I'm Fine (End)

By Mhyka62

1M 113K 6.6K

Rasya Abelio pemuda yang menyerah akan hidupnya, diabaikan oleh keluarganya karena perbedaannya membuat Rasya... More

Prolog
Part:1
Part:2
Part:3
Part:4
Part:5
Part:6
Part:7
Part:8
Part:9
Part:10
Part:11
Part:12
Part:13
Part:14
Part:15
Part:16
Part:17
Part:18
Part:19
Part:20
Part:21
Part:22
Part:23
Part:24
Part:26
Part:27
Part:28
Part:29
Part:30
Astaga..
Part:31
Part:32
Part:33
Part:34
Part:35
Part:36
Part:37
Part:38
Part:39
Part:40
Extrapart
Baluuu

Part:25

24.2K 2.7K 189
By Mhyka62

Vote and comment juseyo...
....

Arsya memegang tangan Alfanza yang terbebas inpus, menatap wajah pemuda itu yang terlelap karena pengaruh obat bius.

"Dia mengalami sedikit sesak nafas karena terlalu banyak menangis, dan juga kondisinya yang demam tinggi membuatnya tubuhnya lemah, sehingga nafasnya tidak beraturan"

"Nanti saat dia sadar dan nafasnya sudah teratur, masker oksigennya sudah bisa dilepas" jelas dokter itu dan diangguki yang lainnya.

"Terima kasih dok" ujar Rendi dan mengantarkan dokter itu keluar.

"Anak aku mas hiks, ini gara-gara aku hiks" isak Arsyi dipelukan Alex.

"Rasya gapapa okay, dia hanya perlu istirahat, putra kita itu hebat, kamu jangan terlalu khawatir ya"

"Sekarang kamu sarapan dulu ya, biarkan Arsya dan Cakra yang menemani Rasya" ujar Alex lembut mengelus bahu Arsyi yang bergetar, melihat Alfanza yang terbaring lemah itu.

"Iya mom, mommy juga harus sarapan, bang Rasya biar Cakra yang jaga" ujar Cakra yang sedang tiduran dia samping Alfanza.

Setelah mommy dan daddynya keluar dari kamar Alfanza, Arsya menghela nafasnya berat dan juga ikut melangkah keluar.

"Mau kemana bang?" Tanya Cakra dengan satu alis terangkat.

"Mau keluar sebentar, lo di sini aja" ujar Arsya dan diangguki oleh Cakra.

Arsya melangkahkan kakinya ke ruang Gim yang berada dalam mension itu. Sesampainya di sana dia langsung memukul samsak yang ada, untuk melampiaskan emosinya.

Bugh

Bugh

Bugh

Bugh

"Yaahh mommy tau itu, raga ini memang namanya Alfanza, tapi kamu tetap Rasya, walaupun di raga yang sudah berbeda"

Bugh

Bugh

Bugh

Bugh

"Buktinya kamu mengalami hal yang tidak masuk akal ini, jiwa kamu berpindah ke raga pemuda ini, mommy tau itu"

Bugh

Bugh

"Akhh sialan" teriak Arsya mengusap wajahnya kasar. Dia terduduk dilantai dan menghapus air matanya kasar.

Perasaannya dari semalam hancur setelah tidak sengaja mendengar cerita mommynya dan Alfanza. Dia tidak pernah membayangkan kalau jiwa Rasya, adeknya itu ternyata selama ini berada di dalam raga milik Alfanza.

Dia tidak mau mempercayainya, tapi perasaannya tidak bisa berbohong.

Karena pertanyaan yang selama ini membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri sudah terjawab.

Mengapa sejak Rasya meninggal, Alfanza selalu mengingatkannya pada adeknya itu?

Sikapnya yang selalu berubah saat bersama Alfanza, perasaan hangat saat Alfanza memanggilnya Abang, dan perasaan bersalah yang selalu menghantui dirinya, selama dirinya dekat dengan Alfanza.

Dan ternyata jawaban dari kebingungannya selama ini sangat tidak masuk akal.

Perasaannya tidak karuan, dirinya antara sedih dan marah. Sedih karena adeknya itu tidak pernah mengatakan langsung padanya.

Padahal dia sering menceritakan tentang Rasya padanya, tapi Alfanza hanya diam dan membiarkannya bersikap bodoh karena ketidaktahuan.

Dan marah pada dirinya sendiri, karena sikapnya sendiri, dia sadar karena kesalahannya sendiri yang membuat adeknya itu tidak mau terbuka padanya.

Dia sadar kalau selama ini dia selalu berburuk sangka sama Alfanza, dan mengira Alfanza ingin memanfaatkannya. Arsya yakin karena hal itulah yang membuat Alfanza tidak ingin terbuka padanya, dan memilih memendam semuanya sendirian.

Arsya merutuki dirinya, dari semalam dia sudah memikirkan banyak hal. Dia bahkan begadang semalaman, menyiksa dan merutuki dirinya sendiri dengan bermalaman di ruang Gim itu.

Dan sekarang dia kembali merasa bersalah melihat Alfanza terbaring lemah.

"Lo terlalu baik Rasya hiks, seharusnya setelah lo dapat kehidupan baru, lo pergi saja dari sini"

"Biarkan saja keluarga yang selama ini membuat lo terluka, merasa tersiksa karena kehilangan lo hiks"

"Tapi dengan bodohnya lo malah mau saja balik ke sini hiks, bersikap seperti orang asing dan menyimpan perasaan lo sendiri, hanya untuk membuat mommy senang" ujar Arsya mengusap air matanya kasar, dan menatap kosong pantulan dirinya dari cermin besar di hadapannya.

Mengingat kembali kejadian 3 bulan ini, dimana pertama kalinya dia bertemu dengan Alfanza setelah tubuh Rasya meninggal.

Mengingat tatapan sendu pemuda itu menatapnya saat Roni memukuli di gudang, mengingat kata-kata yang menyudutkannya supaya Alfanza tidak mendekatinya, dan dengan bodohnya dia hanya menatap Alfanza ketika dia dihajar oleh teman-temannya.

Adeknya itu pasti kembali tersiksa, hidup dalam raga Alfanza yang sebelumnya membuat kesalahan hingga membuat keluarga Alberto marah, tapi dengan tidak adilnya Rasya yang menerima semua akibatnya.

Adeknya kembali terluka mendengar cemoohan orang-orang dari kesalahan yang bukan dirinya perbuat.

Dan kalau Rasya ingin, seharusnya dia bisa pergi jauh dari kota ini dan mencari kebahagiannya sendiri. Tapi dengan bodohnya, adeknya itu malah bertahan dan menerima semua ini.

"Sebenarnya apa yang lo pikirkan Rasya?"

"Apa lo masih ingin dekat dengan keluarga lo yang brengsek ini?"

"Seharusnya, lo pergi saja dengan bang Xavier keluar negeri, dan pasti lo akan hidup bahagia bersamanya, tanpa harus kembali terluka lagi di sini"

"Tapi..."

"Karena lo sudah memilih ini, jadi biarkan gue egois ya, gue akan menebus kesalahan gue sama lo selama ini" ujar Arsya tersenyum tipis.

"Gue nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini Rasya, terima kasih sudah kembali" gumamnya dan menghela nafasnya panjang.

Semalam dia sudah memikirkan cara untuk mendekati adeknya itu. Dia memilih untuk berpura-pura tidak tau terlebih dahulu. Karena kalau dia mengaku, dia yakin adek bodohnya itu akan memaafkannya begitu saja.

Dia kan ingin membuktikan dirinya, dan memberikan perhatian pada Rasya. Karena pasti Alfanza akan menolak perhatian dan akan ketus padanya, kalau dia berpura-pura tidak tahu. Dan itu akan lebih menantang menurut Arsya, lagian dia suka membuat Rasya kesal.

Padahal dia yakin, karena mengingat sifat Rasya, Rasya pasti selama ini sebenarnya senang kalau berdebat dengannya, seperti halnya dirinya yang juga senang, tapi menutupinya dengan bersikap ketus.

Dan dia akan menggunakan cara tersebut, supaya lebih menantang dan adeknya itu tidak mudah luluh dengannya.

"Hmm apa gue bilang sama daddy dan abang aja ya, mereka bakalan percaya nggak ya?"...

.

.

.

.

.

.

Alfanza mengerjapkan matanya, kemudian langsung duduk melepaskan masker oksigen di wajahnya.

"Loh bang, jangan dilepas, masih sesak nggak... kalau masih sesak pakai lagi aja ya" ujar Cakra yang sedang bermain ponsel kaget melihat Alfanza tiba-tiba duduk.

Alfanza yang menyadari keberadaan Cakra di sana, tersenyum tipis dan langsung memeluk Cakra.

"Sebentar aja" ujar Alfanza serak dan memeluk adeknya itu erat. Cakra hanya diam, merasakan hawa panas yang keluar dari tubuh Alfanza.

Tangannya mengelus punggung Alfanza, memberikan ketenangan pada pemuda yang sudah dia anggap seperti abangnya sendiri.

"Abang ada masalah ya, abang boleh cerita sama gue"

"Gue siap dengarin cerita abang" ujar Cakra, tapi Alfanza hanya diam sambil tersenyum kecil.

"Gapapa, gue cuma butuh pelukan"

"Makasih ya" ujar Alfanza melepaskan pelukannya dengan Cakra. Cakra mengangguk dan memeriksa suhu tubuh Alfanza.

"Abang lebih baik istirahat lagi ya, gue ambil makanan buat abang dulu, sekalian manggil mommy"

"Gapapa kan kalau abang sendirian dulu" ujar Cakra dan diangguki oleh Alfanza.

Setelah memastikan Alfanza rebahan dengan nyaman, Cakra keluar dari kamar milik Alfanza. Meninggalkan Alfanza yang menghela nafasnya berat sambil menatap langit-langit kamarnya.

Entah apa yang harus dia pikirkan terlebih dahulu sekarang, semua masalah rasanya menumpuk di otaknya yang membuatnya pusing.

Ucapan mommynya yang mengatakan karena kekurangannya, membuat nyawa seseorang melayang. Opanya pasti sangat terpuruk setelah kehilangan omanya dulu. Mengingat ekspresi Opanya yang penuh cinta ketika opanya itu membicarakan tentang omanya.

Mengingat hal itu wajahnya semakin menyendu, perasaannya semakin tidak karuan.

Bukan, dia tidak menyalahkan dirinya, karena seperti ucapan mommynya kalau memang dia tidak salah. Tapi tidak dipungkiri hanya karena dirinya, karena melindunginya, beberapa orang menderita.

Opanya kehilangin istrinya, daddy dan omnya kehilangan sosok ibu dalam hidupnya, dan itu membuat Alfanza kepikiran tentang hal itu.

Air mata kembali mengalir, dia tidak ingin menangis kembali, tapi mengingat hal itu air matanya terus saja menetes.

Pikirannya benar-benar kacau, bahkan dia menganggap dirinya memang ditakdirkan untuk sendirian supaya orang lain tidak menderita lagi karena kehadiran.

Terbukti hingga sekarang, Xavier yang membela dan melindunginya dari keluarga Alberto harus pergi jauh, dan itu juga karenanya.

Siapa lagi korban karena dirinya yang lemah ini nantinya. Dia tidak ingin ini, dia tidak ingin lagi kehilangan.

"Hati gue bilang ini bukan kesalahan gue, tapi pikiran gue nggak kontras sama sekali"

"Gini banget sih jadi gue, gue nggak mau memikirkan itu, tapi tetap saja selalu kepikiran"

Pernahkah kamu merasakan hal yang sama seperti Alfanza? Disaat hati dan pikiran sedang tidak berjalan, apa yang kamu lakukan?.

Pikiran overthingking selalu terlintas dipikirannya, padahal dia tidak ingin memikirkan hal itu. Apalagi disaat dirinya yang sekarang sedang terpuruk dan sendirian seperti ini, rasanya pikiran negatif seperti berlomba-lomba memenuhi pikirannya.

"Makanya jangan pikirkan apapun itu" ujar seseorang tiba-tiba, dan tersenyum tipis menghampiri Alfanza.

"Lo nguping ya" ujar Alfanza menatap malas Arsya.

"Mau nya sih gitu, tapi sayangnya kuping gue ini tajam dan bisa dengar dengan jelas, ucapan lo yang sedang meratapi nasib itu" ujar Arsya terkekeh pelan dan mengacak-acak rambut Alfanza.

"Lo memang jahat bang, bisa-bisanya lo malah ketawa padahal tau gue sedang meratapi nasib" kesal Alfanza dan menyentakkan tangan Arsya yang memegang rambutnya.

"Yaelah Al, harusnya lo bisa bedain ketawa mengejek dengan ketawa buat ngecairin suasana"

"Gue tadi berusaha buat lo rileks, supaya otak lo ini dingin dan nggak mikir keras lagi"

"Supaya pikiran lo itu terarah sama gue, gitu aja nggak ngerti lo, gimana sih" ujar Arsya berdengus kesal dan memijit kepala Alfabza.

Alfanza hanya mengangkat bahunya acuh, membiarkan Arsya melakukan apapun yang dia mau tanpa harus adu mulut dengannya, lagian pijitan Arsya saat ini sangat menenangkan.

Arsya tersenyum melihat Alfanza menikmati pijitannya, berharap dengan ini bisa membantu adeknya itu supaya tidak berpikir keras lagi.

.

.

.

.

"Hy Al" ujar Arsya dan dibalas deheman oleh Alfanza.

"Lo hebat, dan gue yakin apapun yang lo pikirkan dan yang lo hadapi saat ini, lo bisa melewati itu" ujar Arsya penuh arti membuat Alfanza membuka matanya dan membuat tatapan mereka bertemu.

"Lo yakin gue bisa?" Tanya Alfanza dan diangguki mantap oleh Arsya.

"Punya keyakinan dari mana lo kalau gue bisa melalui ini, gue nggak sehebat seperti yang ada dipikiran lo bang" ujar Alfanza menghela nafasnya pelan.

"Lo bisa kalau lo yakin Al, setiap masalah punya jalan keluarnya, lo harus yakin terlebih dulu dengan diri lo sendiri"

"Kalau lo terus merasa terpuruk, lo nggak akan pernah keluar dari masalah lo sendiri" ujar Arsya.

"Gue tau..."

"Tapi gue nggak yakin kalau gue bisa,

"Gue nggak yakin kalau gue bilang kalau gue Rasya kalian akan menerima gue gitu aja, kalian pasti nggak percaya dan bakal ngusir gue dari sini"

"Belum lagi masalah dengan Alberto nanti"

"Gue tau kalau bang Xavier minta perlindungan gue dari daddy, tapi gimana kalau gue jujur dan diusir dari sini, Alberto pasti dengan mudah membawa gue dan semua berakhir"

"Dan gue takut hiks, kenapa masalah gue nggak pernah habis sih hiks" ujar Alfanza dengan isakan.

"Namanya juga hidup Al, kalau ingin tenang dan nggak ada masalah lagi ya mati, tapi apa setelah mati semuanya akan selesai gitu aja?"

"Belum lagi siksaan dalam kubur sampai dunia akhirat, dan setelah itu lo pikir lo bakal tenang...

"Masih ada lagi banyak ujian yang bakal lo dilalui, untuk mutusin lo bakal masuk neraka atau surga"

"Syukur-syukur lo bisa masuk surga supaya lo bisa tenang, kalau masuk neraka gimana"

"Lo yakin amal baik lo lebih banyak dari amal buruk lo" ujar Arsya menghapus air mata Alfanza.

"Kok lo malah jadi ceramah gini sih" ujar Alfanza menatap Arsya.

"Ohh iya juga ya, lo sih bilang tadi kalau masalah lo nggak pernah habis, gue sampai kepikiran kesana kan" ujar Arsya terkekeh pelan, kemudian kembali serius.

"Maksud gue tuh gini Al..."

"Namanya juga hidup, masalah pasti bakal tetap datang, tergantung lo nyikapi dan nyelesaiinnya gimana"

"Dan kalau lo berusaha buat nyelesaian masalah lo, gue yakin lo bisa menemui hal baik nantinya...

"Hal yang membuat lo merasa bangga pada diri lo sendiri, karena lo bisa melalui masalah dihidup lo" ujar Arsya tersenyum membuat Alfanza terdiam.

"Terus kalau misalnya gue gagal menghadapi ini semua gimana?" Tanya Alfanza menatap abangnya itu lekat.

"Lo cuma perlu bangkit lagi dan belajar dari pengalaman yang membuat lo gagal itu" ujar Arsya dan menatap Alfanza lekat.

"Seperti gue, gue gagal jadi abang yang baik buat adek gue dan bahkan gagal lindungi adek gue, dan kalau gue diberikan kesempatan lagi, gue nggak akan ngelakuin hal yang sama lagi, dan akan memperbaiki letak kesalahan gue" ujar Arsya membuat Alfanza tertegun.

"Tapi masalahnya beda" ujar Alfanza mengalihkan tatapannya.

"Yahh intinya gitu Al, setiap orang kan punya masalah dan solusi yang beda-beda"

"Jadi maksud gue, kalau lo capek lo bisa istirahat sejenak Al, tapi jangan sampai terpuruk, jangan biarkan pikiran negatif lo itu membuat lo lemah..."

"Setidaknya lo harus mencobanya, dan gue..." ujar Arsya menatap Alfanza lekat.

"Gue akan selalu berada di samping lo dan ngedukung apapun keputusan yang lo buat, untuk nyelesaiin masalah lo nanti"

"Gue juga yang akan lindungi lo" ujar Arsya penuh keyakinan.

"L-lo serius, kok tiba-tiba, bukannya lo benci sama gue?" Ujar Alfanza

"Ck nyimpulin sendiri, yang benci lo siapa sih" ketus Arsya menoyor pelan dahi Alfanza.

"Lo kan selalu sinis sama gue?"

"Itu karena gue awalnya waspada sama lo, nggak salah kan" ujar Arsya dan diangguki oleh Alfanza dengan senyuman menatap Arsya.

"Makasih ya, walaupun ngedengar sarannya aja sih mudah, tapi tetap saja ngelakuinnya berat, gue takut" ujar Alfanza menghela nafasnya berat dan menatap Arsya sendu.

"Yaudah lo pikirin dulu aja"

"Tapi saran dari gue lagi, kalau lo takut, lo nggak akan pernah nemu jawaban untuk solusi dari masalah lo, Alfanza" ujar Arsya mengelus rambut Alfanza.

"Hmm lo benar" ucap Alfanza tersenyum, begitu juga Arsya yang juga ikutan tersenyum.

"Tapi kok lo jadi bijak gini ya" ujar Alfanza membuat senyum Arsya luntur, dan berakhir dengan terjadi perdebatan diantara mereka.

Sampai akhirnya Arsyi dan Alex datang menghentikan perdebatan itu, dan berakhir Arsya dihukum karena dapat semprotan dari mommynya.

"Kamu ini, sudah tau adeknya lagi sakit tapi masih aja usilin dia" ujar Arsyi menatap Arsya tajam.

"Biarin adek kamu isrirahat dulu"

"Habis itu kalau mau baku hantam silahkan, biar sekalian mommy kurung di kandang Leon"

"Angkat kaki kamu dengan benar" omel sang mommy sambil menyuapi Alfanza.  Sedangkan Alfanza hanya menampilkan senyum mengejek pada abangnya itu.

Alex sendiri, cuma menatap Arsya kasihan tapi tidak berniat membantu Arsya, dia malah sibuk memperhatikan Alfanza dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ck gue lagi yang kena, untung sayang"....






Tebece

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 163K 40
Eljio Aldebaran tidak mengira jika dia akan bertransmigrasi ke dalam tubuh remaja bernama Alvaizi Eljio Brawijaya, tokoh figuran di dalam Novel My Li...
526K 25.9K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
1.6M 168K 31
[Sudah terbit, untuk pemesanan novel bisa WA ke nomor : 0857 9702 3488 dan e-book sudah tersedia di Google Play] SEQUEL SATU ATAP DAN GARIS TANGAN ...
407K 36.5K 24
Gak ada deskripsi^^ Penasaran??? Baca aja:) From: Menjadi TUAN MUDA To: TUAN MUDA (ADRIAN) { Bahasa campuran } Vote kalo suka^^ Nggk suka skip aja yg...