5K 680 6
Karakter milik Muneyuki Kaneshiro dan Yūsuke Nomura. Bagaimana jika pada suatu hari yang cerah di kota yang cukup di kenal akan kedamaiannya, kota p...
14.7K 1.1K 10
Masa SMA yg menyenangkan-?! Ayo ikuti kisah hidup Name dan Teman Temannya
200K 9.9K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...