I'm Fine (End)

By Mhyka62

1M 114K 6.6K

Rasya Abelio pemuda yang menyerah akan hidupnya, diabaikan oleh keluarganya karena perbedaannya membuat Rasya... More

Prolog
Part:1
Part:2
Part:3
Part:4
Part:5
Part:6
Part:7
Part:8
Part:9
Part:10
Part:11
Part:12
Part:13
Part:14
Part:15
Part:16
Part:17
Part:18
Part:19
Part:20
Part:22
Part:23
Part:24
Part:25
Part:26
Part:27
Part:28
Part:29
Part:30
Astaga..
Part:31
Part:32
Part:33
Part:34
Part:35
Part:36
Part:37
Part:38
Part:39
Part:40
Extrapart
Baluuu

Part:21

21.5K 2.6K 132
By Mhyka62

Vote and comment juseyo...
...

Waktu berlalu dengan terasa cepat, tidak terasa sudah sebulan lamanya Alfanza berada di kediaman Smith semenjak kejadian dirinya dikurung di penjara bawah tanah mansion itu bersama Arsya.

Sejak kejadian itu pula, hubungan Alfanza dan Arsya merenggang seperti di awal lagi. Alfanza benar-benar hanya melakukan tugasnya untuk menjadi Rasya dan membuat Arsyi senang.

Awalnya Arsya masih mengganggunya dan memancingnya supaya berdebat dengannya, tapi Alfanza hanya tersenyum, tidak menanggapi, kemudian dia akan menunduk hormat meninggalkan Arsya, dan itu berlangsung selama 10 hari.

Mungkin karena kesal diabaikan oleh Alfanza, Arsyapun juga ikut mengabaikan Alfanza kecuali saat mereka berkumpul bersama Arsyi.

Mereka akan kembali berdebat seperti tidak ada terjadi apa-apa diantara mereka. Namun setelah Arsyi pergi, mereka langsung diam, dengan Alfanza yang bersikap sebagai bawahan pada umumnya.

Kehidupan Alfanza juga bisa dibilang damai. Dia sekolah dengan tenang dan menghilang bersama sikembar di saat jam istirahat di markas milik si kembar.

Walaupun terkadang dia berpapasan dengan Arsya, Roni dan yang lainnya, dia tetap mengabaikan mereka, seolah mereka tidak saling kenal, meskipun masih ada cercaan dari Roni padanya, tapi dia tetap abai.

Dan juga, dia punya banyak waktu bermain bersama si kembar, Arsyi tidak terlalu mengekangnya begitu juga Alex. Tapi tetap saja dia harus mendapatkan izin dari mereka terlebih dahulu dan mengikuti aturan yang diberikan oleh Alex.

Dan dia bersyukur akan hal itu, jadi dia bisa pergi bermain ke tempat yang dia mau ataupun menyibukkan diri di Cafe milik mereka yang tidak pernah sepi pengunjung.

Seperti hari ini, Alfanza dan si kembar sedang bermain di pantai, mereka saling perang air membuat senyum di wajah Alfanza tak pernah luntur.

"Hahaha rasain lo, main-main sih sama kita" ujar Alfanza dengan tawa mengejek Aron yang sudah basah kuyup karena didorong oleh Alfanza dan Eric ke ombak.

"Aanjir, basah njir" kesal Aron dan membalas mereka dengan menendang air asin itu mengenai Alfanza yang masih tertawa sehingga sedikit air asin itu masuk ke mulut Alfanza.

"Uhuk uhuk anjir Ron, asin banget" ujar Alfanza meludah berharap lidahnya tidak terasa asin lagi.

"Hahah mampus, lagi Byur" sekarang Eric yang terkena tendangan air dari Aron, membuat Aron kembali tertawa dengan nasib Eric yang sama seperti Alfanza

"Sialan, awas lo Aron" geram Eric mengejar Aron, begitu juga dengan Alfanza, mereka saling kejar dan saling menyerang, menendang air laut itu hinga mengenai lawan mereka, dengan gelak tawa di antara mereka.

"Haha udah, kita udah basah nih"

"Nanti malah masuk angin" ujar Alfanza menyudahi serangan mereka, si kembar mengangguk patuh dan menjauh dari bibir pantai.

"Lah bang, kok malah duduk?" Heran Aron melihat Alfanza memakai jaketnya dan duduk, setelah membersihkan Carpet sewaan mereka.

"Nggak pulang bang, katanya nanti masuk angin, lebih baik kita pulang" ujar Eric tapi tetap duduk di samping Alfanza, begitu juga Aron.

"Nanti aja, nanggung nih, lihat Sunset dulu" ujar Alfanza mengeluarkan ponselnya, bersiap mengabadikan moment.

Alfanza itu sangat menyukai langit (Astrophile) bahkan diponselnya lebih banyak foto langit dari pada dirinya.

Di galerinya terdapat berbagai pemandangan langit, baik itu langit siang yang dihiasi awan putih dan langit biru yang melihatnya dapat membuatnya merasa senang, langit senja dengan warna orange dan kemerahanya, serta foto bintang dan bulan di malam hari.

Lihat lah sekarang, senyum puas tercetak diwajah tampannya melihat hasil jepretannya sendiri. Aron dan Eric sudah terbiasa melihat itu, tapi mereka tetap ikutan tersenyum melihat senyuman yang menenangkan itu.

.

.

.

.

.

.

Sekarang Alfanza berada di mobil bersama Arsya. Entah kebetulan atau apa, dirinya malah bertemu dengan Arsya saat diparkiran pantai itu.

Awalnya dia menolak pulang bersama Arsya, tapi sedikit ancaman membuat Alfanza menurut dan berpamitan dengan teman-temannya yang tampak kesal menatap Arsya.

Selama perjalanan terjadi keheningan di antara mereka, Alfanza sibuk melihat cara Arsya menyetir mobil itu, berharap suatu hari dia bisa mengendarai dan memiliki mobil sendiri.

Untuk masalah motor, dia sudah bisa karena diajarkan oleh Eric sesuai janji, tapi masalahnya dia belum bisa membeli motor untuk dirinya sendiri.

Walaupun tabungan sudah lumayan banyak dari penghasilan Kafe 2 bulan ini, tapi tetap saja dia harus hemat. Setidaknya dia mempunyai uang simpanan sendiri, dan kalau suata hari berlebih, mungkin dia akan membeli motor yang harganya bisa dia jangkau terlebih dahulu.

Yahh dia harus bisa mencukupi kebutuhannya sendiri, bahkan dia menolak pemberian motor dari Eric karena merasa tidak enak, padahal Eric sudah bilang kalau itu motor hasil taruhan dia balapan.

Yahh namanya juga Alfanza, dia tidak ingin dicap memanfaatkan orang lain lagi, soalnya Citra buruk akibat ulah Alfanza yang asli dulu, sudah bisa dia bersihkan sedikit demi sedikit.

"Lo mau belajar ngendarain mobil?" Tanya Arsya akhirnya bersuara menyadari tatapan Alfanza mengarah kegerakan kaki dan tangannya sedari tadi.

"Kalau lo mau belajar, gue bisa ajarin, itung-itung jadi supir pibadi gue nanti" ujar Arsya tersenyum menjengkelkan menatap Alfanza.

"Tidak, saya tidak berniat menjadi supir pribadi tuan muda" ujar Alfanza dengan nada datar dan mengalihkan tatapannya menatap jalanan kota.

Dia sungguh tidak nyaman dengan suasana canggung diantara abangnya itu, padahal dia ingin membalas ucapan menjengkelkan Arsya dengan nada ketus seperti awal-awal dia masuk ke kediaman Smith.

Jujur saja walaupun abangnya itu menyebalkan, tapi dia merindukan suasana dua hari yang menyebalkan bersama Arsya, hingga mereka berdua di kurung di sel kecil di ruang bawah tanah berdua malam itu.

Tapi itu menjadi malam yang sangat menyenangkan buat Alfanza, karena satu hari dia habiskan berdua dengan abangnya itu dengan rantai di kaki mereka, membuat mereka tidak bisa terpisah jauh.

Flashback...

Alfanza terbangun tengah malam, karena merasakan seseorang menyelimutinya, padahal tadi dia yakin kalau dirinya kedinginan.

Ditatapnya Arsya yang tampak kaget menatapnya dan menjauh setelah berhasil menyelimutinya.

"Ars... maaf tuan muda, anda bisa kedinginan" ujar Alfanza memberikan selimut itu pada Arsya.

"Buat lo aja, salah siapa tadi malah pake kaus pendek, pasti dingin kan" ujar Arsya, membuat Alfanza diam dan menggeleng.

"Tapi tetap saja, saya tidak tau anda dapat selimut ini dari mana, tapi saya rasa ini untuk anda" ujar Alfanza terdiri dan menyelimuti Arsya.

"Gue nggak terlalu butuh, gue udah pake Sweter tebal dan juga ada Jaket dikasih sama bang Rendi tadi nih, lo pakai aja selimut itu" ucap Arsya tapi tetap dibaals gelengan oleh Alfanza.

"Tuan muda tolonglah, saya tidak bisa menerima ini, anda lebih penting dari pada saya"

"Alfanza!" Bentak Arsya tiba-tiba karena tidak suka mendengar perkataan Alfanza, tidak bisakah pemuda itu menurut dan menerima kebaikan, padahal dia jelas-jelas sudah kedinginan.

"Itu dikasih bang Rendi buat lo tadi, karena nggak enak bongkar barang lo buat cari Jaket, pakai aja" ujar Arsya menghela nafasnya berat, walaupun dirinya sebenarnya berbohong. Kalau sebenarnya selimut itu dari daddynya, setelah Rendi datang menemuinya tadi.

"Tapi.." ucapan Alfanza terpotong melihat tangan Arsya yang pucat.

"Anda pakai saja" ujar Alfanza tetap memberikan selimut itu dan kembali duduk membelakangi Arsya.

"Keras kepala" kesal Arsya dan duduk mendekat dengan Alfanza, kemudian menyelimuti diri mereka berdua. Karena ukuran selimut itu sebenarnya sangat tebal dan besar jadi muat untuk mereka berdua.

"Diam!" Tegas Arsya dan membenarkan selimut mereka.

"Sekarang tidur!" Ujarnya lagi dan menyandarkan kepalanya di bahu Alfanza.

Alfanza tersenyum tipis, walaupun sedikit miris dalam hidupnya, karena dia yakin Arsya tadi berbohong padanya.

Terbukti dari gerakan Arsya yang menggaruk telinganya tadi, kebiasaan Arsya kalau sedang berbohong.

Yahh memangnya dia siapa, dia memang Rasya tapi sekarang dia berada ditubuh orang asing.

Emangnya apa yang dia harapkan dari keluarga yang tidak peduli pada orang asing, jadi dia juga sadar dengan kenyataan kok.

Tapi tetap saja dia menikmatinya malam ini, dia menikmati perhatian kecil abangnya itu. Alfanza mengelus rambut Arsya, memperhatikan wajah yang 11 12 dengannya dulu.

"Terima kasih, ini hangat" gumamnya dan kembali tidur dengan perasaan senang.

Flashback off

.

.

.

.

.

"Lo benar-benar ahli dalam berpura-pura ya Alfanza" ujar Arsya membuat Alfanza yang tadi sedang bernostalgia mengernyit bingung menatap Arsya.

"Di depan mommy lo hebat banget bikin adegan dimana kita menjadi saudara yang sangat dekat, lo hebat peranin peran seakan Rasya yang senang karena bisa bermain dengan saudaranya" ujar Arsya dan menghela nafasnya pelan.

"Rasya nggak pernah acting bang, itu diri Rasya sendiri karena hanya saat ada mommy kalian memperlakukan Rasya selayaknya keluarga, apalagi daddy dan bang Rendi, tapi setelah itu kita tidak ada bedanya dengan orang asing"

"Jadi Rasya menikmati peran yang menyenangkan itu, walaupun hanya sebantar, Rasya nggak akan nyia-nyiain kesempatan itu" batin Alfanza

"Tapi setelah itu, ekspresi lo bisa berubah dan berperan seperti pelayan di mansion" ujar Arsya terkekeh pelan, tapi Alfanza hanya diam memperhatikan ke depan.

"Terima kasih, tuan muda juga hebat bisa berpura-pura jadi peran kakak yang nyebelin dan selalu menggangu adeknya"

"Sampai saya kewalahan harus berdebat terus dengan anda" ujar Alfanza akhirnya.

"Saya cuma mengikuti alur cerita saja" lanjutnya dengan helaan nafas pelan.

"Gue nggak pernah berpura-pura, gue selalu jahil sama adek gue" ujar Arsya menatap Alfanza lekat.

"Tapi tidak dengan Rasya" ujar Alfanza membuat Arsya terdiam.

"Yahh lo benar, dia adek yang tidak pernah gue ingin lihat keberadaannya didekat gue dulu" ujar Arsya tersenyum miris.

"Maaf, apa karena dia bisu?" Tanya Alfanza, tapi tidak ada tanggapan dari Arsya tapi malah tatapan tajam yang diterimanya.

"Tau dari mana lo kalau Rasya bisu?" Ujar Arsya menatapnya curiga, membuat Alfanza merutuki dirinya sendiri.

"Kita nggak pernah bilang kekurangan Rasya dulu, tau dari mana lo?" Ujar Arsya semakin ngegas membuat Alfanza dengan cepat memutar otaknya berpikir.

"M-maaf tuan muda, tapi saya tidak sengaja mendengar dari maid yang sedang bergosip" ujarnya tentu saja tidak sepenuhnya bohong.

Dia memang pernah mendengar para maid bergosip, bahkan terkadang ada juga maid yang menatap sinis padanya, karena merasa marah posisi Rasya direbut pria asing sepertinya.

Melihat ekspresi Arsya tidak setajam itu lagi, membuat Alfanza yakin kalau Arsya menerima alasannya.

"Hmm jadi benar, kalau tuan muda Rasya dibedakan dulu karena dia tunawicara?" Ujar Alfanza

"Bukan urusan lo" ketus Arsya...

.

.

.

.

.

.

Alfanza duduk di ruang keluarga dengan Cakra di sampingnya, mereka berdua sedang menonton film dengan camilan ditangan Cakra, dan sekali-kali Cakra menyuapinya Alfanza.

Arsya berdecih pelan melihat itu, Alfanza tetap biasa saja kalau bersama Cakra, padahal tidak ada mommynya di sana, sangat berbeda kalau dengannya.

Alfanza akan bersikap formal, bertingkah seperti pelayan yang profesional dan dia tidak suka itu.

"Teman gue bentar lagi datang" ujar Arsya karena tiba-tiba temannya mengabari kalau akan ke kediamannya, lebih parah mau menginap di sana juga.

"Baik tuan muda, saya ke kamar dulu, kabari saya kalau mereka sudah pergi" ujar Alfanza tersenyum dan mengelus rambut Cakra.

"Abang tidur sama Cakra aja ya, kita lanjut nonton di kamar Cakra"

"Nggak bisa!" Tegas Arsya membuat kedua itu menoleh menatapnya.

"Prince juga ikut ke sini dan juga akan menginap" ujar Arsya membuat Cakra berdengus pelan.

"Abang ke kamar dulu ya, maaf kita nggak bisa nonton malam ini...

"Kamar abang, abang kunci ya, takut nanti ada yang masuk" ujar Alfanza dan diangguki mengerti oleh Cakra.

"Yaudah bang, good night" ucap Cakra mengecup pipi Alfanza.

"Good Night dek" ujar Alfanza tersenyum dan mengelus rambut Cakra, setelah itu dia menatap Arsya dengan raut biasa.

"Selamat malam tuan muda" ujar Alfanza sedikit menunduk dan langsung pergi ketika mendengar deru motor, Arsya dan Cakra juga mendengar itu dan bergegas ke luar.

Setidaknya mereka harus menahan teman-teman mereka dulu sampai Alfanza aman di kamarnya.

Sedangkan Alfanza yang panik, langsung tergesa-gesa menaiki tangga, hingga dirinya hampir saja terjatuh sebelum ada seseorang menarik tangannya.

"Ceroboh" ujar Rendi dengan anda datar.

"Maafkan saya tuan muda, terima kasih sudah menolong saya" ujar Alfanza terua melihat ke belakang dengan raut wajah panik.

"Kenapa?" Tanya Rendi dengan satu alis terangkat.

"Ada teman-temannya tuan muda Arsya dan tuan muda Cakra, saya harus kembali ke kamar" ujar Alfanza semakin panik, ketika Rendi menahan tangannya.

"Daddy memanggil kamu" ujar Rendi menarik tangan Alfanza lembut, menaiki lantai 2 dan membawa Alfanza ke ruang kerja daddynya.

Alfanza langsung masuk ke dalam ruang kerja itu, karena melihat seluet Prince menaiki tangga, membuat Rendi terkejut melihat keberanian Alfanza.

"Tidak sopan" Ujar Alex menatap tajam Alfanza dan Rendi.

"Maafkan saya tuan, ini kesalahan saya" ujar Alfanza menunduk beberapa kali, Alex berdehem dan kembali berbicara dengan seseorang melalui telpon.

"Tetap awasi mereka, jangan sampai mereka mendekatinya, apalagi membawanya" tegas Alex dan mematikan sambungan ponsel itu.

"Kenapa?" Tanya Rendi menatap daddynya.

"Mereka mulai mengincar" ujar Alex dan diangguki mengerti oleh Rendi, melihat tatapan daddynya itu. Sedangkan Alfanza hanya diam mendengarnya karena tidak mengerti arah pembicaraan mereka.

Tapi mendengar percakapan singkat itu, entah kenapa dirinya merasa khawatir, apa ini ada hubungannya dengan kejadian Cakra hampir dibunuh oleh orang-orang berpakaian hitam malam itu pikirnya, apa mereka kembali mengincar Cakra?.

"Saya harap kamu memiliki alasan yang jelas sampai menerobos masuk ke ruang kerja saya, Alfanza" Tegas Alex dengan kilatan tajam menatapnya, membuat Alfanza sedikit kaget dan tersadar dari lamunannya.

"Ada teman Arsya dan Cakra di sini" jawab Rendi dan diangguki mengerti oleh Alex.

"Situasi kamu diterima, saya tidak pernah toleran orang-orang yang masuk keruang kerja saya dengan tidak sopan , termasuk itu putra saya sendiri"

"M-maafkan saya tuan" ujar Alfanza sedikit menundukkan kepalanya, merasakan aura mencekam itu.

"Duduk".....






Tebece

Double Up kalau udah 700 vote...

Continue Reading

You'll Also Like

416K 37K 24
Gak ada deskripsi^^ Penasaran??? Baca aja:) From: Menjadi TUAN MUDA To: TUAN MUDA (ADRIAN) { Bahasa campuran } Vote kalo suka^^ Nggk suka skip aja yg...
815K 80.6K 65
~ Familyship, Brothership, Bromance dan Friendship *** Kisah seorang remaja yang meninggal akibat kecelakaan dan bertransmigrasi ke tubuh seorang an...
1.1M 94.8K 44
Pernah mendengar soal transmigrasi jiwa? Mungkin itulah yang dirasakan seorang pemuda yang kini menempati tubuh seseorang yang kehidupannya seperti f...
2.4M 208K 50
Gethan tidak tau bagaimana dirinya yg terbangun di tubuh seseorang,setelah dirinya mengalami kecelakaan. Leyander astano bocah laki-laki 12 tahun yg...