GOOD BOY || JKT48 Ver.

By xwchkshncrzy

18.7K 1.5K 44

Shan adalah pemuda pengidap skizofrenia, pemuda aneh dengan sejuta tabiat yang membuat siapa saja pasti akan... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29 [End]

Chapter 11

456 45 0
By xwchkshncrzy


Ruangan dengan nuansa warna coklat dan khaki itu terlihat lebih tenang dari biasanya. Kursi kerja berwarna coklat gelap itu kosong, di atas meja masih ada laptop yang masih menyala, asbak dengan beberapa puntung rokok juga botol soju dengan tutup yang sudah terbuka. Di samping jendela dengan ukuran besar, dengan tirai yang tersingkap, terdapat pintu berwarna khaki, pintu itu sedikit terbuka hingga cahaya matahari sedikit masuk melalui celahnya. Sang pemilik ruangan berada di luar sana, tengah berdiri dengan dua tangan yang menekuk bertumpu pinggiran balkon. Semilir angin membuat helaian rambut pendeknya tersingkap, namun wajahnya yang dingin dengan sorot matanya yang tajam tetap menatap jauh ke depan.

Dia menghela nafasnya, lalu pandangannya menerawang, menatap langit biru cerah dengan matanya yang sedikit memicing. Bibirnya yang berwarna pink alami terkatup. Kedua tangannya perlahan turun dari sandaran balkon, lalu beralih masuk ke saku celana chinosnya yang berwarna biru gelap. Dia masih terdiam, dengan suasana yang sepi. Hingga suara langkah kaki membuatnya menoleh ke sebelah kanannya.

"Boby...." itu suara Shania. Wanita itu tersenyum, rambutnya yang berwarna brown tergerai indah. Dia berjalan dan mendekat ke arah Boby.

Boby tersenyum, sementara Shania mendekat ke arahnya dan berdiri tepat di samping Boby. Shania menatap ke depan, dimana pemandangan indah dengan langit yang cerah terhampar memanjakan mata. Kedua tangannya mencengkram pembatas balkon, rambutnya yang terurai indah di terpa angin. Boby sempat mencium aroma green tea saat semilir angin itu menerpa rambut Shania.

"Kenapa tidak bilang jika ingin kesini?" tanya Boby. Lalu menatap ke depan setelah memperhatikan wajah Shania dari samping. Harus Boby akui jika Shania adalah wanita yang cantik, bahkan sebenarnya Boby selalu suka ketika mendengar Shania berbicara, entah kenapa suara wanita itu terdengar sangat indah masuk ke telinga Boby.

"Bukankah kau mengabaikan pesanku??" jawab Shania, lalu tersenyum tipis.

Bibir Boby kembali terkatup. Suasana sepi dan hening menyelimuti keduanya. Baik Boby maupun Shania seperti sengaja ingin menikmati hari ini dengan melihat pemandangan yang terhampar di depan mata mereka. Beberapa menit mereka saling diam, larut dalam pikiran masing-masing.

"Mau secangkir teh??" tawar Boby, masih dengan wajahnya yang di setting sedingin mungkin.

"Kau yang akan membuatkannya?" Shania tersenyum, jujur saja senyuman itu terlihat sangat manis di mata Boby. Oh tunggu! Apa laki-laki seperti kulkas berjalan bernama Boby Chaesara itu sudah mulai menyukai Shania Junianatha?

Boby menaikkan satu alisnya, dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya.

"Kau mengejekku???" raut wajah Boby semakin datar.

"Boby..."  nada panggilan yang entah sejak kapan selalu membuat Boby merasa di sayangi. Shania bukanlah orang baru bagi keluarga Tuan Devan, kedua keluarga itu sudah berteman lama. Tuan Devan memang bersahabat dengan ayah Shania. Faris Junianatha.

Perjodohan antara Boby dan Shania pun sebenernya sudah di atur sangat lama, bahkan Tuan Devan sudah membicarakannya pada Tuan Faris saat Boby menginjak kelas 1 SMP.

"Jika ingin menangis, menangislah. Aku tidak akan mengejekkmu seperti kau yang selalu mengejekku saat kita masih kecil. Aku tau hatimu hancur saat ini. Aku tau Boby.. Aku bisa melihat itu hanya dari tatapan matamu. Ku mohon untuk hari ini saja, jika ingin menangis, menangislah. Bahuku tidak keberatan untuk jadi sandaranmu saat ini." ucap Shania, dia tersenyum hangat, lalu mendekat ke arah Boby. Boby hanya berdiri mematung.

Perlahan tangan Shania terangkat, menyapu pipi Boby, lalu dengan gerakan yang sangat lembut, Shania sedikit menarik leher Boby ke bawah, Shania memeluk Boby dan menenggelamkan kepala laki-laki itu di dadanya. Seraya mengelus rambut Boby.

"Kau pikir aku tidak tau keadaanmu setelah Bibi Veranda meninggal? Aku selalu memperhatikanmu Boby, bahkan ketika kau selalu mengabaikanku, aku tetap selalu memperhatikanmu. Aku tau, di balik wajahmu yang sangat dingin dan arogan itu, kau menyimpan kehancuranmu seorang diri. Tapi sekarang, kau bisa membaginya padaku.." Shania berkata dengan suaranya yang menembus lembut ke gendang telinga Boby, lalu merasuk ke hatinya, membuat perasaan campur aduk yang berkecamuk di dada Boby.

Beberapa menit mereka berada di posisi seperti itu, hingga Shania mulai merasakan jika bahu Boby sedikit berguncang, lalu suara isakan lirih mulai terdengar. Boby menangis, menangis dalam pelukan wanita yang selama ini diam-diam selalu memperhatikannya. Untuk pertama kalinya, Boby memperlihatkan kerapuhannya.

Isakan itu terdengar sangat menyakitkan, air mata Shania juga perlahan mengalir membasahi wajah cantiknya. Dia semakin erat memeluk Boby, mencoba mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja lewat bahasa tubuhnya.

Boby terus menangis, di atas balkon dengan hamparan awan yang semakin lama semakin mendung. Shania memeluknya, wanita pertama yang melihat betapa hancurnya seorang Boby Chaesara.

.

.

.

.

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Vino dan Naomi duduk dengan posisi berdampingan, sedangkan di depan mereka duduk seorang wanita dengan jas putih dan kacamata yang bertengger di hidungnya yang mancung. Wanita itu memperlihatkan selembar kertas yang penuh dengan tulisan dan langsung menyodorkannya di hadapan Vino.

"Jadi Tuan Devan meninggal karena kehabisan nafas, efek dari jeratan tali yang ada di lehernya?" tanya Vino yang langsung di angguki oleh wanita berjas putih itu.

"Seperti yang tertera pada laporannya. Tuan Devan meninggal 2 jam sebelum di temukan oleh karyawan hotel itu. Tidak ada kandungan racun di dalam lambungnya. Lalu soal luka sayatan yang ada di kakinya, luka itu terjadi setelah Tuan Devan meninggal. Itu artinya, si pembunuh menyiksa korban bahkan setelah korban tidak bernyawa. Dan soal tali, dari bekas yang terdapat di lehernya, bisa di pastikan jika jenis tali yang di gunakan si pembunuh adalah jenis Manila Rope. Ahh, dan satu lagi, ada bekas cakaran kuku di lengan Tuan Devan sebelah kanan." jawab wanita berjas putih dengan name tag Hanna Sutiono.

Vino dan Naomi mengangguk paham.

"Hanna, kau bilang tadi ada bekas cakaran kuku di lengan kanan korban. Apa itu artinya si pembunuh adalah seorang perempuan??" tanya Naomi.

Hanna tersenyum.

"Baik laki-laki dan perempuan, sama-sama bisa memiliki kuku yang panjang mi. Jadi aku tidak bisa memastikan apakah kuku itu milik laki-laki atau perempuan." jawab Hanna.

"Kasus ini akan sangat rumit karena pembunuh sangat rapi melakukan aksinya. Bahkan tidak di temukan sidik jari orang lain di tubuh Tuan Devan, juga benda-benda di sekitarnya. Siapapun bisa terlibat di dalamnya, termasuk orang-orang terdekat Tuan Devan." Vino berkata sambil merebahkan punggungnya di sandaran sofa.

"Kau benar, siapapun patut di curigai...." sambung Naomi.

Beberapa menit mereka bercakap-cakap seputar hasil autopsi mayat Tuan Devan, hingga akhirnya Vino dan Naomi berpamitan dari ruangan Hanna dan keduanya berjalan beriringan menyusuri lorong-lorong rumah sakit.

Naomi masuk ke dalam mobil terlebih dahulu setelah Vino membukakan pintu, lalu tak lama Vino juga masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Vino menoleh ke arah Naomi, lalu memasangkan sabuk pengaman sambil tersenyum hangat ke arah kekasihnya itu.

"Terima kasih sayang." ucap Naomi, lalu mencium pipi Vino saat wajah Vino masih berada di depannya. Vino membalas ciuman Naomi dengan mencium kening wanita itu. Ciuman sederhana yang mempunyai makna tentang kenyamanan.

Pajero sport berwarna hitam itu melaju dengan kecepatan sedang keluar dari tempat parkir Rumah Sakit.

"Vin, apa kau berpikir jika si pembunuh adalah orang terdekat Tuan Devan?" Naomi membuka obrolan, memecah keheningan yang berlangsung beberapa menit.

"Entahlah mi, tapi kurasa si pembunuh mengenal keluarga Tuan Devan. Okta bilang jika figura yang terdapat foto keluarga Tuan Devan itu sama sekali bukan ornamen hotel, meskipun hotel itu milik Ken Company. Aku khawatir jika si pembunuh tidak hanya mengincar Tuan Devan, namun juga keluarganya." jawab Vino, lalu memutar setir kemudi ke arah kanan.

Naomi mengangguk. Raut wajahnya berubah serius jika menyangkut pekerjaan.

"Ashel bilang tidak ada yang mencurigakan dari ponsel Tuan Devan, kecuali satu nomor yang terus-terusan meneleponnya satu hari sebelum Tuan Devan meninggal. Dan saat di lacak, nomor itu adalah nomor daerah Hangbu."

"Lalu pemilik nomornya??"

Vino menggeleng.

"Si pemilik nomor menggunakan identitas palsu."

Naomi menghela nafasnya. Kasus kali ini lebih rumit dari sebelumnya. Si pembunuh bekerja sangat rapi dan sulit untuk di lacak. Apalagi tidak di temukan barang bukti di TKP yang mengarah ke si pembunuh. Hanya foto dengan potret keluarga Tuan Devan yang di duga sengaja di tinggalkan di TKP, itu pun tidak ada sidik jari yang tertinggal di foto tersebut.

"Besok setelah menghadiri upacara pemakaman, kita akan langsung bertemu dengan Ashel di kantor." ucap Vino.

Naomi mengangguk. Lalu dia teringat tentang Shan dan obrolannya di Rumah Sakit.

"Vin, aku rasa aku ingin menggali informasi lewat Shan, bagaimana menurutmu??" tanya Naomi meminta pendapat Vino.

Vino menghentikan laju mobilnya saat lampu merah menyala.

"Lakukan saja, tapi jangan sampai terlalu terlihat jika kau sedang mencari informasi melaluinya. Kau tau sendiri kan jika Nona Sisca sama sekali tidak ingin Shan terlibat, tapi firasatku juga sama sepertimu, bahwa Shan mengetahui sesuatu." ucap Vino, lalu tersenyum ke arah Naomi.

Naomi mengangguk, dalam pikirannya dia sudah menyusun rencana untuk menggali informasi melalui Shan. Entahlah, tapi intuisi Naomi mengatakan bahwa Shan mengetahui sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk tentang siapa pelaku pembunuhan Tuan Devan.

"Baby.... Kau akan menginap malam ini kan???" tanya Vino, lalu mengedipkan satu matanya ke arah Naomi.





TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

62.4K 4.1K 32
diceritakan seorang gadis yang bernama flora, dia sedikit tomboy dan manja kepada orang" terdekatnya dan juga posesif dan freya dia Cool,posesif dia...
101K 10.5K 45
Pandora merupakan ekstrakulikuler di SMA Semesta. Komunitas yang menerbitkan majalah dan mading sekolah. Namun, di balik semua itu Pandora merupakan...
98.9K 9.7K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
505K 37.5K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.