Ketua Osis Manja Is Mine

By utiwiutii

8.3K 316 13

Mencintai bukan harus memiliki bukan? Sama seperti Ara, dia tidak bisa bersama dengan seseorang yang ia cinta... More

01 || Cowok kutub
02 || Menginap
03 || Di rumah berdua
04 || MPLS
05 || Cicin permata hitam
06 || Tanda tangan
07 || Mabar
09 || Marah
10 || Traktiran
11 || Terus menempel
12 || Lomba
13 || Mau coba buatan bunda?
14 || Keluarga besar
15 || candunya Varel
16 || without title
17 || Sabilia putri
19 || Theli
20 || Closed heart
21 || Bukan aku yang mau
22 || Uncovered
23 || Kembali
24 || Padanan
25 || Danz
26 || Ivi

08 || Kelas baru

251 14 0
By utiwiutii

⃘♡

⃘♡

⃘♡

Have a nice day

"Ya Allah, kenapa doa hamba tidak di ijabah? Hamba sudah memohon kepada mu supaya tidak sekelas dengan dua kudanil ini. Tapi sekarang...hamba malah sekelas, bisa gila gue," ucap Ara mendrama dengan tangan yang menengadah.

Rai dan Riu mendelik kesal ke arah Ara. Jika mereka merasa senang sekelas dengan gadis itu, tetapi berbeda dengan Ara.

Malam ini adalah malam Minggu. Rai dan Riu memutuskan untuk menginap di rumah Arion karna orang tua keduanya sedang ke luar kota. Mereka ber 3 kini sedang berada di kamar milik Ara, guru dari sekolah SMAYA akan mengumumkan kelas kelas yang akan di tempati.

Saat foto list nama sudah di kirim, tepat saat itu juga Ara mendengus kesal dan langsung melempar ponsel nya ke arah kasur. Sungguh, dirinya sudah lelah jika harus sekelas lagi dengan saudara saudara laknat nya.

"Lo kayak lagi dapet musibah aja sekelas sama kita," ujar Rai kesal.

"Iya, sekelas sama lo berdua itu musibah buat gue. Nanti pasti kalo ada tugas gue yang ngerjain, kalo ada kelompok pasti Lo berdua juga larinya ke gue, trus gue juga yang ngerjain, kalo ada ulangan pasti pada nyontek ke gue. Pasti, udah pasti itu semua," jawab Ara panjang lebar.

"Ya itu mah kan pas kita SMP, Ra. Gue janji deh nanti kalo ada apa-apa gue sama Rai ikut andil," ucap Riu.

"Halah, lo berdua mah cuman ngomong nya doang," balas Ara.

"Janji dah, Ra. Gue janji yakin, mau pegang janji gue?" Ujar Rai dengan kelingking nya yang naik.

"Sini," ucap Riu melakukan hal yang sama dengan kembarannya.

Ara terdiam sesaat, lalu dirinya mulai menautkan kedua kelingking nya dengan kelingking si kembar Rai Riu.

"Janji Lo ya? Awas aja kalo boong, gue gorok leher kalian berdua," ancam Ara.

"Astaghfirullah, sadis nye," balas Rai.

"Iya dah janji," ucap Riu.

♡♡♡♡

"Kalian yang rajin belajar ya, jangan nakal. Adek kalo mau di jemput pulangnya telfon papa aja, oke?" ucap Arion yang sekarang tengah berada di depan sekolah anak anaknya.

Fyi, Ara berangkat di antar oleh Arion menggunakan mobil. Sedangkan Gibran dan si kembar mengikuti dari belakang.

"Siap, pah!"

"Iya pah, kita masuk, assalamualaikum," pamit Ara, Rai, Riu dan Gibran.

"Waalaikum salam."

Mereka mulai meninggalkan Arion dan berjalan menuju kelas. Saat di perjalanan, Ara terkejut kala ada yang menarik tas miliknya, Jadilah dia sedikit tertarik ke belakang.

"Astaghfirullah, allahuma, ya Allah. Woi, anjeng lu ya gue mao jatoh sat," ucap Ara tidak menyadari siapa yang menarik nya.

"Kasar," jawab laki laki itu.

Satu kata yang sontak membuat Ara membalikkan badan dan menatap siapa orang yang menarik tas nya itu.

"Ngapain lo? Plis ya ketos kutub lo diem dulu ini masih pagi gue males debat, bay," ujar Ara lalu dia meninggal kan Varel begitu saja.

"Lah si anying, maen pergi aja," celetuk Rai.

"Bang, maapin si bocil yak? Dia emang pas pembagian akhlak telat dateng," ucap Riu.

"Hm," balas Varel.

Gibran merangkul pundak Varel, "yaudah lah, gas ke kelas, gue mau nyontek pr yang minggu kemaren," ucap nya.

Lalu mereka berdua pun berjalan berlawanan arah dengan Rai dan Riu. Saat sampai di kelas si kembar merasa sangat malu oleh tingkah saudara nya. Sekarang Ara sedang mengabsen satu per satu murid yang ada di kelas mereka. Menjabat tangan semua teman barunya dengan senyuman yang terus mengembang.

"Hai kenalin gue, Ara."

"Hai bro gue, Ara."

"Yoi men, gue Ara."

"Santai lah, kapan kapan kita maen."

"Sabi sabi, nanti main aja ke rumah."

"Gatau lah, gue juga baru di sekolah ini, lo kalo mau tau nanti kita sama sama keliling."

Begitulah percakapan perkenalan Ara dengan yang lainnya. Mungkin yang tidak mengenal gadis itu akan menyimpulkan bahwa Ara adalah gadis caper dan pick me.

"Saudara kalian noh," ucap Tita pada Rai dan Riu.

Sahabat Ara sudah memasuki kelas lebih dulu sebelum si bar bar itu datang. Nisa dan Tita memilih kursi ketiga dari depan, di susul oleh Dinda dan teman sebangku nya di depan, lalu ada Ara dan Akila di belakang Nisa dan Tita.

"Sahabat lo juga bego," balas Riu.

"Ga abis pikri gue sama tu bocah, tiap hari ada aja kelakuannya, akrab dah tuh sama semua orang yang di kelas," ucap Dinda.

"Gua sedikit salut si sama, Ara. Dia gampang berbaur sama orang orang baru, dia juga gampang beradaptasi sama lingkungan baru," kata Nisa.

"Iya sih, tu bocah kan emang sifatnya dari dulu friendly coy," timpal Tita.

"Gue suka cemburu kalo Ara deket sama yang lain," ucap Rai tiba tiba.

"NAHHHH GUA SETUJU BANGET!" teriak Nisa.

"Nyet ga usah teriak," ucap Tita.

"Hampura ceceu."

"Jujur gua juga setuju," kata Akila.

"Ya emang kenyataan kita semua cemburu kalo si bocil deket sama orang lain, akrab sama orang lain, tapi kita juga ga bisa larang larang dia buat bersosialisasi sama banyak orang," ujar Riu.

"Dia punya dunia nya sendiri," timpal Akila.

Melihat para sahabat dan dua saudara nya sedang berkumpul pun Ara segera pamit dan berjalan menuju meja Nisa dan Tita.

"Wehhh, gitu ya lo pada di belakang gue, ga ajak ajak ga solid," celetuk Ara saat sudah sampai.

"Lo nya aja asik sama yang lain," jawab Rai.

"Gue cuman kenalan, emang gak boleh?" Tanya Ara.

"GAK," jawab mereka serempak.

"Lah anjir, ko lo semua jadi posesip si? Ah, ga asik gua kan mau jadi orang yang banyak teman, trus gue juga kan anaknya baik hati, pintar menabung, gak sombong, kalem, anggun, dan juga pendiem" balas Ara.

"TERSERAH LO BOYAN," ucap mereka lagi bersamaan.

"Lah anjir, Boyan apaan?" Tanya Ara bingung.

"BOCIL KEMATIYAN," balas mereka lagi dan lagi serempak.

"Astaghfirullah, kompak amat dek."

Bel berbunyi, dan masuklah seorang guru yang menjadi wali kelas mereka. Bu Pita namanya, guru itu memperkenalkan diri, asal dan mengajar di pelajaran apa.

Bu Pita juga menyuruh setiap anak untuk ke depan memperkenalkan diri, awalnya semua murid menolak, tetapi karna ini adalah hari pertama sekolah jadilah mereka mau tidak mau harus menurut.

Setelah selesai perkenalan, Bu pita meminta untuk mengajukan siapa yang mau menjadi ketua kelas dan siapa yang mau menjadi wakil ketua kelas, Di susul dengan seksi seksi yang lain nya.

Pemilihan pun berakhir, di ketahui ketua kelas mereka adalah Angga Pratama, dan wakilnya adalah Arabela Kiranita. What the hell, si Ara jadi wakil ketua kelas? Ya itu benar. Semuanya menunjuk gadis berbandana putih itu untuk menjabat di kelas sebagai wakil. Ara yang sudah tidak punya pilihan pun hanya pasrah saja.

"Oke, sekarang kalian free clas dulu karna baru awal masuk sekolah, boleh ke kantin tapi bawa makanan nya ke kelas ya," ucap Bu pita lalu keluar kelas.

Sontak semua murid bersorak ria, mereka mulai beranjak dari kursi masih masing. Sekarang kelas X IPA 2 seperti pasar senen, ada yang menggibah di depan kelas, ada yang memilih untuk tidur, ada yang ambis membaca buku, ada yang nge game, dan ada sebagian yang memilih ke kantin karna lapar, termasuk Ara dan para sahabatnya.

"Lo mau beli apa? Biar gue pesenin," ucap Nisa saat mereka sudah duduk di meja kantin.

"Wisss, tumben baik," jawab Ara.

"Bicit lo, buru mau apaan?"

"Gue mau pop ice mangga aja sama sosis bakar goceng," ucap Ara.

"Lo semua apa?" Tanya Nisa pada sahabatnya yang lain.

"Kaga kita mah, lo kan tau kita ke sini gara gara si Boyan pengen ke kantin," ucap Tita.

"Lah iya bener juga."

"Yaudah tunggu lo disini," ucap Nisa dan pergi berjalan ke stand minuman pop ice yang bersebelahan dengan stand sosis bakar.

Nisa kembali dengan tangan yang membawa pesanan sahabatnya, lalu mereka kembali ke kelas karna mengingat perintah sang walas.

Saat sampai di kelas Angga memanggil Ara untuk berjalan ke meja nya, "Ra, kita mau bikin konsep jadwal pelajaran, jadwal piket, sama printilan yang lain gimana?"

Ara menyentuh dagunya berfikir, "hmm, nanti gue cari bahan yang bagus, nanti yang edit Abang gue aja, tinggal kumpulin uang kas sekarang."

Angga mengangguk, "WOI BAYAR UANG KAS BUAT BIKIN PRINTILAN KELAS. BURU GAADA NANTI NANTI!" ucap nya berteriak.

"Astaghfirullah, baru juga masuk, Ga, udah di tagih uang kas aja," protes Rai.

"Nanti aja dah gua mah," timpal Riu.

"Heh dua kudanil, gaada nanti nanti. Bayar sekarang atau gue patahin semua tulang kering lo," ancam Ara.

"Allahu Akbar kejam banget si lo jadi cewek," ucap Rai.

"Bodoamat."

Mendapat ancaman seperti itu dari Ara membuat si kembar langsung menghampiri Mika dan sari selaku bendahara I dan II. Murid murid lain pun melakukan hal yang sama.

"Udah nih, Ra," ucap Mika menyerahkan uang dan catatan nama murid murid yang bayar uang kas.

"Oke makasih ya, say. Nanti gue beliin lo berdua buku buat nagihin uang kas, sekalian nanti gue beli dompet nya juga," ucap Ara.

"Anjir Ra. Berlebihan itu, gapapa kalo tempat buat nyimpen uang mah gue ada ko," ucap Mika.

"Oh yaudah deh."

"Thanks ya kalian berdua," ucap Ara tulus.

"Sama sama," balas Mika dan Sari.

♡♡♡♡

Kantin berada, para murid tengah mengisi perut mereka yang kosong. Kantin juga saat ini sedang ramai ramainya, banyak sekali para adkel dan kakel dari kelas kelas yang berbeda.

Di ketahui sekarang Ara dan para bestai tercinta nya tengah bersantai duduk di kursi pojok kantin, mereka memang suka di pojokan.

Netra mata hazel milik si bar bar itu berhenti pada satu murid yang sedang mengekori seorang cowok yang lumayan tampan. Tunggu sebentar, dia mengenali cowok itu. Yap tepat sekali, itu adalah Abang nya. Gibran Aybi. Tapi siapa gadis yang bergelayut manja di lengan sang kakak? Baiklah saat nya membasmi hama.

"Mau kemana, Yan?" Tanya Nisa saat menyadari Ara yang berdiri dari duduknya.

"Ada hama, gue benci."

"Anjir cok, tahan tu si Boyan woi! Bisa ancur ni kantin kalo gini ceritanya," panik Dinda.

Akila bergerak lincah, berlari mengejar Ara yang cukup jauh dari meja tadi mereka duduk. Dan dapat, Akila menarik lengan Ara lalu mendudukkan gadis itu kembali ke kursi nya.

"Apa si, La?" Tanya Ara pada Akila.

"Gaboleh kesana."

"Kenapa?"

"Lo mau labrak tu Kaka kelas kan?"

"Iya lah, enak aja deket deket Abang gue, minimal ada restu dari adiknya," jawab gadis itu.

"Ra, gue tau lo kesel tapi jangan gegabah dulu oke? Tenangin diri lo, kita liat cara main dia, kalo keterlaluan dan terlalu deket lo boleh gerak, tapi kalo masih wajar gue saranin jangan dulu," ucap Akila.

"Okeh."

Mereka pun kini mulai duduk kembali, tetapi pandangan ke 5 gadis itu juga tidak lepas dari Gibran dan gadis cantik yang bergelayut manja di lengan cowok itu.

"Awas Lia!! Lo ngapain sih pegang pegang tangan gue hah?" Sentak Gibran.

"Ihhh, kok kamu jahat sih, sayang?" jawab cewek yang di panggil Lia itu.

"Cih najis gue," balas Gibran jijik.

Matanya melirik ke arah pintu kantin, "WOI SOB, TOLONGIN GUE DONGG!" Teriak Gibran pada Varel dan kawan kawan nya. Para remaja most wanted tersebut baru memasuki kawasan kantin tapi yang menyambut adalah teriakan milik Gibran. Kenapa dengan cowok itu?

"Lah, kenapa tu bocah?" Tanya Kavin.

"Mata lo picek? Liat noh, si Gibran di usik lagi sama Lia," ucap Danu.

"Ah geram gue lama lama sama tuh cewek, ga cape apa ngejar yang ga cinta?" Timpal Azril.

"Tau tuh, emang udah cinta mati kali," kata Danu.

"Samper Gibran," ucap Varel lalu berjalan mendekati kaka dari gadis bar bar itu.

"Lah si anying maennya pake bahasa alien gue kaga ngerti," ucap Kavin.

"Ikutin," ujar Kaisar.

"Sabar banget gue punya temen kayak mereka berdua," ucap Ade.

Mereka ber 6 mulai mendekati ke arah Gibran yang duduk dengan lengannya di gapit oleh lengan Lia. Saat sampai, Gibran memberikan kode lewat mata, mengisyaratkan bahwa dirinya ini risih.

"Lia," panggil Danu.

Lia mendongak, "apa lo semua?" Tanya nya jutek. Gadis itu merekatkan pelukannya di lengan Gibran. Dan ya, hal itu juga membuat dada Lia menempel disana. Gibran merinding seketika.

"Dih nge gas anying," ucap Kavin.

"Lepasin tangan lo dari sahabat gua," ucap Azril tajam.

"Gamau, dia milik gue," balas Lia. Lalu gadis itu tersenyum ke arah Gibran. Meskipun Gibran merespon cuek dan terus memberontak, tapi Lia tetap berusaha untuk bergelayut di lengan cowok itu.

"Lah anjir, maen klaim aja lo," kesal Kavin.

"Nih ya dengerin gue. Lo suka sama Gibran?" Tanya Azril.

"Suka," balas Lia cepat.

"Trus, Gibran nya suka sama lo?" Tanya Azril lagi.

Lia tampak diam seakan ragu akan menjawab, tapi karna hatinya yang terus menginginkan Gibran menjadi miliknya gadis itu akan melakukan berbagai cara.

"Gatau, tapi gue bakalan berusaha buat dia suka balik sama gue."

"Ga cape?"

"Apanya?" Tanya Lia heran.

"Ngejar yang ga cinta." Balas Azril menusuk.

"Y-ya bukan ga cinta, tapi belum," ucap Lia.

"Cih keras kepala,"Varel berdecih.

"Dengan lo ngelakuin hal ini, terus deketin Gibran, terus ngikutin Gibran, terus nempel nempel kayak perangko bisa buat dia suka balik sama lo? Yang ada tuh Gibran nya risih tau ga? Lo sadar ga sih kalo si Gibran itu ga suka sama lo, Lia."

"Kapan mau sadarnya? Ayo dong, jangan jadi cewek murahan yang mau jatuhin mahkota nya buat cowok yang ga suka bahkan nganggep lo ada pun engga," ucap Azril menasehati.

Ya, ucapan cowok itu memang terkesan menusuk, tetapi mau bagaimana lagi? Menasehati Lia yang keras kepala memang lah sangat sulit.

Lia mendelik malas, "mau lo ceramah ampe jam pelajaran abis pun gue kaga peduli, Azril. Sekali Gibran tetep Gibran," balas Lia mutlak.

"Lia dengerin—"

"Udah, Az. Mau lo ngomong, ceramah sampe berbusa juga kaga bakalan tu bocah dengerin. Cape ke lo nya, kalo sadar juga bakalan diem sendiri," sela Danu.

Di pojokan kantin Ara mendengar semuanya, lalu gadis itu berdecih pelan, "cih murahan."

"Inget, jangan gerak," peringat Akila.

"Keras kepala banget sih lo," kesal Ade menatap tajam Lia yang masih saja mengunci pergerakan Gibran. Dan kenapa juga sahabatnya itu tidak memberontak saja? Bisa sekali hempasan cekalan itu akan terlepas.

Gibran tidak pernah main fisik sama yang namanya perempuan. Sebisa mungkin dia akan bersikap baik dan ramah. Termasuk dalam situasi seperti inipun dia masih mengingat janjinya untuk tidak pernah menyakiti perempuan. Itu juga amanah dari Arion dan Mahesa.

Gibran kasar sama cewe yang kurang ajar, atau yang mengusik ketenangan nya. Tapi tetap, dia tidak akan bermain fisik. Hanya kata katanya saja yang pedas.

"Ihhh gue kesel anjeng lama lama," ucap Danu.

Lia mengelus lengan Gibran, "udah ya sayang jangan dengerin mereka, aku ga bakalan berpaling dari kamu ko."

"Nih makan," Lia menyodorkan sendok yang berisikan nasi goreng. Gibran menggeleng cepat lalu menghempas tangan Lia. Sungguh, jika Lia itu laki-laki, Gibran pastikan sekarang dia sudah tergeletak di tanah.

"Kaga."

"Minum ya mau?"

"Enggak."

"Atau mau kemana? Ke taman?"

"Gak anjing."

"Ihhh ko kasar."

"Bodoamat."

"WOIII GUE KASIH KALPANAX JUGA YA LO!!" Teriak Ara dari meja nya. Gadis itu bangkit lalu berjalan cepat menuju meja yang sedari tadi menjadi pusat perhatian. Sudah habis kesabarannya melihat tingkah laku jalang kecil itu. Teriakkan tersebut mengundang beberapa pasang mata, menyaksikan drama antara cinta dan tidak cinta.

"Wah ga beres nih," ucap Nisa.

Melihat Ara yang melesat pergi ke meja Gibran membuat yang lainnya panik, bahaya jika si Boyan lepas kendali.

"Ra, jangan bikin keributan," peringkat Akila lagi.

Saat sampai di meja sang Abang, Ara langsung menarik lengan cowok itu. Lia kesal, lalu ikut ikutan menarik lengan Gibran juga.

"Lepasin tangan gatel lo!" Sarkas Ara tajam dengan mata yang memancarkan aura permusuhan untuk Lia.

"Siapa lo hah? Gue pacar nya asal lo tau," jawab Lia dengan nada tak suka. Siapa cewek ini yang tiba-tiba datang langsung menarik Gibran? Membuat emosi Lia memuncak seketika.

"Cih, pacar yang ga di akui maksud lo?" Ucap Ara sukses membuat Lia kesal. Gadis itu menatap Lia dari atas sampai bawah, tatapan menilai Ara tujukan pada rivalnya. Rok yang pendek, baju yang ketat, rambut pirang dan make up yang lumayan tebal. Ara bergidik ngeri melihatnya.

"Sialan."

"Heh Lianjing, gue peringatin jangan deket deket, atau kegatelan sama Gibran. Kalo gue tau lo nempelin ni cowok lagi, gue siram pake air kalpanax satu truk," ancam Ara. Lalu gadis itu menarik paksa lengan Gibran. Membawa sang Abang jauh dari jangkauan Lia.

Saat di rasa aman, Ara melepaskan cekalan itu, mereka kini berada di koridor kelas 10. Ara sengaja tidak meladeni atau sekedar menjambak rambut Lia karna sudah mengganggu waktu Abang nya. Karna mood gadis itu sedang buruk. Takut jika kelewatan, bisa bisa kepala Lia lepas dari tempatnya.

"Aman," ucap Ara. Kemudian dia bersidekap dada menghadap Gibran.

"Thanks, Cil."

"Siapa si itu?" Tanya Ara penasaran.

"Dia Lia, Sabilia Putri. Dia yang ngejar ngejar gue dari kelas sepuluh, Ra. Udah gue tolak berapa kali pun tu anak masih aja ngejar, gue heran sama jalan pikiran nya. Ada ya yang kaya gitu. Udah ga pasti masih aja naruh harapan," ucap Gibran.

"Kaka kelas gue?"

"Iya."

"Kelas apa?"

Gibran menoleh cepat pada adiknya, "wah, mau ngapain lo, dek?" Tanya Gibran was was.

"Pengen tau aja, mungkin nanti mau bersilaturahmi, bang," balas Ara dengan seringai di wajahnya.

"Njir senyum lo serem."

"Bicit, kelas apa?" Tanya Ara lagi.

"XI IPA 5."

"Oke makasih," ucap Ara lalu meninggalkan Gibran yang cengo di tempat.

Gibran sedikit risau, bagaimana jika adiknya yang bar bar itu membuat masalah dengan Lia? Gibran sih ga khawatir sama keadaan adiknya, yang Gibran khawatirin itu si Lia. Karna pasti bisa bisa tu anak masuk rumah sakit besoknya.

Kaki itu melangkah menyusuri koridor, berjalan untuk masuk ke kelas nya.

"Sebelas IPA lima ya?" Gumam nya.

♡♡♡♡

"Anying lo, Yan, ninggalin kita di kantin," celetuk Dinda pada Ara, gadis itu kini sedang memakan basreng yang di berikan oleh teman sekelas nya.

"Gwua lwagi malwes dwebat," ucap Ara tidak jelas.

"Bego anjir, keselek mampus lo," ucap Nisa.

Ara menelan basreng nya, lalu meminum pop ice stroberi milik Tita. Menghiraukan delikan tajam yang di layangkan oleh sang pemilik.

"Woi anjeng, itu punya gue," protes nya. Enak saja si boncel itu, pop ice miliknya masih baru dan belum ia sentuh sama sekali. Tapi, dengan tidak ada dosa dia malah meminumnya. Dasar.

"Bagi dikit elah pelit amat," jawab Ara.

"Yeuuu dasar Boyan."

"Udah duduk lo semua, gue mau sama ayang bay," ujar Ara mengusir, lalu gadis itu mengeluarkan novel yang ia bawa dari rumah. Ara ini selain pencinta epep dia juga pencinta fiksi. Kalo kalian ke kamar Ara dan nemuin satu pintu berwarna coklat dengan stiker gambar beruang itu pertanda bahwa surganya Ara ada di balik sana.

"Cih, ayang gepeng aja bangga lu," sindir Dinda.

"Monyet, lu juga sama ya sat." Gadis itu kesal pada Dinda, kaya yang dirinya engga gila novel aja. Dasar tidak tahu diri.

"Eh iya ya," katanya menggaruk kepala yang tiba-tiba gatal. Tolong, jasa geplak kepala temannya kakak.

Denis dan Rasya, teman sekelas Ara, mereka menggulung buku miliknya guna di jadikan sebagai mic. Lalu keduanya naik ke atas meja untuk meramaikan suasana kelas yang awalnya hening mirip dengan kuburan. Kedua makhluk tuhan itu tipe tipe anak yang ga suka sama kesunyian, apalagi anyep anyep sedep.

"Haruskah Berakhir sampai di sini....
Cinta yang dulu kita bina
Kini telah layu di dalam hati"

Rasya mulai mengeluarkan suara nyanyian nya, tepat saat itu juga semua murid menghentikan aktivitas mereka masing masing. Suasana yang tadinya damai langsung ramai ketika Rasya mulai bernyanyi. Penghuni kelas pun meninggalkan kegiatan yang tadi mereka kerjakan.

"Sudahlah cukuplah sampai di sini....
Percuma saja berkasih kita sudah tak sehaluan lagi" sambung Denis.

"HAI EVERYONE, ARE YOU READY!!?" teriak keduanya bersama sama.

"READY." Saut semua murid, mereka pun langsung berdiri.

"Perbezaan kasta yang jauh
Aku tahu siapalah diriku" nyanyi mereka serentak. Ada yang heboh dan ada yang biasa biasa saja, tapi tak ayal mereka juga ikut bernyanyi, kalut dengan suasana yang dipimpin oleh Rasya dan Denis.

"Terlalu dalam jurang pemisah
Kasih sudah berakhir di sini saja"

"ONE, TWO, THREE" teriak para murid menghitung.

"Di depan orang tuamu kau malukan diriku" nyanyi Rasya dan Denis. Anak laki laki menggebrak meja guna menyeimbangkan irama lagu tersebut.

"Kau bandingkan aku dengan dirinya" kompak para murid. Sedangkan para murid perempuan saat di lirik ini bernyanyi seraya menunjuk nunjuk seakan mereka tengah berbicara dengan pacar yang selalu membanding bandingkan.

"Kau hina diriku kau sebut tentang harta...Kasihku sedar ku tiada berpunya" Rasya bernyanyi.

Suara tepuk tangan dari para murid pun mulai menggema di setiap sudut kelas. Mereka akui kelas ini adalah kelas yang asik, tidak ada yang main Circle circle an, semuanya sama. Apalagi kelas ini tidak membosankan, setiap murid yang ada di X IPA 2 adalah pelawak pelawak terkenal, tapi adalah satu dua anak yang dingin dingin mah.

"Boleh juga nyanyian kalian berdua," puji Ara setelah Rasya dan Denis turun dari atas meja. Sontak itu membuat keduanya berjalan ke arah Ara yang tengah duduk di atas meja dengan tangan yang memegang novel.

"Woiya dongg," balas Denis bangga, tangannya merangkul pundak Rasya.

"Mau gue nyanyiin ga, Ra?" Tanya Rasya dengan alisnya yang naik turun.

"Boleh deh, nanti lo vn aja kirim ke gue, nanti gue setel ke toa masjid di komplek." Ara berucap dengan wajah polosnya, seakan menghiraukan raut wajah kesal yang Rasya tunjukkan.

Denis tertawa, diikuti oleh sahabat dan kedua saudara gadis yang kini tengah santai membaca novel.

"Mampus lo, sok sok an romantis sih," ledek Rai.

"Sialan lo pada."

"Eh ini jam kos kah? Belajar ke anjir, gue bosen," celetuk Ara. Matanya masih tetap membaca bait perbait yang di torehkan di atas kertas itu.

Mereka semua menatap Ara sinis, "si anying, yang lain pada suka jam kos, lah elo malah pengen belajar," ucap Riu.

Iya, Riu tau kok kalo Ara ini salah satu jajaran si anak ambis. Meskipun sifat dan sikapnya jauh berbanding terbalik. Ya tapi, tolong banget inimah, mereka malas jika harus belajar dengan rumus rumus dan sejarah serta pelajaran lain yang membuat otak berasap. Ya si Ara si beda, dia bakalan seneng kalo guru setiap hari tidak absen untuk mengajar.

"Gini, Ra. Kalo kata Bu pita mah hari ini jam kos sampe pulang katanya, besok besok baru belajar," ucap Denis menjelaskan.

"Hm gitu ya, oke lah."

"Woi lo semua," tunjuk Ara pada para sahabat nya. "Ikut gue ke kantin, gue traktir lo makan sepuasnya," lanjut Ara. Mereka semua kegirangan, bahkan Dinda sampai memeluk Ara dengan erat. Kapan lagi di traktir anak sultan, bisa makan banyak inimah. Rejeki nomplok.

"Gue—"

"Et, diem lo," potong Ara saat Nisa akan bersuara. "Mau ngomong kan lo? Udah mending jangan deh, males gue. Sekarang kantin aja nyok," ucap Ara.

"Kita duluan Babay."

Sebelum pergi ke luar kelas, Ara membalikkan tubuhnya, menatap para teman baru yang berada di kelas.

"LO SEMUA, KANTIN SEKARANG, GUE YANG TRAKTIR," ucap Ara sedikit berteriak. Sontak itu semua membuat penghuni kelas ricuh seketika, mereka bersorak bahagia. Bahkan Denis dan Rasya langsung sungkem kepada Ara.

Memang baik anak gadis nya pak Arion, benar memang jika Ara itu baik hati dan tidak sombong.

♡♡♡♡

Deru motor terdengar saling bersahutan saat para anak most wanted keluar dari area parkiran. Varel beserta antek anteknya memberhentikan kendaraan mereka di depan gerbang sekolah. Menunggu satu personil yang tengah menyusul sang adik tercinta.

Banyak para siswi yang mencuri curi pandang ke arah deretan motor dengan pemiliknya yang duduk di atas kendaraan masing-masing. Mata itu tidak berkedip, sampai sampai ada beberapa siswi yang saling bertubrukan karna tidak fokus berjalan.

"Aduh hati-hati dong sayang jalannya. A'a Kavin gak bakalan kemana mana," ucap Kavin percaya diri. Biasa, si buaya mulai berulah.

"Dih najis, A'a. Aaa kasian aaa," sahut Danu mendelik.

"Yeuu sirik aja lo batu kali."

"Kiw neng, boleh minta no wa nya gak?" Goda Kavin pada salah satu adik kelas yang melewati mereka. Langkah nya terhenti, menatap satu persatu cowok ganteng di hadapannya. Pipi gadis itu bersemu merah. "B-boleh, kak." Jawabnya dengan malu-malu.

"Eh sebentar hp nya lobet ay, nanti aja ya? Oke makasih dadahh!" Dasar tidak ada adab. Bisa bisanya menggoshting dengan gaya. Modus minta nomor tapi berakhir gajadi gitu aja.

Gadis itu pun langsung menekuk wajahnya. Dia berjalan cepat menahan malu.

"Parah lo, Vin. Kasian anak orang," kata Ade. Namun cowok itu juga tertawa melihat komuk adik kelasnya tadi.

"Ga tobat tobat lo, awas kena ajab," ucap Azril memperingati.

"Tenang, pangeran surga ajab nya punya istri lima."

"Soak!" Kompak para sahabatnya karna sudah tidak habis fikir dengan tingkah laku Kavin. Syok banget punya temen buaya, liat yang bening dikit langsung di gas.

"WOI PARA KAKEL GANTENG AING DATANG!" Ucap Ara berteriak. Gadis itu sedang berjalan di samping Gibran, tangan mereka saling bertaut.

"Ra, nanti tenggorokan nya sakit, jangan kebiasaan teriak teriak gitu," tegur Gibran. Dan si pelaku hanya menyengir.

"Abis darimana dulu sih lama bener," kata Ade yang tengah duduk manis di atas motornya.

"Dari Hongkong. Kepo bet lo jadi manusia. Udah ayo balik." Ara menggeret Gibran menuju parkiran guna mengambil motor sport milik abangnya. Sedangkan yang lain, menggeleng kepala serempak karna melihat tingkah Ara yang jauh dari kata kalem.

"Tipe gue banget yang bar bar gitu," pancing Azril yang tengah berdiri di samping Varel. Sengaja dia tuh, cuman pengen tau respon sahabatnya.

Azril kira Varel akan menatap tajam layaknya orang yang tengah cemburu. Namun, jauh dari ekspetasi Azril, Varel malah diam dan seakan cuek cuek saja.

"Tipe lo dede gemes, Az? Boleh juga tuh, gue suka yang lucu lucu," sahut Danu.

"Eh gue juga join ah, kayaknya seru punya pacar adik kelas. Sabi juga adiknya si Gibran, dia lucu sama gemes. Meskipun aga galak," sambung Ade.

Mereka saling melirik satu sama lain, dan juga sedikit mencuri pandang ke arah Varel. Azril memberitahu kepada yang lain jika sepertinya Varel mulai menyukai Ara. Itupun dia masih tidak yakin karna sifat Varel masih membuat dirinya bingung. Kadang perhatian kepada Ara, kadang cuek dan tidak peduli. Abu abu banget si Varel.

"Adiknya—"

"Lo semua bisa diem?" Ucap Varel tajam menatap sahabatnya satu persatu.

Bukannya diam, mereka malah semakin gencar menggoda Varel. Ketara sekali wajah kesal cowok itu, padahal biasanya jarang sekali Varel mengeluarkan ekspresi.

"Duhhh ini ko kenapa panas banget yaa," kata Ade mengipas ngipasi wajahnya menggunakan tangan.

"Hati kali lagi panas," celetuk Azril.

"Waduhhh sudahlah boyy, liat tuh Gibran udah kesini. Yok balik, kasian anak orang itu," lerai Danu. Tumben sekali orang ini mau melerai, biasanya mah join menistakan.

"Mau pada balik kaga lo semua?" Tanya Gibran di atas motornya. Tepat di jok belakang sudah ada Ara yang sedang mengemut permen milkita.

"Balik lahh, lo kira kita mau disini aja?" Kata Ade.

"Lo aja kali, jangan bawa bawa gue," jawab Kavin lalu cowok itu menjalankan mesin motornya. Bersiap untuk pulang.

"Yaudah ayok jangan buang buang waktu. Prince mau bobo ganteng ini di wajang," kata Ade.

"Dih pede mampus lo," ucap Kavin.

Mereka semua memang berencana untuk nongkrong sebentar di warungnya mang Ujang. Namun berbeda niat untuk Ade yang kedatangannya hanya untuk menghutang. Gorengan di comot satu per satu dan dengan santainya cowok itu berkata "itung aja mang jadi berapa"

Lalu motor motor besar itupun melesat pergi ke arah yang sama. Mereka memang sepakat untuk ke rumah Gibran dulu, sekalian mengawal gadis manis yang berada di boncengan sang anak tengah.

Gibran memberitahu kepada para sahabatnya jika harus mengambil jalan lain. Bahaya jika harus melewati jalanan yang sering mereka lewati, karna disana suka ada banyak pedagang berjejer. Sudah tahu kan kalo ada banyak pedagang pasti disitu ada Ara. Nanti, si Ara ini minta berenti berenti mulu.

"Bang ko belok sih? Lurus atuh Ara mau jajan. Ada crondog disana yang coklatnya banyak bangett. Ayoo abang puter balik lagi," rengek gadis itu menggoyangkan pundak Gibran.

Ara sudah dari jauh hari menunggu pedagang itu berjualan lagi. Menurut pedagang sekitar katanya si bapak penjual sedang libur beberapa hari. Hari ini baru buka, dan katanya ada toping baru yang bisa request coklatnya di banyakin. Apa ga ngiler itu? Ara kan mau.

"Astaghfirullah, Ra. Ini jangan goyang goyang muluu, nanti jatoh," ucap Gibran berusaha menyeimbangkan motornya agar tidak nyusruk.

"Ish orang gue mau beli crondog lo malah belok! Ayo puter balik. Puter balik gak lo!!"

"Dih kaga lah. Males banget gue puter balik, bensinnya lagi sekarat sori sori aja."

"Monyet lo! Anjir ayo puter balik nanti keburu gaada. Kata temen sekelas gue itu dagangannya suka cepet kalo abis. Arghh anjing lah."

"Toxix bener lo jadi cewek. Udah mending diem duduk anteng, nanti kan bisa beli, Ra. Ga harus sekarang."

"GAK! Gamau. Ayolah puter balikk, nangis nih gue." Mata gadis itu sudah berkaca-kaca, tapi Gibran tidak menyadari hal tersebut. Ara kalo ga diturutin soal makanan pasti ujung-ujungnya bakalan nangis. Cengeng memang, pentolan kelas berhati hello Kitty.

Melihat keributan di atas motor paling depan itu membuat Varel dan yang lainnya mendekat serentak. Jalanan sepi jadi mereka bisa leluasa menguasai jalan tersebut dengan suka hati.

Ade yang sudah berada di samping motor Gibran lantas bertanya, "woi! Lagi ngapain si lo? Ribut mulu di dengerin tuh." Gibran menoleh lalu sedikit membuka kaca helm full face nya. "Biasa bocah pengen jajan."

"Jajan mulu lo, Ra, kerjaan nya. Mau balik kita, anterin lo dulu ini, jangan ngaret. Abang lo juga mau nongkrong sama kita kita, lo jangan memperhambat waktu. Tadi udah lama banget kita nunggu, rela demi siapa? Demi lo." ucap Danu yang motornya cukup dekat dengan motor Gibran.

"Udah cukup jauh ini, Ra. Masih mau puter balik? Males gue, pegel ini. Lagian kaya bocah aja lo ngerengek gitu, umur udah gede juga." sahut Kavin.

"Gausah puter balik lah anjir, ngapain sih? Buang buang waktu tau gak?Udah sekarang ke rumah lo aja, Gib. Anterin adek lo dulu terus nanti kita nongkrong," kata Ade.

"Tuh dengerin. Mereka mau pada pulang, lo jangan minta puter balik mangkanya," ucap Gibran.

"Tapi kan gue pengen—"

"BISA DIEM GAK LO!? Berisik tau gak," bentak Gibran dengan refleks. Kesal karna Ara yang cerewet dan tidak mau diam. Gibran hanya takut jika mereka jatuh.

"Trus urusannya sama gue apa? Kalo mau pada balik ya sono balik. Peduli apa gue? Gaada yang nyuruh anterin gue balik sampe rumah. Kalo lo ga niat dan udah gamau anter gue balik mending gausah. Masih ada bang Esa sama papa yang bersedia buat jemput gue. Inget itu. Turun, gue balik sendiri." Ara mencondongkan tubuhnya ke depan berusaha meraih kunci motor milik Gibran. Gadis itu dengan mudah mencabutnya.

Setelah motor Gibran menepi ke tepi jalanan, Ara secepat kilat turun dan berlari menjauh.

"WOI, RA, MAU KEMANA?! SINI NAIK LAGI AH ELAH JANGAN KABUR KABURAN GINI DONG!" Ucap Gibran berteriak karna Ara yang berlari sudah cukup jauh.

"Mampus Ara marah. Lo semua sih mulutnya lemes banget jadi cowok, banci tau gak?" Kesal Azril. Cowok itu memasang helm yang tadi ia lepas lalu mengejar Ara yang sudah tidak terlihat lagi. Apakah mereka tidak panik jika nanti anak itu hilang? Gibran juga, malah santai santai aja.

Varel yang melihat Azril melesat pergi lantas mengekori dari belakang. Di susul oleh Kaisar. Kini ke 3 nya mensejajarkan motor tersebut seraya kepalanya menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan Ara.

Sementara itu, Gibran menatap gamang ke arah depan. Di dalam lubuk hati yang paling dalam ada rasa bersalah dan kecewa pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia membentak Ara, yang notabenenya adalah perempuan yang paling cowok itu lindungi.

"Maaf, Gib. Ini salah kita yang sedikit kasar sama Ara. Padahal mah tinggal balik lagi aja apa susahnya, bensin juga pada penuh. Kita naik motor jadi gak bakalan cape," ucap Danu yang juga merasa bersalah.

"Gib, sori, gue ga bermaksud buat adik lo sedih dan marah," ujar Ade. Cowok itu menepuk pundak Gibran membuat sang empu tersadar dari lamunannya.

"Kita kira Ara gak bakalan kaya tadi. Kan biasanya Ara fine fine aja kalo becanda, jadi tadi gue sedikit becanda sama dia. Kirain bakalan baik baik aja, eh malah ngambek," kata Ade.

"Sori, Gib," ucap Kavin.

"Gaada yang salah disini. Ucapan kalian gaada yang bikin Ara sedih ataupun marah. Ini semua salah gue, gue udah bentak dia yang notabenenya Ara itu gak suka di bentak," kata Gibran yang ketara sekali rasa bersalahnya.

"Yaudah sekarang kita cari Ara aja. Bahaya kalo ilang apalagi di culik. Bang Esa bakalan marah sama kita," usul Danu lalu naik ke atas motornya.

Mereka juga melakukan hal yang sama. Lantas ke 4 motor itu melesat pergi dengan kecepatan sedang. Didalam lubuk hati mereka kini di serang dengan rasa bersalah. Tidak seharusnya membuat Ara sedih seperti itu. Mereka bisa menolak dengan baik baik.

Gibran berkendara dengan pikiran yang berkecamuk. Tidak fokus pada jalanan melainkan memikirkan Ara yang kini tidak tahu keberadaannya. Gibran takut, takut jika Ara akan menjauh. Takut jika Ara akan cuek, dan takut jika Ara akan bersikap dingin padanya.

Gibran berjanji jika Ara sudah ketemu, dia akan meminta maaf sudah membentak gadis itu. Kalau Ara tidak memaafkan, maka Gibran akan terus menyalahkan dirinya sendiri.

Masih ingat dia ketika Ara yang berucap dengan nada ketus dan sedikit bergetar. Ketara sekali jika gadis itu akan menangis namun masih bisa di tahan. Bisa Gibran lihat dari kaca spion mata Ara yang sedikit memerah dan berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalahnya semakin besar.

"Maafin abang, Ra."

♡♡♡♡

Varel terus mengusap air mata gadis di hadapannya yang tidak mau berhenti. Sudah 10 menit lebih gadis itu menangis. Bahkan Azril dan Kaisar yang tengah memegang eskrim pun mulai meleleh. Niat hati ingin membuat Ara senang karna di kasih eskrim malah berakhir gadis itu menangis. Sungguh aneh.

Kini ke 3 nya sedang berada di sebuah taman yang cukup jauh dari tempat mereka berhenti tadi. Azril sampai heran, cepat sekali gadis itu berlari.

"Jangan nangis," ucap Varel mengusap pipi Ara yang basah. Wajahnya kaku namun hatinya tidak tega melihat Ara yang masih meneteskan air mata.

"Bang Ran bentak gue, Rel. Apa gue nakal nya udah keterlaluan banget ya, sampe sampe bang Ran semarah itu? Pasti bang Ran cape ngadepin sikap gue yang cerewet kaya gini, dia pasti risih," ucap Ara mengungkapkan isi hatinya. Jika terus di pendam akan menyisakan sesak yang mendera.

"Engga. Udah jangan nangis." Hanya itu yang bisa Varel katakan. Dia tidak ahli dalam menghadapi gadis yang tengah menangis. Cara menenangkan nya pun terbilang kaku dan ya, jauh dari kata romantis. Azril yang melihat dari jauh hanya bisa senyum senyum sendiri.

"Liat temen lo, Kay. Udah dewasa dia, udah bisa suka sama cewek," ucap Azril menyenggol lengan Kaisar.

"Gajelas."

"Astaghfirullah, nyesel gue ngomong."

Saat sudah tidak terdengar lagi isakan yang keluar dari mulut Ara, Varel mengelus kepala gadis itu dengan lembut. "Mau crondog? Kita beli ya?" Tanyanya. Dan itu sontak membuat Ara melebarkan mata. Semangat nya bangkit seketika.

"MAU MAU! AYO BELI ,REL, NANTI KEBURU ABISS!"

"Nanti gue mau beli yang coklat sama stroberi ya, Rel? Dua aja jangan banyak banyak. Gue kan masih punya utang novel ke lo. Duhh gue sampe kelupaan belum bayar, besok deh ya? Janji besok. Oh iya nanti beli 5 aja deh buat orang rumah juga. Kalo lo mau beli juga gapapa Rel, nanti gue kasih tau rasa apa aja yang paling enak."

Varel menyunggingkan senyuman nya. Hati cowok itu merasa senang saat melihat Ara kembali bersemangat, kembali ceria dan kembali cerewet. Kalo Ara jadi pendiem tuh vibes nya beda banget, Varel juga ngerasain hal itu. Mangkanya sebisa mungkin Varel mau Ara terus ceria dan banyak tingkah.

"Iya nanti beli yang banyak. Terserah lo mau berapa aja."

"Buat novel. Gausah."

"Yeyyy! Makasih iptaa! Btw lo beneran itu novelnya gapapa ga gue ganti uangnya? Nanti lo tiba-tiba datang ke rumah gue lagi nagih utang."

"Ipta?" Tanya Varel. Cowok itu tidak memperdulikan ucapan Ara yang masih saja membahas tentang novel. Padahal mah dirinya juga ikhlas jika membelikan gadis itu buku. Harganya juga tidak seberapa.

"Pradipta."

Varel sebisa mungkin menahan senyumannya yang kapan saja bisa merekah. Ipta, panggilan yang unik itu membuat Varel senang. Hatinya bergemuruh. Apalagi yang membuatkan nama itu adalah Ara. Senyum nya gak luntur luntur dah tuh.

"Siapa tadi, Kay? Ipta? Njirrr syok banget aing," kata Azril yang menyaksikan kejadian tadi.

"Gak bakal lama lagi." Meskipun ucapan Kaisar sangat membingungkan, namun Azril dengan cepat bisa menyimpulkan. Bertahun tahun berteman dengan Kaisar membuat Azril bisa memahami ucapan cowok itu. Ya kalo gabisa paham, rugi donggg!

"Kalo mau pulang, pulang aja. Mau beli crondog," ucap Varel yang tengah memasangkan helm ke kepala Ara. Cowok itu malas jika harus bertatap muka dengan Azril, pastinya senyuman tengil akan terbit di wajah milik sahabat nya itu.

"Waduhh iya deh iyaa kita pulang. Gak mau ganggu yang mau uwu uwuan, iya gak Kay?!" Ucap Azril menyenggol lengan Kaisar. Cowok itu hanya bergumam.

"Yaudah, Rel, kita berdua duluan ya," pamit Azril. Varel bergumam lalu tangannya mengkode cowok itu untuk membuka ponselnya. Azril yang paham langsung mengangguk.

"Jangan nangis lagi ya? Masa pentolan SMAYA nangis sih," canda Azril mengusap kepala Ara. Gadis itu tertawa lalu refleks menggeplak lengan kaka kelasnya, "gue bukan pentolan kali. Udah ah lo mah ada ada aja kalo ngomong, oh iya btw makasih ya udah mau nyusulin gue sampe sini, kalo gaada kalian gatau deh ini pulang nya gimana."

"Sama-sama. Sans aja kali, Ra. Oh dan satu lagi, jangan musuhan ya sama kita kita, dan jangan cuekin abang lo. Kasian dia, tadi aja mukanya udah pucet banget."

"Gak janji." Setelah mengatakan itu Ara langsung menggeret Varel menuju motornya. Ara malas jika harus membahas permasalahan tadi. Hatinya masih sakit akibat ucapan dari sahabat Gibran. Apalagi di tambah dirinya di bentak. Katakanlah Ara ini baperan, tapi siapa yang gak sakit hati di bentak kaya begitu? Apalagi Ara ini tipe anak yang jarang dan gak bisa di kasarin.

Selepas kepergian motor Varel, Kaisar mendekat lalu menepuk pundak sahabatnya. "Semua baik baik aja."

Asal kalian tahu. Kaisar, Azril, Ade, Kavin, dan Danu sudah menganggap Ara itu adik mereka sendiri. Sifat Ara yang humble, humoris dan gampang berbaur itu membuat mereka nyaman jika di dekatnya. Ara baik, perhatian, dan akan care ke semua orang. Itu salah satu yang membuat mereka langsung menyayangi Ara secara tidak sengaja. Semuanya terjadi begitu saja.

Rasa sayang dan rasa ingin melindungi tertanam di hati mereka masing-masing, seakan membuat Ara bahagia adalah kewajiban yang harus terlaksana.

Pertemuan pertama, saat di rumah gadis itu, mereka sudah dibuat nyaman oleh Ara. Meskipun tidak sengaja. Walaupun Ara banyak berceloteh dan cerewet, tak ayal jika kecerewetan nya membuat orang ingin terus berinteraksi dengannya. Apalagi, tatapan hangat yang selalu terpancar dari mata hazel milik Ara, itu semua menjadi daya tarik tersendiri.

"Hp lo," ucap Kaisar mengingatkan kode Varel tadi. Azril menjadi melamun karna takut jika hubungan adik Kaka itu akan sedikit merenggang. Apalagi para sahabatnya juga ikut andil.

"Oh iya lupa, untung lo ingetin." Cowok itu merogoh saku celananya lalu membuka pesan yang Varel kirimkan.

Varelll
Terakhir dilihat hari ini pukul 16.50

|Jgn ksh th klo Ara sm gw, biarn gbrn rnungn kslhnny sndri"

Bahasa alien anying|

Azril menggeleng kepala membaca pesan tersebut. Harus ekstra bersabar jika mau tahu isi pesan yang Varel beri. Kalian liat aja ketikan si Varel, the real dingin sampe ke ketikan nya juga. Modelan kaya si Varel mana mau ngetik panjang lebar, ya sudah pasti bakalan di singkat singkat begitu.

"Untung aja aing ngerti ni anak kasih pesan apa, kalo enggak, beuhh. Emang minta di kasih lahar panas si Varel mah," gerutu Azril.

"Balik."

"Ini juga kulkas satu, hobinya ngomong irit mulu. Ambeien apa mulut lo hah?"

"Gak."

"Astaghfirullah Kayyy! Aing tuh cape ya sama sikap lo berdua. Plis deh jangan dingin banget kalo sama temen mah, di depan para ciwi baru tuh kull. Gue kan males banget harus mikir dulu kalo misalkan kalian ngomong. Mana kalo ngomong pake bahasa alien lagi, kaga ngerti braderr!"

"Balik."

"ASTAGHFIRULLAH ISTIGHFAR AING!"

♡♡♡♡

Beberapa kali Varel harus bisa menetralkan jantung nya yang terus berdetak kencang. Kedua sudut bibirnya selalu berkedut, kadang juga pipi nya bersemu merah. Namun karna Varel ini handal dalam mengendalikan ekspresi, jadinya Ara tidak bisa menyadari jika sedari tadi kondisi jantung lawan bicaranya sedang tidak baik baik saja.

Mereka sedang berada di penjual crondog. Ara dengan semangat menunjukkan jalannya kepada Varel. Sepanjang perjalanan juga gadis itu tidak mau diam, candaan serta topik absrut selalu Ara lontarkan. Meskipun respon Varel hanya mengangguk dan berdehem namun itu tidak menjadi penghalang bagi Ara untuk terus berulah.

Keduanya duduk di kursi taman yang berada tak jauh dari si pedagang crondog, pesanan sedang di buat dan mereka tengah menunggu. Ramai pembeli jadinya harus mengantri.

Kalian tau apa yang membuat Varel salah tingkah terus? Dan juga apa yang membuat jantung Varel berdetak tak karuan? Sini sini merapat, my ay kasih tahu.

Saat mereka sampai di sana, Ara langsung menarik tangan Varel untuk memesan. Dia takut kehabisan. Bisa di lihat banyaknya pembeli crondog yang juga tengah menunggu pesanan mereka.

"Duduk disini aja, Ta. Kalo berdiri nanti cape." Panggilan itu yang selalu membuat kedutan di kedua sudut bibir Varel. Lantas kedua nya mendudukkan diri di atas kursi.

Ara tiba-tiba menyandarkan kepalanya pada pundak Varel, membuat sang empu kaget bukan main. Entah kenapa, tangan itu rasanya ingin merangkul namun hati menyuruh jangan dulu. Alhasil Varel membiarkan Ara menyender di pundaknya.

Jika gadis lain yang bersikap seperti ini padanya, maka dengan kasar Varel akan menyentak kepala itu yang lancang sekali menyender. Tapi, kenapa kala Ara yang melakukan hal demikian Varel tidak bereaksi kasar? Malahan jantung nya yang bereaksi berlebihan. Apakah yang di kata Azril pada dirinya itu benar?

Ara menatap wajah Varel dari samping dengan lamat. Ara akui cowok di hadapannya memang sangat tampan, tak heran jika ada banyak yang menginginkan dekat dengan dirinya. Meskipun berkali-kali di tolak mentah-mentah, para gadis yang mengincar Varel tidak menyerah begitu saja. Cinta itu membutakan segalanya.

Sepertinya Ara hanyut akan pesona dari Varel yang menguar. Gadis itu terus saja menatap dan mengagumi setiap inci wajah tersebut. Pahatan nya sangatlah sempurna. Matanya tidak berkedip beberapa saat.

Alisnya yang tebal, hidung yang mancung, rahang yang tegas, bola mata yang indah dengan warnanya yang hitam pekat. Serta bibir ranum berwarna pink itu membuat Ara mabuk kepayang. Apalagi, jakun milik Varel yang naik turun. Ingin sekali Ara memegang nya.

Varel yang merasa sedari tadi dirinya di perhatikan lantas menoleh ke samping. Mata mereka saling beradu. Diantara keduanya tidak ada yang mau lebih dulu memutuskan pandangan. Mereka sama sama terpesona.

Jakun Varel semakin naik turun dan jantungnya berpacu cepat kala Ara yang terus menatap nya tanpa berkedip. Siapa juga yang ga salting kalo di tatap begitu?!! Tangan Ara tergerak untuk menyentuh jakun milik Varel. Jari telunjuk nya menempel, lantas usapan samar mulai Ara lakukan.

Nafas cowok itu mulai tidak beraturan, darah berdesir cepat kala tangan hangat milik Ara menyentuh jakun miliknya. Karna sudah tidak kuat lagi, Varel menyatukan dahi mereka lalu tangan kanannya mencekal tangan milik Ara.

Nafas Varel terengah-engah, matanya terpejam kuat dengan dahi yang masih saling menyatu. "Ra, jangan nakal," ucap Varel dengan pelan. Nyaris seperti berbisik. Sungguh, Varel kini di buat gelisah hanya karna perbuatan seorang gadis.

"YES UDAH SELESAI!!" Sorak Ara. Arah matanya melihat sang pedagang yang telah selesai menyiapkan pesanannya. Gadis itu melepaskan cekalan Varel lalu dengan gesit berlari cepat menghampiri crondog yang sudah di masukkan kedalam box.

Varel cengo, bisa bisanya Ara langsung ngacir di saat dahi mereka masih menyatu. Dari pergerakan gadis itu sepertinya Ara tampak biasa biasa saja. Seolah-olah tidak terjadi apa apa diantara mereka. Berbeda dengan Varel yang sudah merasa jantungnya bermasalah. "Gadis nakal," gumam Varel.

"Mau gak, Ta?" Tawar Ara menyodorkan crondog miliknya kepada Varel.

"E-enggak," jawab Varel canggung. Shit! Kenapa dengan dirinya ini.

"Ohh yaudah buat gue semuanya."

"Makan yang bener," tegur Varel seraya mengusap sudut bibir Ara yang terdapat selai coklat. Aneh, padahal gadis di hadapannya ini sudah besar dan sudah menduduki bangku SMA. Tapi kenapa sifatnya masih saja mirip dengan anak kecil. Ternyata benar kata Gibran, Ara itu masih anak anak.

"Salahin crondog nya atuh, Ta, jangan salahin gue. Siapa suruh ni toping coklat nya banyak banget, kan jadinya sampe belepotan gini."

"Ya lo juga makan nya ati-ati jangan kaya anak kecil."

"Suka suka lahh! Asal lo tau, Ta, ni gue makan tuh udah ati-ati banget anjay."

"Saking ati-ati nya sampe langsung abis dua biji gitu?" Varel menggeleng. Iya si Ara makan ati-ati banget, sampe sampe gak sadar kalo crondog nya udah abis 2.

"Hehehe! Yaudah lah ya ikhlasin aja. Gue harus makan cepet, udah sore ini nanti takut mama, papa, sama bang Esa nyariin. Bisa ga di kasih pintu gue kalo belum pulang."

"Yaudah cepet abisin." Ara mengangguk patuh.

Fyi, Ara membeli crondog 5 biji. Itu semua dirinya yang menghabiskan. Varel di tawarin gak mau sih, jadi yaudah rejeki nomplok dapet banyak makanan. Niat Ara awal nya mau membelikan buat orang rumah juga, namun karna dirinya ingat ini di traktir sama Varel jadi Ara mengurungkan niat itu. Gak tau diri banget kalo gitu mah.

Sekali lagi, Ara di buat takjub dengan pesona seorang Varel pradipta delvano. Cowok itu tengah memperhatikan dirinya dari jarak yang di bilang cukup jauh, namun tak terlalu jauh juga. Entah lah, Varel pun tidak tahu kenapa dirinya selalu ingin melihat pergerakan Ara.

"Ta, kejebak hujan bisa neduh, kalo kejebak pesona lo bisa apa?" Ucap Ara mengulang perkataan yang waktu itu sempat Kavin lontarkan.

Sial, jantung Varel rasanya berhenti berdetak!! Tolong ambulance woii!

Hallo gays
Bantu vote yakkk kan baikkk

————————————————

Tertanda milik
R༊

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 344 46
Tentang aku yang dipermainkan secara ugal-ugalan oleh semesta. Dan tentang kamu yang menjadi pusat dunia. Ini tentang Raraa yang berusaha menyembunyi...
659K 14.3K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...
50.7K 7.6K 26
Imagine Jimin x Yn Yn tak pernah menyangkah bahwa manekin yang ia beli di toko Magic Shop bisa berubah menjadi manusia dan mengaku sebagai pacarnya. ...
1.8K 110 15
Kuyyy langsung baca aja