GOOD BOY || JKT48 Ver.

By xwchkshncrzy

18.6K 1.5K 44

Shan adalah pemuda pengidap skizofrenia, pemuda aneh dengan sejuta tabiat yang membuat siapa saja pasti akan... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29 [End]

Chapter 10

493 46 2
By xwchkshncrzy


Hari ini Chika membolos. Tadi setelah Vino memintanya untuk lekas pergi ke sekolah, diam-diam Chika menyelinap ke garasi rumahnya dan membawa vespa matic gts berwarna kuning yang jarang dia pakai, tentu saja sebelum dia membawa kabur vespa itu, dia harus mengendap-endap ke dalam rumah untuk mengambil kunci vespa yang tersimpan di laci meja belajar. Untung mamanya sedang sibuk di ruang baca, hingga tidak sadar jika putrinya kembali ke rumah untuk membolos. Insting Chika mengatakan bahwa dia harus ke Santa Mall, entah untuk apa, tapi dia ingin ke sana. Siapa tau ada sesuatu yang bisa dia temukan untuk petunjuk menemukan Zee.

Dan disini lah Chika sekarang berada. Di depan sebuah Mall mewah dengan banyaknya orang yang keluar masuk ke dalam pusat berbelanjaan tersebut. Setelah Chika memarkirkan vespanya di tempat yang aman, dia sekarang hanya berdiri di depan sebuah toko kue, bingung akan melakukan apa. Namun tak lama dia merogoh saku jaketnya, mengambil ponselnya dan membuka akun sosmed Zee. Disana masih ada instastory Zee dengan fotonya yang tengah berdiri sambil mengacungkan tongkat baseball. Pemuda itu berdiri di depan sebuah bangunan yang Chika yakini itu adalah Santa Mall. Zee hanya menuliskan lokasi dia berada, tidak ada caption yang lainnya.

Setelah memastikan tidak ada postingan yang lainnya, Chika kembali mencoba menelpon nomor Zee, namun hasilnya tetap sama, nomor itu sudah tidak aktif dan berada di luar jangkauan. Dia ingin melacak ponsel temannya itu tapi sayangnya Chika tidak tau caranya. Gadis bergummy smile itu menghela nafasnya, lalu duduk di kursi besi yang tersedia di samping toko kue.

"Aishhhh. Sebenernya dimana kau berada Zee????" Chika mendongak, lalu menatap langit di atas yang berwarna biru cerah. Hari ini sangat cerah, namun tidak dengan pikirannya. Ayah Shan meninggal, lalu Zee yang menghilang. Chika mengusap wajahnya kasar, lalu kembali menghela nafas untuk kesekian kalinya.

Tiba-tiba sekelebat pikiran yang terlintas di otaknya membuat Chika menelan ludahnya. Jangan-jangan Zee di culik, lalu di siksa dan berakhir di bunuh dengan cara yang kejam. Pikiran itu berputar di otak Chika, pikiran-pikiran yang muncul akibat dia terlalu banyak menonton film psikopat.

"Aishhhh tidak mungkin..." Chika berucap sambil menggelengkan kepalanya, menepis segala pikiran mengerikan yang berkelebat di otaknya.

"Zee. Kau ada dimana? Apa kau baik-baik saja..?" monolog Chika, lalu termenung sendiri di tengah hiruk-pikuk aktivitas manusia di tengah kota.

.

.

.

.

Shan duduk terdiam di bangku panjang yang terletak di depan kamar mayat. Naomi menemaninya sambil terus memperhatikan gerak-gerik Shan yang terlihat aneh.

"Hades selalu menjemput manusia yang bersalah dengan cara mengerikan. Kak? Apa ayah melakukan kesalahan hingga Hades menjemputnya? Ah! Pasti Ayah melakukan kesalahan!" ucap Shan dengan wajahnya yang sedikit pucat.

"Kesalahan? Kesalahan apa yang kau maksud?" tanya Naomi.

Shan menggeleng. Dia kembali menunduk, lalu menggumamkan sesuatu yang sama sekali tidak terdengar oleh Naomi.

"Shan? Apa Hades itu berbentuk manusia?" pancing Naomi. Instingnya mengatakan bahwa kata-kata Shan sebenarnya adalah sebuah kode. Entah kode apa, tapi mungkin berhubungan dengan kematian Tuan Devan.

Shan kembali menoleh ke arah Naomi.

"Abstrak. Mengerikan." jawab Shan, lalu kembali dengan kepala menunduk.

Naomi hanya menganggukkan kepalanya. Otaknya kembali bekerja dan dia mulai larut dengan benang-benang berserakan yang mencoba dia hubungkan. Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Setelah hasil autopsi keluar, dia akan mendiskusikannya pada Vino. Dan Naomi yakin Shan tau sesuatu yang mungkin bisa jadi petunjuk untuk mengarah ke si pembunuh.

Pintu kamar mayat terbuka, seorang wanita dengan rambut blonde terlihat terisak di samping laki-laki dengan kemeja coklat yang di balut dengan rompi. Naomi langsung bangkit dari duduknya begitupun dengan Shan. Naomi menghampiri wanita itu lalu mengelus pelan bahunya.

"Kami turut berduka cita atas kematian Tuan Devan. Kami akan bekerja keras untuk memburu pelaku pembunuhan Tuan Devan. Nona Sisca.. Ku harap kau dan Tuan Boby bisa bekerja sama." ucap Naomi.

Sisca hanya mengangguk, lalu menghapus air matanya. Oniel yang berdiri di dekatnya terlihat merangkul pinggang ramping Sisca.

"Lakukan yang terbaik. Dan ku harap kalian bisa sesegera mungkin menangkap pelakunya." ucap Sisca, dengan sorot matanya yang sendu juga matanya yang masih memerah.

"Dan Shan ⎯  "

"Ku harap kau tidak akan melibatkannya di dalam kasus ini Detektif Naomi. Kau tau keadaan dia seperti apa, aku tidak ingin masalah ini nantinya membuatnya trauma. Jadi, jangan sentuh dia." sela Sisca sebelum Naomi menyeleseikan kata-katanya.

Naomi hanya tersenyum, lalu sedikit membungkuk ke arah Sisca. Beberapa polisi dengan pakaian santai terlihat berjalan dan menghampiri Sisca juga Naomi. Mereka sedikit berbincang dan tak lama Naomi dan beberapa polisi itu berjalan meninggalkan Sisca, Shan dan Oniel.

"Aku akan mengantarkan kalian pulang. Ayo!" ucap Oniel, lalu melepas rangkulannya pada pinggang Sisca.

"Aku akan pulang bersama Shan. Tidak bersamamu. Sudahlah niel.. Berhenti untuk ⎯  "

"Kau dan Shan tetap akan pulang bersamaku. Aku tidak suka penolakan Sisca."

"Dan aku tidak suka pemaksaan Corniel Hardana." Sisca menjawab dengan sorot matanya yang tajam. Membuat Oniel bungkam begitu saja.

"Kita pulang sekarang Shan." ajak Sisca pada Shan, lalu dia merangkul lengan Shan dan sedikit menyeretnya. Shan hanya menurut dan mengikuti langkah Sisca yang pergi melenggang dari hadapan Oniel.

"Sial!" Oniel merutuk dengan pandangannya yang tajam.

.

.

.

.

Vino berjalan ke arah laki-laki dengan kisaran umur 25 tahun itu, yang tengah duduk di kursi kayu dengan wajahnya yang terlihat ketakutan. Vino tersenyum, lalu duduk di depan laki-laki itu. Kedua tangannya terlipat di atas meja.

"Santai saja.... Tidak usah takut. Aku hanya akan bertanya beberapa hal saja." ucap Vino yang tau jika laki-laki itu terlihat ketakutan.

Laki-laki itu mengangguk. Lalu Vino bisa melihat jika laki-laki itu menelan ludahnya.

"Minum dulu, kau benar-benar terlihat sangat panik sekarang." Vino menyodorkan segelas air putih, yang langsung di terima oleh laki-laki itu.

Setelah laki-laki itu selesei meminum air putih yang Vino beri, dan sikapnya mulai lebih tenang, Vino mulai meluncurkan beberapa pertanyaan.

"Baiklah. Kita mulai saja. Namau adalah Okta Niagam. Disini tertera bahwa kau bekerja di Parades Hotel selama 2 tahun sampai sekarang. Bisa kau ceritakan kronologi sebelum kau menemukan mayat Tuan Devan??" tanya Vino.

Okta mengangguk.

"Saat itu aku bekerja di shift 3, yang artinya aku bekerja mulai pukul 11 malam hingga pukul 7 pagi. Posisiku di hotel adalah sebagai Room service. Sekitar pukul 3 pagi, telepon hotel berbunyi, namun saat aku angkat aku tidak mendengar suara apapun, hanya helaan nafas seseorang, ku pikir itu orang iseng atau apalah. Lalu telepon kembali berbunyi sekitar 15 menit dari aku mengangkat telepon yang pertama, dan saat aku mengangkatnya, terdengar suara laki-laki yang aneh, dia mengatakan bahwa terjadi sesuatu di kamar nomor 20 vvip. Awalnya aku mengabaikannya, namun karena rasa penasaranku, dan takut jika terjadi apa-apa, aku mengeceknya dan ternyata itu adalah kamar yang di tempati oleh Tuan Devan. Saat aku sampai di kamar itu, pintunya sudah sedikit terbuka, dan aku menemukan Tuan Devan dengan keadaan yang mengenaskan." jawab Okta.

Vino mengangguk-angguk.

"Apa ada orang yang mencurigakan selama kurang lebih satu minggu yang menginap di hotel??" tanya Vino kembali.

Okta terlihat mengingat-ingat sesuatu.

"Kurasa tidak ada yang mencurigakan, semuanya normal-normal saja." jawab Okta.

Vino kembali mengangguk.

"Dan kau sendiri juga yang saat itu langsung menghubungi polisi??"

Okta mengangguk.

Vino menyatukan kedua tangannya dengan posisi sikunya yang di jadikan tumpuan di atas meja, dagunya menempel pada tangannya yang menyatu, seraya mencoba memasang puzzle-puzzle yang berserakan di otaknya.

Mungkin jika seseroang yang menelepon Room Service itu menggunakan telepon di kamar hotel, akan sangat mudah untuk di lacak. Namun sayangnya, orang tersebut menelepon menggunakan ponsel seluler.

Vino menatap lembaran kertas yang tergeletak rapi di depannya, lembaran itu adalah nama-nama orang yang menginap di Parades Hotel selama kurun waktu satu minggu.

Apa si pembunuh juga yang menelepon Room Service dan mengatakan jika terjadi sesuatu di kamar Tuan Devan? Apa dia sengaja melakukan itu agar mayat Tuan Devan di temukan? Tapi kenapa dia mekakukannya?? Kenapa si pembunuh seolah-olah memang menginginkan polisi untuk segera mengetahui jika Tuan Devan di bunuh??

Pertanyaan itu kini bersarang memenuhi otak Vino.






TBC.









Continue Reading

You'll Also Like

5K 415 17
Kota dalam bahaya! Pasukan mayat hidup menyerang siapapun yang masih hidup dan memakan mereka. Apa yang harus dilakukan? Lantas bagaimana cara Jinan...
503K 37.4K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
11.6K 1.4K 13
nikmatin aja, masih pemula (terinspirasi dari ggs returns)
WENGI By yerin

Fanfiction

13K 1.5K 18
Yessica Tamara, gadis keturunan jawa yang di anugrahi kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan bangsa lelembut. Pertemuannya dengan seorang gadis p...